Raden Saleh |
Suku Arab-Indonesia adalah penduduk Indonesia yang memiliki keturunan etnis Arab
dan etnis pribumi Indonesia. Pada mulanya mereka umumnya tinggal di
perkampungan Arab yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Pada
zaman penjajahan Belanda, mereka dianggap sebagai bangsa Timur Asing bersama dengan suku Tionghoa-Indonesia dan suku India-Indonesia. Tapi seperti kaum etnis Tionghoa dan India, tidaklah sedikit kaum Arab-Indonesia yang berjuang membantu kemerdekaan Indonesia.
1. Sejarah kedatangan
Setelah terjadinya perpecahan besar di antara umat Islam yang menyebabkan terbunuhnya khalifah keempat Ali bin Abi Thalib, mulailah terjadi perpindahan (hijrah) besar-besaran dari kaum keturunannya ke berbagai penjuru dunia. Ketika Imam Ahmad Al-Muhajir hijrah dari Irak ke daerah Hadramaut di Yaman kira-kira seribu tahun yang lalu, keturunan Ali bin Abi Thalib ini membawa serta 70 orang keluarga dan pengikutnya.
Sejak itu berkembanglah keturunannya hingga menjadi kabilah terbesar
di Hadramaut, dan dari kota Hadramaut inilah asal-mula utama dari
berbagai koloni Arab yang menetap dan bercampur menjadi warganegara di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya. Selain di Indonesia, warga Hadramaut ini juga banyak terdapat di Oman, India, Pakistan, Filipina Selatan, Malaysia, dan Singapura.
Terdapat pula warga keturunan Arab yang berasal dari negara-negara Timur Tengah dan Afrika lainnya di Indonesia, misalnya dari Mesir, Arab Saudi, Sudan atau Maroko; akan tetapi jumlahnya lebih sedikit daripada mereka yang berasal dari Hadramaut.
2. Perkembangan di Indonesia
Kedatangan koloni Arab dari Hadramaut ke Indonesia diperkirakan terjadi dalam 3 gelombang utama.
2.1. Abad 9-11 Masehi
Catatan sejarah tertua adalah berdirinya kerajaan Perlak I (Aceh Timur)
pada tanggal 1 Muharram 225 H (840 M). Hanya 2 abad setelah wafat
Rasulullah, salah seorang keturunannya yaitu Sayyid Ali bin Muhammad
Dibaj bin Ja'far Shadiq hijrah ke kerajaan Perlak. Ia kemudian menikah
dengan adik kandung Raja Perlak Syahir Nuwi. Dari pernikahan ini
lahirlah Abdul Aziz Syah sebagai Sultan (Raja Islam) Perlak I. Catatan
sejarah ini resmi dimiliki Majelis Ulama Kabupaten Aceh Timur dan
dikuatkan dalam seminar sebagai makalah 'Sejarah Masuk dan Berkembangnya
Islam di Aceh' 10 Juli 1978 oleh (Alm) Professor Ali Hasymi.
2.2. Abad 12-15 Masehi
Masa ini adalah masa kedatangan para datuk dari Walisongo yang
dipelopori oleh keluarga besar Syekh Jamaluddin Akbar dari Gujarat,
masih keturunan Syekh Muhammad Shahib Mirbath dari Hadramaut. Ia besama
putra-putra berdakwah jauh ke seluruh pelosok Asia Tenggara hingga
Nusantara dengan strategi utama menyebarluaskan Islam melalui pernikahan
dengan penduduk setempat utamanya dari kalangan istana-istana Hindu.
2.3. Abad 17-19 Masehi
Seorang Arab di masa Hindia Belanda (litografi berdasarkan gambar oleh Auguste van Pers, 1854) |
Abad ini adalah gelombang terakhir ditandai dengan hijrah massalnya
para Alawiyyin Hadramaut yang menyebarkan Islam sambil berdagang di
Nusantara. Kaum pendatang terakhir ini dapat ditandai keturunannya
hingga sekarang karena berbeda dengan pendahulunya, tidak banyak
melakukan kawin campur dengan penduduk pribumi. Selain itu dapat
ditandai dengan marga yang kita kenal sekarang seperti Alatas, Assegaf,
Al Jufri, Alaydrus, Syihab, Syahab, dll. Hal ini dapat dimengerti karena
marga-marga ini baru terbentuk belakangan. Tercatat dalam sejarah
Hadramaut, marga tertua adalah As Saqqaf (Assegaf) yang menjadi gelar
bagi Syekh Abdurrahman bin Muhammad Al Mauladdawilah setelah ia wafat
pada 731 H atau abad 14-15 M. Sedangkan marga-marga lain terbentuk
bahkan lebih belakangan, umumnya pada abad 16. Biasanya nama marga
diambil dari gelar seorang ulama setempat yang sangat dihormati.
Berdasarkan taksiran pada 1366 H (atau sekitar 57 tahun lalu), jumlah
mereka sekarang tidak kurang dari 70 ribu jiwa. Ini terdiri dari kurang
lebih 200 marga.
Saat ini diperkirakan jumlah keturunan Arab Hadramaut di Indonesia
lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah mereka yang ada di tempat
leluhurnya sendiri. Penduduk Hadramaut sendiri hanya sekitar 1,8 juta
jiwa. Bahkan sejumlah marga yang di Hadramaut sendiri sudah punah -
seperti Basyeiban dan Haneman - di Indonesia jumlahnya masih cukup
banyak. Perkampungan Arab banyak tersebar di berbagai kota di Indonesia,
misalnya di Jakarta (Pekojan), Bogor (Empang), Surakarta (Pasar Kliwon), Surabaya (Ampel), Gresik (Gapura), Malang (Jagalan), Cirebon (Kauman), Mojokerto (Kauman), Yogyakarta (Kauman), Probolinggo (Diponegoro), Bondowoso, dan Banjarmasin (Kampung Arab), serta masih banyak lagi yang tersebar di kota-kota lainnya seperti Palembang, Banda Aceh, Sigli, Medan, Lampung, Makasar, Gorontalo, Ambon, Mataram, Ampenan, Sumbawa, Dompu, Bima, Kupang, dan Papua.
Keturunan Arab Hadramaut di Indonesia, seperti negara asalnya Yaman, terdiri 2 kelompok besar yaitu kelompok Alawi, dan kelompok Qabili. Di Indonesia, kadang-kadang ada yang membedakan antara kelompok Alawiyyin yang umumnya pengikut organisasi Jamiat al-Kheir, dengan kelompok Syekh atau Masyaikh yang biasa pula disebut Irsyadi atau pengikut organisasi al-Irsyad.
3. Tokoh dan peranan
Kepala masyarakat Arab di Tegal, Jawa Tengah, awal abad ke-20. |
Di Indonesia, sejak zaman dahulu telah banyak di kaum keturunan Arab
yang menjadi pejuang, alim-ulama dan dai. Di antara para penyebar agama
yang menonjol ialah Walisongo, yang diduga kuat (Van Den Berg,
1886) merupakan keturunan Arab Hadramaut dan/atau merupakan murid-murid
mereka. Kaum Arab Hadramaut yang datang sekitar abad 15 dan sebelumnya
mempunyai perbedaan mendasar dengan mereka yang datang pada gelombang
berikutnya (abad 18 dan sesudahnya). Sebagaimana disebutkan oleh Van Den Berg,
kaum pendahulu ini banyak berasimilasi dengan penduduk asli, terutama
dari keluarga kerajaan Hindu. Hal ini dilakukan dalam rangka mempercepat
penyebaran agama Islam, sehingga keturunan mereka sudah hampir tak bisa
dikenali sebagai keturunan Arab Hadramaut.
Di antara marga-marga Hadramaut yang pertama-tama ke Indonesia adalah keluarga Basyaiban, yaitu Sayyid Abdul Rahman bin Abu Hafs Umar Basyaiban BaAlawi pada abad ke-17 Masehi.
Pada zaman kejayaan kesultanan-kesultanan Islam di Indonesia,
beberapa keturunan Arab dirajakan oleh masyarakat setempat, antara lain
di Jawa (Demak, Cirebon, dan Banten), Sumatera (Aceh dan Siak), dan Kalimantan (Sambas, Pontianak, Kubu, dan Pasir).
Selain itu, sejak lama pula banyak sekali keturunan Arab yang menjadi
pedagang, dan mereka tersebar di berbagai penjuru kepulauan Indonesia.
Kaum Arab Hadramaut yang datang pada abad ke-18 dan sesudahnya, tidak
banyak melakukan pernikahan dengan penduduk asli sebagaimana gelombang
kedatangan yang sebelumnya. Mereka datang sudah membawa nama marga-marga
yang terbentuk belakangan (sekitar abad 16-17). Keturunan kaum Arab
Hadramaut yang datang belakangan ini, masih mudah dikenali melalui
nama-nama khas marga mereka. Warga Arab-Indonesia sampai saat ini turut
berperan aktif dalam bidang keagamaan Islam dan berbagai bidang
kehidupan lainnya di Indonesia.
4. Lihat
- Daftar tokoh Arab-Indonesia
- Marga Arab Hadramaut
- Partai Arab Indonesia
- Sumpah Pemuda Keturunan Arab
5. Pranala luar
- (Indonesia) Republika Online: Habib Ahmad Mencari Kampung Arab
- (Indonesia) Republika Online: Menjelajahi Kampung Arab di Negeri 'Singa'
- (Inggris) Interview: Hamid Al-Gadri
6. Referensi
- Dikutip dari pernyataan Menteri Agama Said Agil Al Munawar dalam seminar internasional Warisan Budaya Arab di Indonesia: Percampuran Budaya Indonesia - Hadramaut (Yaman) dari artikel "Hadramaut dan Para Kapiten Arab", oleh Alwi Shahab, di muat di Republika, edisi Minggu, 21 Desember 2003.
back to suku
Arief
Tidak ada komentar:
Posting Komentar