Laman

Rabu, 04 Juli 2012

Korupsi Pengadaan Al Quran

Golkar Minta Kader Korupsi Pengadaan Al Quran Mundur

JAKARTA - Wakil Sekretaris Jendral Partai Golkar Nurul Arifin, menegaskan, sebaiknya Zulkarnaen Djabar mundur dari DPR. Supaya, Anggota Badan Anggaran DPR itu fokus pada kasus dugaan korupsi Al Quran yang membuat Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Zulkarnaen sebagai tersangka.

"Ya, sebaiknya ZD mundur sementara dari parlemen," kata Nurul menjawab JPNN, Selasa (3/7) lewat pesan singkatnya.

Dijelaskan Nurul, Partai Golkar tidak pada semua perkara memberikan bantuan hukum kepada kader yang terserat kasus korupsi.

Pun demikian, lanjut Nurul, Partai Golkar dalam menonaktifkan kader tetap mematuhi mekanisme organisasi. "Menonaktifkan kader itu ada mekanisme organisasi yang harus dilakukan, jadi tidak ujug-ujug," kata Anggota Komisi II DPR yang juga mantan artis papan atas Indonesia itu.

Nurul melanjutkan, begitu juga di parlemen. Partai Golkar,  hanya berharap bahwa setiap anggota yang terjerat satu kasus, hendaknya secara sukarela mengundurkan diri sementara. "Agar fokus dan konsentrasi pada perkara yang dihadapinya. Sehingga pekerjaan di parlemen tidak terbengkalai. Sekaligus sebagai bentuk tanggung jawab moral atas perilakunya," pungkas Nurul.
Seperti diberitakan,

Ketua KPK Abraham Samad dalam jumpa pers di KPK, Jumat (29/6), mengungkapkan, kasus korupsi pertama yang menjerat Zulkarnaen antara lain suap anggaran proyek Al Quran tahun anggaran 2011-2012 pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Bimbingan Masyarakat Islam.

Kasus kedua adalah terkait kasus dugaan korupsi  proyek pengadaan laboratorium komputer Madrasah Tsanawiyah (MTs) pada Ditjen Pendidikan Islam Kemenag. "Ketiga, kasus pengadaan Al-Qur"an Ditjen Bimas Islam tahun 2011-2012," ujar Abraham.

Menurut Abraham, KPK tidak hanya menjerat Zulkarnaen. Nama lain yang sudah ditetapkan sebagai tersangka adalah pengusaha berinisial DP yang juga anak dari ZD. 
Sumber: JPNN.COM
Selasa, 03 Juli 2012 , 17:35:00
 
 

Siapa Korupsi Proyek Pengadaan Alquran?

"Astaghfirullahaladzim, kitab suci pun dikorupsi," ujar pejabat KPK.

Praktik korupsi kini tak lagi pandang bulu. Tak terkecuali di instansi dan komisi yang seharusnya mungkin paling bersih karena mengurusi soal keagamaan umat negeri ini.
Awalnya adalah pernyataan Plt Deputi Penindakan KPK, KMS Rony, dalam diskusi di Universitas Al Azhar Jakarta, Rabu 20 Juni 2012. Dia mengatakan kini kasus korupsi juga terjadi pada pengadaan kitab suci Alquran. “Astaghfirullahaladzim,” ujar Rony. Dia turut menangani kasus korupsi itu, dan menyatakan sedih.
Sembilan hari kemudian, Jumat 29 Juni 2012, KPK menggelar konferensi pers mengumumkan penetapan dua tersangka kasus dugaan korupsi Alquran di Kementerian Agama itu.

“Tersangka dalam kasus ini adalah ZD, anggota Badan Anggaran DPR periode 2009-2014, dan tersangka kedua adalah DP,” kata Ketua KPK Abraham Samad di Kantor KPK. ZD adalah Zulkarnaen Djabar, dan DP adalah Dendy Prasetyo.

Ironisnya, keduanya adalah ayah-anak. Selain anggota Badan Anggaran DPR, Zulkarnaen tercatat sebagai anggota Komisi VIII DPR yang membidangi keagamaan. Sementara DP adalah Direktur Utama PT Karya Sinergy Alam Indonesia (KSAI).
KPK menjerat Zulkarnaen, dan anaknya atas 3 kasus korupsi. Pertama, dugaan suap proyek pengadaan Alquran tahun anggaran 2011 di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag. Kedua, dugaan korupsi pengadaan laboratorium komputer Madrasah Tsanawiyah tahun anggaran 2011 di Ditjen Pendidikan Islam Kemenag. Ketiga, dugaan suap proyek pengadaan Alquran tahun anggaran 2012.

KPK menduga Zulkarnaen memberi imbalan atau suap kepada penyelenggara negara terkait pembahasan anggaran pengadaan Alquran senilai Rp35 miliar itu. Modusnya adalah dengan memerintahkan dan mengarahkan pejabat di Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama untuk memenangkan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia sebagai pemegang proyek tersebut.

Hari itu juga KPK menggeledah rumah Zulkarnaen dan Dendy di Bekasi. Kantor Zulkarnaen di lantai 13 Gedung Nusantara I DPR pun tak luput dari penggeledahan KPK. Tak tanggung-tanggung, penyidik KPK menggeledah ruang bernomor 1324 itu selama tujuh jam.

Pada akhir penggeledahan, KPK menyita tiga dus berukuran sedang yang berisi kertas, dokumen, dan bahan-bahan rapat. KPK juga menyita CPU dan monitor komputer dari ruang kerjanya.

Dari Zulkarnaen ke Komisi Agama

Zulkarnaen Djabar muncul ke muka publik, Senin 2 Juli 2012. Ia menggelar konferensi pers di Gedung DPR. Ia pun berjanji bersikap kooperatif kepada KPK. “Sejak penggeledahan KPK, saya selalu di rumah. Saya tidak dikategorikan buron. Saya tidak pernah melarikan diri dan tidak hilang. Saya hanya membatasi diri untuk mengkomunikasikan ini di waktu yang tepat,” kata dia.

Pada kesempatan itu, Zulkarnaen menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga dan Partai Golkar atas musibah yang menimpa dirinya ini. “Terimalah maaf dari saya kepada handai taulan, sahabat, dan pimpinan partai serta organisasi saya, Golkar. Saya pun kaget dengan peristiwa ini,” kata dia.

Namun ia bungkam terkait kasus dugaan korupsi yang menjeratnya. “Menyangkut substansi masalah, saya akan jelaskan setelah diperiksa KPK,” ujarnya. Sementara juru bicara keluarga Zulkarnaen, Ismail, menginformasikan Dendy tidak ikut menghadiri konpers itu karena patah kaki akibat kecelakaan.

Keesokannya, Selasa 3 Juli 2012, bertepatan dengan sidang paripurna DPR, kasus dugaan korupsi Alquran ini meledak di DPR. Pimpinan dan anggota Komisi VIII yang mengurusi soal ini, menjadi buruan media. Fakta-fakta soal pengadaan Alquran pun satu per satu terungkap dari mulut sejumlah anggota dewan. Komisi Agama DPR menjadi sorotan.

Secara mengejutkan, anggota Fraksi Demokrat Benny K. Harman menyatakan satu anggota Komisi VIII DPR mendapat jatah 500 Alquran dari Kementerian Agama. Oleh karena itu Benny meminta KPK memeriksa seluruh anggota Komisi VIII, tak terkecuali dari fraksinya.

“Satu unit Alquran katanya seharga Rp1 juta, jadi itu sudah Rp500 juta per orang. Ini harus diusut karena korupsi kasat mata,” kata mantan Ketua Komisi Hukum DPR itu. Benny menilai kasus semacam ini adalah modus operandi korupsi baru di DPR. Ia pun meminta KPK serius menanganinya.

Jatah 500 eksemplar Alquran ini diakui oleh anggota Komisi VIII DPR Ali Maschan Moesa dan Inggrid Kansil. “Semua terima jatah. Program pengadaan Alquran Kemenag tiap tahun pasti ada. Kami baru dapat tahun 2011, sementara 2009-2010 kami tidak terima,” kata Maschan.

Jumlah yang diterima Maschan bahkan mencapai 504 eksemplar, dan itu baru sempat ia ambil kemarin “Terdiri dari 18 dus yang berisi masing-masing 28 Alquran,” ujar politisi PKB itu. Ratusan Alquran itu, kata dia, untuk dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan.

Inggrid Kansil membenarkan keterangan Machsan. Istri Menteri Koperasi Syarief Hasan itu mengaku menerima resmi jatah 500 Alquran miliknya dari Komisi VIII. “Saya tidak paham apakah semua anggota menerima, tapi pembagian itu ada,” kata dia.

Politisi Demokrat itu menjelaskan, Alquran itu dibagikan agar masing-masing anggota Komisi VIII membagikannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan seperti majelis taklim, sekolah Islam, dan organisasi Islam. “Jadi mudah-mudahan tidak ada kaitannya dengan kasus korupsi,” ucap Inggrid.

Melihat soal pengadaan Alquran ini menjadi sorotan, tak pelak Wakil Ketua Komisi VIII DPR Jazuli Juwaini meminta seluruh anggota Komisi VIII untuk mengembalikannya. Ia menegaskan, Komisi VIII pun ikhlas jika harus ikut diperiksa KPK.

“Kalau memang hasil korupsi, seharusnya Alquran itu dikembalikan,” kata Jazuli. Ia menegaskan, Komisi VIII hanya mendistribusikan kitab suci itu kepada masyarakat. Namun ia sendiri mengaku tidak menerima jatah Alquran bagiannya. “Mungkin soal teknis distribusi,” dia menambahkan.

Mekanisme Penganggaran

Jazuli berpendapat proses penganggaran pengadaan Alquran sesungguhnya telah berjalan sesuai prosedur dan peraturan perundang-undangan yang ada, baik di APBN maupun APBN-Perubahan. Ia lantas memaparkan proses penganggaran pengadaan Alquran itu.

“Kementerian atau lembaga mengajukan lewat komisi dengan menjelaskan RKP (Rencana Kerja Pemerintah)-nya. Semua dijelaskan di RKP-RKP itu. Komisi lalu membahas lewat rapat pleno dengan mitra terkait,” kata legislator asal daerah pemilihan Banten III itu.

Selanjutnya setelah ada keputusan dari Komisi VIII DPR, keputusan itu dibawa ke Badan Anggaran DPR dengan melampirkan surat pengantar dari pimpinan komisi yang menjelaskan Komisi VIII bersama mitra telah memutuskan hal tersebut. “Setelah diputuskan di Banggar, kemudian dikembalikan ke komisi. Setelah sampai lagi di komisi, ya ditandatangani,” ujar Jazuli.

Ia menambahkan, anggaran pengadaan yang disetujui bukan Alquran saja. “Disampaikan ke kami bahwa yang dicetak bukan hanya Alquran, tapi seluruh kitab suci dari agama yang sah di negara ini,” kata Jazuli.

Politisi PKS itu mengungkapkan, kenaikan anggaran pengadaan Alquran pun telah disetujui oleh Komisi VIII. Pasalnya, menurut Jazuli, anggaran awal tidak sebanding dengan jumlah umat Islam di Indonesia. Padahal di saat yang sama permintaan terhadap Alquran meningkat.

“Umat Islam kan jumlahnya lebih dari 200 juta. Mereka katakan selama ini hanya dicetak 60.000 Alquran, maka minta peningkatan. Secara logika penjelasannya masuk akal, maka tidak ada alasan dari pimpinan komisi untuk tidak menyetujuinya. Adapun pelaksanaannya itu semua pada kementerian terkait,” ujar Jazuli.

Badan Anggaran DPR sendiri menolak dikaitkan dengan korupsi pengadaan Alquran itu. Wakil Ketua Banggar Tamsil Linrung bahkan terang-terang mengatakan, proyek pengadaan Alquran adalah urusan Komisi VIII. “Soal anggaran kementerian atau lembaga, teknisnya harus lewat komisi terkait,” kata dia.

Anggota Banggar Hasrul Azwar juga menyatakan Banggar tidak pernah membahas anggaran sampai terinci layaknya proyek pengadaan Alquran yang menyeret Zulkarnaen itu.

“Paling-paling kami membahas secara global, misal sekian triliun untuk program pendidikan agama Islam, lalu sekian rupiah untuk haji. Tapi kami tak bahas sampai pada derivasi atau turunan terkecil macam pencetakan Alquran,” politisi PPP itu memaparkan.

Pembahasan anggaran terkait agama itu, kata Hasrul, selalu dilakukan bersama Kementerian Agama selaku eksekutor di lapangan.

Versi Kementerian Agama

Kementerian Agama menyatakan proses tender proyek pengadaan Alquran yang dimenangkan PT Karya Sinergy Alam Indonesia dan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia tahun 2011-2012 yang terindikasi korupsi itu sesungguhnya sudah berjalan sesuai prosedur.

“Menurut Unit Layanan Pengadaaan (ULP) Kementerian Agama, semua sesuai prosedur. Tidak ada penunjukan langsung. Kami melaksanakan anggaran yang sudah turun,” ujar Direktur Urusan Agama Islam Kemenag, Ahmad Jauhari, dalam rapat dengan Komisi VIII di Gedung DPR, Senin 2 Juli 2012.

Jauhari mengatakan ULP bertugas mengurusi teknis pengadaan, sedangkan Direktorat Agama Islam hanya memastikan proyek berjalan sesuai ketentuan. “Pejabat Pembuat Komitmen tugasnya mengarahkan agar tender dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan,” kata dia.

Sementara usulan jumlah anggaran proyek Alquran, lanjut Jauhari,  diajukan oleh Biro Perencanaan Kemenag. “Soal angka kami sendiri tidak tahu persis mengapa mendapatkan anggaran banyak. Pengajuan usulan itu ada di Biro Perencanaan. Kami tugasnya menginformasikan masyarakat butuh sekian sekian sekian,” ujar dia.

“Kami hanya menangani DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran). Sementara proses perencanaan dan pembahasan kami tidak ikut. Proses pengajuan anggaran bukan dari kami,” kata Jauhari lagi.

Ia mengatakan, Kemenag sama sekali tidak tahu jika PT KSAI yang memenangkan tender pengadaan Alquran itu adalah milik Dendy yang merupakan anak Zulkarnaen Djabar, anggota Komisi VIII DPR. “Saya yakin tidak ada yang tahu siapa pemilik perusahaan itu,” ujar Jauhari.

Pihak Inspektorat Jenderal Kemenag sendiri sedang menyelidiki ada tidaknya pelanggaran yang dilakukan oleh pejabatnya dalam proyek ini. “Yang jelas kasus ini memukul kami. Kita tunggulah apa benar ini ada korupsi, atau apa ini kesimpulan saja. Apa karena Zulkarnaen tersangka, otomatis di Kemenag ada korupsi? Ini harus kita buktikan,” ujar Jauhari.

Tim investigasi ini dibentuk Kemenag sejak kasus dugaan korupsi pengadaan Alquran mencuat. Tim diketuai oleh Inspektur Jenderal Kementerian Agama Suparta dan diisi oleh orang-orang internal Kemenag. “Barangkali ada info tercecer,” kata Menteri Agama Suryadharma Ali, Selasa 26 Juni 2012.

Suryadharma sendiri mengaku tidak tahu soal dugaan korupsi pengadaan Alquran itu. “Saya selaku menteri tidak tahu. Sekjen, Irjen, Wamenag juga tidak tahu,” kata Ketua Umum PPP itu. Khusus Wakil Menteri Agama Nasarudin Umar, namanya sempat disebut oleh Ketua KPK Abraham Samad.

Abraham mengatakan, kasus dugaan korupsi itu terjadi saat Nasarudin menjabat sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Agama Islam. Nasarudin sendiri terkejut mendengarnya. Namun ia meralat ucapan Abraham terkait jabatannya. Sebab, jabatan dia ketika itu adalah Dirjen Bimas Islam, bukan Dirjen Pendidikan Agama Islam.

Soal proyek proyek pengadaan Alquran saat itu, Nasarudin membenarkan. “Ada, kemampuan cetak dua juga,” ujarnya. Saat itu menurutnya ada ketimpangan antara anggaran dengan kebutuhan cetak Alquran, sehingga sebagai kuasa pengguna anggaran, ia mendelegasikan pengadaan Alquran itu kepada pejabat eselon 2 sampai panitia.

“Jadi saya di eselon 1. Tanggung jawab teknis ada di panitia pengadaan,” kata Nasarudin. Ia menegaskan Kemenag mendukung langkah KPK mengungkap kasus tersebut. “Siapapun terlibat, termasuk anak buah kami, silakan ditindak. Saya pun akan bekerja sama manakala dimintai keterangan. Saya siap 24 jam,” ujar dia.

Selama kepemimpinannya, ujar Nasarudin, pengadaan Alquran selalu melalui tender terbuka. “Tidak pernah penunjukan langsung,” katanya. Anggaran pengadaan Alquran pun menurutnya relatif kecil dibanding pos lain di Kementerian Agama.

Keterangan itu diamini oleh Jauhari. Ia menyatakan PT KSAI sebagai pemenang tender tidak dipilih berdasarkan rekomendasi atau penunjukan langsung, tapi menang melalui proses lelang terbuka. “Dalam lelang itu siapa saja boleh ikut asal ULP tahu track record rekanan itu,” kata Jauhari. Ia menegaskan tidak pernah dilobi oleh satu pun anggota DPR terkait proyek pengadaan Alquran itu.

Sementara itu Nasarudin sempat bercerita pengadaan Alquran pernah mengalami kekosongan di Kemenag selama beberapa tahun. Baru pada era Menag Mahtuh Basyuni pengadaan itu dimunculkan kembali. Nasarudin yang saat itu menjabat Dirjen Bimas Islam pun memperjuangkan penambahan anggaran untuk pengadaan Alquran.

Menag Suryadharma menambahkan, dirinya bingung dengan dugaan korupsi pengadaan Alquran di Kemenag. Ini karena belum lama ini laporan keuangan Kemenag justru memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan.

Seharusnya, kata dia, kalau ada yang tidak beres dalam pengadaan Alquran, maka BPK pasti akan menemukannya. “Tapi ini tidak ada,” ujar Suryadharma. 
Sumber: VIVAnews  3 Juli 2012


KPK Periksa Zulkarnaen dan Putranya Pekan Depan
Tersangka dugaan korupsi proyek pengadaan Al Quran di Kementerian Agama senilai Rp 35 miliar, Zulkarnaen Djabar (kanan depan) seusai memberikan keterangan kepada wartawan terkait kasus yang membelitnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/7/2012). Anggota Komisi VIII yang juga anggota Badan Anggaran DPR dari Fraksi Partai Golkar tersebut siap diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi berencana memeriksa anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat, Zulkarnaen Djabar, dan putranya, Dendy Prasetya, terkait penyidikan kasus dugaan suap proyek Kementerian Agama pekan depan. Zulkarnaen dan Dendy menjadi tersangka kasus itu.

"Untuk rencana pemeriksaan, ada kemungkinan pekan depan," kata Juru Bicara KPK Johan Budi, di Jakarta, Selasa (3/7/2012).

Zulkarnaen dan Dendy ditetapkan sebagi tersangka karena diduga menerima pemberian atau janji terkait penganggaran tiga proyek di Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, yakni proyek pengadaan laboratorium komputer di madrasah tsanawiyah 2011, pengadaan Al Quran 2010-2011, dan pengadaan Al Quran 2012.

Nilai suap yang diduga diterima Zulkarnaen dan putranya tersebut mencapai lebih dari Rp 4 miliar. Hingga kini, kata Johan, KPK masih menelusuri pihak yang diduga memberi suap ke Zulkarnaen dan anaknya itu. Dugaan sementara, pemberi suap merupakan pihak swasta atau perusahaan.

Sementara Zulkarnaen dalam jumpa pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, tidak mengakui tetapi juga tidak membantah tuduhan KPK atas dirinya. Politikus Partai Golkar itu menegaskan kalau kasus yang menjeratnya tersebut tidak berhubungan dengan partai.
 
"Ini adalah tanggung jawab saya. Saya akan hadapi sesuai dengan prinsip saya, apabila menduduki posisi tertentu maka siap menghadapi segala risiko," kata Zulkarnaen. 
Sumber: KOMPAS.com Selasa 3 Juli 2012


Jangan Sebut Al Quran Hasil Korupsi
Semua pihak diminta tidak memberi label kitab suci Al Quran dari Kementerian Agama yang sudah beredar di masyarakat dengan menyebut hasil korupsi. Al Quran yang sudah beredar dinilai tidak bermasalah.

"Jangan coba-coba mereduksi makna Al Quran yang sudah beredar dengan diberi embel-embel Al Quran hasil korupsi. Ini masalah sensitif. Al Quran yang sudah beredar tidak masalah. Jadi problemnya bukan di Al Quran," kata Ketua DPP Bidang Komunikasi PPP Arwani Thomafi, Selasa (3/7/2012) di Jakarta.

Arwani mengatakan, anggaran pengadaan Al Quran itu berasal dari APBN, bukan hasil korupsi. Menurut dia, tidak perlu ada gerakan menarik atau mengembalikan Al Quran yang sudah beredar. "Itu sama saja menganggap Al Quran itu dicetak dari hasil korupsi. Problemnya adalah oknum yang diduga terlibat praktik korupsi dalam pencetakan Al Quran yang menggunakan APBN," kata Arwani.

Seperti diberitakan, seluruh politisi di Komisi VIII DPR mendapat jatah masing-masing 504 buku Al Quran untuk dibagikan ke konstituen yang membutuhkan. Ada politisi yang mengaku belum menerima, ada yang mengaku sudah membagikan, ada yang mengaku masih menyimpan Al Quran itu.

Pengadaan kitab suci itu disorot setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan dugaan korupsi dalam penganggaran proyek pengadaan Al Quran pada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama tahun anggaran 2011 dan 2012. Dua orang ditetapkan tersangka, yakni politisi Partai Golkar ZD dan anaknya, DP.
 
ZD juga disangka korupsi pengadaan laboratorium komputer Madrasah Tsanawiyah pada Direktorat Jenderal Pendidikan Islam tahun anggaran 2011. Nilai suap dalam ketiga proyek itu disebut mencapai lebih dari Rp 4 miliar. 
Sumber: KOMPAS.com Selasa 3 Juli 2012


arifuddinali.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar