Suku Tidung merupakan suku yang tanah asalnya berada di bagian utara Kalimantan Timur. Suku ini juga merupakan anak negeri di Sabah, jadi merupakan suku bangsa yang terdapat di Indonesia maupun Malaysia (negeri Sabah). Suku Tidung semula memiliki kerajaan yang disebut Kerajaan Tidung. Tetapi akhirnya punah karena adanya politik adu domba oleh pihak Belanda.
1. Bahasa Tidung
Bahasa Tidung dialek Tarakan
merupakan bahasa Tidung yang pertengahan karena dipahami oleh semua
warga suku Tidung. Beberapa kata bahasa Tidung masih memiliki kesamaan
dengan bahasa Kalimantan lainnya. Kemungkinan suku Tidung masih berkerabat dengan suku Dayak rumpun Murut (suku-suku Dayak yang ada di Sabah). Karena suku Tidung beragama Islam dan mengembangkan kerajaan Islam sehingga tidak dianggap sebagai suku Dayak, tetapi dikategorikan suku yang berbudaya Melayu (hukum adat Melayu) seperti suku Banjar, suku Kutai, dan suku Pasir.
1.1 Bahasa Tidung
Bahasa Tidung termasuk dalam "Kelompok Bahasa Tidung" salah satu bagian dari Kelompok Bahasa Dayak Murut.
Kelompok Bahasa Tidung terdiri :
- Bahasa Tidung (tid)
- Bahasa Bulungan (blj)
- Bahasa Kalabakan (kve)
- Bahasa Murut Sembakung (sbr)
- Bahasa Murut Serudung (srk)
2. Wilayah penutur Bahasa Tidung
Penutur Bahasa Tidung pada umumnya terdapat diwilayah Kalimantan
timur dan sabah malaysia. dari 13 Kabupaten dan kota yang ada di
provinsi kalimantan timur ini. Penutur Bahasa Tidung terdapat pada tujuh
Kabupaten di kaltim dan tiga kota di negeri sabah. Sepuluh daerah
tersebut adalah,Kota Tarakan, Kab. Malinau, Kab. Bulungan, Kab. Nunukan,
Kab. Tana Tidung, Kab. Berau, Kab. Kutai Kartanegara, Kota Tawau, Kota
Sandakan dan Kota Lahad Datu.
3. Peranan dan kedudukan Bahasa
Penutur Bahasa tidung, khususnya Tidung Tarakan adalah dwibahasa.
Mereka berbahasa Tidung,tetapi juga dapat berbahasa Indonesia.Kedudukan
Bahasa Tidung di dalam interaksi sosial, orang-orang tidung kelihatannya
cukup kuat.Tidak ada kesan sikap rendah diri kalau mereka menggunakan
bahasa Tidung baik di dalam percakapan ketika mereka sedang berbahasa
lain,maupun dalam kesempatan berbicara dengan suku lain dalam bahasa
Tidung. Mereka merasa bangga jika ada suku lain ikut berbicara bahasa
Tidung atau mencoba-coba menggunakan bahasa tidung. Mereka pada umumnya
dengan senang membetulkan kesalahan apabila seseorang yang bukan penutur
asli bahasa Tidung mencoba berbahasa Tidung.
Suku Tidung semuanya menganut agama Islam. Mereka banyak bergaul dengan berbagai suku lain, Seperti orang bugis, Banjar, Jawa, Bulungan dan etnis Tionghoa. Oleh karena pergaulan ini, mereka pun banyak yang menguasai bahasa-bahasa suku itu. Akibat pergaulan ini, banyak terjadi peminjaman kata-kata daerah lain yang terserap kedalam bahasa Tidung. hal yang sama terjadi pula dalam bahasa Indonesia. Akibatnya adalah terjadinya interfensi bahasa lain, khususnya bahasa Indonesia kedalam bahasa Tidung.
4. Variasi Dialektis
Bahasa tidung mempunyai beberapa dialek dan bahkan juga mempunyai
subdialek. Selama ini telah ada beberapa pendapat tentang jumlah dialek
bahasa Tidung ini, seperti pendapat Stort, Beech, dan Prentice.
Stort(1958) menyebut adanya lima dialek bahasa Tidung yaitu dialek
Tarakan, Sembakung,Penchangan, sedalir, dan Tidung sungai Sembakung.
Beech (1908) mengidentifikasi empat dialek, yaitu Tidung Tarakan,
Bulungan, nunukan dan Sembakung. sedangkan Prentice (1970)menyebut tiga
kelompok bahasa Tidung, yaitu Tarakan, Tinggalan (Sembakung), dan
Tanggara.
Sejauh mata dan pengamatan agaknya Bahasa Tidung itu dapat dibedakan menjadi dua dialek besar, yaitu dialek Tidung Sesayap dan dialek Tidung sembakung. Dialek Tidung Sesayap terdapat di sepanjang sungai sesayap dan pulau-pulau di muaranya seperti Pulau Tarakan, Pulau Bunyu dan pulau-pulau di Nunukan. Dialek Sembakung terdapat di sungai Sembakung sebelah utara sungai sesayap.
Dialek Sesayap meliputi Subdialek Sesayap, Malinaw dan Tarakan. Subdialek Malinaw umumnya terdapat didaerah hulu sungai sesayap yang meliputi Kabupaten Malinau dan Tideng Pale (Ibukota Kab. Tana Tidung). Subdialek Tarakan meliputi banyak lokasi pemukiman diantaranya pulau Tarakan, Salimbatu, Bebatu, Nunukan dan Pulau bunyu. Dialek Sembakung terdapat di Sembakung, Lumbis, Sebuku dan Tana Lia. Subdialek Tarakan dianggap dapat menjembatani subdialek lainnya, oleh karena itu disebut pula sebagai Tidung Tengara atau Tidung Tengah atau Penengah. Bahasa tidung dialek Tarakan memiliki ciri khas sendiri yakni tidak ditemukannya Fonem /C/. Kalaupun ada, kata itu pinjaman dan umumnya direalisasikan sebagai /S/.
5. Tradisi Lisan atau tertulis
Dahulu pernah ada cerita tentang masyarakat Tidung yang tertulis,
terutama yang berhubungan dengan riwayat para raja atau cerita
kepahlawanan orang Tidung. akan tetapi, kini tulisan seperti itu tidak
pernah ditemukan lagi. Yang masih hidup adalah cerita rakyat Tidung yang
diwariskan secara lisan dari orang tua kepada anaknya. Beberapa cerita
lisan rakyat Tidung itu, antara lain sebagai berikut :
- Asal-usul Orang Tidung Tengara
- Lasedne sinan pagun / Tenggelamnya kampung Jelutung
- Seritan Ibenayuk / Cerita Ibenayuk
- Si Benua dan Si Sumbing
- Seludon Yaki Yamus / Cerita Raja Empat Mata
- Seludon Batu Tinagad / Cerita Batu di tebang
- Yaki Balak / Aki Balak
6. Huruf yang dipakai
Orang Tidung tidak mempunyai tradisi tulisan sendiri. Untuk keperluan
tulis-menulis mereka menggunakan huruf arab melayu sebelum mengenal
huruf latin seperti sekarang. Masyarakat Tidung menganut Agama Islam
sekitar abad ke 18. Bersamaan dengan masuknya agama Islam, ikut pula
masuk tradisi tulisan arab melayu itu.
7. Kesultanan Sulu
Dikatakan Sultan Sulu yang bernama Sultan Salahuddin-Karamat atau
Pangiran Bakhtiar telah berkahwin dengan seorang gadis Tionghoa yang
berasal dari daerah Tirun (Tidung). Dan juga karena ingin mengamankan
wilayah North-Borneo (Kini Sabah) selepas mendapat wilayah tersebut dari
Sultan Brunei, seorang putera Sultan Salahuddin-Karamat iaitu Sultan
Badaruddin-I juga telah memperisterikan seorang Puteri Tirun atau Tidung
(isteri kedua) yang merupakan anak kepada pemerintah awal di wilayah
Tidung. (Isteri pertama Sultan Badaruddin-I, dikatakan adalah gadis dari
Soppeng, Sulawesi Selatan.
Maka lahirlah Datu Lagasan yang kemudianya menjadi Sultan Sulu
bergelar, Sultan Alimuddin-I ibni Sultan Badaruddin-I). Dari zuriat
Sultan Alimuddin-I inilah dikatakan datangnya Keluarga Kiram dan
Shakiraullah di Sulu.
Maka dari darah keturunan dari Puteri Tidung ini lah seorang putera bernama Datu Bantilan dan seorang puteri bernama Dayang Meria. Datu Bantilan kemudiannya menaiki takhta Kesultanan Sulu (menggantikan abangnya Sultan Alimuddin-I) pada tahun sekitar 1748, bergelar Sultan Bantilan Muizzuddin. Adindanya Dayang Meria dikatakan berkahwin dengan seorang pedagang Tionghoa, dan kemudiannya melahirkan Datu Teteng atau Datu Tating. Dan dari zuriat Sultan Bantilan Muizzuddin inilah datangnya Keluarga Maharajah Adinda, yang kini merupakan "Pewaris Sebenar" kepada Kesultanan Sulu mengikut Sistem Protokol Kesultanan yang dipanggil "Tartib Sulu".
Dikatakan juga pewaris sebenar itu bergelar, Duli Yang Maha Mulia (DYMM) Sultan Aliuddin Haddis Pabila (Wafat pada 30.06.2007 di Kudat, Sabah). Dan juga dinyatakan bahawa 'Putera Mahkota' kesultanan Sulu kini adalah putera bongsu kepada DYMM Sultan Aliuddin yang bernama Duli Yang Teramat Mulia (DYTM) Datu Ali Aman atau digelar juga sebagai "Raja Bongsu-II" (*Gelaran ini mungkin mengambil sempena nama moyang mereka yang bernama Raja Bongsu atau Pengiran Shahbandar Maharajalela, yang merupakan putera-bongsu kepada Sultan Muhammad Hassan dari Brunei. Dikatakan Raja Bongsu ini telah dihantar ke Sulu menjadi Sultan Sulu menggantikan pamannya Sultan Batarasah Tengah ibnu Sultan Buddiman Ul-Halim yang tiada putera. Ibu Raja Bongsu ini adalah puteri kepada Sultan Pangiran Buddiman Ul-Halim yang berkahwin dengan Sultan Muhammad Hassan).
8. Pranala luar
- (Melayu) Suku Tidung di Tawau, Sabah
- (Indonesia) Bahasa Tidung
9. Referensi
Kerajaan Tidung
Kerajaan Tidung atau dikenal pula dengan nama Kerajaan Tarakan
(Kalkan/Kalka) adalah kerajaan yang memerintah Suku Tidung di utara
Kalimantan Timur, yang berkedudukan di Pulau Tarakan dan berakhir di
Salimbatu.
Arief
Tidak ada komentar:
Posting Komentar