Perdana Menteri Indonesia ke-10 |
Ir. R. Djoeanda Kartawidjaja (ejaan baru: Juanda Kartawijaya) lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, 14 Januari 1911 – meninggal di Jakarta, 7 November 1963 pada umur 52 tahun adalah Perdana Menteri Indonesia ke-10 sekaligus yang terakhir. Ia menjabat dari 9 April 1957 hingga 9 Juli 1959. Setelah itu ia menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Kerja I.
Sumbangannya yang terbesar dalam masa jabatannya adalah Deklarasi Djuanda
tahun 1957 yang menyatakan bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut
sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu
kesatuan wilayah NKRI atau dikenal dengan sebutan sebagai negara kepulauan dalam konvensi hukum laut United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS) [1].
Namanya diabadikan sebagai nama lapangan terbang di Surabaya, Jawa Timur yaitu Bandara Djuanda
atas jasanya dalam memperjuangkan pembangunan lapangan terbang tersebut
sehingga dapat terlaksana. Selain itu juga diabadikan untuk nama hutan
raya di Bandung yaitu Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, dalam taman ini terdapat Museum dan Monumen Ir. H. Djuanda.
Djuanda wafat di Jakarta 7 November 1963 karena serang jantung dan dimakamkan di TMP Kalibata,
Jakarta. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.244/1963 Ir. H.
Djuanda Kartawidjaja diangkat sebagai tokoh nasional/pahlawan
kemerdekaan nasional.
1. Latar belakang dan pendidikan
Ir. H. Djuanda dilahirkan di Tasikmalaya, 14 januari 1911, merupakan
anak pertama pasangan Raden Kartawidjaja dan Nyi Monat, ayahnya seorang
Mantri Guru pada Hollandsch Inlansdsch School (HIS). Pendidikan sekolah dasar diselesaikan di HIS dan kemudian pindah ke sekolah untuk anak orang Eropa Europesche Lagere School (ELS), tamat tahun 1924. Selanjutnya oleh ayahnya dimasukkan ke sekolah menengah khusus orang Eropa yaitu Hogere Burger School (HBS)
di Bandung, dan lulus tahun 1929. Pada tahun yang sama dia masuk ke
sekolah Tinggi Teknik (Technische Hooge School) sekarang Institut
Teknologi Bandung (ITB) di Bandung, mengambil jurusan teknik sipil dan
lulus tahun 1933. Semasa mudanya Djuanda hanya aktif dalam organisasi
non politik yaitu Paguyuban Pasundan dan anggota Muhamadiyah, dan pernah
menjadi pimpinan sekolah Muhamadiyah. Karir selanjutnya dijalaninya
sebagai pegawai Departemen Pekerjaan Umum propinsi Jawa Barat, Hindia
Belanda sejak tahun 1939.
2. Perjuangan
Ir. H. Djuanda seorang abdi negara dan abdi masyarakat. Dia seorang
pegawai negeri yang patut diteladani. Meniti karir dalam berbagai
jabatan pengabdian kepada negara dan bangsa. Semenjak lulus dari
Technische Hogeschool (1933) dia memilih mengabdi di tengah masyarakat.
Dia memilih mengajar di SMA Muhammadiyah di Jakarta dengan gaji
seadanya. Padahal, kala itu dia ditawari menjadi asisten dosen di
Technische Hogeschool dengan gaji lebih besar.
Setelah empat tahun mengajar di SMA Muhammadiyah Jakarta, pada 1937,
Djuanda mengabdi dalam dinas pemerintah di Jawaatan Irigasi Jawa Barat.
Selain itu, dia juga aktif sebagai anggota Dewan Daerah Jakarta.
Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, tepatnya pada 28 September 1945,
Djuanda memimpin para pemuda mengambil-alih Jawatan Kereta Api dari
Jepang. Disusul pengambil-alihan Jawatan Pertambangan, Kotapraja,
Keresidenan dan obyek-obyek militer di Gudang Utara Bandung.
Kemudian pemerintah RI mengangkat Djuanda sebagai Kepala Jawatan
Kereta Api untuk wilayah Jawa dan Madura. Setelah itu, dia diangkat
menjabat Menteri Perhubungan. Dia pun pernah menjabat Menteri Pengairan,
Kemakmuran, Keuangan dan Pertahanan. Beberapa kali dia memimpin
perundingan dengan Belanda. Di antaranya dalam Perundingan KMB, dia
bertindak sebagai Ketua Panitia Ekonomi dan Keuangan Delegasi Indonesia.
Dalam Perundingan KMB ini, Belanda mengakui kedaulatan pemerintahan RI.
Djuanda sempat ditangkap tentara Belanda saat Agresi Militer II
tanggal 19 Desember 1948. Dia dibujuk agar bersedia ikut dalam
pemerintahan Negara Pasundan. Tetapi dia menolak.
Dia seorang abdi negara dan masyarakat yang bekerja melampaui batas
panggilan tugasnya. Mampu menghadapi tantangan dan mencari solusi
terbaik demi kepentingan bangsa dan negaranya. Karya pengabdiannya yang
paling strategis adalah Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957.
Ir. Djuanda oleh kalangan pers dijuluki ‘menteri marathon’ karena
sejak awal kemerdekaan (1946) sudah menjabat sebagai menteri muda
perhubungan sampai menjadi Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan
(1957-1959) sampai menjadi Menteri Pertama pada masa Demokrasi Terpimpin
(1959-1963). Sehingga dari tahun 1946 sampai meninggalnya tahun 1963,
beliau menjabat sekali sebagai menteri muda, 14 kali sebagai menteri,
dan sekali menjabat Perdana Menteri.
Dia seorang pemimpin yang luwes. Dalam beberapa hal dia kadangkala
berbeda pendapat dengan Presiden Soekarno dan tokoh-tokoh politik
lainnya.
3. Pranala Luar
4. Referensi
back to Pahlawan Nasional
Arief
Tidak ada komentar:
Posting Komentar