WELCOME TO THE BLOG SERBA SERBI.

Sabtu, 03 Desember 2011

Robert Wolter Mongisidi

Robert Wolter Monginsidi
Robert Wolter Mongisidi (lahir di Malalayang, Manado, Sulawesi Utara, 14 Februari 1925 – meninggal di Pacinang, Makassar, Sulawesi Selatan, 5 September 1949 pada umur 24 tahun) adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia sekaligus pahlawan nasional Indonesia.

Biografi

Robert dilahirkan di Malalayang (sekarang bagian dari Manado) dan anak dari Petrus Monginsidi dan Lina Suawa. dia memulai pendidikannya pada 1931 di sekolah dasar (bahasa Belanda: Hollands Inlandsche School (HIS)), yang diikuti sekolah menengah (bahasa Belanda: Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO)) di Frater Don Bosco di Manado. Monginsidi lalu dididik sebagai guru bahasa jepang pada sebuah sekolah di Tomohon. Setelah studinya, dia mengajar Bahasa Jepang di Liwutung, di Minahasa , dan di Luwuk, Sulawesi Tengah, sebelum ke Makassar, Sulawesi Selatan.[1]
Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan saat Monginsidi berada di Makassar. Namun, Belanda berusaha untuk mendapatkan kembali kendali atas Indonesia setelah berakhirnya Perang Dunia II. Mereka kembali melalui NICA (Netherlands Indies Civil Administration/Administrasi Sipil Hindia Belanda). Monginsidi menjadi terlibat dalam perjuangan melawan NICA di Makassar.[2] On July 17, 1946, Monginsidi dengan Ranggong Daeng Romo dan lainnya membentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS), yang selanjutnya melecehkan dan menyarang posisi Belanda. Dia ditangkap oleh Belanda pada 28 Februari 1947, tetapi berhasil kabur pada 27 Oktober 1947. Belanda menangkapnya kembali dan kali ini Belanda menjatuhkan hukuman mati kepadanya. Monginsidi dieksekusi oleh tim penembak pada 5 September 1949.[3] Jasadnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Makassar pada 10 November 1950.[4]

Penghargaan

Robert Wolter Monginsidi dianugerahi sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia pada 6 November, 1973. Dia juga mendapatkan penghargaan tertinggi Negara Indonesia, Bintang Mahaputra (Adipradana), pada 10 November 1973. Ayahnya, Petrus, yang berusia 80 tahun pada saat itu, menerima penghargaan tersebut.[5] Bandara Wolter Monginsidi di Kendari, Sulawesi Tenggara dinamakan sebagai penghargaan kepada Monginsidi, seperti kapal Angkatan Darat Indonesia, KRI Wolter Monginsidi.

Referensi

  1. Komandoko, Gamal (2006). Kisah 124 Pahlawan and Pejuang Nusantara. hlm. 278.
  2. Sudarmanto, J.B. (2007). Jejak-jejak Pahlawan. Grasindo. hlm. 220.
  3. Komandoko, Gamal (2006). Kisah 124 Pahlawan and Pejuang Nusantara. hlm. 280.
  4. Pahlawan Indonesia. Media Pusindo. hlm. 118.
  5. "Petrus Terima Bintang", Tempo, 24 November 1973.

Arief

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bebas Bayar

bebas bayar, pembayaran mudah dan cepat, transaksi online, pembayaran tagihan dan tiket, transfer dana online

gif maker

Arifuddin Ali