Laman

Sabtu, 11 Februari 2012

Muhammad Nazaruddin

Muhammad Nazaruddin (lahir di Bangun, 26 Agustus 1978; umur 33 tahun)[1] merupakan seorang pengusaha dan politisi Indonesia yang menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 dari Partai Demokrat dengan Daerah Pemilihan Jawa Timur IV.[2] Setelah menjabat sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat pada tahun 2010, pada tahun 2011 Komisi Pemberantasan Korupsi menjadikannya tersangka kasus suap pembangunan wisma atlet untuk SEA Games ke-26. Nazaruddin ditengarai meninggalkan Indonesia sebelum statusnya menjadi tersangka dan menyatakan melalui media massa bahwa sejumlah pejabat lain juga terlibat dalam kasus suap tersebut, hingga akhirnya ia tertangkap di Cartagena de Indias, Kolombia.

1. Kehidupan awal

Nazaruddin lahir di Desa Bangun, kini bagian dari Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, pada 26 Agustus 1978 sebagai anak kelima dari tujuh bersaudara dalam keluarga Muhammad Latif Khan dan Aminah, yang keduanya merupakan warga keturunan Pakistan.[3] Mulanya ia dinamai Muhammad Nazaruddin Khan, tetapi kemudian ayahnya memutuskan untuk menghapus nama belakang putranya tersebut. Orang tua Nazaruddin memiliki usaha yang cukup berhasil di daerahnya.[4] Namun, usaha keluarga mereka mulai menurun sepeninggal ayah Nazaruddin pada tahun 1993, kemudian ibunya pada tahun 1998. Setelah lulus SMA, Nazaruddin pergi merantau.

Pada tahun 2002, Nazaruddin berwirausaha di Pekanbaru, Riau.[5] Aktivitas bisnisnya dimulai dengan CV Anak Negeri yang kemudian berubah menjadi PT Anak Negeri. Usahanya kemudian semakin berkembang dan Nazaruddin tercatat sebagai komisaris di beberapa perusahaan, yaitu PT Anugrah Nusantara, PT Panahatan, dan PT Berhak Alam Berlimpah[6] yang semuanya berdomisili di Riau dan bergerak dalam bidang konstruksi, pengadaan alat kesehatan, perkebunan, jasa, dan lainnya.

 

2. Kasus korupsi wisma atlet

Pada 21 April 2011, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Sekretaris Menteri Pemuda dan Olah Raga Wafid Muharam, pejabat perusahaan rekanan Mohammad El Idris, dan perantara Mindo Rosalina Manulang karena diduga sedang melakukan tindak pidana korupsi suap menyuap. Penyidik KPK menemukan 3 lembar cek tunai dengan jumlah kurang lebih sebesar Rp3,2 milyar di lokasi penangkapan. Keesokan harinya, ketiga orang tersebut dijadikan tersangka tindak pidana korupsi suap menyuap terkait dengan pembangunan wisma atlet untuk SEA Games ke-26 di Palembang, Sumatera Selatan.[7] Mohammad El Idris mengaku sebagai manajer pemasaran PT Duta Graha Indah, perusahaan yang menjalankan proyek pembangunan wisma atlet tersebut, dan juru bicara KPK Johan Budi menyatakan bahwa cek yang diterima Wafid Muharam tersebut merupakan uang balas jasa dari PT DGI karena telah memenangi tender proyek itu.[8]

Pada 27 April 2011, Koordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyatakan kepada wartawan bahwa Mindo Rosalina Manulang adalah staf Muhammad Nazaruddin.[9][10] Nazaruddin menyangkal pernyataan itu dan mengatakan bahwa ia tidak mengenal Rosalina maupun Wafid.[11] Namun, pernyataan Boyamin tersebut sesuai dengan keterangan Rosalina sendiri kepada penyidik KPK pada hari yang sama[12] dan keterangan kuasa hukum Rosalina, Kamaruddin Simanjuntak, kepada wartawan keesokan harinya.[13] Kepada penyidik KPK, Rosalina menyatakan bahwa pada tahun 2010 ia diminta Nazaruddin untuk mempertemukan pihak PT DGI dengan Wafid, dan bahwa PT DGI akhirnya menang tender karena sanggup memberi komisi 15 persen dari nilai proyek, dua persen untuk Wafid dan 13 persen untuk Nazaruddin.[12] Akan tetapi, Rosalina lalu mengganti pengacaranya menjadi Djufri Taufik dan membantah bahwa Nazaruddin adalah atasannya.[14] Ia bahkan kemudian menyatakan bahwa Kamaruddin, mantan pengacaranya, berniat menghancurkan Partai Demokrat sehingga merekayasa keterangan sebelumnya, dan pada 12 Mei Rosalina resmi mengubah keterangannya mengenai keterlibatan Nazaruddin dalam berita acara pemeriksaannya.[15] Namun demikian, Wafid menyatakan bahwa ia pernah bertemu beberapa kali dengan Nazaruddin setelah dikenalkan kepadanya oleh Rosalina.[16][17]

 

3. Kepergian Ke Singapura

Kepergian Nazaruddin ke Singapura tepat satu hari sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan pencekalan terhadap Nazaruddin kepada Ditjen Imigrasi.
Berikut ini kronologi perginya Nazaruddin ke Singapura.
Senin (23/5/2011) siang menjelang sore.
M Nazaruddin menemui Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie di DPR. Wakil Ketua Demokrat Max Sopacua usai bertemu Marzuki Alie di lantai 3 Nusantara III DPR, membenarkan pertemuan itu. "Itu urusan Pak Marzuki mungkin dengan Pak Nazar. Mereka berdua ngomong tertutup," kata Max.
Senin (23/5/2011) malam (19.30)
M Nazaruddin bertolak ke Singapura melalui Bandara Soekarno-Hatta. “Ia pergi ke Singapura pada 23 Mei 2011 pukul 19.30 WIB,” ujar Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar.
Senin (23/5/2011) malam (21.10)
Partai Demokrat secara resmi memberhentikan Nazaruddin sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat. “Dewan Kehormatan Partai Demokrat memberhentikan atau membebaskan yang bersangkutan dari jabatannya selaku bendahara umum,” ujar Sekretaris Dewan Kehormatan Amir Syamsuddin.
Selasa (24/5/2011) pagi
Mantan Bendahara Umum Muhammad Nazaruddin mengumumkan akan mengelar jumpa pers untuk mengungkap berbagai kasus yang melibatkan elit-elit Partai Demokrat. Nazaruddin akan mengelar jumpa pers di ruang Fraksi Partai Demokrat, di lantai 9, Gedung Nusantara I DPR.
Selasa (24/5/2011) siang (12.00)
M Nazaruddin batal menggelar jumpa pers dengan alasan masih harus mengumpulkan bahan lebih lengkap sebelum diungkap ke publik. "Karena pak Nazaruddin masih harus mengumpulkan bahan-bahannya, jadi ditunda," ujar staff bidang media Fraksi Demokrat DPR RI, Wawan Setiawan.
Selasa (24/5/2011) petang
KPK mengajukan permohonan cekal terhadap M Nazaruddin. "Sudah dikirim ke Imigrasi KemenkumHAM sejak dua hari yang lalu, Selasa (24/5)," ujar Wakil Ketua KPK M Jasin.
Selasa (24/5/2011) malam
Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum dan HAM) resmi menerbitkan surat larangan berpergian ke luar negeri terhadap M Nazaruddin. "Sudah dicegah," tegas Direktur Penindakan dan Penyidikan Ditjen Imigrasi Kemenkum dan HAM, Husein Alaidrus.
Rabu (25/5/2011) malam (20.00)
Presiden SBY selaku ketua Dewan Pembina Partai Demokrat memanggil seluruh jajaran Dewan Pembina, Dewan Kehormatan dan pengurus DPP termasuk Nazaruddin, ke Cikeas. Kepada pers Nazaruddin mengatakan akan menghadiri acara tersebut.
Rabu (25/5/2011) malam (23.00)
Hingga acara pertemuan pengurus Partai Demokrat dengan SBY selesai, M Nazaruddin tidak menunjukkan batang hidungnya di Cikeas. “Tidak ada, saya tidak melihat ada Pak Nazaruddin,” ujar Ketua DPP Partai Demokrat Sutan Bhatoegana.
Kamis (26/5/2011) malam
Nazaruddin diketahui berada di Singapura dengan alasan melakukan medical check up.
Jumat (27/5/2011) pagi
Ketua Fraksi Partai Demokrat (FPD) Jafar Hafsah mengakui memberikan izin M Nazaruddin ke luar negeri, namun Jafar tak mengetahui kapan Nazaruddin akan pulang ke Indonesia.[18]

 

Pemecatan M. Nazaruddin

Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum memutuskan memberhentikan Muhammad Nazaruddin dari posisinya sebagai kader partai itu pada Senin 18 Juli 2011. Keputusan itu telah disetujui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.[19]

 

4. Penangkapan

Muhammad Nazaruddin ditangkap di Cartagena de Indias, Kolombia pada tanggal 7 Agustus 2011. Nazar diketahui menggunakan paspor sepupunya, Syarifuddin, untuk berpergian ke luar Indonesia setelah paspornya telah lama dicabut oleh Imigrasi.[20]

 

5. Referensi

  1. Anggota DPR Partai Demokrat". Komisi Pemilihan Umum. Diakses pada 12 Agustus 2011.
  2. Data Detail Anggota". Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Diakses pada 11 Agustus 2011.
  3. Gunawan, A. & B.B.T. Saragih (3 Juni 2011). "Nazaruddin: Party pariah, hometown hero". The Jakarta Post. Diakses pada 12 Agustus 2011.
  4. Lubis, I. (28 Mei 2011). "Nazaruddin, Elite Demokrat yang Terseret Kasus Suap Sesmenpora (1)". Radar Lampung. Diakses pada 12 Agustus 2011.
  5. Alfiadi (4 Juli 2011). "Tak Punya Modal, Kini Harta Melimpah". Riau Pos. Diakses pada 13 Agustus 2011.
  6. Hernowo, M. (28 Mei 2011). "Nazaruddin, Bintang Baru yang Misterius". Kompas. Diakses pada 8 Juli 2011.
  7. Widianto, W. (22 April 2011). "Sesmenpora Wafid Dijerat Pasal Penyuapan". Tribunnews.com. Diakses pada 11 Agustus 2011.
  8.  Andi Masih Aman". Sriwijaya Post. 26 April 2011. Diakses pada 11 Agustus 2011.
  9. Hafil, M. (27 April 2011). "Perantara Suap Seskemenpora, Rosalina Staf Bendahara Umum Demokrat?". Republika.co.id. Diakses pada 11 Agustus 2011.
  10. Pakpahan, V. (27 April 2011). "MAKI: Perantara Suap Wafid Muharam Staf Ahli Bendahara Demokrat". Tribunnews.com. Diakses pada 11 Agustus 2011.
  11. Hidayat, R. (27 April 2011). "Bendahara Umum Demokrat: Rosa Manulang Bukan Staf Saya". Tribunnews.com. Diakses pada 11 Agustus 2011.
  12. Yasra, S.; Septian, A.; Aprianto, A. & F. Febiana (9 Mei 2011). "Olah Dana Komisi Olahraga". Tempo. Diakses pada 11 Agustus 2011.
  13. Rastika, I. & H. Margianto (28 April 2011). "Atasan Rosa adalah Bendahara Umum Partai Berkuasa". Kompas.com. Diakses pada 11 Agustus 2011.
  14. Rastika, I. & Inggried (29 April 2011). "Rosa Pilih Djufri karena Aman dan Nyaman". Kompas.com. Diakses pada 11 Agustus 2011.
  15. Ahniar, N.F. & D. Priatmojo (12 Mei 2011). "Rosa Akhirnya Ubah BAP". VIVAnews. Diakses pada 11 Agustus 2011.
  16. Rastika, I. & A. Wisnubrata (10 Mei 2011). "Wafid Pernah Bertemu Nazaruddin". Kompas.com. Diakses pada 11 Agustus 2011.
  17. Agustia, R. (12 Mei 2011). "Wafid Tetap Dengan Pernyataan Awal". TEMPO Interaktif. Diakses pada 12 Agustus 2011.
  18. [1], diakes pada 27 Mei 2011.
  19. Harian Kompas 19 Juli 2011, hal. 4.
  20. Nazaruddin tersangkut hukum kolombia
-----------------------------------------

Nazaruddin, Bintang Baru yang Misterius
| Sabtu, 28 Mei 2011 | 03:12 WIB. (6)

"Siapa tuh?" tanya seorang wartawan di tengah-tengah jumpa pers Fraksi Partai Demokrat di ruang fraksi itu di kompleks gedung MPR/DPR akhir tahun lalu.

Belakangan diketahui pria itu adalah Muhammad Nazaruddin. Posisinya sebagai bendahara umum partai dan Bendahara Fraksi Partai Demokrat membuat pria kelahiran Trenggalek, Jawa Timur, 26 Agustus 1978, ini tampak disegani.

Meski jabatannya cukup penting, pendapat dan sikap Nazaruddin di rapat-rapat DPR hampir tidak pernah terdengar. Sosoknya mulai dicari wartawan justru ketika dia diduga terlibat kasus seksual terhadap perempuan di Bandung, Mei 2010.

Dalam biodata yang diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum, perjalanan karier Nazaruddin tercatat banyak di dunia bisnis. Dia tercatat sebagai komisaris di empat perusahaan, yaitu PT Anugrah Nusantara, PT Anak Negeri, PT Panahatan, dan PT Berhak Alam Berlimpah. Belakangan, Nazaruddin menyatakan, sejak Mei 2010 dirinya tidak aktif di perusahaan. Meski demikian, jejak usaha Nazaruddin sebelum 2010 tetap sulit ditelusuri.

Bambang Soesatyo, pengusaha yang anggota Komisi III DPR, mengaku tak pernah bertemu dan bersinggungan dengan Nazaruddin di pertemuan pengusaha atau organisasi bisnis.
Padahal, Bambang yang juga Wakil Bendahara Umum Partai Golkar tercatat sebagai salah satu ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia. Bambang juga pernah menjadi pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia dan Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia. ”Saya mengenal Nazaruddin di DPR. Sebelumnya, saya tidak pernah mendengar namanya di dunia bisnis nasional,” kata Bambang.
Dia menambahkan, belakangan baru mendengar, Nazaruddin punya banyak usaha di daerahnya di Riau. Setelah pindah ke Jakarta, Nazaruddin diduga sering terlibat proyek pemerintah.

Di Riau pula, Nazaruddin tercatat pertama kali di dunia politik, tepatnya saat menjadi calon anggota legislatif dari provinsi itu pada Pemilu 2004 dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Saat itu dia gagal. ”Namun, dia tidak pernah menjadi pengurus PPP,” kata Lukman Hakim Saifuddin, Ketua PPP.

Lukman Hakim mengaku tidak mengetahui latar belakang politik Nazaruddin. Jika melihat umurnya pada tahun 2004 yang baru 26 tahun, Nazaruddin diduga pendatang baru di politik. Apalagi, setelah menghabiskan SD hingga SMA di Pematang Siantar, Sumatera Utara, Nazaruddin juga tercatat baru lulus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bisnis Indonesia pada tahun 2004.

Setelah gagal menjadi anggota DPR dari PPP, Nazaruddin pindah ke Demokrat dan kemudian menjadi wakil bendahara partai itu. Nazaruddin lalu tercatat sebagai anggota tim sukses Anas Urbaningrum ketika yang bersangkutan bertarung memperebutkan kursi Ketua Umum Partai Demokrat di kongres partai itu, Mei 2010. (M HERNOWO)
Sumber" kompas.com

Polri: Nazaruddin Tersangkut Hukum Kolombia

Karena itu perlu lobi dengan Pemerintah Kolombia agar kasusnya digarap di Indonesia


Muhammad Nazaruddin (ANTARA/Andika Wahyu)
Selasa, 9 Agustus 2011, 12:28 WIB. (20)
VIVAnews - Pemulangan M Nazaruddin, buronan kasus Proyek Wisma Atlet SEA Games, terganjal kasus hukum di Kolombia. Kepolisian setempat juga mengusut dugaan pemalsuan identitas yang dilakukan Nazaruddin untuk memasuki negeri di Amerika Latin itu.

"Memang pemerintah Kolombia juga berhak memeriksa. Pelanggaran Nazar di sana juga ada yaitu pemalsuan identitas," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian, Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam, di Markas Besar Kepolisian, Jakarta, Selasa 9 Agustus 2011.

Untuk itu, kata Anton, Indonesia akan melobi pihak Kolombia agar kasus Nazar diusut di Indonesia saja. Sebuah tim yang terdiri dari Kepolisian, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Interpol telah berangkat ke Ibukota Kolombia, Bogota, semalam.

"Tim ini dipimpin Brigjen Anas Yusuf," kata Anton menyebut nama salah pejabat polisi.

"Memang perlu waktu untuk negosiasi dengan pemerintah di sana. Yang jelas, kami yakini itu Nazar, dengan sidik jari yang sama," kata Anton. "Mudah-mudahan kita bisa memulangkan Nazar."

Setelah kabur dari Indonesia sejak 23 Mei 2011 lalu, pada Minggu 7 Agustus 2011 malam, Nazar ditangkap polisi Kolombia. Nazar diketahui menggunakan paspor saudaranya, Syafruddin, untuk bisa berpergian setelah paspornya telah lama dicabut Imigrasi. (eh)
• VIVAnews


Ketua Besar yang Ancam Rosa
Icha Rastika | A. Wisnubrata | Senin, 16 Januari 2012 | 09:12 WIB

Mindo Rosalina Manulang.
 JAKARTA, KOMPAS.com — Muhammad Nazaruddin menolak disebut sebagai pihak yang mengancam Mindo Rosalina Manulang terkait kesaksian wanita itu di persidangan. Salah satu kuasa hukum Nazar, Elza Syarief, malah mengatakan bahwa pihak yang mengancam Rosa adalah "si ketua besar".

"Yang disebut ketua besar itu bukan Nazaruddin, berarti, ketua besar itu yang takut Rosa membongkar semuanya, dan bukan Nazaruddin," kata Elza saat dihubungi, Minggu (15/1/2012) malam.

Rosa memang berjanji mengungkap siapa ketua besar yang muncul dalam percakapan BlackBerry Messenger antara dirinya dan Angelina Sondakh. Sosok ketua besar itu hanya akan dibongkar Rosa di persidangan kasus dugaan suap wisma atlet dengan terdakwa Nazaruddin, Senin (16/1/2012) pagi. Menurut Nazaruddin, yang dimaksud dengan ketua besar adalah Mirwan Amir, sedangkan bos besar adalah Anas Urbaningrum.

Elza mengatakan, Nazaruddin tidak memiliki motif atau kepentingan apa pun untuk mengancam Rosa. "Nazaruddin selama ini kan buka-bukaan, jadi untuk apa lagi mengancam Rosa?" ucapnya.

Seperti diketahui, Rosa melalui kuasa hukumnya, Muhammad Iskandar, mengaku dapat ancaman dari kerabat Nazaruddin. Rosa mengaku diancam untuk berbohong soal kepemilikan PT Anugerah Nusantara, perusahaan Nazaruddin. Rosa juga diminta mencabut keterangannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang memberatkan Nazaruddin, kemudian diminta menyudutkan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Elza juga menduga, Rosa telah diintervensi pihak tertentu melalui kuasa hukumnya, Muhamad Iskandar. "Lawyer (pengacaranya) susupan. Rosa itu mudah dibayar. Mulut Rosa dijaga oleh Iskandar (pengacaranya)," kata Elza.

Menurutnya, janggal jika tiba-tiba Rosa memiliki seorang kuasa hukum padahal status dia saat ini merupakan terpidana. Terlebih lagi, pada awal kemunculannya, kuasa hukum Rosa itu langsung mengungkap soal adanya ancaman terhadap mantan anak buah Nazaruddin tersebut. Selain itu, kata Elza, pihak Nazaruddin merasa keberatan jika keterangan Rosa di persidangan disampaikan melalui telekonferensi.

Hal tersebut, menurut Elza, memungkinkan Rosa untuk berbohong dan tidak mengungkap siapa ketua besar. "Itu (telekonferensi) direkayasa supaya enggak terbuka (soal) ketua besar," ujar Elza.

Seperti diberitakan sebelumnya, pihak Rosa meminta kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) agar dapat bersaksi melalui telekonferensi. Alasannya, agar Rosa tidak semakin tertekan jika dihadapkan langsung dengan Nazaruddin, mantan bosnya.
LPSK kemudian mengirimkan surat permohonan telekonferensi itu kepada majelis hakim, pihak yang berwenang menentukan. Namun sampai semalam, LPSK belum mendapat jawaban apakah hari ini Rosa akan bersaksi melalui telekonferensi atau tidak.

Mubarok Menyudutkan Anas?

PD nampaknya tak henti-henti dirundung duka. Dimulai dengan  masalah kadernya Mas Nazar yang terus bernyanyi tentang keburukan Partai Demokrat. Lalu ditetapkannya  Angie menjadi tersangka dan diduga berbohong soal kepemilikan BB. Kemudian terungkap kasus Nasir yang berbohong  kepada BK DPR soal kunjungan ke rutan Cipinang.

Lalu Sabtu lalu Ketua Biro Bidang Hukum dan HAM Partai Demokrat Jemmy Setiawan dalam siaran persnya, menyerukan kepada seluruh kader Partai Demokrat, terutama elitenya, memboikot media massa yang dianggap hanya mengadu domba internal partai. Wah makin seru saja.

Nah, jangan heran, dengan kisruh di dalam tubuh PD ada hasil survei LSI.  PD ternyata mengalami penurunan elektabilitas signifikan dari Pemilu 2009 dari 21 persen menjadi 13,7 persen,” ujar peneliti LSI Burhanudin Muhtadi kepada wartawan.

Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Ahmad Mubarok langsung  menduga  penurunan elektabilitas ini karena adanya kesalahan rekrutmen kader. Mubarok berkata:
Ya itu bisa disebabkan karena salah rekruitmen kader. Seperti bendahara umum yang terseret,”
Pernyataan ini ada benarnya, mengingat kualitas beberapa kader PD memang diragukan. Tetapi tak cukup mengkambinghitamkan nazar untuk sebuah sistem PD. Sebab seburuk-buruknya Nazaruddin (Menurut Mubarok) , bukankah yang lebih buruk adalah Yang  Memilih atau Sistemnya?

Sama seperti kasus Angie.  Presiden SBY selaku ketua Pembina PD menegur Ketua Fraksi dan Anas, yang memilih dan menempatkan Angie  ke komisi III (bidang Hukum). Padahal Angie sudah ditetapkan sebagai tersangka. Tindakan itu langsung dicap  SBY sebagai tindakan “TIDAK CERDAS”. Secara implisit (tidak langsung) orang awam menangkapnya “Bodoh”.

Nah, berkaca dari teguran SBY  di atas mari kita amati sekali lagi ungkapan Mubarok
“Ya itu bisa disebabkan karena salah rekruitmen kader. Seperti bendahara umum yang terseret…”
Pernyataan  Mubarok ini   seolah secara implisit berkata:
Nah, Mas AU sampeyan itu kok sembarangan merekrut Nazaruddin?. Pak SBY, sampeyan  kok sembarangan merestui Anas mengangkat  Nazaruddin jadi Bendahara Partai kita…?”

Ini seperti sebuah tamparan keras Mubarok pada Sang Ketua Pembina dan Ketua Umum. Ada kesan Mubarok menyudutkan Ketua Umum PD Mas Anas Urbaningrum. Jangan lupa Nazar adalah Bendahara Umum, orang kunci di Partai. Boleh dibilang berpangkat “Letnan Jenderal” kalau di TNI. Seumpama, Anas Jenderalnya, Bang Nazar Letjen-nya. Apakah pantas menyalahkan Nazar sendiri? Sementara yang memberikan pangkat tidak? ataukah sistemnya yang salah…?

Sebab Kita tahu bersama pemilihan jajaran Pengurus Pusat nyaris sepenuhnya ditangani AU. Namun untuk jajaran elitnya pasti atas ijin restu Presiden SBY selaku Pendiri  sekaligus Ketua Pembina Partai Demokrat.

Nampaknya dengan pelbagai kasus ini, pengurus PD perlu lebih berhati-hati mengeluarkan pernyataan kepada wartawan atau Media. Jangan salahkan media dong, sebab pernyataan orang dalam PD sendiri yang sering kontroversial.

Ingat ribuan hingga jutaan masyarakat terus mengikuti perkembangan politik di tanah air lewat media, terutama media online. Jujur saya mengatakan tidak sedikit pernyataan Tokoh PD bersileweran di media, saling berbantah satu sama lain. Ini sama sekali tidak membangun integritas Partai yang dengan susah payah dibangun Presiden SBY.  
 
Sumber: kompasiana
OPINI | 20 February 2012 | 08:48


Tidak ada komentar:

Posting Komentar