Laman

Sabtu, 29 Oktober 2011

Beberapa Kesalahan yang Dilakukan Jemaah haji

Segala puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah Shalallahu’alaihia wa sallam, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah Shubhanahu wa ta’alla yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:

Seorang muslim harus berusaha agar tata cara ibadah yang dilakukannya sesuai dengan haji yang telah dijalankan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam berdasarakan sabda nya di dalam riwayat Muslim di dalam kitab shahihnya dari Jabir bin Abdullah radhiallahu anhu: "Hendaklah kalian mengambil tata cara berhaji kalian seperti apa yang aku lakukan, sebab aku tidak megetahui apakah saya akan berhaji setelah haji tahun ini”.[1]

Terdapat beberapa kesalahan dari sisi syara’ yang sering terjadi pada jama’ah yang menjalankan ibadah haji, yang perlu saya peringatkan demi menegakkan hak Allah Shubhanahu wa ta’alla dan menunaikan kewajiban untuk memberikan nasehat.

Pertama
Menunaikan shalat di luar waktu. Imam Al-Nahhas menyebutkan beberapa kemungkaran yang terjadi pada jama’ah haji di antaranya dan termasuk fitnah yang paling besar serta musibah yang paling agung di dalam agama, yang banyak terjadi adalah menyia-nyiakan shalat pada saat menjalankan haji. Banyak di antara mereka yang memang tidak meninggalkannya namun mereka menyia-nyiakan waktu shalat dengan menjama’ shalat tersebut bukan dengan tata cara yang syar’i. Hal ini diharamkan secara ijma ulama.[1]

Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا

“Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”. QS. Al-Nisa’: 103.

Kedua
Sebagian jama’ah haji melakukan ziarah ke kubur Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam sebelum haji atau sesudahnya, mereka menghadap kubur Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, meminta kepada beliau untuk menghilangkan kemudharatan dan mendatangkan manfaat. Semua ini adalah perbuatan syirik yang tidak disuaki oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bahkan beliau melarangnya dan mewaspadainya.

قال تعالى: وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا

Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Shubhanahu wa ta’alla, Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. QS. Al-Jinn: 18

قال تعالى: وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu:

"Jika kamu mempersekutukan Tuhan, niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. QS. Al-Zumar: 65.

Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashrani yang telah menjadikan kubur-kubur nabi-nabi mereka sebagai mesjid”. Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam memperingatkan umatnya terhadap apa yang mereka perbuat”. [1]

Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam menegur seorang lelaki yang berkata kepadanya: Apa-apa yang dikehendaki oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dan dirimu. Maka Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada lelaki tersebut: “ Apakah engkau telah menjadikan aku sebagai tandingan?. Tapi katakanlah apa yang dikehendaki oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla semata”.[2]

Ketiga
Berfoto. Perbuatan ini termasuk perbuatan haram, dan banyak jama’ah haji yang tidak mengetahui keharaman hukumnya. Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam telah melarang berfoto dalam banyak hadits, melaknat orang yang melakukannya. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya orang yang paling keras siksanya pada hari kaiamat adalah para tukang gambar (foto)”.[3]

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Jundub bahwa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa yang memperdengarkan amal baiknya maka Allah Shubhanahu wa ta’alla akan memperdengarkannya dan barangsiapa yang memperlihatkan amal baiknya maka Allah Shubhanahu wa ta’alla akan memperlihatkannya”.[4]

Yang selanjutnya sebagaian jama’ah haji membuat foto untuk dirinya pada saat mengenakan pakaian ihram, atau mengangkat tangannya sambil berdo’a atau membaca atau yang lainya pada saat dirinya beribadah agar keluarganya melihatnya dalam kondisi ibadah pada saat kembali dari berhaji. Perbuatan ini bisa jadi termasuk dalam kategori riya’ yang terlarang bahkan dikhawatirkan bagi orang yang melakuakannya akan terancam terhapus pahala amal ibadahnya tanpa disadarinya

Keempat
Bagi orang yang ingin menjalankan haji atau umrah hendaklah berangkat dari miqat yang dilewatinya dan tidak boleh baginya melewati miqat tanpa memakai ihram bagi orang yang ingin berhaji atau umrah. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma bahwa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Semua miqat itu adalah bagi daerah tersebut dan bagi orang yang datang melewati daerah tersebut dari orang yang bukan penduduk

Negeri tersebut bagi mereka yang ingin berhaji atau umrah”.[5]

Adpaun orang yang menggunakan pesawat atau melewati laut dengan kapal laut maka sebaiknya untuk memakai pakaian ihram pada saat posisi sejajar dengan daerah miqat atau sebelumnya untuk menjaga kehati-hatian dan dia tidak boleh menunggu sehingga dirinya sampai di Jeddah, sebab perbuatan seperti ini bertentangan dengan apa yang difatwakna oleh para ulama kita seperti syekh bin Baz dan syekh Utsaimin rahimhullah Ta’ala dan ualama lainnya.

Kelima
Banyak dari jama’ah haji yang mewajibkan dirinya membaca do’a-do’a khusus pada saat menjalankan thawaf dan mereka diajarkan membaca do’a tersebut, lalu do’a itu dibaca secara berulang-ulang dengan satu suara. Banyak dari do’a-do’a di atas tidak didasarkan dari sunnah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan berdo’a dengan cara ini adalah bid’ah. Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa yang membuat-buat perkara baru di dalam urusan agama ini yang bukan termasuk bagiannya maka dia akan tertolak”.[6] Selain itu perbuatan ini akan mengakibatkan gangguan terhadap orang lain.

Keenam
Di antara kesalahan besar yang terjadi, yang ada hubungannya dengan hari Arafah adalah sebagian jama’ah haji berdiam diri sehingga terbit matahari di luar batas-batas Arofah lalu mereka pergi menuju Muzdalifah tanpa wuquf di Arofah. Ini adalah kesalahan yang sangat fatal, sebab wuquf di Arafah adalah salah satu rukun haji, yang tidak sah haji seseorang tanpa melakukannya. Maka barangsiapa yang tidak wuquf di Arofah pada saat wuquf maka tidak ada haji baginya. Dirirwayatkan oleh Turmudzi dari Abdurrahman bin Ya’mar bahwa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Haji itu adalah Arofah, maka barangsiapa yang datang pada malam juma’ sebelum terbit fajar maka dia telah mendapatkan haji”.[7]

Ketujuh
Kesalahan yang berhubungan dengan Muzdalifah. Sebagian jama’ah haji tidak berkeyakinan tentang batas-batas Muzdalifah, lalu mereka mabit di luar Muzdalifah, sebagian mereka keluar dari Muzdalifah sebelum pertengahan malam dan tidak mabit padanya. Maka barangsiapa yang tidak mabit padanya tanpa ada halangan syar’i maka sungguh dia telah meninggalkan salah satu kewajiban haji, dan dia wajib menggantinya dengan dam jabron lalu bertaubat. Bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa Mabit di Muzdalifah dan shalat subuh di Muzdalifah adalah salah satu rukun haji, sama seperti wuquf di Arofah sebab Allah Ta’ala menyebutkannya:

قال تعالى: فَإِذَا أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُواْ اللّهَ عِندَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ

“Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam.” QS. Al-Baqarah: 198

Dan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam menyamakannya dengan Arofah, pada saat beliau bersabda: Dan Juma’ (Muzzdalifah) adalah tempat berdiam”.[8]([9])

Diriwayatkan oleh Abu Dawud daru Urwah Al-Tha’i bhawa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa yang menyaksikan shalat kita, bermalam bersama kita sehingga kita meninggalkan mabit di Muzdalifah sementara dia telah wuquf bersama kita di Arofah sebelum itu, baik waktu malam atau siang maka sungguh dia telah menyempurnakan hajinya dan membersihkan kotorannya”.[10]

Kedelapan
Sebagian jama’ah haji mewakilkan orang lain untuk diri mereka ketika melempar jumrah, padahal mereka mampu melakukannya. Hal itu mereka lakukan hanya karena mereka takut keramaian, menjauhi perbuatan yang mereka anggap sulit. Hal ini bertenangan dengan firman Allah Ta’ala:

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah...”. QS.Al-Baqarah: 196.

Dan syekh bin Baz rahimhullah pernah ditanya tentang hukum mewakili orang yang sakit, wanita yang lemah seperti orang yang bunting, gemuk dan lemah yang tidak bisa melontar dan beliau menjawab bahwa tidak mengapa mewkili mereka, adapaun orang yang kuat dan segar maka dia harus melempar sendiri dan jika tidak mampu pada waktu siang maka dia boleh melontar pada waktu malam.

Kesembilan: Di antaar para jama’ah, ada yang apabila mencukur rambut, mereka hanya mencukupkan diri mencukur beberapa helai rambut atau mencukurnya dari satu sisi dan meninggalkan sisi yang lain, yang wajib adalah agar orang yang berhaji untuk membotakkan seluruh rambut dari kepalanya atau memendekkan seluruh bagian dari kepalanya. Hal ini berlaku bagi kaum lelaki, berbeda dengan kaum wanita yang hanya cukup mencukur seukuran ujung jari dari kepangan rambutnya. Dan yang paling afdhal adalah dia memulai dari sisi kanan lalu sisi kiri saat membotakkan atau memendekkan rambut.

Kesepuluh: Sebagian jama’ah ada yang memendekkan atau mencukur jenggotnya pada saat tahallul pertama. Syekh Nasiruddin Al-Albani berkata: Kemaksiatan ini adalah kemaksiatan yang paling banyak tersebar di tengah-tengah masyarakat kaum muslimin pada zaman sekarang ini, disebabkan hegemoni orang-orang kafir terhadap negara mereka dan memaksa mereka dengan kemaksiatan ini, dan kaum muslimin meniru mereka, padahal Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam melarang mereka secara jelas di dalam sabda -nya: Berbedalah dengan orang-orang musyrik, cukurlah kumis kalian dan biarkanlah jenggot”.[1]

Perbuatan tersebut menjadi kemungkara dalam beberapa sisi:

Pertama: Menyelahi perintah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan secara jelas untuk membiarkan jenggot.

Kedua: Menyerupai orang-orang kafir.

Ketiga: Merubah ciptaan Allah Shubhanahu wa ta’alla yang merupakan bentuk ketaatan kepada setan, sebgaiamana diceritakan oleh Allah Ta’ala:

قال تعالى: وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللّهِ

“...dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya”. QS. Al-Nisa’: 119.

Keempat: Menyerupai wanita. Dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah melaknat orang yang melakukan perbuatan tersebut.

Di antara hal-hal yang telah banyak di lakukan oleh para jemaah haji yang menjadi perhatian terhadap agamanya bahwa banyak dari mereka yang memanjangkan jenggotnya pada saat mereka berihram namun pada saat mereka telah tahllul pertama mereka justru memotong jenggot mereka dan membiarkan rambut mereka tidak seperti apa yang dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang memerintahkan memanjangkan jenggot. Inna lillahi wa Inna ilaihi raji’un.[2]

Semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla menerima haji dan seluruh amal ibadah yang laksanakan oleh kaum muslimin dan memberikan taufiq -Nya kepada kita kepada kebaikan dan segala puji bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla, Tuhan semesta alam. Semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhmmad Shalallahu’alaihi wa sallam, Nabi kita dan juga kepada seluruh keluarga dan shahabat beliau. Amiin

[1] Shahih Muslim: no: 259 dan shahih Bukhari: no: 5892
[2] Haji wada yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam seperti yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah radhillahu anhu, syekh nashiruddin Al-Albani
[1] Sebagian dari hadits riwyat Muslim no: 531
[2] Musnad Imam Ahmad: 1/214.
[3] Al-Bukhari 4/191 NO: 6499 dan Muslim 4/2289 no: 2987
[4] HR. Al-Bukhari 4/81 NO: 5950 dan Muslim 3/1670 no: 2109
[5] HR. Al-Bukhari 1/471 no: 1524 dan Muslim 2/839 no: 1181
[6] HR. Al-Bukhari 2/267 no: 2697 dan Muslim 3/1343 no: 1718
[7] HR. Turmudzi: 3/237 no: 889
[8] Sunan Turmudzi no: 885
[9] Al-Syarhul Mumti’, syekh Al-Utsaimin rahimhullah: 7/202
[10] Sunan Turmudzi: 3/239 no: 891

Tidak ada komentar:

Posting Komentar