Laman

Minggu, 15 Juli 2012

Ahkam

Arifuddinali.blogspot.com - Ahkam (bahasa Arab: أحكام bentuk jama' dari Hukm/hukum bahasa Arab: حُكْم) adalah merujuk pada peraturan Islam, berasal dan dipahami dari sumber-sumber hukum agama. Sebuah undang-undang, nilai, peraturan atau keputusan dari syariat (hukum Islam). Untuk sampai pada suatu doktrin hukum baru, atau hukm, seseorang harus menggunakan metodologi yang sistematis yang digunakan untuk mengambil makna dari sumber-sumber. Secara tradisional, metodologi ini telah dikategorikan berdasarkan peraturan ijtihad (penalaran independen, usaha ilmiah otentik).[1]

Lima Bentuk Hukum

Tindakan seorang Muslim harus dilakukan sesuai dengan Hukum Islam, dikategorikan dalam lima kelompok, membentuk angka lima atau al-hukm al-khamis (bahasa Arab: الاحكام الخمسة). Mereka menunjukkan bagaimana Pertunjukan atau tidak melakukan tindakan tertentu dapat dikategorikan sebagai wajib atau dianjurkan di dalam hukum Islam. Menurut terminologi Islam angka lima yang terdiri dari:
  1. Wajib, harus; juga dikenal sebagai:fardhu
  2. Mustahab / Sunnah, dianjurkan, juga dikenal sebagai fadilah, mandub
  3. Mubah, boleh
  4. Makruh, keji (disarankan di tinggalkan)
  5. Haram, dilarang (tidak boleh)
  1. Wajib adalah sebuah status hukum terhadap suatu aktivitas dalam dunia Islam. Aktivitas yang berstatus hukum wajib harus dilakukan oleh mereka yang memenuhi syarat-syarat wajibnya. Aktivitas ini bila dilaksanakan maka pelaku akan diberikan ganjaran kebaikan(pahala), sedang bila ditinggalkan maka akan menjadikan yang meninggalkannya berdosa.
  2. Sunnah (kependekan dari kata Sunnaturrasul, berasal dari kata sunan yang artinya garis) dalam Islam mengacu kepada sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah menjalani hidupnya atau garis-garis perjuangan / tradisi yang dilaksanakan oleh Rasulullah. Sunnah merupakan sumber hukum kedua dalam Islam, setelah Al-Quran. Narasi atau informasi yang disampaikan oleh para sahabat tentang sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah disebut sebagai hadits. Sunnah yang diperintahkan oleh Allah disebut Sunnatullah.
  3. Mubah artinya boleh, ya'ni adalah sebuah status hukum terhadap suatu aktivitas dalam dunia Islam. Aktivitas yang berstatus hukum Mubah boleh untuk dilakukan, bahkan lebih condong kepada dianjurkan (bersifat perintah), namun tidak ada janji berupa konsekuensi berupa pahala terhadapnya. Dengan kata lain, Mubah ya'ni apabila dikerjakan tidak berpahala dan tidak berdosa, jika ditinggalkanpun tidak berdosa dan tidak berpahala. Hukum ini cenderung diterapkan pada perkara yang lebih bersifat keduniaan.
  4. Makruh adalah sebuah status hukum terhadap suatu aktivitas dalam dunia Islam. Aktivitas yang berstatus hukum makruh dilarang namun tidak terdapat konsekuensi bila melakukannya. Atau dengan kata lain perbuatan makruh dapat diartikan sebagai perbuatan yang sebaiknya tidak dilakukan.
  5. Haram adalah sebuah status hukum terhadap suatu aktivitas atau keadaan suatu benda (misalnya makanan). Aktivitas yang berstatus hukum haram atau makanan yang dianggap haram adalah dilarang secara keras. Orang yang melakukan tindakan haram atau makan binatang haram ini akan mendapatkan konsekuensi berupa dosa.

  1. Sah adalah salah satu dari hukum Islam. Sah adalah sesuatu perkara yang dilakukan sesuai dengan hukum syariat. Seperti salat yang dikerjakan dengan cukup rukun dan syaratnya.
  2. Batal adalah salah satu dari hukum Islam. Batal adalah sesuatu perkara yang dilakukan tidak sesuai dengan hukum syariat. Seperti salat yang dikerjakan dengan rukun dan syarat yang tidak sesuai.

Kondisi Darurat dan Urusan Publik

Aturan/Hukum Agama bisa berubah dalam kondisi luar biasa tertentu. Sebagai contoh, meskipun muslim diwajibkan untuk berpuasa selama Ramadhan, mungkin dapat diterima untuk orang sakit untuk berbuka jika ia yakin bahwa puasa akan memperburuk penyakitnya.

Perintah Islam untuk masyarakat bisa menjadi berbeda dari satu bagi seorang individu, dengan mempertimbangkan aspek sosial dan publik tindakan tertentu. Misalnya, menurut berbagai ayat Quran,[2]Templat:Failed verification yang diperlukan untuk membawa senjata, tetapi pemerintah/negara dapat melarang atau membatasi untuk menjamin keamanan di masyarakat.

 

Referensi

  1. Islamic Legal Interpretation, Harvard University Press 1996
  2. Sura 4, verses 71 and 102.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar