Laman

Minggu, 08 Juli 2012

Korupsi Semakin Menggila



KPK: Korupsi Sudah Mengakar
Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi Indraza Marzuki mengatakan, korupsi di Indonesia sekarang ini sudah mengakar sehingga perlu diberantas bersama.

Hal ini karena hampir setiap daerah pejabatnya diduga melaksanakan korupsi, katanya kepada wartawan usai nonton bersama Film "Kita versus Korupsi" di kantor Pemerintah Provinsi Sumsel di Palembang, Jumat.

Dia mengatakan, bahkan berdasarkan pengalaman ditangani dan laporan selama ini, daerah yang tersebar melaksanakan korupsi.

Sementara mengenai kasus terbesar korupsi itu, dunia pendidikan, setelah itu, bidang energi dan infrastruktur, namun dia tidak merinci jumlahnya.

Jadi itu harus diberantas bersama sehingga korupsi tidak terjadi lagi, ujarnya.

Upaya pemberantasan korupsi itu antara lain melalui penindakan termasuk sosialisasi melalui pemutaran film tentang korupsi.

Film yang dibuat KPK itu tidak lain sebagai gerakan moral yang diharapkan semuanya menyadari sekaligus menghindari korupsi.

Pihaknya sekarang ini melaksanakan pendekatan melalui memutaran film karena kemungkinan masyarakat sudah bosan tata cara pencegahan yang dilaksanakan selama ini.

Memang, ujarnya, peluang untuk melaksanakan korupsi ada dimana-mana dan pencegahannya dimulai dari diri sendiri.

Sutradara Film Kita Versus Korupsi Chairun Nissa mengatakan, pembuatan film tersebut sebagai gerakan moral agar masyarakat mengindari korupsi.

Hal ini karena peluang untuk melakukan korupsi bisa terjadi dimana-mana termasuk dalam rumah tangga, ujarnya.

Oleh karena itu film tersebut diharapkan dapat menggugah masyarakat sehingga korupsi dapat dihindari. 
----------------



KPK membuat film pencegahan, pemberantasan korupsi
Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi Indraza Marzuki mengatakan, korupsi di Indonesia sekarang ini sudah mengakar sehingga perlu diberantas bersama.
Hal ini karena hampir setiap daerah pejabatnya diduga melaksanakan korupsi, kata dia kepada wartawan usai nonton bersama Film "Kita versus Korupsi` di kantor Pemerintah Provinsi Sumsel di Palembang, Jumat.

Lebih lanjut dia mengatakan, bahkan berdasarkan pengalaman ditangani dan laporan selama ini, daerah yang terbesar melaksanakan korupsi. 

Sementara mengenai kasus terbesar korupsi itu, dunia pendidikan, setelah itu, bidang energi dan infrastruktur, namun dia tidak merinci jumlahnya.

Jadi itu harus diberantas bersama sehingga korupsi tidak terjadi lagi, ujar dia.

Upaya pemberantasan korupsi itu antara lain melalui penindakan termasuk sosialisasi melalui pemutaran film tentang korupsi.

Film yang dibuat KPK itu tidak lain sebagai gerakan moral yang diharapkan semuanya menyadari sekaligus menghindari korupsi.

Pihaknya sekarang ini melaksanakan pendekatan melalui pemutaran film karena kemungkinan masyarakat sudah bosan tata cara pencegahan yang dilaksanakan selama ini. 

Memang, ujar dia, peluang untuk melaksanakan korupsi ada dimana-mana dan pencegahannya dimulai dari diri sendiri.

Sutradara Film Kita Versus Korupsi Chairun Nissa mengatakan, pembuatan film tersebut sebagai gerakan moral agar masyarakat mengindari korupsi.

Hal ini karena peluang untuk melakukan korupsi bisa terjadi dimana-mana termasuk dalam rumah tangga, kata dia.

Oleh karena itu film tersebut diharapkan dapat menggugah masyarakat sehingga korupsi dapat dihindari.


Sungguh Sangat Keterlaluan
KORUPSI. Sekarang ini seperti sudah aktivitas biasa. Setiap hari baik di koran atau televisi selalu ada berita tentang korupsi. Baik dilakukan perseorang, ada juga yang berjemaah. Baik dilakukan oleh pejabat, penegak hukum sendiri, tak ketinggalan yang menamakan dirinya sebagai wakil rakyat.
Itu sudah "biasa". Hanya saja pekan ini ada yang luar biasa. Media massa memberitakan, ada seorang anggota Badan Anggaran DPR dari Fraksi Partai Golkar yang oleh KPK dijadikan tersangka dugaan korupsi di Kementerian Agama. Diberitakan, ada tiga proyek dugaan korupsi di Kementerian Agama, yakni proyek pengadaan kitab suci Al Quran pada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, pengadaan laboratorium komputer Madrasah Tsanawiyah.

KPK telah mendapatkan minimal dua bukti untuk menetapkan ZD (Zulkarnaen Djabar) sebagai tersangka, tegas Ketua KPK Abraham Samad. KPK menduga ZD menerima suap ratusan juta sampai miliaran rupiah terkait perannya membantu perusahaan tertentu memenangkan tender, ZD juga diduga menyetir oknum Kementerian Agama agar memenangkan tender perusahaan yang memberi suap. ZD dibantu atau bekerjasama dengan anaknya DP (Dendy Prasetia).

Menteri Agama Suryadharma Ali tegas berkomentar, kalau ada aparat saya yang terlibat korupsi, yang bersangkutan harus dipecat, itu keterlaluan dan memalukan.

SANGAT KETERLALUAN

Betul komentar Menteri Agama, bahwa perbuatan oknum-oknum tersebut keterlaluan dan memalukan. Malahan sangat, sangat keterlaluan. Sangat, sangat memalukan. Sebab perbuatan yang jelas-jelas melanggar hukum (jika memang benar dilakukan), juga melanggar hukum agama, dan tidak mempunyai hati nurani.

Mengapa - Coba pikir, korupsi kok melibatkan Kementerian Agama ! Ini kementerian yang sebenarnya amat penting, karena kementerian yang "mengatur" hal-hal mengenai keberagamaan atau kerohanian setiap warga. Menyediakan sekolah-sekolah berbasis agama, menyediakan materi (kitab suci, buku-buku pelajaran keagamaan, dan sebagainya), pengurusan ibadah haji ke Tanah Suci, dan lain sebagainya.

Lalu yang lebih parah lagi, justru korupsi juga dilakukan dalam hal penyediaan kitab suci Al Quran. Korupsi biasa saja sudah dikutuk orang banyak, konon pula korupsi yang menyangkut kitab suci. Kalau benar, perbuatan ini bukan hanya keterlaluan dan memalukan, tapi lebih dari itu. Apa namanya - Ya, carilah sendiri.

Yang jelas demi duit mata pun jadi hijau, tidak perduli yang dikorup si pengadaan barang biasa atau barang yang sakral. Kok tega-teganya berbuat jahat seperti itu - Apa hati nuraninya sudah benar-benar buta, tertutup, sehingga kitab suci dipandangnya sebagai buku biasa, tidak sakral, yang penting dapat keuntungan besar, uang bin duit, pitih bin fulus. Dosa - Itu kan perkara nanti. Buat apa dipikirin sekarang.

BONGKAR HABIS

Makanya dalam hal ini yang sangat, sangat diharapkan KPK mau bekerja keras, membongkar kasus ini sampai ke akar-akarnya, jangan kerja kepalang tanggung, yang terbukti bersalah harus dihukum (siapa pun dia, dan apa pun kedudukannya, yang tidak bersalah jangan teraniaya, dihukum untuk tumbal). Jangan lagi "main politik-politikan" dalam masalah ini.

Rakyat sesungguhnya sudah bosan dengan "main politik-politikan" yang mengakibatkan masalah yang sebenarnya jadi kabur dan akhirnya "gone with the wind" (hilang tak berbekas). Yang salah pun selamat, dan penye-lewengan pun "must go on" (jalan terus).

Padahal yang dirindukan rakyat banyak adalah good governance. Apalagi di lingkungan Kementerian Agama. Namun rupanya rindu tetap rindu. Dan rindu tetap bayangan. Karena sampai sekarang tak kunjung terwujud. Malahan kian menjadi-jadi bagaikan virus. Malahan seorang menteri agama pun pernah dihukum karena korupsi. Terlalu.

Namun seperti kata orang orang tua "yang sudah, sudahlah", Yang penting sekarang kita berharap, kita berdoa supaya tindak-tindak kejaha-tan itu bisa lenyap, paling tidak berkurang. Jangan lagi ada orang, pejabat atau bukan yang begitu berani korupsi yang berkaitan dengan kitab suci (dari agama apa pun). Amien.


Korupsi dalam Aktivitas Kehidupan
Korupsi tak asing lagi didengar oleh lebih kurang 250 juta penduduk Indonesia. Istilah korupsi ini berasal dari bahasa Latin corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok.
Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan ilegal memperkaya diri, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Arti luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi dan kelompok. Korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat, yang diresmikan.

Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harfiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.Korupsi tersebut umumnya melibatkan dana yang besar, dan melibatkan banyak orang.

Inilah yang kita sebut dengan korupsi besar. Masih segar dalam ingatan kita kasus korupsi Wisma Atlet SEA Games yang melibatkan mantan bendahara umum Partai Demokrat M. Nazaruddin dan anggota DPR Angelina Sondakh.Mereka diduga merugikan negara Rp 6 triliun.

Skandal Bank Century yang belum jelas hingga kini, namun telah merugikan negara sebesar Rp. 6,7 triliun. Tapi, apakah harus melibatkan dana yang besar, dan banyak orang baru dikatakan korupsi? Jawabannya adalah "Tidak". Disini penulis mencoba mengangkat apa yang disebut dengan korupsi kecil.

Korupsi kecil adalah penyelewengan penggunaan dana tertentu, dengan jumlah yang tidak besar dan tidak melibatkan jumlah orang yang banyak. Tanpa kita sadari telah banyak korupsi kecil yang kita lihat atau lakukan dalam hidup sehari-hari, antara lain:

1.Para tukang pakir meminta dana retribusi parkir kepada pengguna mobil sebesar Rp.2.000, dan pengguna sepeda motor sebesar Rp.1.000, padahal seharusnya menurut Peraturan, untuk pengendara mobil di tepi jalan umum, besarnya retribusi di dua jam pertama adalah Rp.1.000 dan untuk pengguna sepeda motor sebesar Rp. 300.

Korupsi Kecil

Dengan demikian telah kita liat bahwa, para tukang parkir itu korupsi lebih dari 100%. Dan itu dibiarkan oleh pengawas yang mendapatkan imbalan. Hal ini ditambah lagi dengan buruknya kinerja petugas parkir yang tidak memberikan petunjuk parkir pada saat dibutuhkan, melainkan datang dengan segera untuk meminta uang retribusi parkir. Di sini telah terjadi korupsi kerja.

2.Para guru melakukan korupsi dengan meminta uang atau imbalan kepada orang tua siswa, berupa pungutan mengatasnamakan kebutuhan pelajaran sekolah ataupun kegiatan sekolah\. Namun dana yang dihimpun itu ternyata dipakai untuk kepentingan pribadi, misalnya uang kebersihan, uang fotokopi, uang kegiatan tujuh belasan, dan lain-lain

Terkadang perilaku korupsi itu terlihat dengan sangat jelas, misalnya pungutan uang fotokopi sebesar Rp.2.000 per siswa, padahal jumlah lembaran fotokopi yang diberikan hanya 5 lembar.Padahal, harga pasaran hanya Rp. 500 - Rp 1.000. Jumlahnya kecil, namun apabila dikalikan dengan jumlah siswa maka akan terlihat besar korupsinya.

3.Mahasiswa yang "meminta tolong" dibuatkan tugas atau laporan praktikum oleh teman kuliahnya. Biasanya "permintaan tolong" itu disertai dengan pemberian uang atau biaya pengerjaan yang tidak sedikit. Namun dianggap sepadan daripada harus membuat tugas atau mengerjakan laporan sendiri.

Di sini sang "peminta tolong" melakukan korupsi dalam bentuk suap, sementara yang "dimintai tolong" melakukan korupsi dengan menerima suap dan memalsukan dengan menaikkan biaya pengerjaan tugas atau laporan praktikum yang lebih mahal dari biaya sebenarnya.

Selain praktik-praktik korupsi kecil di fasilitas umum dan fasilitas pendidikan di atas, sebenarnya ada banyak lagi korupsi kecil yang terjadi di tengah masyarakat dalam kehidupan sehari - hari.

Ketidakadilan

Tapi tidakkah kita sadar, bahwa segala hal yang besar bermula dari suatu hal yang kecil? Tidakkah kita sadar bahwa perilaku korupsi kecil itu akan membuat korupsi menjadi budaya di kehidupan sehari-hari. Sehingga pada akhirnya korupsi besar akan sering terjadi dan dianggap wajar-wajar saja, apabila tidak ketahuan ?

Untuk menghindari budaya korupsi kecil itu - Penulis mencoba mengingatkan kembali bahwa :

1.Ingatlah korupsi itu haram.

Maksudnya korupsi merupakan suatu ketidakadilan karena dengan korupsi, sekecil apapun, kita telah mengambil sesuatu yang bukan merupakan hak kita.

Dan semua agama mengajarkan untuk berlaku adil dan menghindarkan ketidakadilan. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa korupsi itu adalah haram.

Dalam pandangan Islam yang merupakan agama yang penulis anut. Korupsi sesungguhnya merupakan nama keren dari mencuri, dan mencuri menurut istilah bahasa arab "sarakah" (menyembunyikan sesuatu yang bukan miliknya).

Beberapa ayat dalam Al-Quran memberi argumen cukup tegas bahwa dalam setiap harta yang dimiliki manusia, senantiasa ada hak yang tersurat. Dan hak itu, jelas bukan miliknya (Qs. Al-Maarij [70]: 24-25).

Lalu, jika korupsi dilakukan, bukankah itu merupakan pengingkaran besar atas amanah kebendaan yang dititipkan pada manusia? Korupsi sebagai bagian dari monopoli dan konsentrasi kekuasaan juga disinggung AlQuran, seraya mengutuknya (Qs. Al-Hasyr: 7).

2 .Hargai hak orang lain.

Di dalam setiap hak yang kita miliki terdapat hak orang lain yang melekat padanya. Meskipun hak kita itu merupakan hasil kerja keras diri kita sendiri.

Namun di dalam hak kita itu terdapat hak orang lain yang harus kita perhatikan. Misalkan anda bekerja di sebuah kantor swasta. Anda mendapatkan gaji setiap bulannya, tetapi dari jumlah gaji itu ada bagian yang dipotong untuk membayar pajak.

Tahukah Anda mengapa? Karena di gaji yang anda terima itu terdapat hak orang lain yang membutuhkan, dan salah satu perwujudannya adalah melalui pembayaran pajak, karena uang pajak dipergunakan untuk membangun fasilitas umum dan membantu kehidupan orang-orang yang membutuhkan, yang pengelolaannya diserahkan kepada negara.

Apabila anda menyadari prinsip di atas dan melaksanakannya dengan sungguh dalam kehidupan anda, pastilah perilaku korupsi, sekecil apapun, tidak akan terjadi. Hal ini dikarenakan kita sadar betul, bahwa di dalam hak yang hendak kita korupsi itu, terkandung hak orang lain yang jauh lebih membutuhkan dari kita.

3. Syukuri hidup anda.

Suatu syair lagu yang menarik dari grup band ibukota D�Masiv: "Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugrah. Tetap jalani hidup ini, melakukan yang terbaik."

Syair itu, mengingatkan kita bahwa kita harus selalu bersyukur atas segala sesuatu yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Kuasa dalam hidup kita, sekecil apapun itu.

Jadi, tidaklah tepat misalnya, tukang parkir dan guru merasa wajar melakukan korupsi kecil, karena merasa kesejahterannya kurang, tidak seperti pejabat negara yang melakukan korupsi dalam skala besar dan berjamaah.

Itu berarti mereka tidak mensyukuri pemberian Tuhan kepada mereka. Tukang parkir dan guru merupakan bagian dari masyarakat yang sangat berguna dan bermanfaat, dan kemanfaatan yang mereka berikan kepada masyarakat pasti akan dibalaskan kepada mereka dalam bentuk dan jalan yang mugkin tidak disadari secara langsung.
Menyorot (Dugaan) Korupsi Al Quran
Pekan lalu kita dikejutkan dengan berita dugaan korupsi dalam pengadaan (percetakan) Al Quran di Kementerian Agama Republik Indonesia tercinta. Meskipun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih belum menjelaskan berapa potensi kerugian Negara, tentu berita itu sangat memprihatinkan, mengingat kementerian ini terkait dengan keagamaan yang mengajarkan moral dan etika yang benar. Bukan hanya memprihatinkan, kasus dugaan korupsi itu sangat memalukan kita sebagai bangsa berpenduduk muslim terbesar di dunia.
Ibarat petir di siang bolong. Kebanyakan kita pasti terhenyak mendengar kabar itu. Bagaimana mungkin kementerian yang berkhidmat menjaga moral bangsa tiba-tiba melakukan korupsi? Bagaimana bisa kementerian yang semestinya menjadi benteng terakhir pencegahan korupsi justru berbuat korup? Apalagi yang dikorup pengadaan kitab suci pula. Kita terkejut karena selama ini kita menganggap mereka yang bekerja dan menjabat di kementerian tersebut merupakan orang-orang yang tak mungkin berbuat korup atas pengadaan Al Quran.

Korupsi di Seluruh Bidang

Terungkapnya dugaan korupsi dalam proyek pengadaan Al Quran menunjukkan kepada publik bahwa korupsi di negeri ini sudah terjadi di segala bidang. Termasuk bidang yang terkait dengan agama, yang semula sangat tabu bila sampai melakukan korupsi. Pasti di publik ada keterkejutan yang sangat, karena Al Quran pun juga berani dikorupsi oleh oknum di negeri ini.

Mendengar pengadaan Al Quran saja juga dikorupsi, nampaknya semula tak terbayang di kepala. Lalu publik berkata bagaimana pula di bidang yang lain. Pasti juga korupsi. Semula pasti akan terkejut dan mengucap astaghfirullah. Tapi lama-lama menyadari bahwa korupsi itu terjadi bila ada kesempatan dan pas tidak ada iman. Jadi wajar bila bisa terjadi di mana-mana.

Menurut Ray Rangkuti, Direktur Nasional Lingkar Madani (suaramerdeka.com, 23/6/2012), yang juga menambah heboh korupsi pengadaan Al Quran adalah, orang-orang di Kementerian Agama khususnya di Ditjen Bimas Islam adalah orang-orang yang lebih paham ajaran agama. Bahkan diduga kuat kasus itu terjadi saat Ditjen Bimas Islam dijabat Nasaruddin Umar yang berlatar belakang Guru Besar Ilmu Alqur"an. Harus diakui publik memang mempunyai ekspektasi yang lebih besar dalam hal menjaga nilai moral dan kejujuran bagi mereka yang lulusan sekolah agama, daripada yang sekolah umum. Namun juga harus kita pahami bahwa ini terkait pengamalan agama, bukan pengetahuan agama yang dimiliki seseorang.

Korupsi Kemenag

Dugaan korupsi proyek pengadaan Al Quran di Kementerian Agama ternyata tak cuma terjadi di 2011. Tahun ini pun rasuah (korupsi) merebak, bahkan angkanya lebih mencengangkan ketimbang tahun kemarin. Tahun kemarin, berdasarkan penelusuran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), korupsi di Kemenag merugikan negara Rp5 miliar. Celakanya, bukannya hilang, tahun ini nilai korupsi di Kemenag--seperti dirilis Indonesia Budget Center--bisa dibilang gila-gilaan: Rp56,4 miliar.

Tak cuma KPK, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun kini dibuat sibuk. BPK didesak mengaudit anggaran proyek di Kemenag. Hasil audit BPK nantinya dijadikan data pembanding terhadap temuan KPK. Celah korupsi dinilai terbuka lebar, sebab tidak ada transparansi dan penunjukan langsung tender.

Saat pertama kali menjabat sebagai Presiden pada tahun 2004, langkah pertama yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah mengingatkan tiga kementerian yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Kementerian Pertahanan untuk berbenah diri. Ketiga kementerian itu disorot Presiden Yudhoyono sebagai kementerian yang "bo-bo", boros dan bocor. Namun harapan itu tidak pernah kunjung bisa dipenuhi. Bahkan yang terjadi praktik korupsinya semakin menjadi-jadi. Korupsi yang sudah terungkap dan tinggal menunggu proses pengadilan adalah korupsi yang dilakukan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Angelina Sondakh dalam berbagai proyek di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (metrotvnews.com, 23/6/2012)

Informasi adanya penyimpangan anggaran di Kementerian Agama bukan barang baru Contoh, pada Agustus 2002, Kejaksaan Agung mendapat laporan dugaan korupsi Rp116 miliar di Dirjen Pembinaan Kelembagaan Islam Kementerian Agama. Contoh lain, pada Maret 2003, Badan Pemeriksa Keuangan menemukan penyelewengan dana pengadaan buku tahun anggaran 2001/2002 sebesar Rp16 miliar di Kementerian Agama.

Umat hingga kini juga mempertanyakan penggunaan dana abadi umat (DAU). Kementerian Agama terkesan tidak transparan dalam pemanfaatan dana yang berasal dari bunga penyetoran ongkos naik haji itu. Jangankan umat, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada akhir 2003 mengalami kesulitan mengaudit dana abadi umat yang mencapai Rp 5 triliun hingga Rp 6 triliun.

Yang publik tahu bahwa seorang pejabat tinggi Kementerian Agama telah divonis bersalah karena terlibat korupsi terkait dengan pelaksanaan ibadah haji. Tidak tanggung-tanggung yang melakukan korupsi tersebut ialah Menteri Agama Said Agil Al Munawar. Pada Februari 2006, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan Said Agil terbukti menyelewengkan dana biaya penyelenggaraan ibadah haji sebesar Rp35,7 miliar dan dana abadi umat sebesar Rp240,22 miliar antara 2002-2004.

Kini, kita terhenyak karena yang dikorup ialah dana pengadaan kitab suci. Yang suci pun dikorup, apalagi yang profan. Orang bisa berpikiran, Kementerian Agama saja korup, wajarlah bila kementerian lain korup pula. Korupsi adalah korupsi, tidak peduli di kementerian mana itu terjadi. Uang negara adalah uang negara, yang harus dipertanggungjawabkan. Karena itu, korupsi pengadaan Al Quran di Kementerian Agama sama seperti perkara korupsi lainnya yang harus dituntaskan.

Tuntaskan!

Tentunya sekarang kita berharap KPK menuntaskan isu korupsi di Kementerian Agama. KPK harus ungkap tuntas apakah memang ada korupsi pada percetakan Al Quran atau informasi itu tidak benar dan selanjutnya dihentikan. Kepastian ini penting bukan hanya untuk menyelamatkan uang negara, tetapi untuk juga membenahi Kementerian Agama. Kita harus mencegah berulangnya praktik korupsi pada percetakan Al Quran.

Al Quran itu merupakan kitab yang sangat suci, seperti dikatakan Wakil Menteri Agama. Bagaimana mungkin kita menodainya dengan perbuatan yang tercela. Al Quran dijadikan tameng untuk memperkaya diri sendiri. Kesalahannya tentu terletak pada manusia yang menjalankan proyek percetakan Al Quran. Ini berkaitan dengan sikap dan moral dari para pelaksana. Begitu kuatnya hasrat untuk menjadi kaya, sehingga mereka tutup mata terhadap cara untuk menjadi kaya itu.

Kalau kelak terbukti benar adanya korupsi dalam percetakan Al Quran, maka memang korupsi di Indonesia sudah pada tingkat yang darurat. Artinya korupsi sudah sampai ke titik paling dasar karena sudah merasuk sampai ke pihak yang seharusnya jauh dari perbuatan tercela itu. Oleh karena itu kita tidak akan pernah bosan untuk mengatakan bahwa kondisi kita benar-benar gawat. Tanpa ada kesungguhan untuk memerangi korupsi, maka negeri ini tinggal menunggu saja ke jurang kehancuran.

Kita tidak boleh menolerir praktik korupsi yang terjadi dan harus berani memberikan hukuman yang keras. Apalagi kepada mereka yang dengan sengaja menggunakan proyek percetakan Al Quran untuk memperkaya diri sendiri. Mereka adalah orang-orang yang benar-benar tidak bermoral, sehingga percetakan kitab suci pun berani mereka korupsi. Sungguh keterlaluan!***
 
Sumber: analisadaily.com

arifuddinali.blogspot.com

1 komentar: