Devaluasi adalah menurunnya nilai mata uang
dalam negeri terhadap mata uang luar negeri. Jika hal tersebut terjadi
biasanya pemerintah melakukan intervensi agar nilai mata uang dalam
negeri tetap stabil. Istilah devaluasi lebih sering dikaitkan dengan
menurunnya nilai uang satu negara terhadap nilai mata uang asing.
Devaluasi juga merujuk kepada kebijakan pemerintah.
Devaluasi di Indonesia
30 Maret 1950
Pemerintahan Presiden Sukarno, melalui menkeu Syafrudin Prawiranegara
(Masyumi, Kabinet Hatta RIS) pada 30 Maret 1950 melakukan devaluasi
dengan pengguntingan nilai uang. Syafrudin Prawiranegara menggunting
uang kertas bernilai Rp 5 ke atas, sehingga nilainya berkurang separuh.
Tindakan ini dikenal sebagai "Gunting Syafrudin". [1]
24 Agustus 1959
Pemerintahan Presiden Sukarno melalui Menteri Keuangan yang dirangkap
oleh Menteri Pertama Djuanda menurunkan nilai mata uang Rp 10.000 yang
bergambar gajah dan Rp 5.000 yang bergambar macan, diturunkan nilainya
hanya jadi Rp 100 dan Rp 50.[2]
1966
Walaupun perjuangan Irian Barat sudah dimenangkan pada tahun 1963
Bung Karno menciptakan momok baru Malaysia, untuk memelihara koalisi
semu segitiga antara dirinya dengan TNI dan PKI. Koalisi ini berantakan
dengan pembunuhan, kudeta dan kontra kudeta 1 Oktober 1965. Waperdam III
Chairul Saleh terjeblos tindakan drastis, mengganti uang lama dengan
uang baru dengan kurs Rp. 1000 akan diganti Rp. 1 baru. Inflasi segera
melonjak 650% dan Bung Karno mengeluarkan Supersemar 11 Maret 1966 yang
semakin mengukuhkan konfrontasi Soeharto sejak menolak dipanggil ke
Halim oleh Panglima Tertinggi pada 1 Oktober 1965.
21 Agustus 1971
Masa pemerintahan Presiden Suharto (Orde Baru) melalui Menkeu Ali Wardhana.
AS pada 15 Agustus 1971 harus menghentikan pertukaran dollar dengan
emas. Presiden Nixon cemas dengan terkurasnya cadangan emas AS jika
dollar dibolehkan terus ditukar emas, sedang nilai waktu itu US$ 34.00
sudah bisa membeli 1 onz emas. Soeharto tidak bisa mengelak dari dampak
gebrakan Nixon dan Indonesia mendevaluasi Rupiah pada 21 Agustus 1971
dari Rp. 378 menjadi Rp. 415 per 1 US$.
15 November 1978
Masa Pemerintahan Presiden Suharto melalui Menkeu Ali Wardhana.
Walaupun Indonesia mendapat rezeki kenaikan harga minyak akibat Perang
Arab - Israel 1973, tetapi Pertamina justru nyaris bangkrut dengan utang
US$ 10 milyar dan Ibnu Sutowo
dipecat pada 1976. Tetap tidak bisa dihindari devaluasi kedua oleh
Soeharto pada 15 November 1978 dari Rp. 415 menjadi Rp. 625 per 1 US$.
30 Maret 1983
Masa Pemerintahan Presiden Suharto melalui Menkeu Radius Prawiro.
Pada saat itu Menkeu Radius Prawiro mendevaluasi rupiah 48% jadi hampir
sama dengan menggunting nilai separuh. Kurs 1 dolar AS naik dari Rp
702,50 menjadi Rp 970.
12 September 1986
Masa Pemerintahan Presiden Suharto melalui Menkeu Radius Prawiro.
Pada 12 September 1986 Radius Prawiro kembali mendevaluasi rupiah
sebesar 47%, dari Rp 1.134 ke Rp 1.664 per 1 dolar AS. Walaupun Soeharto
selalu berpidato soal tidak ada devaluasi, tapi sepanjang
pemerintahannya telah terjadi empat kali devaluasi.
Terkait
- Revaluasi
- Depresiasi atau penyusutan dalam akuntansi adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya.. Penerapan depresiasi akan memengaruhi laporan keuangan, termasuk penghasilan kena pajak suatu perusahaan.
referensi
- http://umum.kompasiana.com/2009/10/16/bank-century-vs-indonesia-inc/
- http://umum.kompasiana.com/2009/10/16/bank-century-vs-indonesia-inc/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar