Hasan Basry |
Brigjen Hasan Basry (lahir di Kandangan, Hulu Sungai Selatan, 17 Juni 1923 – meninggal di Jakarta, 15 Juli 1984 pada umur 61 tahun) adalah seorang tokoh militer Indonesia. Ia dimakamkan di Simpang Tiga, Liang Anggang, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Dianugerahi gelar Pahlawan nasional Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 110/TK/2001 tanggal 3 November 2001.[1]
Biografi
Hasan Basry menyelesaikan pendidikan di Hollands Inlandsche School (HIS)
yang setingkat sekolah dasar, kemudian ia mengikuti pendidikan berbasis
Islam, mula-mula di Tsanawiyah al-Wathaniah di Kandangan, kemudian di
Kweekschool Islam Pondok Modern di Ponorogo, Jawa Timur.[1]
Setelah prolamasi kemerdekaan, Hasan Basry aktif dalam organisasi pemuda Kalimantan yang berpusat di Surabaya.
Dari sini ia mengawali kariernya sebagai pejuang. Pada 30 Oktober 1945,
Hasan Basry berhasil menyusup pulang ke Kalimantan Selatan dengan
menumpang kapal Bintang Tulen, yang berangkat lewat pelabuhan Kalimas
Surabaya. Sesampainya di Banjarmasin, Hasan Basry menemui H. Abdurrahman
Sidik di Pekapuran, untuk mengirimkan pamflet dan poster tentang
kemerdekaan Indonesia. Selain itu melalui AA. Hamidhan, juga dikirim
pamflet ke Amuntai dengan Ahmad Kaderi, sedangkan yang ke Kandangan
dikirim lewat H. Ismail.
Di Haruyan pada tanggal 5 Mei 1946 para pejuang mendirikan Lasykar
Syaifullah. Program utama organisasi ini adalah latihan keprajuritan,
sebagai pemimpin ditunjuklah Hassan Basry. Pada tanggal 24 September
1946 saat acara pasar malam amal banyak tokoh Lasykar Syaifullah yang
ditangkap dan dipenjarakan Belanda. Karena itu Hassan Basry
mereorganisir anggota yang tersisa dengan membentuk , Benteng Indonesia.[1]
Pada tanggal 15 Nopember 1946, Letnan Asli Zuchri dan Letnan Muda
M.Mursid anggota ALRI Divisi IV yang berada di Mojokerto, menghubungi
Hassan Basry untuk menyampaikan tugas yaitu mendirikan satu batalyon
ALRI Divisi IV di Kalimantan Selatan. Dengan mengerahkan pasukan Banteng
Indonesia Hassan Basry berhasil membentuk batalyon ALRI tersebut. Ia
menempatkan markasnya di Haruyan. Selanjutnya ia berusaha menggabungkan
semua kekuatan bersenjata di Kalimantan Selatan ke dalam kesatuan yang baru terbentuk itu.[1]
Perkembangan politik di tingkat pemerintah pusat di Jawa menyebabkan posisi Hasan Basry dan pasukannya menjadi sulit. Sesuai dengan Perjanjian Linggarjati (25 Maret 1947), Belanda hanya mengakui kekuasaan de facto RI atas Jawa, Madura dan Sumatera. Berarti Kalimantan merupakan wilayah yang ada di bawah kekuasaan Belanda. Akan tetapi, Hasan Basry tidak terpengaruh oleh perjanjian tersebut. Ia dan pasukannya tetap melanjutkan perjuangan melawan Belanda. Sikap yang sama diperlihatkan pula terhadap Perjanjian Renville (17 Januari 1948). Ia menolak untuk memindahkan pasukannya ke daerah yang masih dikuasai RI, yakni ke Jawa.[1]
Perjuangan Hassan Basry di Kalimantan Selatan selalu merepotkan
pertahanan Belanda pada masa itu dengan puncaknya berhasil
memproklamasikan kedudukan Kalimantan sebagai bagian dari Republik
Indonesia yang dikenal dengan Proklamasi 17 Mei 1949.
Pada tanggal 2 September 1949 dilakukan perundingan antara ALRI
DIVISI (A) dengan Belanda, beserta penengah UNCI. Pada kesempatan ini,
Jenderal Mayor Suharjo atas nama pemerintah mengakui keberadaan ALRI
DIVISI (A) sebagai bagian dari Angkatan Perang Indonesia, dengan
pemimpin Hassan Basry dengan pangkat Letnan Kolonel.
Kemudian pada 1 November 1949, ALRI DIVISI (A) dilebur ke dalam TNI
Angkatan Darat Divisi Lambung Mangkurat, dengan panglima Letkol Hassan
Basry. Selesai perang kemerdekaan, beliau melanjutkan pendidikan agamaya
ke Universitas Al Azhar tahun 1951 – 1953. Selanjutnya diteruskan di
American University Cairo tahun 1953 – 1955.
Sekembalinya ke tanah air, pada tahun 1956, Hassan Basry di lantik
sebagai Komandan Resimen Infanteri 21/Komandan Territorial VI Kalsel.
Dan pada tahun 1959, ditunjuk sebagai Panglima Daerah Militer X Lambung
Mangkurat.
Pada saat suasana politik memanas karena kegiatan PKI dan ormasnya,
Hassan Basry mengeluarkan surat pembekuan kegiatan PKI beserta ormasnya
pada tanggal 22 Agustus 1960. Keluarnya surat ini sempat ditegur oleh
Presiden Sukarno, namun Hassan Basry sebagai kepala Penguasa Perang
Daerah Kalsel tidak mentaati teguran presiden. Pembekuan PKI dan
ormasnya diikuti oleh daerah Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan,
peristiwa ini dikenal dengan sebutan Tiga Selatan. Pada tahun 1961 –
1963, menjabat Deputi Wilayah Komando antar Daerah Kalimantan dengan
pangkat Brigadir Jenderal. Pada tanggal 17 Mei 1961, bertepatan
peringatan Proklamasi Kalimantan, sebanyak 11 organisasi politik dan
militer menetapkan Hassan Basry sebagai Bapak Gerilya Kalimantan.
Kesepakatan ini diikuti oleh ketetapan DPRGR Tingkat II Hulu Sungai
Utara pada tanggal 20 Mei 1962, yaitu ketetapan Hassan Basry sebagai
Bapak Gerilya Kalimantan.
Pada 1960 – 1966, Hassan Basry menjadi anggota MPRS. Pada tahun 1970,
beliau diangkat sebagai Ketua Umum Harian Angkatan 45 Kalsel sekaligus
sebagai Dewan Paripurna Angkatan 45 Pusat dan Dewan Paripurna Pusat
Legiun Veteran Republik Indonesia. Pada 1978 – 1982, Hassan Basry
menjadi anggota DPR.
Hassan Basry meninggal pada tanggal 15 Juli 1984 setelah sakit dan
dirawat di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Pemakaman beliau dilaksanakan
secara militer dengan inspektur upacara Mayjen AE. Manihuruk. beliau
dimakamkan di Liang Anggang Banjarbaru Kalimantan Selatan. Atas
jasa-jasanya, beliau dianugerahi sebagai Pahlawan Kemerdekaan oleh
Presiden Republik Indonesia pada tanggal 3 November 2001.
Referensi
- PERANGINANGIN, Marlon dkk; Buku Pintar Pahlawan Nasional. Batam: Scientific Press, 2007.
Tautan luar
- (Indonesia) Proklamasi Kalimantan 17 Mei 1949
- (Indonesia) Detik-detik Proklamasi 17 Mei 1949
- (Indonesia) Brigjen. H. Hassan Basry
Arief
Tidak ada komentar:
Posting Komentar