Orang Indonesia memberikan nama Indonesia kepada anak-anak mereka dengan berbagai cara. Dengan lebih dari 17.000 pulau dan beragam budaya dan bahasa daerah, Indonesia tidak memiliki satu aturan tertentu dalam pemberian nama. Beberapa suku tertentu memiliki nama marga yang diturunkan dari orang tua ke anaknya. Suku-suku lain tidak mengenal nama keluarga.
Konsep nama keluarga tidak dikenal dalam beberapa budaya Indonesia, misalnya budaya Jawa. Karena itu, banyak orang sampai saat ini hanya memiliki satu nama, yaitu nama pemberian.
Apabila mereka kemudian pergi atau menetap di negara-negara yang
mengharuskan setiap penduduknya untuk memiliki minimal dua nama (nama
pemberian dan nama keluarga), kesulitan dapat terjadi. Pemecahan yang
biasanya diambil adalah mengulang nama tersebut dua kali.
Beberapa budaya lain memiliki peraturan mengenai nama keluarga atau nama marga. Dalam budaya Batak dan Minahasa misalnya, nama marga ayah diwariskan kepada anak-anaknya (patrilineal) secara turun-temurun. Dalam budaya Minangkabau, pria yang sudah menikah akan diberikan gelar di belakang namanya, sedangkan untuk wanita pada umumnya tidak bergelar. Orang Arab-Indonesia juga memberikan nama keluarga di belakang namanya, misalnya Hambali, Shihab, Assegaf, dsb.
Kemudian orang Jawa, Bali, dan beberapa orang Madura, serta Sunda juga sering menggunakan nama yang berasal dari bahasa Sanskerta. Sejak kebijakan pemerintahan Soeharto di zaman Orde Baru, orang-orang Tionghoa
dilarang menggunakan nama Tionghoa dalam administrasi negara. Sehingga
mayoritas dari mereka memilki nama Indonesia di samping nama Tionghoa.
Dalam nama Indonesianya, orang Tionghoa sering menyelipkan nama marga
dan keluarganya. Beberapa contoh: Sudono Salim (marga: Liem), Anggodo
Widjojo (marga: Ang).
Isi2 Pembentukan nama 3 Sistem penamaan
|
1. Nama panggilan
Masyarakat Indonesia memanggil satu sama lain dengan menggunakan
panggilan kehormatan (menurut usia). Hingga saat ini, memanggil orang
dengan nama depannya langsung dianggap hanya pantas dilakukan untuk
memanggil orang sebaya atau lebih muda. Memanggil orang dengan nama
belakangnya mulai digunakan menirukan tata cara orang Eropa dan Amerika.
Jika tidak diketahui usia lawan bicaranya, maka biasanya untuk
berjaga-jaga digunakan panggilan kehormatan juga.
Untuk wanita yang jauh lebih tua panggilan yang dipergunakan biasanya adalah Bu, Ibu, Bi, Bibi, Tante, A-i, dll. Untuk wanita yang sedikit lebih tua panggilan yang umum dipergunakan adalah Kak, Teh atau teteh (Sunda), Mbak (Jawa), Uni (Minang), Cik (Melayu), Saudari, dll.
Untuk pria yang jauh lebih tua panggilan yang dipergunakan biasanya adalah Pak, Bapak, Paman, Om, Suk, dll. Untuk pria yang sedikit lebih tua panggilan yang umum dipergunakan adalah Kang, Akang, Aa (Sunda), Tuan, Uda (Minang), Mas (Jawa), Bang, Bung, Kak, Saudara , dll.
Untuk memanggil orang yang jauh lebih muda, biasa yang digunakan
adalah nama depan mereka atau nama panggilan kekeluargaan mereka. Jika
nama mereka tidak diketahui, panggilan yang dipergunakan biasanya adalah
"Dik, Adik, Saudara/Saudari".
Untuk panggilan orang ketiga yang sopan digunakan istilah "beliau".
2. Pembentukan nama
Banyak orang Indonesia memiliki tatacara penamaan yang unik, tidak
seperti nama-nama Eropa yang umumnya menggunakan formula [nama
depan]-[nama tengah]-[nama keluarga]. Nama-nama yang diberikan orang tua
kepada anak-anak mereka bervariasi tergantung dari asal pulau, suku,
kebudayaan, bahasa, dan pendidikan yang diterima orang tua mereka.
Masing-masing suku bangsa di Indonesia biasanya memiliki cara penamaan
yang spesifik dan mudah dikenali, misalnya nama-nama yang berawalan Su- atau Soe- yang hampir selalu menunjukkan sang penyandang nama berasal dari keluarga Jawa / lahir di Jawa (nama Jawa). Beberapa suku bangsa juga mempraktekkan pemberian nama keluarga ala negara-negara Eropa, contohnya adalah Marga Batak.
Keluarga-keluarga yang menetap di kota-kota besar atau telah
mendapatkan pendidikan yang berbeda dari orang tua mereka tidak jarang
mengadopsi cara penamaan [nama depan]-[nama keluarga] yang menyebabkan
banyaknya nama-nama keluarga baru yang bermunculan.
Secara umum, ada empat cara penamaan yang umumnya digunakan di
Indonesia, dan contoh yang digunakan adalah keenam presiden Indonesia,
yang kebetulan mewakili setiap kategori:
Nama jamak tanpa nama keluarga, seperti Susilo Bambang Yudhoyono (ayahnya bernama Raden Soekotjo, namun beliau mengadopsi tata nama Eropa dan menamai anak-anaknya dengan nama belakang Yudhoyono)
Nama jamak dengan nama keluarga sebagai nama belakang, seperti Baharuddin Jusuf Habibie
- Ala Eropa: Megawati Soekarnoputri dan saudara-saudarinya yang menggunakan nama ayahnya: Soekarno diberi imbuhan -putri (atau -putra)
Ala Timur Tengah: Abdurrahman Wahid yang menggunakan nama ayahnya: Wahid Hasyim (yang juga menggunakan nama ayahnya Hasyim Asyari). Ia juga mem'fosil'kan nama belakangnya sehingga anak-anaknya memiliki nama belakang Wahid. - Nama jamak menggunakan sistem patronymik (lihat Nama#Nama patronymik):
3. Sistem penamaan
Hingga akhir abad ke-20 kebanyakan orang Indonesia tidak memiliki
nama keluarga. Biasanya anak-anak mewarisi nama ayah mereka (atau ibu
mereka di kebudayaan Minangkabau). Wanita yang menikah sebagian
mengadopsi nama suami mereka, namun tidak jarang yang tetap menggunakan
nama belakang mereka, atau sama sekali tidak mengadopsi nama suami
mereka. Maka dari itu seringkali suami istri memiliki nama belakang yang
berlainan.
Nama keluarga memiliki banyak sekali variasi. Rakyat Sumatra Utara
memiliki nama klan mereka sendiri-sendiri, rakyat Jawa sebagian hanya
memiliki nama tunggal (kadang-kadang diikuti nama ayah mereka -
patronymik), orang Tionghoa-Indonesia memiliki nama Tionghoa. Karena hal
itulah maka sistem pengurutan yang digunakan di Indonesia (seperti di
buku telepon) hampir semuanya mengurutkan nama-nama berdasarkan nama
depan orang, dan orang Indonesia terbiasa berpikir / mementingkan nama
depan seseorang daripada nama belakang mereka ─ terbalik dengan negara
Eropa-Amerika yang mementingkan nama belakang seseorang dan mengurutkan
nama-nama berdasarkan nama belakang mereka.
3.1. Nama tunggal
Contoh:- Nama anak Soeharto
- Nama ayah Kertosudiro
- Nama ibu Sukirah
3.2. Nama Tionghoa
Contoh:- Nama anak Kwik Kian Gie
- Nama ayah Kwik Hway Gwan
- Nama ibu The Kwie Kie
Pada akta kelahirannya nama sang anak akan tertulis: Kian Gie anak dari Kwik, Hway Gwan dan The, Kwie Kie atau dapat juga semua nama ditulis lengkap Kwik, Kian Gie anak dari Kwik, Hway Gwan dan The, Kwie Kie (antara nama kecil dan nama keluarga dipisah tanda koma). Kedua cara di atas benar, sehingga anak tersebut bernama lengkap Kwik Kian Gie
Anak yang lahir tanpa ayah hanya akan mendapat nama keluarga ibunya. Pada akta kelahirannya nama sang anak akan tertulis: Kian Gie anak dari The, Kwie Kie Sehingga anak tersebut bernama lengkap The Kian Gie
3.3. Nama jamak tanpa nama keluarga
Contoh:- Nama anak Siti Hartinah
- Nama ayah Soemohardjo
- Nama ibu Hatmanti
3.4. Nama jamak dengan nama keluarga sebagai nama belakang
Contoh:- Nama anak Baharuddin Jusuf Habibie
- Nama ayah Alwi Abdul Jalil Habibie
- Nama ibu Tuti Marini Puspowardojo
Pada akta kelahirannya nama sang anak akan tertulis: Baharuddin Jusuf Habibie anak Alwi Abdul Jalil Habibie dan Tuti Marini Puspowardojo Pada dokumen resmi lainnya hanya namanya yang ditulis: Baharuddin Jusuf Habibie
3.5. Nama jamak menggunakan sistem patronimik ala Eropa
Contoh:- Nama anak Megawati Soekarnoputri
- Nama ayah Soekarno
- Nama ibu Fatmawati
Pada akta kelahirannya nama sang anak akan tertulis: Megawati Soekarnoputri anak Soekarno dan Fatmawati Pada dokumen resmi lainnya hanya namanya yang ditulis: Megawati Soekarnoputri
3.6. Nama jamak menggunakan sistem patronimik ala Timur Tengah
Contoh:- Nama anak Abdurrahman Wahid
- Nama ayah Wahid Hasyim
- Nama ibu Sholehah
Pada akta kelahirannya nama sang anak akan tertulis: Abdurrahman Wahid anak Wahid Hasyim dan Sholehah Pada dokumen resmi lainnya hanya namanya yang ditulis: Abdurrahman Wahid
4. Pengubahan nama
Di negara-negara yang menerapkan sistem [nama depan]-[nama belakang]
dalam basis data mereka, kerap kali orang Indonesia yang bernama tunggal
harus mengganti nama mereka (selama mereka berada di negeri tersebut)
agar sesuai dengan sistem yang berlaku. Untuk orang Indonesia yang hanya
memiliki nama tunggal, beberapa negara menambahkan kata "Tidak
diketahui" sebagai nama depan atau nama belakang mereka, atau mengulangi
nama tersebut dua kali.
4.1. Australia dan Selandia Baru
Biasanya nama terakhir seseorang otomatis dijadikan nama keluarga
(Surname). Sistem seperti ini tentu saja tidak selalu tepat untuk orang
warga negara Indonesia. Contoh: Indrawati dan Gie bukanlah nama keluarga
dari Sri Mulyani Indrawati dan Kwik Kian Gie.
4.2. Belanda
Untuk Warga Negara Indonesia secara umum dicatat di dalam daftar
penduduk (Gemeentelijke Basisadministratie) sebagai nama depan
(voornaam) karena pada paspor WNI nama pemegang paspor hanya terdapat
kolom nama lengkap (tidak ada kolom tersendiri untuk nama keluarga dan
nama depan). Tetapi karena entri data tidak dapat disimpan tanpa mengisi
nama keluarga, maka seluruh nama WNI disimpan ke dalam entri nama
keluarga, entri nama depan dibiarkan kosong. Untuk WNI yang memang benar
mempunyai nama keluarga (seperti suku Batak dan suku Tionghoa), dapat
memohon surat keterangan dari KBRI yang menjelaskan mana nama depan
(voornaam) dan nama keluarga (achternaam) dari nama lengkap seseorang.
Setelah itu kita dapat memperbaharui data nama yang tersimpan di dalam
daftar penduduk. Dalam dokumen-dokumen resmi, yang bersangkutan akan
disebut dengan inisial nama depan diikuti dengan nama keluarganya.
Menggunakan contoh di atas, maka orang-orang tersebut akan diberi nama:
- XXX Soeharto
- XXX Susilo Bambang Yudhoyono
- XXX Edhie Baskoro Yudhoyono
- XXX Megawati Soekarnoputri
- XXX Abdurrahman Wahid
- XXX Sri Mulyani Indrawati
- Kian Gie Kwik atau K.G. Kwik
- Mari Elka Pangestu atau M.E. Pangestu (nama keluarga Pangestu mengganti nama keluarga Pang)
- Abdul Haris Nasution atau A.H. Nasution
- Johannes Leimena atau J. Leimena
4.3. Jerman
KBRI & KJRI di Jerman akan menggarisbawahi nama keluarga, jika
memang ada, pada paspor yang mereka terbitkan. Pada saat mendaftarkan
diri (menetap atau kelahiran) di kantor catatan sipil setempat
(Standesamt) jelas mana yang merupakan nama depan (Vorname) dan mana
yang merupakan nama keluarga (Name). Jika WNI yang bersangkutan tidak
memiliki nama keluarga, seluruh nama akan di simpan dalam kolom nama
keluarga (Name), kolom nama depan (Vornamen) dibiarkan kosong. Situasi
yang terjadi sama seperti pendaftaran WNI di Belanda. Hal ini terjadi
dikarenakan beberapa negara di Eropa (Austria, Belanda, Belgia, Jerman,
Italia, Luksemburg, Yunani, Spanyol & Portugal) terikat dalam
Traktat Munich 5 September 1980, tentang pencatatan nama depan dan nama
keluarga. Dalam traktat tersebut tertulis bahwa pencatatan nama warga
negara asing harus sesuai dengan peraturan yang berlaku pada
masing-masing warga negaranya. Jadi bukti hitam di atas putih diperlukan
bagi WNI yang mempunyai nama keluarga untuk mencatatkan nama depan dan
nama keluarga secara terpisah.
4.4. Amerika Serikat
Di Amerika Serikat ada tiga metode untuk mengubah nama tunggal:
- Membubuhi singkatan FNU (atau Fnu - singkatan dari First Name Unknown - "Nama Depan Tidak Diketahui") dan menggunakan nama aslinya sebagai nama belakang; hal ini membuat beberapa orang menyangka bahwa nama Fnu adalah nama yang umum digunakan di Indonesia.
- Membubuhi singkatan LNU (atau Lnu - singkatan dari Last Name Unknown - "Nama Belakang Tidak Diketahui") dan menggunakan nama aslinya sebagai nama depan; hal ini sebaliknya membuat beberapa orang menyangka bahwa Lnu adalah nama keluarga yang umum di Indonesia.
- Sama seperti Jerman menggunakan nama yang sama dua kali, sebagai nama depan dan nama belakang.
5. Asal nama
5.1. Nama keluarga lokal
- Nama keluarga Batak
- Nama keluarga Minangkabau
- Nama keluarga Minahasa
- Nama keluarga Ambon
- Nama keluarga Timor
- Nama keluarga Nias
- Nama keluarga Dayak
- Nama keluarga Toraja
5.2. Nama patronimik
Sistem penamaan yang umum digunakan di Eropa ini (lihat Nama)
tidak populer di Indonesia. Sistem ini dalam bahasa Indonesia
menambahkan nama sang ayah disertai akhiran -putra untuk anak lelaki,
atau -putri untuk anak perempuan. Tokoh terkenal yang
memopulerkan/memperkenalkan sistem ini adalah anak-anak mantan presiden
Soekarno: Megawati Soekarnoputri, Guntur Soekarnoputra, Guruh Soekarnoputra, Sukmawati Soekarnoputri.
5.3. Nama matronimik
Sistem ini hampir sama dengan patronimik namun menggunakan nama sang ibu karena menganut sistem kekerabatan matrilineal. Suku Minangkabau
adalah kelompok suku matrilineal terbesar di dunia dan adalah suku
terbesar keempat di Indonesia. Kebiasaan seperti ini sangatlah unik di
tengah-tengah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
5.4. Nama Aceh
Nama Islam memiliki keunikan tersendiri karena Aceh adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan syariat Islam dan hampir seluruh penduduknya beragama Islam. Kebudayaan Islam yang telah mengakar di Aceh dan bertalian dengan kebudayaan setempat memunculkan nama-nama khas Cut, Teuku, Nyak, dan lain-lain.
Nama Aceh biasanya identik dengan agama Islam, walaupun tidak berarti semua pemilik nama bernuansa Aceh beragama Islam.
5.5. Nama Bali
Nama Bali memiliki keunikan tersendiri karena Bali adalah satu-satunya pulau di Indonesia yang hampir seluruh penduduknya beragama Hindu. Kebudayaan Hindu yang telah mengakar di Bali dan bertalian dengan kebudayaan setempat memunculkan nama-nama khas I Gede, I Made, I Ketut, I Bagus, dan lain-lain.
Nama Bali biasanya identik dengan agama Hindu, walaupun tidak berarti semua pemilik nama bernuansa Bali beragama Hindu.
5.6. Nama Tionghoa
Nama Tionghoa khususnya digunakan oleh masyarakat Tionghoa-Indonesia.
Kebanyakan di antara mereka yang menggunakan nama Indonesia memiliki
dua nama, yang satu adalah nama yang tertulis di akte kelahirannya (nama
Indonesia / nama Tionghoa dengan aksara Latin, biasanya digunakan ejaan
suku asal mereka) dan nama Tionghoa asli mereka yang diwariskan secara
turun temurun (tidak tercatat dalam dokumen resmi manapun, hanya
dihafalkan oleh keluarga saja).
Seiring dengan modernisasi, banyak keluarga-keluarga
Tionghoa-Indonesia muda yang mulai meninggalkan tradisi menamai
anak-anak mereka dengan nama Tionghoa. Mereka yang mendapat pendidikan
Barat biasanya mengadopsi tatacara penamaan Barat untuk keluarga yang
mereka bangun, kecuali generasi orang tua mereka ikut campur tangan.
Di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, untuk mengasimilasi
etnis/suku Tionghoa-Indonesia ke dalam tatanan masyarakat setempat, maka
dikeluarkanlah peraturan untuk mengganti nama Tionghoa mereka menjadi
nama Indonesia. Hal ini menciptakan kesulitan dan kebingungan di
kemudian hari dan sama sekali tidak membantu proses asimilasi karena
nama yang digunakan biasanya bercorak Eropa dan nama marga Tionghoa
yang diindonesiakan tetap menunjukkan jati diri kesukuan mereka. Secara
umum ada dua reaksi terhadap peraturan baru tersebut: kelompok yang
mengubah nama mereka (untuk alasan yang berbeda-beda), contohnya Liem Sioe Liong yang mengganti namanya menjadi Sudono Salim
dan kelompok yang mempertahankan nama mereka, hanya tidak menggunakan
karakter Tionghoa, namun huruf Latin (yang khas Indonesia, karena
dipengaruhi cara pengejaan setempat), contohnya Liem Swie King dan Kwik Kian Gie.
Sementara kelompok yang kedua hanya memiliki satu nama saja dan nama
keluarganya terletak di depan, kelompok yang pertama mempertahankan
kedua-dua nama mereka dan mempergunakannya silih berganti sesuai dengan
keadaan. Nama keluarga kelompok yang pertama juga diletakkan di
belakang, dan tidak ada konsensus resmi (dikarenakan minimnya komunikasi
dan persebarannya di seluruh Indonesia) tentang transliterasi dari
marga Tionghoa resmi (Liem, Tio, Kwik, dll) menjadi ejaan Indonesia
(Liem menjadi Salim, Halim, Limawan, dll).
5.7. Nama Arab
Nama Arab khususnya digunakan oleh masyarakat Arab-Indonesia dan penganut Islam yang lainnya. Keturunan orang Arab yang menetap di Indonesia masih menggunakan nama marga Arab
mereka (contoh: Assegaf, Shihab, dll). Nama-nama depan yang bernuansa
Arab cukup populer digunakan oleh orang Indonesia karena latar belakang
agama Islam yang kental pada nama-nama Arab seperti Amir, Rashid,
Saiful, Bahar, yang bervariasi tergantung ejaan masing-masing daerah
asal mereka. Nama-nama tersebut selain dipakai sebagai nama depan juga
tidak jarang digunakan sebagai nama belakang atau nama keluarga.
Nama Arab biasanya identik dengan agama Islam, walaupun tidak berarti semua pemilik nama bernuansa Arab beragama Islam.
5.8. Nama India
Nama India khususnya digunakan oleh masyarakat India-Indonesia. Keturunan orang India yang menetap di Indonesia masih menggunakan nama marga India
mereka (contoh: Punjabi, Azhari, Haque, Sinivasan, Singh, dll). Banyak
nama orang Indonesia yang menggunakan nama-nama India atau Hindu,
meskipun tidak berarti bahwa mereka beragama Hindu. Nama-nama seperti
"Yudhistira Adi Nugraha", "Bimo Nugroho", "Susilo Bambang Yudhoyono", semuanya mencerminkan pengaruh India yang sangat kuat di Indonesia.
Selain itu di beberapa tempat, tampak sisa-sisa keturunan masyarakat
India yang telah berbaur dengan masyarakat Indonesia. Nama-nama keluarga
di kalangan masyarakat Batak Karo, seperti Brahmana dan Gurusinga yang bernuansa India, menunjukkan warisan tersebut.
5.9. Nama Eropa
Pemeluk agama Katolik (dan juga kadang Protestan) biasanya
menggunakan nama baptis bercorak Latin (contoh: Johannes, Paulus,
Antonius, Anastasia), sementara pemeluk agama Protestan (dan juga kadang
Katolik) biasanya memberikan nama anak mereka nama-nama dalam bahasa
Inggris (contoh: George, Harry, John, Stephanie, Melinda). Kelompok yang
ketiga menggunakan nama-nama, baik Latin maupun Inggris, dan
mengindonesiakannya (contoh: Antoni, Heri, Joni, Stefani). Masyarakat
non-Kristen Indonesia juga kadang-kadang menggunakan nama-nama asing
yang tidak begitu berhubungan dengan kekristenan (contoh: Tony, Julie).
Nama Eropa biasanya identik dengan agama Kristen, walaupun tidak berarti semua pemilik nama bernuansa Eropa beragama Kristen.
5.10. Kombinasi
Karena keragaman budaya di Indonesia, tidak jarang ditemui kombinasi
nama-nama di atas seperti Ricky Hidayat (Inggris-Arab) atau Lucy Wiryono
(Inggris-Jawa).
6. Pranala luar
Untuk sejarah nama negara Indonesia, lihat Sejarah nama Indonesia
Terkait
Arief
Tidak ada komentar:
Posting Komentar