Ilustrasi |
1. Etimologi
Dalam buku yang berjudul "Muhammad Sang Nabi" - Penelusuran Sejarah
Nabi Muhammad Secara Detail, karya Omar Hashem, dikatakan bahwa nama
Ibrahim berasal dari dua suku kata, yaitu ib/ab (إب) dan rahim (راهيم). Jika disatukan maka nama itu memiliki arti "ayah yang pemurah."[1]
2. Genealogi
Ibrahim bin Azzar bin Tahur bin Sarush bin Ra'uf bin Falish bin Tabir bin Shaleh bin Arfakhsad bin Syam bin Nuh. Ia dilahirkan di sebuah tempat bernama Faddam, A'ram, yang terletak di dalam kawasan kerajaan Babilonia. Pada 2.295 SM. Kerajaan Babilon waktu itu diperintah oleh seorang raja yang bengis dan mempunyai kekuasaan yang absolut dan zalim, ia bernama Namrudz bin Kan'aan. Ibrahim dianggap sebagai salah satu nabi Ulul azmi. Kemudian ia memiliki 2 orang putra yang dikemudian hari menjadi seorang nabi, yaitu Ismail dan Ishaq. Sedangkan Yaqub adalah cucu dari Ibrahim.
2.1. Biografi
Karena Raja Namrud mendapat petanda bahwa seorang bayi akan
dilahirkan disana dan bayi ini akan tumbuh dan merampas takhtanya.
Antara sifat insan yang akan menentangnya ini ialah dia akan membawa
agama yang mempercayai satu tuhan dan akan menjadi pemusnah batu
berhala. Insan ini juga akan menjadi penyebab Raja Namrud mati dengan
cara yang dahsyat. Oleh itu Raja Namrud telah mengarahkan semua bayi
yang dilahirkan di tempat ini dibunuh, manakala golongan lelaki dan
wanita pula telah dipisahkan selama setahun.
Walaupun berada dalam keadaan cemas, kehendak Allah
tetap terjadi. Isteri Aazar telah mengandung namun tidak menunjukkan
tanda-tanda kehamilan. Pada suatu hari dia terasa seperti telah tiba
waktunya untuk melahirkan anak dan sedar sekiranya diketahui Raja Namrud
yang zalim pasti dia serta anaknya akan dibunuh. Dalam ketakutan, ibu
nabi Ibrahim telah bersembunyi dan melahirkan anaknya di dalam sebuah
gua yang bersebelahan. Selepas itu, dia memasukkan batu-batu kecil dalam
mulut bayinya itu dan meninggalkannya seorang diri. Seminggu kemudian,
dia bersama suaminya kembali ke gua tersebut dan terkejut melihat nabi
Ibrahim a.s masih hidup. Selama seminggu, bayi itu menghisap celah
jarinya yang mengandungi susu dan makanan lain yang berkhasiat. Semasa
berusia 15 bulan tubuh Nabi Ibrahim telah membesar dengan cepatnya
seperti kanak-kanak berusia dua tahun. Maka kedua ibu bapaknya berani
membawanya pulang kerumah mereka.
2.1.1. Masa remaja
Semasa remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota
menjajakan patung-patung buatannya namun karena iman dan tauhid yang
telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat untuk
menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek ia menawarkan
patung-patung ayahnya kepada calon pembeli dengan kata-kata:" Siapakah
yang akan membeli patung-patung yang tidak berguna ini?"
2.1.2. Mencari Tuhan yang sebenarnya
Pada masa Nabi Ibrahim, kebanyakan rakyat di Mesopotamia beragama politeisme yaitu menyembah lebih dari satu Tuhan dan menganut paganisme. Dewa Bulan atau Sin
merupakan salah satu berhala yang paling penting. Bintang, bulan dan
matahari menjadi objek utama penyembahan dan karenanya, astronomi
merupakan bidang yang sangat penting. Sewaktu kecil nabi Ibrahim a.s.
sering melihat ayahnya membuat patung-patung tersebut, lalu dia berusaha
mencari kebenaran agama yang dianuti oleh keluarganya itu.
Dalam alkitab (kitab kejadian) menceritakan tentang pencariannya dengan kebenaran. Pada waktu malam yang gelap, beliau melihat sebuah bintang
(bersinar-sinar), lalu ia berkata: "Inikah Tuhanku?" Kemudian apabila
bintang itu terbenam, ia berkata pula: "Aku tidak suka kepada yang
terbenam hilang". Kemudian apabila dilihatnya bulan
terbit (menyinarkan cahayanya), dia berkata: "Inikah Tuhanku?" Maka
setelah bulan itu terbenam, berkatalah dia: "Demi sesungguhnya, jika aku
tidak diberikan petunjuk oleh Tuhanku, nescaya menjadilah aku dari kaum
yang sesat". Kemudian apabila dia melihat matahari
sedang terbit (menyinarkan cahayanya), berkatalah dia: "Inikah Tuhanku?
Ini lebih besar". Setelah matahari terbenam, dia berkata pula: "Wahai
kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri (bersih) dari apa yang kamu
sekutukan (Allah dengannya)". Inilah daya logika yang dianugerahi kepada
beliau dalam menolak agama penyembahan langit yang dipercayai kaumnya
serta menerima tuhan yang sebenarnya.
2.1.3. Melihat tanda Kekuasaan Allah
Nabi Ibrahim yang sudah bertekad ingin memerangi kesyirikan
dan penyembahan berhala yang berlaku di dalam kaumnya ingin mempertebal
iman dan keyakinannya lebih dulu, untuk menenteramkan hatinya serta
membersihkannya dari keragu-raguan yang mungkin mangganggu pikirannya
dengan memohon kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati. Ia memohon kepada Allah: "Ya Tuhanku! Tunjukkanlah kepadaku bagaimana engkau menghidupkan makhluk-makhluk yang sudah mati." Allah menjawab permohonannya dengan berfirman: Tidakkah engkau beriman dan percaya kepada kekuasaan-Ku?." Nabi Ibrahim menjawab:"Betul,
wahai Tuhanku, aku telah beriman dan percaya kepada-Mu dan kepada
kekuasaan-Mu, namun aku ingin sekali melihat itu dengan mata kepala-ku
sendiri, agar aku mendapat ketenteraman dan ketenangan hati dan agar
semakin tebal dan kukuh keyakinanku kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu."
Allah mengabulkan permohonan Nabi Ibrahim lalu diperintahkanlah ia menangkap empat ekor burung,
lalu setelah memperhatikan dan meneliti bagian-bagian tubuh burung itu,
ia memotongnya menjadi berkeping-keping, mencampur-baurkannya, dan
kemudian tubuh burung yang sudah hancur-luluh dan bercampur-baur itu
diletakkan di empat puncak bukit yang berbeda dan berjauhan. Setelah
dikerjakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah itu,
diperintahkan-Nya Nabi Ibrahim memanggil burung-burung yang sudah
terkoyak tubuhnya dan terpisah jauh setiap bagian tubuhnya itu.
Dengan izin Allah dan kuasa-Nya datanglah berterbangan empat ekor
burung itu dalam keadaan utuh dan bernyawa seperti sedia kala begitu
mendengar seruan dan panggilan Nabi Ibrahim kepadanya. Lalu hinggaplah
empat burung yang hidup kembali itu di depannya, dilihat dengan mata
kepalanya sendiri bagaimana Allah Yang Maha Berkuasa dapat menghidupkan
kembali makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana Dia menciptakannya dari
sesuatu yang tidak ada. Dan dengan demikian tercapailah keinginan Nabi
Ibrahim untuk menenteramkan hatinya dan menghilangkan kemungkinan ada
keraguan di dalam iman dan keyakinannya, bahwa kekuasaan dan kehendak
Allah tidak ada sesuatu pun di langit atau di bumi yang dapat
menghalangi atau menentangnya, dan hanya kata "Kun Fayakun", maka
terjadilah apa yang Dikehendaki-Nya.
2.1.4. Berdakwah Kepada Ayah Kandungnya
Aazar (merupakan ayah angkat dari Nabi Ibrahim AS, diriwayatkan oleh
Ibn Mundzir dg sanad shahih dari Jarikh pada firman Allah swt : "ketika
Ibrahim berkata pada ayahnya azar (QS Al An'am 74) bahwa azar bukan
ayahnya, namun pamannya, bahwa Ibrahim adalah putra --125.161.222.80
19 Maret 2012 01.09 (UTC)Tairukh), ayah Nabi Ibrahim sama sebagaimana
kaumnya yang lain, bertuhan dan menyembah berhala, ia adalah pedagang
dari patung-patung yang dibuat dan dipahatnya sendiri dan dariya orang
membeli patung-patung yang dijadikan persembahan. Nabi Ibrahim merasa
bahwa kewajiban pertama yang harus ia lakukan sebelum berdakwah kepada
orang lain ialah menyadarkan ayah
kandungnya dulu orang yang terdekat kepadanya bahwa kepercayaan dan
persembahannya kepada berhala-berhala itu adalah perbuatan yang sesat
dan bodoh. Ia merasakan bahwa kebaktian kepada ayahnya mewajibkannya
memberi penerangan kepadanya agar melepaskan kepercayaan yang sesat itu
dan mengikutinya beriman kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Dengan sikap yang sopan dan adab yang patut ditunjukkan oleh seorang
anak terhadap orang tuanya dan dengan kata-kata yang halus ia datang
kepada ayahnya menyampaikan bahwa ia diutuskan oleh Allah sebagai nabi dan rasul
dan bahwa ia telah diilhamkan dengan pengetahuan dan ilmu yang tidak
dimiliki oleh ayahnya. Ia bertanya kepada ayahnya dengan lemah lembut
gerangan apakah yang mendorongnya untuk menyembah berhala seperti
lain-lain kaumnya padahal ia mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak
berguna sedikit pun tidak dapat mendatangkan keuntungan bagi
penyembahnya atau mencegah kerugian atau musibah. Diterangkan pula
kepada ayahnya bahwa penyembahan kepada berhala-berhala itu adalah
semata-mata ajaran setan
yang memang menjadi musuh kepada manusia sejak Adam diturunkan ke bumi.
Ia berseru kepada ayahnya agar merenungkan dan memikirkan nasihat dan
ajakannya berpaling dari berhala-berhala dan kembali menyembah kepada
Allah yang menciptakan manusia dan semua makhluk yang dihidupkan memberi
mereka rezeki dan kenikmatan hidup serta menguasakan bumi dengan segala
isinya kepada manusia.
Aazar menjadi merah mukanya dan melotot matanya mendengar kata-kata seruan puteranya Nabi Ibrahim yyang ditanggapinya sebagai dosa
dan hal yang kurang patut bahwa puteranya telah berani mengecam dan
menghina kepercayaan ayahnya bahkan mengajakkannya untuk meninggalkan
kepercayaan itu dan menganut kepercayaan dan agama
yang ia bawa. Ia tidak menyembunyikan murka dan marahnya tetapi
dinyatakannya dalam kata-kata yang kasar dan dalam makian namun
seakan-akan tidak ada hubungan di antara mereka. Ia berkata kepada Nabi
Ibrahim dengan nada gusar: "Hai Ibrahim! Berpalingkah engkau dari
kepercayaan dan persembahanku ? Dan kepercayaan apakah yang engkau
berikan kepadaku yang menganjurkan agar aku mengikutinya? Janganlah
engkau membangkitkan amarahku dan coba mendurhakaiku. Jika engkau tidak
menghentikan penyelewenganmu dari agama ayahmu tidak engkau hentikan
usahamu mengecam dan memburuk-burukkan persembahanku, maka keluarlah
engkau dari rumahku ini. Aku tidak sudi tinggal bersama denganmu di
dalam suatu rumah di bawah suatu atap. Pergilah engkau dari mukaku
sebelum aku menimpamu dengan batu dan mencelakakan engkau."
Nabi Ibrahim menerima kemarahan ayahnya, pengusirannya dan kata-kata
kasarnya dengan sikap tenang, normal selaku anak terhadap ayah seraya
berkata: "Wahai ayahku! Semoga engkau selamat, aku akan tetap
memohonkan ampun bagimu dari Allah dan akan tinggalkan kamu dengan
persembahan selain kepada Allah. Mudah-mudahan aku tidak menjadi orang
yang celaka dan malang dengan doaku untukmu." Lalu keluarlah Nabi
Ibrahim meninggalkan rumah ayahnya dalam keadaan sedih karena gagal
mengangkatkan ayahnya dari lembah syirik dan kafir.
2.1.5. Menghancurkan Berhala-berhala
Kegagalan Nabi Ibrahim dalam usahanya menyadarkan ayahnya yang
tersesat itu sangat menusuk hatinya kerana ia sebagai putera yang baik
ingin sekali melihat ayahnya berada dalam jalan yang benar terangkat
dari lembah kesesatan dan syirik namun ia sadar bahwa hidayah itu adalah
di tangan Allah dan bagaimana pun ia ingin dengan sepenuh hatinya agar
ayahnya mendapat hidayah, bila belum dikehendaki oleh Allah maka
sia-sialah keinginan dan usahanya. Penolakan ayahnya terhadap dakwahnya
dengan cara yang kasar dan kejam itu tidak sedikit pun memengaruhi
ketetapan hatinya dan melemahkan semangatnya untuk berjalan terus
memberi penerangan kepada kaumnya untuk menyapu bersih
persembahan-persembahan yang bathil dan kepercayaan-kepercayaan yang
bertentangan dengan tauhid dan iman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Nabi Ibrahim tidak henti-henti dalam setiap kesempatan mengajak
kaumnya berdialog dan bermujadalah tentang kepercayaan yang mereka anut
dan ajaran yang ia bawa. Dan ternyata bahwa apabila mereka sudah tidak
berdaya menolak dan menyanggah alasan-alasan dan dalil-dalil yang
dikemukakan oleh Nabi Ibrahim tentang kebenaran ajarannya dan kebathilan
kepercayaan mereka maka dalil dan alasan yang usanglah yang mereka
kemukakan yaitu bahwa mereka hanya meneruskan apa yang bapak-bapak dan
nenek moyang mereka lakukan sejak turun-temurun dan sesekali mereka
tidak akan melepaskan kepercayaan dan agama yang telah mereka warisi.
Nabi Ibrahim pada akhirnya merasa tidak bermanfaat lagi untuk
berdebat dan bermujadalah dengan kaumnya yang keras kepala dan yang
tidak mahu menerima keterangan dan bukti-bukti nyata yang dikemukakan
oleh beliau dan selalu berpegang pada satu-satunya alasan bahawa mereka
tidak akan menyimpang daripada cara persembahan nenek moyang mereka,
walaupun telah Nabi Ibrahim menasihati mereka berkali-kali bahawa mereka
dan bapak-bapak mereka keliru dan tersesat mengikuti jejak syaitan dan
iblis. Nabi Ibrahim kemudian merancang akan membuktikan kepada kaumnya
dengan perbuatan yang nyata yang dapat mereka lihat dengan mata kepala
mereka sendiri bahwa berhala-berhala dan patung-patung mereka
betul-betul tidak berguna bagi mereka dan bahkan tidak dapat
menyelamatkan dirinya sendiri.
Adalah sudah menjadi tradisi dan kebiasaan penduduk kerajaan Babilonia bahwa setiap tahun mereka keluar kota beramai-ramai pada suatu hari raya yang mereka anggap sebagai keramat.
Berhari-hari mereka tinggal di luar kota di suatu padang terbuka,
berkemah dengan membawa perbekalan makanan dan minuman yang cukup.
Mereka bersuka ria dan bersenang-senang sambil meninggalkan kota-kota
mereka kosong dan sunyi. Mereka berseru dan mengajak semua penduduk agar
keluar meninggalkan rumah dan turut beramai -ramai menghormati
hari-hari suci itu. Nabi Ibrahim yang juga turut diajak untuk turut
serta berlagak berpura-pura sakit dan diizinkanlah ia tinggal di rumah
apalagi mereka merasa khawatir bahwa penyakit Nabi Ibrahim yang
dibuat-buat itu akan menular dan menjalar di kalangan mereka bila ia
turut serta.
"Inilah dia kesempatan yang ku nantikan." kata hati Nabi
Ibrahim tatkala melihat kota sudah kosong dari penduduknya, sunyi senyap
tidak terdengar kecuali suara burung-burung yang berkicau, suara
daun-daun pohon yang gemerisik ditiup angin kencang. Dengan membawa
sebuah kapak ditangannya ia pergi menuju tempat beribadatan kaumnya yang
sudah ditinggalkan tanpa penjaga, tanpa juru kunci dan hanya deretan
patung-patung yang terlihat diserambi tempat peribadatan itu. Sambil
menunjuk kepada sesaji bunga-bunga dan makanan yang berada di setiap
kaki patung berkata Nabi Ibrahim, mengejek:"Mengapa kamu tidak makan makanan yang lezat yang disajikan bagi kamu ini? Jawablah aku dan berkata-katalah kamu."
Kemudian disepak, ditamparlah patung-patung itu dan dihancurkannya
berpotong-potong dengan kapak yang berada di tangannya. Patung yang
besar ditinggalkannya utuh, tidak diganggu yang pada lehernya
dikalungkanlah kapak Nabi Ibrahim itu.
Terperanjat dan terkejutlah para penduduk, tatkala pulang dari
berpesta ria di luar kota dan melihat keadaan patung-patung, tuhan-tuhan
mereka hancur berantakan dan menjadi potongan-potongan terserak-serak
di atas lantai. Bertanyalah satu kepada yang lain dengan nada heran dan
takjub: "Gerangan siapakah yang telah berani melakukan perbuatan yang jahat dan keji ini terhadap tuhan-tuhan persembahan mereka ini?" Berkata salah seorang di antara mereka:"Ada
kemungkinan bahwa orang yang selalu mengolok-olok dan mengejek
persembahan kami yang bernama Ibrahim itulah yang melakukan perbuatan
yang berani ini." Seorang yang lain menambah keterangan dengan berkata:"Bahkan
dialah yang pasti berbuat, karena ia adalah satu-satunya orang yang
tinggal di kota sewaktu kami semua berada di luar merayakan hari suci
dan keramat itu." Selidik punya selidik, akhirnya terdapat kepastian
yang tidak diragukan lagi bahwa Ibrahimlah yang merusakkan dan
memusnahkan patung-patung itu. Rakyat kota beramai-ramai membicarakan
kejadian yang dianggap suatu kejadian atau penghinaan yang tidak dapat
diampuni terhadap kepercayaan dan persembahan mereka. Suara marah,
jengkel dan kutukan terdengar dari segala penjuru, yang menuntut agar si
pelaku diminta bertanggungjawab dalam suatu pengadilan terbuka, dimana
seluruh rakyat penduduk kota dapat turut serta menyaksikannya.
Dan memang itulah yang diharapkan oleh Nabi Ibrahim agar
pengadilannya dilakukan secara terbuka di mana semua warga masyarakat
dapat turut menyaksikannya. Karena dengan cara demikian beliau dapat
secara terselubung berdakwah menyerang kepercayaan mereka yang bathil
dan sesat itu, seraya menerangkan kebenaran agama dan kepercayaan yang
ia bawa, kalau di antara yang hadir ada yang masih boleh diharapkan
terbuka hatinya bagi iman dari tauhid yang ia ajarkan dan dakwahkan.
Hari pengadilan ditentukan dan datang rakyat dari segala pelosok
berduyung-duyung mengujungi padang terbuka yang disediakan bagi sidang
pengadilan itu.
Ketika Nabi Ibrahim datang menghadap Raja Namrudz
yang akan mengadili ia disambut oleh para hadirin dengan teriakan
kutukan dan cercaan, menandakan sangat gusarnya para penyembah berhala
terhadap beliau yang telah berani menghancurkan persembahan mereka.
Ditanyalah Nabi Ibrahim oleh Raja Namrud:"Apakah engkau yang melakukan penghancuran dan merusakkan tuhan-tuhan kami?" Dengan tenang dan sikap dingin, Nabi Ibrahim menjawab:"Patung
besar yang berkalungkan kapak di lehernya itulah yang melakukannya.
Coba tanya saja kepada patung-patung itu siapakah yang
menghancurkannya." Raja Namrudpun terdiam sejenak. Kemudian beliau berkata:" Engkaukan tahu bahwa patung-patung itu tidak dapat berbicara dan berkata mengapa engkau minta kami bertanya kepadanya?"
Tibalah masanya yang memang dinantikan oleh Nabi Ibrahim, maka sebagai
jawaban atas pertanyaan yang terakhir itu beliau berpidato membentangkan
kebathilan persembahan mereka, yang mereka pertahankan mati-matian,
semata-mata hanya karena adat itu adalah warisan nenek-moyang. Berkata
Nabi Ibrahim kepada Raja Namrud itu:"Jika demikian halnya, mengapa
kamu sembah patung-patung itu, yang tidak dapat berkata, tidak dapat
melihat dan tidak dapat mendengar, tidak dapat membawa manfaat atau
menolak mudharat, bahkan tidak dapat menolong dirinya dari kehancuran
dan kebinasaan? Alangkah bodohnya kamu dengan kepercayaan dan
persembahan kamu itu! Tidakkah dapat kamu berfikir dengan akal yang
sehat bahwa persembahan kamu adalah perbuatan yang keliru yang hanya
difahami oleh syaitan. Mengapa kamu tidak menyembah Tuhan yang
menciptakan kamu, menciptakan alam sekeliling kamu dan menguasakan kamu
di atas bumi dengan segala isi dan kekayaan. Alangkah hina dinanya kamu
dengan persembahan kamu itu."
Setelah selesai Nabi Ibrahim menguraikan pidatonya itu, Raja Namrud
mencetuskan keputusan bahwa Nabi Ibrahim harus dibakar hidup-hidup
sebagai ganjaran atas perbuatannya menghina dan menghancurkan
tuhan-tuhan mereka, maka berserulah para hakim kepada rakyat yang hadir
menyaksikan pengadilan itu:"Bakarlah ia dan belalah tuhan-tuhanmu, jika kamu benar-benar setia kepadanya."
2.1.6. Dibakar Hidup-hidup
Keputusan mahkamah
telah dijatuhkan. Nabi Ibrahim harus dihukum dengan membakar
hidup-hidup dalam api yang besar sebesar dosa yang telah dilakukan.
Persiapan bagi upacara pembakaran yang akan disaksikan oleh seluruh
rakyat sedang dipersiapkan. Tanah lapang bagi tempat pembakaran
disediakan dan diadakan pengumpulan kayu bakar dengan banyaknya dimana
tiap penduduk secara gotong-royong harus mengambil bagian membawa kayu
bakar sebanyak yang ia dapat sebagai tanda bakti kepada tuhan-tuhan
persembahan mereka yang telah dihancurkan oleh Nabi Ibrahim.
Berduyun-duyunlah para penduduk dari segala penjuru kota membawa kayu
bakar sebagai sumbangan dan tanda bakti kepada tuhan mereka. Di antara
terdapat para wanita yang hamil
dan orang yang sakit yang membawa sumbangan kayu bakarnya dengan
harapan memperoleh berkaharakah dari tuhan-tuhan mereka dengan
menyembuhkan penyakit
mereka atau melindungi yang hamil di kala ia bersalin. Setelah
terkumpul kayu bakar di lapangan yang disediakan untuk upacara
pembakaran dan tertumpuk serta tersusun laksana sebuah bukit,
berduyun-duyunlah orang datang untuk menyaksikan pelaksanaan hukuman
atas diri Nabi Ibrahim. Kayu lalu dibakar dan terbentuklah gunung berapi
yang dahsyat yang sedang berterbangan di atasnya berjatuhan terbakar
oleh panas yang ditimbulkan oleh api yang menggunung itu. Kemudian dalam
keadaan terbelenggu, Nabi Ibrahim diangkat ke atas sebuah bangunan yang
tinggi lalu dilemparkan ia kedalam tumpukan kayu yang menyala-nyala itu
dengan iringan firman Allah:"Hai api, menjadilah engkau dingin dan keselamatan bagi Ibrahim."
Sejak keputusan hukuman dijatuhkan sampai saat ia dilemparkan ke
dalam bukit api yang menyala-nyala itu, Nabi Ibrahim tetap menunjukkan
sikap tenang dan tawakkal karena iman dan keyakinannya bahwa Allah tidak
akan rela melepaskan hamba pesuruhnya menjadi makanan api dan korban
keganasan orang-orang kafir
musuh Allah. Dan memang demikianlah apa yang terjadi tatkala ia berada
dalam perut bukit api yang dahsyat itu ia merasa dingin sesuai dengan
seruan Allah Pelindungnya dan hanya tali temali dan rantai yang mengikat
tangan dan kakinya yang terbakar hangus, sedang tubuh dan pakaian yang
terlekat pada tubuhnya tetap utuh, tidak sedikit pun tersentuh oleh api,
hal mana merupakan suatu mukjizat
yang diberikan oleh Allah kepada hamba pilihannya, Nabi Ibrahim, agar
dapat melanjutkan penyampaian risalah yang ditugaskan kepadanya kepada
hamba-hamba Allah yang tersesat itu.
Orang ramai tercengang dengan keajaiban ini dan mula mempersoalkan
kepercayaan kepada Raja Namrud. Malah anak perempuan Raja Namrud sendiri
yaitu Puteri Raja mulai mempercayai agama yang dibawa oleh beliau. Lalu
Puteri itupun mengaku di hadapan khalayak ramai bahawa Tuhan nabi
Ibrahim a.s. adalah Tuhan yang sebenarnya. Ini telah menaikkan kemarahan
beliau yang mengarahkan tenteranya untuk membunuh puterinya itu. Puteri
itupun menuju ke arah api
yang besar itu lalu berkata "Tuhan Nabi Ibrahim selamatkanlah aku".
Puteri Raja pun turut terselamat dari terbakar dan dalam api yang
membara itu kerena dia mengucap kalimah syahadah. Tindakan durhaka
puterinya menjadikan hati Raja Namrud semakin membara. Dalam keadaan
sehat tanpa suatu apapun, puteri raja keluar dari api tersebut, beliau
serta tenteranya telah mengejarnya kedalam hutan. Ini memberi peluang
kepada Nabi Ibrahim serta adik tirinya Sarah, bapaknya Azaar serta anak
saudaranya Nabi Luth
untuk melarikan diri. Raja Namrud dan tenteranya puas mencari Puteri
Raja tetapi puteri itu telah hilang. Selepas sekian lama, merekapun
pulang dan mendapati bahawa Nabi Ibrahim turut terlepas. Setelah
peristiwa ini, Raja Namrud kian gelisah kerana rakyatnya mula hilang
kepercayaan dengan kekuasaannya. Oleh itu, beliau berjanji pula untuk
membunuh Tuhan nabi Ibrahim.
Mukjizat
yang diberikan oleh Allah s.w.t. kepada Nabi Ibrahim sebagai bukti
nyata akan kebenaran dakwahnya, telah menimbulkan kegoncangan dalam
kepercayaan sebahagian penduduk terhadap persembahan dan patung-patung
mereka dan membuka mata hati banyak daripada mereka untuk memikirkan
kembali ajakan Nabi Ibrahim dan dakwahnya, bahkan tidak kurang daripada
mereka yang ingin menyatakan imannya kepada Nabi Ibrahim, namun khawatir
akan mendapat kesukaran dalam penghidupannya akibat kemarahan dan balas
dendam para pemuka dan para pembesarnya yang mungkin akan menjadi
hilang akal bila merasakan bahwa pengaruhnya telah beralih ke pihak Nabi
Ibrahim.
3. Para istri Ibrahim
Ketika Sarah ditawan Fir’aun
untuk dijadikan selir, Allah memberikan pertolongan kepada Sarah
sehingga Fir’aun merasa takut, dan gagal menjadikan Sarah sebagai
selirnya. Karena gagal menjadikan Sarah sebagai selir, Fir’aun hendak
menjadikan Sarah sebagai budak Hajar. Namun, pada akhirnya Hajar pun dihadiahkan kepada Ibrahim setelah sebelumnya Sarah diserahkan kepadanya. Menurut kitab Qishashul Anbiya karya Ibnu Katsir, Hajar adalah seorang putri bangsa Qibthi (Mesir).
Masih dalam buku berjudul Qishashul Anbiya, disebutkan bahwa
istri Ibrahim yang terkenal hanya dua, sementara masih ada dua lainnya
yang kurang terkenal. Daftar lengkapnya adalah:
- Sarah.
Sara adalah istri Abraham sebagaimana dicatat dalam Alkitab Ibrani atau Perjanjian Lama di Alkitab Kristen. Kisah Sara diceritakan dalam Kitab Kejadian. Sara mulanya dinamai Sarai dan hidup bersama suaminya, yang saat itu bernama Abram di kota Haran, Mesopotamia. - Hajar.
Hajar adalah ibu dari Ismail sekaligus istri dari Ibrahim. Pada awalnya, dia adalah pembantu Nabi Ibrahim. Akan tetapi, Sarah istri pertama Ibrahim mandul dan menyuruh Ibrahim menikah dengan Hajar. Hajar pun punya anak bernama Ismail. Ketika itu, Nabi Ibrahim meninggalkan mereka di Mekkah. Orang Indonesia mengenalnya dengan nama Siti Hajar.
- Qanthura.
Ketura adalah isteri ke-3 Abraham menurut Alkitab Ibrani atau Perjanjian Lama Alkitab Kristen.Abraham mengambil Ketura sebagai isterinya setelah Sara meninggal dan sebelum Ishak dan Ribka mempunyai anak, sebab Ribka pada mulanya dianggap mandul dan baru melahirkan anak-anak ketika Abraham berusia 160 tahun (Ishak berusia 60 tahun). - Hajun
Dari Qanthura binti Yaqthan lahir enam orang anak, yakni Madyan,
Zamran, Saraj, Yaqsyan, Nasyaq, dan yang keenam belum sempat diberi
nama. Dari Hajun binti Amin lahir lima orang anak, yakni Kisan, Sauraj,
Amim, Luthan, dan Nafis.[2]
4. Catatan kaki
- "Muhammad Sang Nabi" - Penelusuran Sejarah Nabi Muhammad Secara Detail, karya Omar Hashem, Bab 1. Kondisi Geografis - Kafilah Nabi Ibrahim, Hal.9.
- Sejarah singkat Bani Israel
5. Pranala luar
- (Indonesia) Kehidupan Nabi Ibrahim a.s
- (Indonesia) dzikir.org
Arief
Tidak ada komentar:
Posting Komentar