Laman

Minggu, 02 Oktober 2011

Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Indonesia 2004

Add caption
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2004 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 April 2004 untuk memilih 550 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 128 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009.
Hasil akhir pemilu menunjukan bahwa Golkar mendapat suara terbanyak. Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dua partai terbaru dalam pemilu ini, mendapat 7,45% dan 7,34% suara.
Pemilihan umum 2004 dinyatakan sebagai pemilu paling rumit dalam sejarah demokrasi.[1][2]

Latar belakang

Dalam sidang umum tahun 2002, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menambah 14 amandemen pada Undang-Undang Dasar 1945. Di antara amandemen tersebut, terdapat perubahan dalam badan legislatif. Dimulai dari tahun 2004, MPR akan terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Karena semua kursi di MPR akan dipilih secara langsung, militer diminta untuk dihilangkan dari dewan perwakilan.[3] Perubahan dan pemilihan langsung Presiden dan Wakil Presiden merupakan langkah besar bagi Indonesia untuk mencapai demokrasi.[4]
Pada 13 Juli 2003, Presiden Megawati Sukarnoputri menandatangani undang-undang yang menguraikan isi dari MPR. DPD baru akan terdiri dari empat perwakilan dari setiap provinsi di Indonesia. UU tersebut juga mengubah keanggotaan DPR menjadi 550 orang.[5]

Kampanye

Pada tahap awal pendaftaran, 150 partai mendaftar ke Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Jumlah ini lalu berkurang menjadi 50, dan akhirnya 24 setelah pemeriksaan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).[6] Pengurangan ini dilakukan berdasarkan undang-undang pemilu baru yang hanya memperbolehkan partai dengan 2 persen kursi DPR atau 3 persen kursi di DPRD untuk ikut dalam pemilu 2004. Hanya enam partai yang memenuhi kriteria ini, dan partai-partai lainnya diwajibkan untuk melakukan merger atau reorganisasi menjadi partai baru.[7]
Periode kampanye untuk partai dimulai pada 11 Maret dan berlanjut hingga 1 April. Kampanye ini terbagi menjadi dua fase karena dirayakannya Nyepi, hari raya umat Hindu. Partai-partai menyampaikan agenda nasional mereka antara 11 hingga 25 Maret. Namun, acara-cara tersebut tidak banyak dihadiri. Survey yang dilakukan oleh International Foundation for Electoral Systems menunjukan bahwa tidak semua pemilih tahu bagaimana memilih atau tidak mengetahui kandidat yang mereka pilih.[7]

Terdapat lebih dari 475.000 kandidat yang dinominasikan oleh partai politik dalam tingkat nasional, provinsial dan kabupaten, lebih dari 1.200 kandidat bersaing untuk 128 kursi DPD, serta 7.756 kandidat untuk 550 kursi DPR. Kandidat akan dipilih dalam sistem proporsional terbuka (open list).[6]

Hasil

Hasil pemilu ini menentukan partai politik mana yang dapat menyalonkan kandidatnya untuk pemilu presiden 2004 pada 5 Juli. Hanya partai yang memperoleh lima persen popular vote atau tiga persen kursi di DPR yang dapat menyalonkan kandidatnya. Partai yang tidak memenuhi kriteria tersebut harus bergabung dengan partai lain untuk memenuhi salah satu kriteria.[8]

Hari pemilu

Pemilu 5 April dilaksanakan tanpa terjadinya insiden besar. Kekerasan kecil sempat terjadi, dan dua pejabat pemilu dilaporkan tewas ketika mengantarkan peralatan pemilihan di provinsi Papua. Pemilu ini diamati oleh organisasi-organisasi seperti Australian Parliamentary Observer Delegation dan European Union Election Observer Mission.[9][10]

Jumlah suara

Proses penghitungan suara berlangsung selama sebulan, dan hasil akhir diumumkan pada 5 Mei. Dari 148.000.369 pemilih terdaftar, 124.420.339 menggunakan hak pilihnya (84.06%). Dari total jumlah suara, 113.462.414 suara (91,19%) dinyatakan sah dan 10.957.925 tidak sah. Di DPR, Golkar mendapat kursi terbanyak. Namun, 14 dari 24 partai menolak hasil pemilu dengan tuduhan penghitungan suara yang tidak teratur.[11]
No. Partai J.Suara % Kursi % Ket.
1. Partai Golongan Karya 24.480.757 21,58% 128 23,27% Lolos
2. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 21.026.629 18,53% 109 19,82% Lolos
3. Partai Kebangkitan Bangsa 11.989.564 10,57% 52 9,45% Lolos
4. Partai Persatuan Pembangunan 9.248.764 8,15% 58 10,55% Lolos
5. Partai Demokrat 8.455.225 7,45% (55) 10,00% Lolos
6. Partai Keadilan Sejahtera 8.325.020 7,34% 45 8,18% Lolos
7. Partai Amanat Nasional 7.303.324 6,44% (53) 9,64% Lolos
8. Partai Bulan Bintang 2.970.487 2,62% 11 2,00% Lolos
9. Partai Bintang Reformasi 2.764.998 2,44% (14) 2,55% Lolos
10. Partai Damai Sejahtera 2.414.254 2,13% (13) 2,36% Lolos
11. Partai Karya Peduli Bangsa 2.399.290 2,11% 2 0,36% Lolos
12. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia 1.424.240 1,26% 1 0,18% Lolos
13. Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan 1.313.654 1,16% (4) 0,73% Lolos
14. Partai Nasional Banteng Kemerdekaan 1.230.455 1,08% (0) 0,00% Tidak lolos
15. Partai Patriot Pancasila 1.073.139 0,95% 0 0,00% Tidak Lolos
16. Partai Nasional Indonesia Marhaenisme 923.159 0,81% 1 0,18% Lolos
17. Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia 895.610 0,79% 0 0,00% Tidak Lolos
18. Partai Pelopor 878.932 0,77% (3) 0,55% Lolos
19. Partai Penegak Demokrasi Indonesia 855.811 0,75% 1 0,18% Lolos
20. Partai Merdeka 842.541 0,74% 0 0,00% Tidak Lolos
21. Partai Sarikat Indonesia 679.296 0,60% 0 0,00% Tidak Lolos
22. Partai Perhimpunan Indonesia Baru 672.952 0,59% 0 0,00% Tidak Lolos
23. Partai Persatuan Daerah 657.916 0,58% 0 0,00% Tidak Lolos
24. Partai Buruh Sosial Demokrat 636.397 0,56% 0 0,00% Tidak Lolos
Jumlah 113.462.414 100,00% 550 100,00%
Sumber: Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hal. 22
Catatan: Jumlah kursi di dalam kurung berarti jumlah tersebut diubah setelah Mahkamah Konstitusi menyelesaikan sengketa mengenai hasil pemilu.

Alokasi kursi

Untuk mencapai jumlah perwakilan yang sepadan, pembagian kursi dilakukan dengan menggunakan largest remainder method, sementara kuota Hare digunakan untuk menentukan kursi yang secara otomatis diduduki oleh partai perorangan. Kursi tersisa yang ditetapkan kepada daerah pemilihan dibagikan kepada partai politik tersisa berdasarkan urutan peringkat suara tersisa.[12]
Terdapat 273 kasus yang dibawa ke Mahkamah Konstitusi, dengan kasus terakhir diselesaikan pada tanggal 21 Juni. Di antara kasus-kasus tersebut, 38 keputusan memengaruhi alokasi kursi di DPR, DPD dan DPRD. Partai Demokrat kehilangan dua kursi, sementara Partai Amanat Nasional dan Partai Damai Sejahtera mendapat satu kursi. Partai Pelopor mendapatkan satu kursi dari Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan. Sementara itu, satu-satunya kursi yang didapat Partai Nasional Banteng Kemerdekaan diserahkan kepada Partai Bintang Reformasi oleh KPU .[13]
Setelah penyelesaian semua sengketa, enam belas partai mendapat paling tidak satu kursi di DPR, sementara sisanya tidak mendapat sama sekali. Ketidaktetapan urutan partai muncul karena adanya aturan khusus yang semula dibuat untuk menghadapi masalah tidak meratanya pembagian penduduk antara pulau Jawa dengan pulau lainnya.[14] Aturan ini menetapkan bahwa nilai kuota Hare untuk provinsi di Jawa lebih tinggi daripada pulau lain. Partai akan memerlukan lebih sedikit suara untuk mendapatkan kursi di luar Jawa. Contohnya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mendapat lebih banyak suara dari Partai Amanat Nasional, namun mendapat jumlah kursi yang sama dengan PAN.[12]

Analisis


Peta yang menunjukkan pemenang suara terbanyak di setiap provinsi.
Hasil pemilu menunjukan bahwa Golkar memenangkan jumlah kursi terbanyak. Golkar menerika lebih banyak suara daripada partai lainnya di dua puluh enam provinsi.[15] Hal tersebut terjadi karena berkurangnya popularitas PDI-P. Dukungan terhadap Golkar di Sulawesi berkurang karena munculnya partai menengah dan kecil di wilayah tersebut.[16] Meskipun memenangkan jumlah suara terbesar di Bali, performa PDI-P di wilayah tersebut merupakan yang terburuk karena terjadinya bom Bali 2002.[17] Performa PKB di Jawa Timur tetap berlangsung baik meskipun kehilangan suara.[18]
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat mencapai peringkat pertama dan kedua di Jakarta (yang dianggap sebagai "barometer politik Indonesia"). Jika digabung, jumlah suara kedua partai di ibukota mencapai 42.5%.[19]
Pola pemilihan berdasarkan agama terlihat sangat jelas di provinsi-provinsi timur. Partai Damai Sejahtera (PDS) yang berbasis Kristen mendapat 14.8 suara di Sulawesi Utara dan 13 kursi di seluruh DPR. Muslim di wilayah bekas konflik religius cenderung memilih PKS yang berbasis Islam.[20]

Akibat


Perolehan suara partai-partai peserta pemilu 2004.
Pemilu legislatif 2004 merupakan pemilu paling rumit dalam sejarah Indonesia karena penduduk Indonesia harus memilih wakil rakyat di DPR, DPD dan DPRD.[21] Faktor tersebut menjadikan sistem pemilihan Indonesia unik jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia.[22] Pemilu ini juga dinyatakan sebagai pemilihan terpanjang dan paling rumit dalam sejarah demokrasi.[1][2] Bahkan sistem alokasi kursi DPR juga dianggap sebagai "yang paling rumit di dunia" oleh media.[23][24]
Tujuh partai politik memenuhi kriteria untuk menyalonkan kandidatnya dalam pemilu presiden 2004: Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrat (PD), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN). PKS tidak mencalonkan kandidatnya, tetapi mendukung capres dari PAN.[8]
Anggota DPR dan DPD yang baru terpilih diambil sumpahnya dalam sesi yang berbeda pada tanggal 1 Oktober.[25] Anggota dewan lalu berkumpul pada tanggal 2 Oktober dan diambil sumpahnya sebagai anggota MPR.[26] Ginandjar Kartasasmita terpilih sebagai ketua DPD, Agung Laksono dari Golkar sebagai ketua DPR dan Hidayat Nur Wahid dari PKS sebagai ketua MPR.[27]
Pada 5 Oktober, tiga kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan dimekarkan untuk membentuk provinsi Sulawesi Barat.[28] Pemekaran ini dilakukan setelah pemilu sehingga Sulawesi Barat tidak memiliki perwakilan dalam DPR hingga pemilu legislatif

Referensi


Catatan kaki

  1. Dillon, Paul, "'SBY' is the people's choice in Indonesia", USA Today, 1 Juli 2011. Diakses pada 9 Juni 2009.
  2.  "Freedom in the World – Indonesia (2005)", Freedom House, 20 Desember 2004. Diakses pada 9 Juni 2009.
  3.  Langit, Richel, "Indonesia's military: Business as usual", Asia Times Online, 16 Agustus 2002. Diakses pada 9 Juni 2009.
  4. Aglionby, John, "Indonesia takes a giant step down the road to democracy", The Guardian, 11 Agustus 2002. Diakses pada 10 Juni 2009.
  5. "Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003" (dalam bahasa Indonesian) (DOC). Dewan Perwakilan Rakyat. 21 Maret 2007. Diakses pada 7 Juni 2009.
  6. ^Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hal. 4–5
  7. ^ a b na Thalang, Chanintira (June 2005). "The Legislative Elections in Indonesia, April 2004". Electoral Studies 24 (2): 326–332. doi:10.1016/j.electstud.2004.10.006.
  8. Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hal. 70
  9. Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hal. 19
  10. Sissener 2004, hal. 1
  11. "Golkar back in power at House", The Jakarta Post, 6 Mei 2004. Diakses pada 9 Juni 2009.
  12. Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hal. 28–9
  13. Taufiqurrahman, M., "Court completes hearings into electoral disputes", The Jakarta Post, 22 Juni 2004. Diakses pada 9 Juni 2009.
  14. Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hal. 27
  15. Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hal. 40
  16. Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hal. 43–4
  17. Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hal. 46–7
  18. Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hal. 48–52
  19. Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hal. 58
  20. Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hal. 60–1
  21. Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hal. 15
  22. Shimizu & Hazri 2004, hal. 14
  23. Nugraha, Budi, "Persoalan Teknis Seputar Pemilu Bisa Jadi Politis", Suara Merdeka, 19 Agustus 2003. Diakses pada 9 Juni 2009.
  24. Pramono, Sidik, "Timbul-Tenggelamnya Wacana Amandemen Alokasi Kursi DPR", Kompas, 15 Desember 2003. Diakses pada 9 Juni 2009.
  25. "Pelantikan DPR dan DPD Mundur", Tempo, 1 Juli 2011. Diakses pada 9 Juni 2009.
  26.  "Pelantikan DPR, DPD, dan MPR Selesai, Selesai Pula Tugas KPU Berkenaan Dengan Pemilu Legislatif", Komisi Pemilihan Umum. Diakses pada 9 Juni 2009.
  27. Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hal. 33
  28. "Sejarah Terbentuknya Sulawesi Barat" (dalam bahasa Indonesian). Sulawesi Barat Online. Diakses pada 9 Juni 2009.

Pranala luar

Arief

Tidak ada komentar:

Posting Komentar