Tan Malaka |
Tan Malaka atau Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka (lahir di Nagari Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat, 19 Februari 1896 – meninggal di Desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur, 16 April 1949 pada umur 53 tahun)[1]) adalah Bapak Republik Indonesia,[2] seorang aktivis pejuang kemerdekaan Indonesia, seorang pemimpin sosialis, dan politisi yang mendirikan Partai Murba.
Pejuang yang militan, radikal, dan revolusioner ini banyak melahirkan
pemikiran-pemikiran yang berbobot dan berperan besar dalam sejarah
perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dengan perjuangan yang gigih maka ia
dikenal sebagai tokoh revolusioner yang legendaris.
Dia kukuh mengkritik terhadap pemerintah kolonial Hindia-Belanda maupun pemerintahan republik di bawah Soekarno pasca-revolusi kemerdekaan Indonesia. Walaupun berpandangan sosialis, ia juga sering terlibat konflik dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Tan Malaka menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam pembuangan di
luar Indonesia, dan secara tak henti-hentinya terancam dengan penahanan
oleh penguasa Belanda dan sekutu-sekutu mereka. Walaupun secara jelas
disingkirkan, Tan Malaka dapat memainkan peran intelektual penting dalam
membangun jaringan gerakan sosialis internasional untuk gerakan anti
penjajahan di Asia Tenggara. Ia dinyatakan sebagai pahlawan nasional
melalui Ketetapan Presiden RI No. 53 tanggal 23 Maret 1963.[3]
Tan Malaka juga seorang pendiri partai PARI dan Murba, berasal dari Sarekat Islam (SI) Jakarta dan Semarang. Ia dibesarkan dalam suasana semangatnya gerakan modernis Islam Kaoem Moeda di Sumatera Barat.
Tokoh ini diduga kuat sebagai orang di belakang peristiwa penculikan Sutan Sjahrir
bulan Juni 1946 oleh sekelompok orang tak dikenal di Surakarta sebagai
akibat perbedaan pandangan perjuangan dalam menghadapi Belanda.[4]
1. Riwayat
- Saat berumur 16 tahun, 1912, Tan Malaka dikirim ke Belanda.
- Tahun 1919 ia kembali ke Indonesia dan bekerja sebagai guru disebuah perkebunan di Deli. Ketimpangan sosial yang dilihatnya di lingkungan perkebunan, antara kaum buruh dan tuan tanah menimbulkan semangat radikal pada diri Tan Malaka muda.
- Tahun 1921, ia pergi ke Semarang dan bertemu dengan Semaun dan mulai terjun ke kancah politik
- Saat kongres PKI 24-25 Desember 1921, Tan Malaka di undang dalam acara tersebut.
- Januari 1922 ia ditangkap dan dibuang ke Kupang.
- Pada Maret 1922 Tan Malaka diusir dari Indonesia dan mengembara ke Berlin, Moskwa dan Belanda.
2. Perjuangan
Pada tahun 1921 Tan Malaka telah terjun ke dalam gelanggang politik.
Dengan semangat yang berkobar dari sebuah gubuk miskin, Tan Malaka
banyak mengumpulkan pemuda-pemuda komunis. Pemuda cerdas ini banyak juga
berdiskusi dengan Semaun (wakil ISDV) mengenai pergerakan revolusioner dalam pemerintahan Hindia Belanda. Selain itu juga merencanakan suatu pengorganisasian dalam bentuk pendidikan bagi anggota-anggota PKI dan SI (Sarekat Islam)
untuk menyusun suatu sistem tentang kursus-kursus kader serta
ajaran-ajaran komunis, gerakan-gerakan aksi komunis, keahlian berbicara,
jurnalistik dan keahlian memimpin rakyat. Namun pemerintahan Belanda
melarang pembentukan kursus-kursus semacam itu sehingga mengambil
tindakan tegas bagi pesertanya.
Melihat hal itu Tan Malaka mempunyai niat untuk mendirikan
sekolah-sekolah sebagai anak-anak anggota SI untuk penciptaan
kader-kader baru. Juga dengan alasan pertama: memberi banyak jalan
(kepada para murid) untuk mendapatkan mata pencaharian di dunia
kapitalis (berhitung, menulis, membaca, ilmu bumi, bahasa Belanda,
Melayu, Jawa dan lain-lain); kedua, memberikan kebebasan kepada murid
untuk mengikuti kegemaran mereka dalam bentuk perkumpulan-perkumpulan;
ketiga, untuk memperbaiki nasib kaum miskin. Untuk mendirikan sekolah
itu, ruang rapat SI Semarang diubah menjadi sekolah. Dan sekolah itu
bertumbuh sangat cepat hingga sekolah itu semakin lama semakin besar.
Perjuangan Tan Malaka tidaklah hanya sebatas pada usaha mencerdaskan
rakyat Indonesia pada saat itu, tapi juga pada gerakan-gerakan dalam
melawan ketidakadilan seperti yang dilakukan para buruh terhadap
pemerintahan Hindia Belanda lewat VSTP
dan aksi-aksi pemogokan, disertai selebaran-selebaran sebagai alat
propaganda yang ditujukan kepada rakyat agar rakyat dapat melihat adanya
ketidakadilan yang diterima oleh kaum buruh.
Seperti dikatakan Tan Malaka pada pidatonya di depan para buruh
“Semua gerakan buruh untuk mengeluarkan suatu pemogokan umum sebagai
pernyataan simpati, apabila nanti menglami kegagalan maka pegawai yang
akan diberhentikan akan didorongnya untuk berjuang dengan gigih dalam
pergerakan revolusioner”.
Pergulatan Tan Malaka dengan partai komunis
di dunia sangatlah jelas. Ia tidak hanya mempunyai hak untuk memberi
usul-usul dan dan mengadakan kritik tetapi juga hak untuk mengucapkan
vetonya atas aksi-aksi yang dilakukan partai komunis di daerah kerjanya.
Tan Malaka juga harus mengadakan pengawasan supaya anggaran dasar,
program dan taktik dari Komintern (Komunis Internasional) dan Profintern seperti yang telah ditentukan di kongres-kongres Moskwa
diikuti oleh kaum komunis dunia. Dengan demikian tanggung-jawabnya
sebagai wakil Komintern lebih berat dari keanggotaannya di PKI.
Sebagai seorang pemimpin yang masih sangat muda ia meletakkan
tanggung jawab yang sangat berat pada pundaknya. Tan Malaka dan sebagian
kawan-kawannya memisahkan diri dan kemudian memutuskan hubungan dengan PKI, Sardjono-Alimin-Musso.
Pemberontakan 1926 yang direkayasa dari Keputusan Prambanan
yang berakibat bunuh diri bagi perjuangan nasional rakyat Indonesia
melawan penjajah waktu itu. Pemberontakan 1926 hanya merupakan gejolak
kerusuhan dan keributan kecil di beberapa daerah di Indonesia. Maka
dengan mudah dalam waktu singkat pihak penjajah Belanda dapat
mengakhirinya. Akibatnya ribuan pejuang politik ditangkap dan ditahan.
Ada yang disiksa, ada yang dibunuh dan banyak yang dibuang ke Boven Digoel, Irian Jaya.
Peristiwa ini dijadikan dalih oleh Belanda untuk menangkap, menahan dan
membuang setiap orang yang melawan mereka, sekalipun bukan PKI. Maka
perjaungan nasional mendapat pukulan yang sangat berat dan mengalami
kemunduran besar serta lumpuh selama bertahun-tahun.
Tan Malaka yang berada di luar negeri pada waktu itu, berkumpul dengan beberapa temannya di Bangkok. Di ibu kota Thailand itu, bersama Soebakat dan Djamaludddin Tamin, Juni 1927 Tan Malaka memproklamasikan berdirinya Partai Republik Indonesia (PARI). Dua tahun sebelumnya Tan Malaka telah menulis "Menuju Republik Indonesia". Itu ditunjukkan kepada para pejuang intelektual di Indonesia dan di negeri Belanda. Terbitnya buku itu pertama kali di Kowloon, Hong Kong, April 1925.
Prof. Mohammad Yamin, dalam karya tulisnya "Tan Malaka Bapak Republik Indonesia"
memberi komentar: "Tak ubahnya daripada Jefferson Washington
merancangkan Republik Amerika Serikat sebelum kemerdekaannya tercapai
atau Rizal Bonifacio meramalkan Philippina sebelum revolusi Philippina
pecah…."
3. Madilog
Madilog
merupakan istilah baru dalam cara berpikir, dengan menghubungkan ilmu
bukti serta mengembangkan dengan jalan dan metode yang sesuai dengan
akar dan urat kebudayaan Indonesia sebagai bagian dari kebudayaan dunia.
Bukti adalah fakta dan fakta adalah lantainya ilmu bukti. Bagi
filsafat, idealisme yang pokok dan pertama adalah budi (mind), kesatuan,
pikiran dan penginderaan. Filsafat materialisme menganggap alam, benda
dan realita nyata obyektif sekeliling sebagai yang ada, yang pokok dan
yang pertama.
Bagi Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika)
yang pokok dan pertama adalah bukti, walau belum dapat diterangkan
secara rasional dan logika tapi jika fakta sebagai landasan ilmu bukti
itu ada secara konkrit, sekalipun ilmu pengetahuan secara rasional belum
dapat menjelaskannya dan belum dapat menjawab apa, mengapa dan
bagaimana.
Semua karya Tan Malaka dan permasalahannya didasari oleh kondisi
Indonesia. Terutama rakyat Indonesia, situasi dan kondisi nusantara
serta kebudayaan, sejarah lalu diakhiri dengan bagaimana mengarahkan
pemecahan masalahnya. Cara tradisi nyata bangsa Indonesia dengan latar
belakang sejarahnya bukanlah cara berpikir yang teoritis dan untuk
mencapai Republik Indonesia sudah dia cetuskan sejak tahun 1925 lewat Naar de Republiek Indonesia.
Jika membaca karya-karya Tan Malaka yang meliputi semua bidang
kemasyarakatan, kenegaraan, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan sampai
kemiliteran (Gerpolek-Gerilya-Politik dan Ekonomi, 1948), maka
akan ditemukan benang putih keilmiahan dan ke-Indonesia-an serta benang
merah kemandirian, sikap konsisten yang jelas dalam gagasan-gagasan
serta perjuangannya.
4. Pahlawan
Peristiwa 3 Juli 1946 yang didahului dengan penangkapan dan penahanan Tan Malaka bersama pimpinan Persatuan Perjuangan,
di dalam penjara tanpa pernah diadili selama dua setengah tahun.
Setelah meletus pemberontakan FDR/PKI di Madiun, September 1948 dengan
pimpinan Musso dan Amir Syarifuddin, Tan Malaka dikeluarkan begitu saja dari penjara akibat peristiwa itu.
Di luar, setelah mengevaluasi situasi yang amat parah bagi Republik Indonesia akibat Perjanjian Linggajati 1947 dan Renville 1948, yang merupakan buah dari hasil diplomasi Sutan Syahrir dan Perdana Menteri Amir Syarifuddin, Tan Malaka merintis pembentukan Partai MURBA, 7 November 1948 di Yogyakarta.
Pada tahun 1949 tepatnya bulan Februari Tan Malaka hilang tak tentu
rimbanya, mati tak tentu kuburnya di tengah-tengah perjuangan bersama
Gerilya Pembela Proklamasi di Pethok, Kediri, Jawa Timur. Tapi akhirnya misteri tersebut terungkap juga dari penuturan Harry A. Poeze,
seorang Sejarawan Belanda yang menyebutkan bahwa Tan Malaka ditembak
mati pada tanggal 21 Februari 1949 atas perintah Letda Soekotjo dari
Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya[1].
Direktur Penerbitan Institut Kerajaan Belanda untuk Studi Karibia dan
Asia Tenggara atau KITLV, Harry A Poeze kembali merilis hasil
penelitiannya, bahwa Tan Malaka ditembak pasukan TNI di lereng Gunung
Wilis, tepatnya di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri
pada 21 Februari 1949.
Namun berdasarkan keputusan Presiden RI No. 53, yang ditandatangani Presiden Soekarno 28 Maret 1963 menetapkan bahwa Tan Malaka adalah seorang pahlawan kemerdekaan Nasional.
5. Tan Malaka dalam fiksi
Sampul Majalah Tempo dengan Tan Malaka |
Dengan julukan Patjar Merah Indonesia Tan Malaka merupakan tokoh utama beberapa roman picisan yang terbit di Medan.
Roman-roman tersebut mengisahkan petualangan Patjar Merah, seorang
aktivis politik yang memperjuangkan kemerdekaan Tanah Air-nya,
Indonesia, dari kolonialisme Belanda. Karena kegiatannya itu, ia harus
melarikan diri dari Indonesia dan menjadi buruan polisi rahasia
internasional.
Salah satu roman Patjar Merah yang terkenal adalah roman karangan Matu Mona yang berjudul Spionnage-Dienst (Patjar Merah Indonesia). Nama Pacar Merah sendiri berasal dari karya Baronesse Orczy yang berjudul Scarlet Pimpernel, yang berkisah tentang pahlawan Revolusi Prancis.
Dalam cerita-cerita tersebut selain Tan Malaka muncul juga
tokoh-tokoh PKI dan PARI lainnya, yaitu Muso (sebagai Paul Mussotte),
Alimin (Ivan Alminsky), Semaun (Semounoff), Darsono (Darsnoff),
Djamaluddin Tamin (Djalumin) dan Soebakat (Soe Beng Kiat).
Kisah-kisah fiksi ini turut memperkuat legenda Tan Malaka di Indonesia, terutama di Sumatera.
Beberapa judul kisah Patjar Merah:
- Matu Mona. Spionnage-Dienst (Patjar Merah Indonesia). Medan (1938)
- Matu Mona. Rol Patjar Merah Indonesia cs. Medan (1938)
- Emnast. Tan Malaka di Medan. Medan (1940)
- Tiga kali Patjar Merah Datang Membela (1940)
- Patjar Merah Kembali ke Tanah Air (1940)
6. Fakta-fakta Tan Malaka [5]
- Perjalanan Tan Malaka sepanjang 89.000 km, setara 2 kali keliling bumi. Dia mengunjungi dua benua dan sekurang-kurangnya ke 11 Negara.
- Bahasa Yang Dikuasai : Minang, Indonesia, Belanda, Rusia, Jerman, Inggris, Mandarin, Tagalog.
- Nama Samaran : Elias Fuentes, Estahislau Rivera, Alisio Rivera (Filipina); Hasan Gozali (Singapura), Ossorio (Shanghai), Ong Song Lee (13 varian, Hongkong), Tan Ming Sion (Burma), Legas Hussein, Ramli Hussein, Ilyas Hussein (Indonesia), Cheung Kun Tat, Howard Lee (Cina).
- Teman Dekat Wanita : Syarifah Nawawi (Padang), Fenny Struyvenberg (Belanda), Nona Carmen (Filipina), Paramita Rahayu A. (Jakarta) dan AP Toa Chi (Cina)
- Penjara : Filipina (1937), Hongkong (1932), 11 Penjara di Jawa (1922, 1946-1948)
7. Buku
- Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia) (1924)
- Dari Pendjara ke Pendjara, autobiografi
- Madilog (1948)
- Gerpolek (1948)
- Parlemen atau Soviet (1920)
- SI Semarang dan Onderwijs (1921)
- Dasar Pendidikan (1921)
- Islam dalam Tinjauan Madilog (1948)
- Semangat Muda (1925)
- Massa Actie (1926)
- Pandangan Hidup (1948)
- Kuhandel di Kaliurang (1948)
- Muslihat (1945)
- Pari International (1927)
- Rencana Ekonomi Berjuang (1945)
- Aslia Bergabung (1943)
- Pari dan Nasionalisten (1927)
- Pari dan PKI (1927)
- Politik (1945)
- Manifesto Jakarta (1945)
- Thesis (1946)
- Pidato Purwokerto (1946)
- Pidato Solo (1946)
- Pidato Kediri (1948)
- Manifesto Bangkok(1927)
- Proklamasi 17-8-45 Isi dan Pelaksanaanya (1948)
8. Pranala luar
- (Indonesia) Catatan Pinggir: Tan Malaka, Sejak Agustus Itu
- (Indonesia) "Arsip Tulisan Tan Malaka"
- (Indonesia) "Arsip Tulisan Tan Malaka dalam Bahasa Inggris"
- (Indonesia) Tan Malaka (1897-1949)
- (Indonesia) Manifesto Djakarta
- (Indonesia) Petualangan Pacar Merah Indonesia
- (Indonesia) Kisruh Ahli Waris Obor Revolusi
- (Indonesia) Gerilya Dua Sekawan
- (Indonesia) "seniman-kehidupan.blogspot.com 'Tan Malaka'"
9. Referensi
- "Misteri Kematian Tan Malaka Terungkap", Kompas, diakses Juli 2007
- Muhammad Yamin, Tan Malaka Bapak Republik Indonesia: Riwajat Politik Seorang Pengandjoer Revolusioner jang Berfikir, Berdjoeang dan Menderita Membentoek Negara Republik Indonesia, Djakarta: Berita Indonesia, 1946
- M. Yuanda Zara, Peristiwa 3 Juli 1946: Menguak Kudeta Pertama dalam Sejarah Indonesia, MedPress, 2009
- lihat Soejatno dan Anderson B 1974. Revolution and social tensions in Surakarta 1945-1950. Indonesia 17:99-111 (dengan dua rujukan lainnya di catatan kaki).
- Majalah Tempo Edisi Khusus Tan Malaka, 7 Agustus 2008
back to Daftar Pahlawan Nasional
Arief
Tidak ada komentar:
Posting Komentar