Abdulrahman Saleh,
Prof. dr. Sp.F, Marsekal Muda Anumerta[1], (lahir di Jakarta, 1 Juli
1909 – meninggal di Maguwoharjo, Sleman, 29 Juli 1947 pada umur 38
tahun) atau sering dikenal dengan nama julukan "Karbol"[2]
adalah seorang pahlawan nasional Indonesia, tokoh Radio Republik Indonesia
(RRI) dan bapak fisiologi kedokteran Indonesia.
Masa Kecil
Abdulrachman Saleh dilahirkan
pada tanggal 1 Juli 1909 di Jakarta. Pada masa mudanya, ia bersekolah di HIS
(Sekolah rakyat berbahasa Belanda atau Hollandsch Inlandsche School)
MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) atau kini SLTP, AMS (Algemene
Middelbare School) kini SMU, dan kemudian diteruskannya ke STOVIA (School
Tot Opleiding van Inlandsche Artsen). Karena pada saat itu STOVIA
dibubarkan sebelum ia menyelesaikan studinya di sana, maka ia meneruskan
studinya di GHS (Geneeskundige Hoge School), semacam sekolah tinggi
dalam bidang kesehatan atau kedokteran. Ayahnya, Mohammad Saleh, tak pernah
memaksakannya untuk menjadi dokter, karena saat itu hanya ada STOVIA saja.
Ketika ia masih menjadi mahasiswa, ia sempat giat berpartisipasi dalam berbagai
organisasi seperti Jong Java, Indonesia Muda, dan KBI atau Kepanduan Bangsa
Indonesia.
Kegiatan Kedokteran dan Militer
Setelah ia memperoleh ijazah dokter, ia mendalami
pengetahuan ilmu faal. Setelah itu ia mengembangkan ilmu faal ini di Indonesia.
Oleh karena itu, Universitas Indonesia pada 5 Desember 1958 menetapkan
Abdulrachman Saleh sebagai Bapak Ilmu Faal Indonesia.
Ia juga aktif dalam perkumpulan olah raga terbang dan berhasil memperoleh ijazah atau surat izin terbang. Selain itu, ia juga memimpin perkumpulan VORO (Vereniging voor Oosterse Radio Omroep), sebuah perkumpulan dalam bidang radio. Maka sesudah kemerdekaan diproklamasikan, ia menyiapkan sebuah pemancar yang dinamakan Siaran Radio Indonesia Merdeka. Melalui pemancar tersebut, berita-berita mengenai Indonesia terutama tentang proklamasi Indonesia dapat disiarkan hingga ke luar negeri. Ia juga berperan dalam mendirikan Radio Republik Indonesia yang berdiri pada 11 September 1945.
Setelah menyelesaikan tugasnya itu, ia berpindah ke bidang militer dan memasuki dinas Angkatan Udara Ia diangkat menjadi Komandan Pangkalan Udara Madiun pada 1946. Ia turut mendirikan Sekolah Teknik Udara dan Sekolah Radio Udara di Malang. Sebagai Angakatan Udara, ia tidak melupakan profesinya sebagai dokter, ia tetap memberikan kuliah pada Perguruan Tinggi Dokter di Klaten, Jawa Tengah.
Akhir Hidup
Pada saat Belanda mengadakan agresi pertamanya, Adisutjipto
dan Abdulrachman Saleh diperintahkan ke India. Dalam perjalanan pulang mereka
mampir di Singapura untuk mengambil bantuan obat-obatan dari Palang Merah
Malaya. Keberangkatan dengan pesawat Dakota ini, mendapat publikasi luas dari
media massa dalam dan luar negeri.
Tanggal 29 Juli 1947, ketika pesawat berencana kembali ke Yogyakarta melalui Singapura, harian Malayan Times memberitakan bahwa penerbangan Dakota VT-CLA sudah mengantongi izin pemerintah Inggris dan Belanda. Sore harinya, Suryadarma, rekannya baru saja tiba dengan mobil jip-nya di Maguwo. Namun, pesawat yang ditumpanginya ditembak oleh dua pesawat P-40 Kitty-Hawk Belanda dari arah utara. Pesawat kehilangan keseimbangan dan menyambar sebatang pohon hingga badannya patah menjadi dua bagian dan akhirnya terbakar.
Peristiwa heroik ini, diperingati TNI AU sebagai hari Bakti TNI AU sejak tahun 1962 dan sejak 17 Agustus 1952, Maguwo diganti menjadi Lanud Adisutjipto.
Abulrachman Saleh dimakamkan di Yogyakarta dan ia diangkat menjadi seorang Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No.071/TK/Tahun 1974, tanggal 9 Nopember 1974.
Pada tanggal 14 Juli 2000[1], atas prakarsa TNI-AU, makam Abdulrahman Saleh, Adisucipto, dan para istri mereka dipindahkan dari pemakaman Kuncen ke Kompleks Monumen Perjuangan TNI AU Dusun Ngoto, Desa Tamanan, Banguntapan, Bantul, DI Yogyakarta.
Nama Ia diabadikan sebagai nama Pangkalan TNI-AU dan Bandar Udara di Malang. Selain itu, piala bergilir yang diperebutkan dalam Kompetisi Kedokteran dan Biologi Umum (Medical and General Biology Competition) disebut Piala Bergilir Abdulrahman Saleh.
Karbol
Mengharapkan semua lulusan
Akademi Angkatan Udara dapat mencontoh keteladanan dan mampu mencapai kualitas
seorang perwira seperti Abdulrachman Saleh, para taruna AAU dipanggil dengan
nama Karbol. Hal ini pertama kali diusulkan oleh Letkol Saleh Basarah
setelah beliau mengunjungi United States Air Force Academy di Colorado
Springs, Amerika Serikat. Para kadet di sana dipanggil dengan nama Dollies,
nama kecil dari Jenderal USAF James H Doollitle, seorang penerbang andal yang
serba bisa. Ia penerbang tempur Amerika Serikat yang banyak jasanya pada Perang
Dunia I
Terkait
- Tokoh Indonesia
Referensi
- Koran Kompas Cyber Media, Sabtu 15 Juli 2000, Dipindah, Kerangka Jenazah Adisutjipto dan Abdulrachman Saleh
- "Karbol", SejarahKita Blogspot, diakses Juli 2007
- Koran Media Indonesia, Rabu 19 Juli 2009, Prof Dr Abdulrachman Saleh dalam Kenangan (29 Juli, Hari Bakti Angkatan Udara)
Arief
Tidak ada komentar:
Posting Komentar