Orang Cirebon atau Suku Cirebon adalah kelompok etnis yang tersebar di sekitar Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka sebelah utara atau biasa disebut sebagai Wilayah "Pakaleran", Kabupaten Kuningan sebelah utara, Kabupaten Subang sebelah utara mulai dari Blanakan, Pamanukan, hingga Pusakanagara dan sebagian Pesisir utara Kabupaten Karawang mulai dari Pesisir Pedes hingga Pesisir Cilamaya di Provinsi Jawa Barat dan di sekitar Kec. Losari di Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Berjumlah sekitar 1,9 juta, kebanyakan Orang Cirebon memeluk agama Islam. Bahasa yang dituturkan oleh orang Cirebon adalah gabungan dari Bahasa Jawa, Sunda, Arab dan China yang mereka sebut sebagai Bahasa Cirebon.
1. Pengakuan Suku Tersendiri
Pada mulanya keberadaan Suku atau Orang Cirebon selalu dikaitkan
dengan keberadaan Suku Sunda dan Jawa, namun kemudian eksistensinya
mengarah pada pembentukan budaya tersendiri, mulai dari ragam batik
pesisir yang tidak terlalu mengikuti pakem keraton jawa atau biasa
disebut batik pedalaman hingga timbulnya tradisi-tradisi bercorak islam
sesuai dengan dibangunnya keraton cirebon pada abad ke 15 yang
berlandaskan islam 100%. eksistensi dari keberadaan suku atau orang
cirebon yang menyebut dirinya bukan suku sunda ataupun suku jawa
akhirnya mendapat jawaban dari sensus penduduk tahun 2010 dimana pada
sensus penduduk tersebut tersedia kolom khusus bagi Suku Cirebon, hal
ini berarti keberadaan suku cirebon telah diakui secara nasional sebagai
sebuah suku tersendiri, menurut Erna Tresna Prihatin
“ | Indikator itu (Suku Cirebon) dilihat dari bahasa daerah yang digunakan warga Cirebon tidak sama seperti bahasa Jawa atau Sunda. Masyarakat Cirebon juga punya identitas khusus yang membuat mereka merasa sebagai suku bangsa sendiri. Penunjuk lainnya yang mencirikan seseorang sebagai suku Cirebon adalah dari nama-namanya yang tidak seperti orang Jawa ataupun Sunda. Namun, belum ada penelitian lebih lanjut yang bisa menjelaskan tentang karakteristik identik tentang suku Cirebon. Untuk menelusuri kesukuan seseorang, hal itu bisa dilakukan dengan garis keturunan ayah kandungnya. Selain itu, jika orang itu sudah merasa memiliki jiwa dan spirit daerah itu (daerah suku cirebon) maka dia berhak merasa sebagai suku yang dimaksud | ” |
.[2]
2. Bahasa
Dahulu Bahasa Cirebon
ini digunakan dalam perdagangan di pesisir Jawa Barat mulai Cirebon
yang merupakan salah satu pelabuhan utama, khususnya pada abad ke-15
sampai ke-17. Bahasa Cirebon dipengaruhi pula oleh budaya Sunda karena
keberadaannya yang berbatasan langsung dengan kebudayaan Sunda,
khususnya Sunda Kuningan dan Sunda Majalengka dan juga dipengaruhi oleh
Budaya China, Arab dan Eropa hal ini dibuktikan dengan adanya kata
"Taocang (Kuncir)" yang merupakan serapan China, kata "Bakda (Setelah)"
yang merupakan serapan Bahasa Arab dan kemudian kata "Sonder (Tanpa)"[3] yang merupakan serapan bahasa eropa (Belanda). Bahasa Cirebon mempertahankan bentuk-bentuk kuno bahasa Jawa seperti kalimat-kalimat dan pengucapan, misalnya ingsun (saya) dan sira (kamu) yang sudah tak digunakan lagi oleh bahasa Jawa Baku.
2.1. Perdebatan Bahasa Cirebon (Dialek Bahasa Jawa atau Bahasa Mandiri)
Perdebatan tentang Bahasa Cirebon sebagai Sebuah Bahasa yang Mandiri
terlepas dari Bahasa Sunda dan Jawa telah menjadi perdebatan yang cukup
Panjang, serta melibatkan faktor Politik Pemerintahan, Budaya serta Ilmu
Kebahasaan.
2.1.1. Bahasa Cirebon Sebagai Sebuah Dialek Bahasa Jawa
Penelitian menggunakan kuesioner sebagai indikator pembanding
kosakata anggota tubuh dan budaya dasar (makan, minum, dan sebagainya)
berlandaskan metode Guiter menunjukkan perbedaan kosa kata bahasa
Cirebon dengan bahasa Jawa di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta
mencapai 75 persen, sementara perbedaannya dengan dialek di Jawa Timur
mencapai 76 persen.[4]
Untuk diakui sebagai sebuah bahasa tersendiri, suatu bahasa setidaknya
membutuhkan sekitar 80% perbedaan dengan bahasa terdekatnya.[4]
Meski kajian Linguistik sampai saat ini menyatakan bahasa Cirebon
”hanyalah” dialek (Karena Penelitian Guiter mengatakan harus berbeda
sebanyak 80% dari Bahasa terdekatnya), namun sampai saat ini Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2003
masih tetap mengakui Cirebon sebagai bahasa dan bukan sebagai sebuah
dialek. Dengan kata lain, belum ada revisi terhadap perda tersebut.
Menurut Kepala Balai Bahasa Bandung Muh. Abdul Khak, hal itu sah-sah
saja karena perda adalah kajian politik. Dalam dunia kebahasaan menurut
dia, satu bahasa bisa diakui atas dasar tiga hal. Pertama, bahasa atas
dasar pengakuan oleh penuturnya, kedua atas dasar politik, dan ketiga
atas dasar Linguistik.
Bahasa atas dasar politik, contoh lainnya bisa dilihat dari sejarah
bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang sebenarnya berakar dari bahasa
Melayu, seharusnya dinamakan bahasa Melayu dialek Indonesia. Namun, atas
dasar kepentingan politik, akhirnya bahasa Melayu yang berkembang di
negara Indonesia –oleh pemerintah Indonesia– dinamakan dan diklaim
sebagai bahasa Indonesia. Selain alasan politik, pengakuan Cirebon
sebagai bahasa juga bisa ditinjau dari batasan wilayah geografis dalam
perda itu. Abdul Khak mengatakan, Cirebon disebut sebagai dialek jika
dilihat secara nasional dengan melibatkan bahasa Jawa.
Artinya, ketika perda dibuat hanya dalam lingkup wilayah Jabar,
Cirebon tidak memiliki pembanding kuat yaitu bahasa Jawa. Apalagi,
dibandingkan dengan bahasa Melayu Betawi dan Sunda, Cirebon memang
berbeda.[5]
2.1.2. Bahasa Cirebon sebagai Bahasa Mandiri
Revisi Perda, sebenarnya memungkinkan dengan berbagai argumen
linguistik. Namun, kepentingan terbesar yang dipertimbangkan dari sisi
politik bisa jadi adalah penutur bahasa Cirebon, yang tidak mau disebut
orang Jawa maupun orang Sunda. Ketua Lembaga Basa lan Sastra Cirebon
Nurdin M. Noer mengatakan, bahasa Cirebon adalah persilangan bahasa
Jawa dan Sunda. Meskipun dalam percakapan orang Cirebon masih bisa
memahami sebagian bahasa Jawa, dia mengatakan kosakata bahasa Cirebon
terus berkembang tidak hanya ”mengandalkan” kosa kata dari bahasa Jawa
maupun Sunda.
-
- ”Selain itu, bahasa Cirebon sudah punya banyak dialek. Contohnya saja dialek Plered, Jaware, dan Dermayon,” ujarnya. Jika akan dilakukan revisi atas perda tadi, kemungkinan besar masyarakat bahasa Cirebon akan memprotes.
Pakar Linguistik Chaedar Al Wasilah pun menilai, dengan melihat
kondisi penutur yang demikian kuat, revisi tidak harus dilakukan. justru
yang perlu dilakukan adalah melindungi bahasa Cirebon dari kepunahan..[6]
2.2. Kosakata
Sebagian besar kosa kata asli dari bahasa ini tidak memiliki kesamaan
dengan bahasa Jawa standar (Surakarta/Yogyakarta) baik secara morfologi
maupun fonetik. Memang bahasa Cirebon yang dipergunakan di Cirebon
dengan di Indramayu itu meskipun termasuk bahasa Jawa, mempunyai
perbedaan cukup besar dengan “bahasa Jawa baku”, yaitu bahasa yang
diajarkan di sekolah-sekolah yang berpegang kepada bahasa Jawa Solo.
Dengan demikian, sebelum 1970-an, buku-buku pelajaran dari Solo tak
dapat digunakan karena terlalu sukar bagi para murid (dan mungkin juga
gurunya). Oleh karena itu, pada 1970-an, buku pelajaran itu diganti
dengan buku pelajaran bahasa Sunda yang dianggap akan lebih mudah
dimengerti karena para pemakai bahasa Sunda “lebih dekat”. Akan tetapi,
ternyata kebijaksanaan itu pun tidak tepat sehingga muncul gerakan untuk
menggantinya dengan buku dalam bahasa yang digunakan di wilayahnya,
yaitu Bahasa Jawa dialek Cirebon. [7]
namun penerbitan buku penujang pelajaran bahasa daerah yang terjadi
tahun selanjutnya tidak mencantumkan kata "Bahasa Jawa dialek Cirebon"
lagi, akan tetapi hanya menggunakan kata "Bahasa Cirebon" hal ini
seperti yang telah dilakukan pada penerbitan buku penunjang pelajaran
bahasa cirebon pada tahun 2001 dan 2002. "Kamus Bahasa Cirebon" yang
ditulis oleh almarhum bapak Sudjana sudah tidak mencantumkan Kata
"Bahasa Jawa dialek Cirebon" namun hanya "Kamus Bahasa Cirebon" begitu
juga penerbitan "Wyakarana - Tata Bahasa Cirebon" pada tahun 2002 yang
tidak mununjukan lagi keberadaan Bahasa Cirebon sebagai bagian dari
Bahasa Jawa, namun menunjukan eksistensi Bahasa Cirebon sebagai bahasa
yang mandiri.
2.2.1. Perbandingan Bahasa Cirebon Bagongan (Bahasa Rakyat)
Berikut merupakan perbandingan antara bahasa Cirebon dengan bahasa
lainnya yang dianggap serumpun, yaitu bahasa Jawa Serang (Jawa Banten),
Bahasa Jawa dialek Tegal dan Pemalangan serta Bahasa Jawa Baku (dialek
Surakarta - Yogyakarta) dalam level Bagongan atau Bahasa Rakyat.
- Aku/saya - kita (Banten U) - kita/reang/isun (Cirebon dan Dermayon) - inyong/nyong (banyumas) - inyong/nyong (Tegal, Brebes) - nyong (Pemalang) - aku (solo, Jokya)
- Kamu - sire (Banten U) - sira (Cirebon dan Dermayon) - rika (banyumas) - koen (Tegal, Brebes) - koe (Pemalang) - kowe (solo, Jokya)
- Samgat - pisan (Banten U) - pisan (Cirebon dan Dermayon) - banget (banyumas) - nemen/temen (Tegal, Brebes) - nemen/temen/teo (Pemalang) - tenan (solo, Jokya)
- Bagaimana - keprimen (Banten U) - kepriben/kepriwe (Cirebon dan Dermayon) - kepriwe (banyumas) - kepriben/priben/pribe (Tegal, Brebes) - keprimen/kepriben/primen/prime/priben/pribe (Pemalang) - piye/kepriye (solo, Jokya)
- Tidak - ore (Banten U) - ora/beli (Cirebon dan Dermayon) - ora (banyumas) - ora/belih (Tegal, Brebes) - ora (Pemalang) - ora (solo, Jokya)
- Masuk - manjing (Banten U) - manjing (Cirebon dan Dermayon) - mlebu (banyumas) - manjing/mlebu (Tegal, Brebes) - manjing/mlebu (Pemalang) - mlebu (solo, Jokya)
- Akan - arep (Banten U) - arep/pan (Cirebon dan Dermayon) - arep (banyumas) - pan (Tegal, Brebes) - pan/pen/ape/pak (Pemalang) - arep (solo, Jokya)
- Dari - sake (Banten U) - sing (Cirebon dan Dermayon) - sekang (banyumas) - sing (Tegal, Brebes) - kadi/kading (Pemalang) - seko (solo, Jokya)
2.3. Dialek Bahasa Cirebon
Menurut Bapak Nurdin M. Noer Ketua Lembaga Basa lan Sastra Cirebon,
Bahasa Cirebon memiliki setidaknya ada beberapa dialek, yakni Bahasa
Cirebon dialek Dermayon atau yang dikenal sebagai Bahasa Indramayuan,
Bahasa Cirebon dialek Jawareh (Jawa Sawareh) atau Bahasa Jawa Separuh,
Bahasa Cirebon dialek Plered dan dialek Gegesik (Cirebon Barat wilayah
Utara)
2.3.1. Bahasa Cirebon dialek Jawareh (Jawa Sawareh)
Dialek Jawareh atau disebut juga sebagai Jawa Sawareh (separuh)
merupakan dialek dari Bahasa Cirebon yang berada disekitar perbatasan
Kabupaten Cirebon dengan Brebes, atau sekitar Perbatasan dengan
Kabupaten Majalengka dan Kuningan. Dialek Jawareh ini merupakan gabungan
dari separuh Bahasa Jawa dan separuh bahasa Sunda. [9]
2.3.2. Bahasa Cirebon dialek Dermayon
Dialek Dermayon merupakan dialek Bahasa Cirebon yang digunakan secara
luas di wilayah Kabupaten Indramayu, menurut Metode Guiter, dialek
Dermayon ini memiliki perbedaan sekitar 30% dengan Bahasa Cirebon
sendiri. Ciri utama dari penutur dialek Dermayon adalah dengan
menggunakan kata "Reang" sebagai sebutan untuk kata "Saya" dan bukannya
menggunakan kata "Isun" seperti halnya yang digunakan oleh penutur
Bahasa Cirebon.
2.3.3. Bahasa Cirebon dialek Plered (Cirebon Barat)
Dialek Plered merupakan dialek Bahasa Cirebon yang digunakan di wilayah sebelah barat Kabupaten Cirebon,
dialek ini dikenal dengan cirinya yaitu penggunaan huruf "o" yang
kental, misalkan pada Bahasa Cirebon standar menggunakan kata "Sira",
dialek Kabupaten Cirebon bagian Barat ini menggunakan kata "Siro" untuk
mengartikan "Kamu", kata "Apa" menjadi "Apo" dan Jendela menjadi
"Jendelo". "jadi misalkan ingin mengatakan bahwa anak saya masuk teka
menjadi anak kita manjing ning teko". selain itu cirebon dialek plered
mempunyai aksen tersendiri seperti menggunakan kata tambahan jeh atau
tah pada setiap percakapan. Penutur dialek yang menempati kawasan barat Kabupaten Cirebon ini lebih mengekspresikan dirinya dengan sebutan "Wong Cirebon", berbeda dengan Penduduk Kota Cirebon yang menggunakan Bahasa Cirebon standar (Sira) yang menyebut diri mereka sebagai "Tiang Grage", walaupun antara "Wong Cirebon" dan "Tiang Grage" memiliki arti yang sama, yaitu "Orang Cirebon" [10]
2.3.4. Bahasa Cirebon dialek Gegesik (Cirebon Barat wilayah Utara)
Dialek Gegesik merupakan dialek yang digunakan di wilayah Cirebon
Barat wilayah Utara disekitar Kecamatan Gegesik, Bahasa Cirebon dialek
Gegesik sering digunakan dalam bahasa pengantar Pewayangan oleh Dalang
dari Cirebon dan kemungkinan dialek ini lebih halus ketimbang dialeknya
"wong cirebon" sendiri. [11]
2.3.5. Perbandingan Dialek Bahasa Cirebon
Bahasa Cirebon Baku | Dialek Indramayu | Dialek Plered | Dialek Ciwaringin | Indonesia |
---|---|---|---|---|
Ana (Bagongan) | Ana | Ano | Ana | Ada |
Apa (Bagongan) | Apa | Apo | Apa | Apa |
Bapak (Bagongan) | Bapak | ? | Bapa / Mama | Bapak |
Beli (Bagongan) | Ora | Oro | Beli / Ora | Tidak |
Dulung (Bagongan) | Dulang | Dulung | Muluk | Suap (Makan) |
Elok (Bagongan) | Sokat | Lok | Sok | Pernah |
Isun (Bagongan) | Reang | Isun | Isun / Kita | Saya |
Kula (Bebasan) | Kula | Kulo | Kula | Saya |
Lagi apa? (Bagongan) | Lagi apa? | Deng apo? | Lagi Apa | Sedang apa? |
Laka (Bagongan) | Laka | Lako | Laka | Tidak ada |
Paman (Bagongan) | Paman | Paman | Mang | Paman |
Salah (Bagongan) | Salah | Salo | Salah | Salah |
Sewang (Bagongan) | Sewong | Sawong | - | Seorang (Masing-masing) |
3. Kebudayaan
3.1. Hubungan dengan Kebudayaan Sunda
Hubungan dengan Suku atau Kebudayaan Sunda ditandai dengan adanya
Keraton Cirebon sebagai sebuah bentuk eksistensi adanya Suku Cirebon,
dimana pendiri Keraton Cirebon yaitu Raden Walangsungsang dan Nyai rara
santang serta Pangeran Surya yang merupakan Kuwu di Kaliwedi masih
keturunan Kerajaan Pajajaran yang merupakan Kerajaan Sunda namun dalam
perkembangan selanjutnya Keraton Cirebon yang merupakan lambang
eksistensi keberadaan Suku Cirebon memilih jalannya sendiri yang
kebanyakan bercorak islam.
3.2. Hubungan dengan Kebudayaan Jawa
Dalam kaitannya dengan Kebudayaan Jawa, keberadaan Bahasa Cirebon selalu dikaitkan dengan Bahasa Jawa
dikarenakan adanya Tata Bahasa Cirebon yang mirip dengan Tata Bahasa
Jawa, serta adanya beberapa kata dalam bahasa cirebon yang juga memiliki
arti sama dalam Bahasa Jawa.
“ | Isun arep lunga sing umah | ” |
Kalimat dalam bahasa cirebon di atas berarti "saya mau pergi dari
rumah" dimana jika dialihkan dalam bahasa jawa kata ini menjadi "aku arep lungo sing umah"
sehingga didapatkan kata yang hampir serupa akan tetapi ragam kalimat
dalam bahasa cirebon tidak hanya terbatas dari serapan Bahasa Jawa,
perhatikan ragam dialek dari bahasa cirebon berikut :
“ | ari khaul mulae bakda magrib mah punten, isun beli bisa datang, ana janji sih karo adhine | ” |
[12],[13]
dalam kalimat di atas ditemukan kata "ari" yang merupakan serapan
dari bahasa sunda dan kata "bakda" yang merupakan serapan dari bahasa
arab. dimana jika dialihkan ke dalam bahasa sunda baku ataupun jawa baku
akan ditemukan ragam kosakata yang berbeda dengan kalimat di atas.
4. Referensi
- Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape. Institute of Southeast Asian Studies. 1 Maret 2003.
- Harthana, Timbuktu dan Ignatius Sawabi 2010. "Suku Bangsa Ini Bernama Cirebon". Kompas
- Sudjana, TD. 2005. "Kamus Bahasa Cirebon". Bandung : Humaniora Utama Press
- Menimbang-nimbang Bahasa Cirebon(Edisi Tahun 2009)
- Amaliya. 2010. Alasan Politiklah Sebabnya. Bandung : Pikiran Rakyat
- Amaliya. 2010. Alasan Politiklah Sebabnya. Bandung : Pikiran Rakyat
- Rosidi, Ajip. 2010. "Bahasa Cirebon dan Bahasa Indramayu". : Pikiran Rakyat
- Salana. 2002. "Wyakarana : Tata Bahasa Cirebon". Bandung : Humaniora Utama Press
- Nieza. "Jalan-Jalan Ke Cirebon Sega Jamblang Sampai Batik Trusmian" : PT Gramedia Pustaka Utama
- Nieza. "Jalan-Jalan Ke Cirebon Sega Jamblang Sampai Batik Trusmian" : PT Gramedia Pustaka Utama
- Noer, Nurdin M. "Wayang Kulit Di Mata Matthew Isaac Cohen" : Pikiran Rakyat
- Sudjana, TD. 2005. "Kamus Bahasa Cirebon". Bandung : Humaniora Utama Press
- Salana. 2002. "Wyakarana : Tata Bahasa Cirebon". Bandung : Humaniora Utama Press
Arief
Tidak ada komentar:
Posting Komentar