Yerusalem (bahasa Ibrani: ירושלים Yerushalayim, bahasa Arab: أورسالم القدس Ūrsālim-Al-Quds atau hanya القدس Al-Quds saja) adalah kota di Timur Tengah yang merupakan kota suci bagi agama Yahudi, Kristen dan Islam. Kota ini diklaim sebagai ibukota Israel, meskipun tidak diakui secara internasional, maupun bagian dari Palestina. Secara de facto kota ini dikuasai oleh Israel. Para elit Israel menganggap kota suci ini adalah bagian dari negaranya dan itu adalah bentuk ideologi "Zionisme". Dari semua negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, hanya Kosta Rika dan El Salvador saja yang menempatkan kedutaan mereka di Yerusalem. Lainnya di Tel Aviv, karena menurut PBB, Yerusalem akan dijadikan Kota Internasional.[1] Oleh orang-orang Palestina, Yerusalem juga dianggap sebagai ibu kota Palestina.[2][3] Kota historis Yerusalem adalah sebuah warisan dunia yang dilindungi oleh UNESCO mulai tahun 1981. Kota ini memiliki penduduk sebesar 724.000 jiwa dan luas 123 km2.
Sepanjang sejarahnya, Yerusalem telah dihancurkan dua kali, dikepung 23
kali, diserang 52 kali, dan dikuasai/dikuasai ulang 44 kali.[4]
Yerusalem
Jerusalem
Jerusalem
Koordinat: 31°47′N 35°13′E
1. Etimologi
Akar kata Semitik untuk nama "Yerusalem" yang banyak disetujui adalah 'S-L-M' yang dalam bahasa Arab maupun Ibrani berarti damai,[5] kerukunan atau kesempurnaan. Sebuah kota yang disebut Rušalimum atau Urušalimum muncul dalam catatan Mesir kuno sebagai sebuah rujukan pertama bagi Yerusalem.[6]
Bentuk Mesir tersebut diperkirakan diturunkan dari nama lokal yang
tertera dalam surat-surat Amarna, e.g: dalam EA 287 (dimana terdapat
beberapa bentuk) Urusalim.[7][8] Bentuk Yerushalayim (pelafalan Ibrani) pertama kali muncul dalam kitab Yosua. Bentuk ini merupakan sebuah portmanteau dari yerusha (pusaka) dan nama asli Shalem
yang bukan merupakan evolusi fonetik sederhana dari bentuk ini dalam
surat Amarna. Sebagian kalangan meyakini adanya hubungan kata ini dengan
kata Shalim, dewa pemurah dari mitologi Ugarit yang merupakan personifikasi waktu petang.[9] Umumnya akhiran -im menunjukkan bentuk jamak dalam tata bahasa Ibrani dan -ayim bentuk ganda sehingga membawa pada anggapan bahwa nama tersebut mengacu pada fakta kota tersebut terletak pada dua bukit.[10][11] Meski demikian, lafal suku kata terakhir -ayim hanya muncul dalam perkembangan akhir, dan tidak ada pada masa Septuaginta. Dalam bahasa Yunani dan Latin kata ini ditulis Hierosolyma. Dalam bahasa Arab, Yerusalem disebut dengan Ursalim al-Quds atau lebih populer dengan al-Quds
(Kudus). "Zion" awalnya dianggap merupakan bagian kota, namun kemudian
menjadi tanda kota secara keseluruhan. Pada periode kekuasaan Raja Daud,
kota ini dikenal sebagai Ir Daud (Kota Daud).[12]. staus
2. Sejarah
Tembok Yebus, Kota Daud |
Bukti-bukti keramik menunjukkan adanya aktivitas di Ofel, yang saat ini dikenal dengan nama Yerusalem pada Zaman Tembaga sekitar milenium ke-4 SM,[13] dengan bukti sebuah pemukiman tetap selama awal Zaman Perunggu sekitar 3000–2800 SM.[13][14] Teks Kebencian (sekitar abad ke-9 SM), merujuk pada kota yang disebut Roshlamem atau Rosh-ramen[13] dan surat Amarna (sekitar abad ke-14 SM) mungkin merupakan yang pertama kali menyebut kota tersebut.[15][16] Beberapa ahli arkeologi, termasuk Kathleen Kenyon, meyakini Yerusalem[17] sebagai sebuah kota yang didirikan oleh masyarakat Semitik Barat dengan pemukiman yang terorganisir sekitar tahun 2600 SM. Menurut tradisi Yahudi, kota ini didirikan oleh Shem dan Eber, nenek moyang Abraham. Dalam kisah Alkitab, saat pertama kali disebutkan, Yerusalem (dikenal sebagai "Salem") dikuasai oleh Melkisedek, sekutu Abraham (disamakan dengan Shem dalam legenda). Kemudian, pada masa Yosua, Yerusalem berada di teritori suku Benyamin (Yosua 18:28) namun masih dalam kuasa independen orang Yebus hingga ditaklukkan oleh Daud dan dijadikan ibukota Kerajaan Israel (sekitar 1000-an SM).[18][19][v] Penggalian terkini di Bangunan Batu Besar ditafsirkan oleh sebagian ahli arkeologis memberikan kepercayaan pada kisah Alkitab.[20]
2.1. Periode Bait
Menurut kitab Ibrani, Raja Daud berkuasa hingga 970 SM. Kekuasaannya diteruskan putranya Salomo,[21] yang membangun Bait Suci di Gunung Moria. Bait Salomo (kemudian dikenal sebagai Bait Pertama), memainkan perang penting dalam sejarah bangsa Yahudi sebagai tempat singgahnya Tabut Perjanjian.[22] Selama lebih dari 450 tahun, hingga penaklukkan Babilonia pada tahun 587 SM, Yerusalem merupakan ibukota politik Kerajaan Israel bersatu dan kemudian Kerajaan Yehuda dan Baitnya menjadi pusat keagamaan bangsa Israel.[23] Periode ini dikenal dalam sejarah sebagai Periode Bait Pertama.[24] Setelah Salomo wafat (sekitar 930 SM), sepuluh suku utara memisahkan diri membentuk Kerajaan Israel. Di bawah kekuasaan Wangsa Daud dan Salomo, Yerusalem menjadi ibukota Kerajaan Yehuda.[25]
Menara Daud yang tampak dari Lembah Hinnom |
Saat bangsa Assyria
menaklukkan Kerajaan Israel pada tahun 722 SM, Yerusalem dikuatkan oleh
serombongan besar pengungsi dari kerajaan utara. Periode Bait Pertama
berakhir sekitar tahun 586 SM, saat bangsa Babilonia menaklukkan Yehuda
dan Yerusalem, dan menelantarkan Bait Salomo.[24] Pada tahun 538 SM, setelah lima puluh tahun pembuangan ke Babilonia, Raja Persia Koresh Agung mengajak orang Yahudi untuk kembali ke Yehuda membangun Bait.[26] Pembangunan Bait Kedua selesai pada tahun 516 SM, selama kekuasaan Darius Agung, tujuh puluh tahun setelah hancurnya Bait Pertama.[27][28] Kemudian, pada tahun ~445 SM, Raja Artahsasta I dari Persia mengeluarkan dekrit yang mengizinkan kota dan tembok dibangun kembali.[29] Yerusalem kembali menjadi ibukota Yehuda dan pusat peribadatan orang Yahudi. Saat pengasa Makedonia Aleksander Agung menaklukkan Kekaisaran Persia, Yerusalem dan Yudea jatuh ke tangan Makedonia, segera setelahnya jatuh ke kekuasaan Dinasti Ptolemaik dibawah Ptolemy I. Pada tahun 198 SM, Ptolemy V kehilangan Yerusalem dan Yudea dari bangsa Seleukus dibawah Antiokhos III Agung. Kekaisaran Seleukus yang berusaha mengisi Yerusalem sebagai polis yang dihelenisasi menjadi gawat pada tahun 168 SM dengan kebehasilan penuh Revolusi Makabe, Matatias sang Imam Besar dan kelima putranya atas Antiokhos IV Epiphanes, dan terbentuknya Kerajaan Hasmonea mereka pada tahun 152 SM dengan Yerusalem kembali sebagai ibukotanya.[30]
2.2. Perang Yahudi-Romawi
Bangsa Romawi mengepung dan menghancurkan Yerusalem (David Roberts, 1850) |
Saat Roma menjadi semakin kuat, Herodes diangkat sebagai raja boneka Yahudi. Herodes Agung mengabdikan dirinya untuk membangun dan memperindah kota. Dia membangun tembok, menara, dan kuil, dan memperluas Bukit Bait,
menopang halaman istana dengan balok batu yang beratnya mencapai 100
ton. Selama Herodes berkuasa, wilayah Bukit Bait bertambah luas.[21][31][32] Pada tahun 6 M, kota dan wilayah-wilayah di sekitarnya oleh penguasa Romawi dijadikan sebagai Provinsi Iudaea[33] dan keturunan Herodes hingga Agrippa II
masih memangku gelar raja boneka Yudea hingga 96 M. Penguasa Romawi
atas Yerusalem dan wilayah sekitarnya mulai tertantang dengan adanya Perang Yahudi-Romawi pertama,
yang menyebabkan kehancuran Bait Kedua pada tahun 70 M. Yerusalem
sekali lagi menjadi ibukota dari Yudea selama tiga tahun pemberontakan
yang dikenal dengan Revolusi Bar Kokhba yang dimulai tahun 132 M. Orang-orang Romawi terus menekan revolusi di 135 M. Kaisar Hadrianus meromawisasi kota dan mengganti namanya menjadi Aelia Capitolina[34], dan melarang orang Yahudi memasukinya. Hadrianus mengganti keseluruhan nama Provinsi Iudaea menjadi Syria Palaestina menurut kata Filistin dalam Alkitab untuk menjauhkan orang Yahudi dari negara mereka.[35][36] Larangan orang Yahudi memasuki Aelia Capitolina berlanjut hingga abad ke-4 M.
Lima abad setelah revolusi Bar Kokhba, kota masih berada dibawah kekuasaan Romawi kemudian Bizantium. Selama abad ke-4, Kaisar Romawi Konstantin I membangun tempat-tempat Kristen di Yerusalem seperti Gereja Makam Kudus.
Luas wilayah dan populasi Yerusalem mencapai puncak di akhir Periode
Bait Kedua: Kota mencakup dua kilomoter persegi dan memiliki populasi
200.000[35][37] Dari dari-hari Konstantin hingga abad ke-7, Yerusalem dilarang bagi orang Yahudi.[38]
2.3. Perang Romawi-Persia
Dalam rentang beberapa dekade, Yerusalem berganti penguasa dari Romawi menjadi Persia dan kembali dikuasai Romawi sekali lagi. Dengan adanya tekanan Khosrau II dari Sassania di awal abad ketujuh terhadap Bizantium hingga ke Syria, Jendral Sassania Shahrbaraz dan Shahin menyerang kota yang dikendalikan Bizantium, Yerusalem (bahasa Farsi: Dej Houdkh). Mereka dibantu oleh orang Yahudi dari Palestina yang telah bangkit melawan Bizantium.[39]
Pada Pengepungan Yerusalem (614), setelah 21 hari peperangan tanpa ampun, Yerusalem direbut. Riwayat Bizantium menceritakan bahwa tentara Sassana
dan orang Yahudi membantai puluhan dari ribuan orang Kristen di dalam
kota, ini menjadi episode yang masih diperdebatkan para sejarawan.[40] Kota yang ditaklukkan masih berada di tangan Sassania hingga sekitar lima belas tahun saat Kaisar Bizantium Heraklius merebutnya kembali pada tahun 629.[39]
2.4. Penguasaan Arab
Kubah Shakhrah tampak dari Gerbang Katun |
Yerusalem merupakan kota tersuci ketiga orang Islam setelah Mekkah dan Madinah. Orang-orang Muslim pada masa-masa awal menyebutnya Bait al-Muqaddas; selanjutnya lebih dikenal dengan al-Quds al-Sharif. Pada tahun 638, Kekhalifahan Islam membentangkan kekuasaannya hingga.[41] Dengan adanya penaklukkan Arab, orang Yahudi diizinkan kembali ke kota.[42] Khulafaur Rasyidin Umar bin Khattab menandatangani kesepakatan dengan Patriakh Kristen Monofisit Sophronius untuk meyakinkan dia bahwa tempat-tempat suci dan umat Kristen Yerusalem akan dilindungi dibawah kekuasaan orang Muslim.[43] Umar memimpin dari Batu Fondasi di Bukit Bait, yang sebelumnya telah ia bersihkan untuk mempersiapkan bangunan masjid. Menurut uskup Gaul Arculf, yang tinggal di Yerusalem dari 679 hingga 688, Masjid Umar merupakan bangunan kayu persegi yang dibangun di atas sisa-sisa bangunan yang dapat menampung 3.000 jamaah.[44] Khalifah Abdul Malik dari Umayyah mempersiapkan pembangunan Kubah Shakhrah pada kahir abad ke-7.[45] Sejarawan abad ke-10 al-Muqaddasi menulis bahwa Abdul Malik membangun altar untuk menyelesaikan kemegahan gereja-gereja monumental Yerusalem.[44]
Selama lebih dari empat ratus tahun berikutnya, ketenaran Yerusalem
berkurang saat wilayah itu direbut dan menjadi wilayah kekuasaan Arab.[46]
2.5. Periode tentara Salib, Ayyubiyyah, dan Mamluk
Ilustrasi abad Pertengahan perebutan Yerusalem selama Perang Salib Pertama, 1099 |
Tahun 1099, penguasa Fatimiyah mengusir penduduk Kristen asli sebelum Yerusalem ditaklukkan oleh Tentara Salib yang kemudian membantai sebagian besar penduduk Muslim dan Yahudi. Tentara Salib lalu mendirikan Kerajaan Yerusalem. Pada awal Juni 1099 populasi Yerusalem menurun dari 70.000 hingga kurang dari 30.000.[47]
Tahun 1187, Yerusalem direbut dari Tentara Salib oleh Saladin yang mengizinkan orang Yahudi dan Muslim kembali dan bermukim di dalam kota.[48] Dibawah pemerintahan Dinasti Ayyubiyyah
pimpinan Saladin, periode investasi besar dimulai dengan pembangunan
rumah-rumah, pasar, kamar-mandi umum, dan pondok-pondok bagi peziarah,
begitu pula ditetapkannya sumbangan keagamaan. Meski demikian, selama
abad ke-13, Yerusalem turun statusnya menjadi desa karena jatuhnya nilai
strategis kota perjuangan Ayyubiyyah yang gagal.[49]
Tahun 1244, Yerusalem dikepung oleh Kharezmian bangsa Tartar, yang mengurangi penduduk Kristen kota dan mengusir orang Yahudi.[50] Khwarezmia dari bangsa Tatar diusir oleh Ayyubiyyah tahun 1247. Dari 1250 hingga 1517, Yerusalem dikusasai oleh Mamluk. Selama periode ini banyak pertentangan terjadi antara Mamluk di satu sisi dan tentara salib dan suku Mongol di sisi lain. Wilayahnya juga terimbas dari banyak gempa dan wabah hitam.
2.6. Era Ottoman
Warga Yahudi di Yerusalem, 1895 |
Tahun 1517, Yerusalem dan sekitarnya jatuh ke tangan Turki Ottoman yang masih mengambil kendali hingga 1917.[48] Yerusalem menikmati periode pembaruan dan kedamaian dibawah kekuasaan Suleiman I – termasuk pembangunan ulang tembok-tembok yang mengelilingi Kota Tua.
Selama masa penguasa-penguasa Ottoman, Yerusalem berstatus provinsi,
jika dalam hal keagamaan kota ini menjadi pusat yang sangat penting, dan
tidak menutup diri dari jalur perdagangan utama antara Damaskus dan Kairo.[51]
Orang-orang Muslim Turki melakukan banyak pembaharuan: sistem pos
modern diterapkan oleh berbagai konsulat; penggunaan roda untuk mode
transportasi; kereta pos dan kereta kuda, gerobak sorong dan pedati; dan
lentera minyak, merupakan tanda-tanda awal modernisasi di dalam kota.[52]
Pada paruh abad ke-19, bangsa Ottoman membangun jalan aspal pertama
dari Jaffa hingga Yerusalem, dan pada 1892 jalur rel mulai mencapai
kota.[52]
Setelah aneksasi Yerusalem oleh Muhammad Ali dari Mesir tahun 1831, misi dan konsulat asing mulai menapakkan kakinya di kota. Tahun 1836, Ibrahim Pasha mengizinkan penduduk Yahudi Yerusalem memperbaiki empat sinagoga besar, termasuk diantaranya Sinagoga Hurva.[53] Saat Revolusi Arab di Palestina 1834, Qasim al-Ahmad memimpin penyerangan dari Nablus dan menyerang Yerusalem, dibantu oleh klan Abu Ghosh,
dan memasuki kota pada 31 Mei 1834. Orang Kristen dan Yahudi di
Yerusalem menjadi target penyerangan. Tentara Mesir Ibrahim menaklukkan
serangan Qasim di Yerusalem bulan berikutnya.[54]
Kekuasaan Ottoman kembali lagi pada tahun 1840, namun banyaknya orang Islam Mesir yang ada di Yerusalem dan orang Yahudi dari Aljazair dan Afrika Utara yang berdatangan menyebabkan meningkatnya jumlah populasi di dalam kota.[53]
Pada tahun 1840-an dan 1850-an, kuasa internasional mulai tarik tambang
di Palestina saat mereka meminta perpanjangan perlindungan atas umat
beragama minoritas di dalam negeri, sebuah perjuangan yang diangkat
terutama oleh wakil konsuler di Yerusalem.[55]
Menurut konsul Prussia, populasi pada tahun 1845 adalah 16.410 dengan
7.120 orang Yahudi, 5.000 Muslim, 3.390 Kristen, 800 tentara Turki dan
100 orang Eropa.[53]
Volume peziarah Kristen semakin meningkat selama kekuasaan Ottoman, dan
menyebabkan populasi kota bertambah menjadi dua kali lipat selama
Paskah.[56]
Pada tahun 1860-an, pemukiman baru mulai berkembang di luar tembok
Kota Tua sebagai tempat menetap para peziarah dan untuk mengurangi
tingkat kepadatan dan sanitasi yang buruk di dalam kota. Kamp Rusia dan Mishkenot Sha'ananim didirikan pada tahun 1860.[57]
Tahun 1867 Misionaris Amerika melaporkan populasi kira-kira Yerusalem
'di atas' 15.000 yang terdiri dari: 4.000 hingga 5.000 orang Yahudi dan
6.000 umat Muslim. Setiap tahun ada sekitar 5.000 hingga 6.000 Peziarah
Kristen Rusia.[58]
2.7. Mandat Britania dan Perang 1948
Jendral Edmund Allenby memasuki Gerbang Jaffa di Kota Tua Yerusalem pada 11 Desember 1917 |
Tahun 1917 setelah Pertempuran Yerusalem, Tentara Britania dipimpin Jenderal Edmund Allenby mengepung kota,[59] dan pada tahun 1922, LBB pada Konferensi Lausanne mempercayakan Britania Raya untuk mengatur Mandat bagi Palestina.
Dari tahun 1922 hingga tahun 1948 total populasi kota meningkat dari
52.000 menjadi 165.000 dengan dua pertiganya orang Yahudi dan sepertiga
orang Arab (umat Muslim dan Kristen).[60] Situasi antara orang Arab dan Yahudi di Palestina tidak tenang. Di Yerusalem, kerusuhan terjapada tahun 1920 dan tahun 1929. Dibawah pemerintahan Britania, taman-taman baru dibuat di pinggir kota di bagian utara dan barat kota[61][62] dan institusi pendidikan tinggi seperti Universitas Ibrani didirikan.[63]
Saat masa jabatan Mandat Britania untuk Palestina berakhir, Rencana Pembagian Palestina oleh PBB tahun 1947 mengusulkan pembuatan rezim internasional khusus di Kota Yerusalem, mengesahkannya sebagai corpus separatum (daerah terpisah) di bawah administrasi PBB."[64] Rezim internasional (yang juga termasuk kota Bethlehem) tetap berlaku selama satu periode berkisar sepuluh tahun, kemudian sebuah referendum diadakan untuk memutuskan rezim masa depan kota. Namun, rencana ini tidak dilaksanakan karena perang tahun 1948 meletus, sementara Britania menarik diri dari Palestina dan Israel menyatakan kemerdekaannya.[65] Perang memicu pemindahan populasi Arab dan Yahudi di kota. 1.500 penduduk Perempat Yahudi di Kota Tua terusir dan beberapa ratus dipenjara saat Legiun Arab mengepung Perempat itu pada tanggal 28 Mei.[66][67] Legiun Arab juga menyerang Yerusalem Barat dengan sniper.[68]
2.8. Pembagian dan penyatuan ulang
Polisi Israel bertemu anggota Legiun Yordania di dekat Gerbang Mandelbaum |
Tanah tak berpemilik antara Yerusalem Barat dan Timur mulai diurus pada November 1948. Moshe Dayan, komandan tentara Israel di Yerusalem bertemu dengan rekan Yordanianya Abdullah el Tell di sebuah tempat tinggal gurun di lingkungan Musrara
Yerusalem dan menandai posisi mereka masing-masing: posisi Israel
berwarna merah dan Yordania berwarna hijau. Peta kasar, yang tidak
berarti sebagai suatu yang resmi, menjadi garis gencatan senjata final dalam Kesepakataan Gencatan senjata 1949, yang membagi kota dan meninggalkan Gunung Scopus sebagai daerah kantong Israel.[69]
Kawat berduri dan pagar beton penghalang dipasang di pusat kota dan
tembak-tembakan militer sering pecah di wilayah gencatan senjata.
Setelah proklamasi Negara Israel, Yerusalem diklaim oleh pemerintahan
yang baru berdiri sebagai ibukotanya. Yordan yang menganeksasi Yerusalem
Timur tahun 1950, memberlakukan peraturan hukum mereka di wilayah itu.[65][70] Hanya Britania Raya dan Pakistan yang mengakui aneksasi tersebut, yang, terkait dengan Yerusalem, berada atas dasar de facto.[71] Juga, banyak yang meragukan Pakistan akan mengakui aneksasi Yordania.[72][73]
Yordania mengambil kendali tempat-tempat suci di Kota Tua.
Bertolak-belakang dengan syarat-syarat perjanjian, orang Israel tidak
diperkenankan masuk ke tempat-tempat suci. Yordania mengizinkan akses
yang sangat terbatas ke tempat-tempat suci Kristen.[74][75] Selama periode ini, Kubah Shakhrah dan Masjid al-Aqsa direnovasi besar-besaran.[76]
Peta yang menunjukkan Yerusalem Timur dan Barat |
Setelah Israel merebut Yerusalem Timur pada Perang Enam Hari pada tahun 1967, orang Yahudi dan Kristen diperbolehkan memasuki kembali tempat-tempat suci, sementara Bukit Bait masih menjadi yurisdiksi wakaf Islam. Perempat Maroko yang berbatasan dengan Tembok Barat, dikosongkan dan dihancurkan[77] to make way for a plaza for those visiting the wall.[78] Sejak perang, Israel telah memperluas lingkar kota dan menetapkan lingkar pemukiman Yahudi di tanah kosong timur Garis Hijau.
Namun, pengambilalihan Yerusalem Timur dikritik oleh dunia internasional. Setelah penyampaian Hukum Yerusalem Israel, yang menyatakan Yerusalem "sepenuhnya dan kesatuan" ibukota Israel,[79] Dewan Keamanan PBB menyampaikan resolusi
yang menyatakan tindakan Israel sebagai "pelanggaran hukum
internasional" dan meminta semua negara-negara anggota menarik semua
duta besarnya dari kota.[80]
Status kota ini, khususnya tempat-tempat suci, masih menjapada
masalah inti konflik Israel-Palestina. Pemukim Yahudi telah mengambil
alih situs-situs bersejarah dan membangun pemukiman Yahudi di tanah yang
ditinggalkan oleh orang-orang Arab yang dipaksa mengungsi dan
meninggalkan tanahnya oleh militer Israel selama perang[81]
untuk meluaskan kehadiran orang Yahudi di Yerusalem Timur, sementara
pemimpin-pemimpin Islam terkemuka mengklaim orang Yahudi tidak memiliki
hubungan sejarah dengan Yerusalem, menganggap Tembok Barat yang telah
berusia 2500 tahub dibangun sebagai bagian dari masjid.[82] Orang Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibukota negara Palestina pada masa mendatang,[83][84] dan perbatasan kota menjadi subyek pembicaraan bilateral.
3. Yerusalem dan Islam
Bagi pemeluk Islam, Yerusalem merupakan tempat suci ketiga setelah Mekkah dan Madinah.
Ketika Islam menguasai kota ini banyak pedagang-pedagang Arab yang
membuka rute perdagangan di sini, termasuk para pedagang dari Makkah dan
Madinah. Kota ini juga adalah kiblat pertama umat Islam dalam menyembah Tuhan mereka sebelum akhirnya dialihkan ke ke Bait Allah di Mekkah.
Tercatat setelah Salahuddin Al-Ayyubi menguasai kota ini kembali dari tangan Guy dari Lusignan pada masa perang salib ke-3, orang Islam, Kristen, dan Yahudi dapat beribadat tanpa ada gangguan, setelah sebelumnya akses ke tempat suci dimonopoli oleh tentara salib.
4. Referensi
- A/RES/194 (III), Majelis Umum PBB
- Segal, Jerome M. (Fall 1997). "Negotiating Jerusalem". The University of Maryland School of Public Policy. Diakses pada 25 Februari 2007.
- Møller, Bjørn (November 2002). "A Cooperative Structure for Israeli-Palestinian Relations" (pdf). Working Paper No. 1. Centre for European Policy Studies. Diakses pada 16 April 2007.
- "Do We Divide the Holiest Holy City?". Moment Magazine. Diakses pada 5 Maret 2008.
- [Jerusalem's Holiest Places], (2006), James Barrat, (English/Spanish) National Geographic,.
- G.Johannes Botterweck, Helmer Ringgren (eds.) Theological Dictionary of the Old Testament, (tr.David E.Green) William B.Eerdmann, Grand Rapids Michigan, Cambridge, UK 1990, Vol. VI, p.348
- EA287 Abdi Hiba of Jerusalem to the king, No. 3
- The El Amarna Letters from Canaan
- Elon, Amos (8 Januari 1996). Jerusalem. HarperCollins Publishers Ltd. ISBN 0006375316. Diakses pada 26 April 2007. "Epitet ini mungkin saja merupakan nama kuno Yerusalem—Salem (menurut nama dewa pagan di kota itu), yang scara etimologis berhubungan dengan kata bahasa-bahasa Semitik yang berarti damai (syalom dalam b.Ibrani, salam dalam b.Arab)."
- Wallace, Edwin Sherman (August 1977). Jerusalem the Holy. New York: Arno Press. hlm. 16. ISBN 0405102984. "Sebuah pandangan serupa dipertahankan oleh orang-orang yang menggunakan bentuk ganda Ibrani untuk kata tersebut"
- Smith, George Adam (1907). Jerusalem: The Topography, Economics and History from the Earliest Times to A.D. 70. Hodder and Stoughton. hlm. 251. "Istilah -aim atau -ayim dipakai sebagai istilah umum bentuk ganda dari kata benda, dan digunakan sebagai penanda kota-kota hulu dan hilir." (lihat ini [1])
- "Jerusalem". Jafi.org.il. Diakses pada 5 Mei 2009.
- Freedman, David Noel (1 Januari 2000). Eerdmans Dictionary of the Bible. Wm B. Eerdmans Publishing. hlm. 694–695. ISBN 0802824005.
- Killebrew Ann E. "Biblical Jerusalem: An Archaeological Assessment" in Andrew G. Vaughn and Ann E. Killebrew, eds., "Jerusalem in Bible and Archaeology: The First Temple Period" (SBL Symposium Series 18; Atlanta: Society of Biblical Literature, 2003)
- Vaughn, Andrew G. (1 Agustus 2003). "Jerusalem at the Time of the United Monarchy". Jerusalem in Bible and Archaeology: the First Temple Period. Atlanta: Society of Biblical Literature. hlm. 32–33. ISBN 1589830660.
- Shalem, Yisrael (1997-03-03). "History of Jerusalem from Its Beginning to David". Jerusalem: Life Throughout the Ages in a Holy City. Bar-Ilan University Ingeborg Rennert Center for Jerusalem Studies. Diakses pada 18 Januari 2007.
- nama asli URU URU salem KI dalam bahasa Akkadia, ditemukan tertulis dalam surat-surat Amarna saat kota masih dikepung orang Mesir dan dikuasai oleh Abi Heba yang berarti kota damai
- Greenfeld, Howard (29 Maret 2005). A Promise Fulfilled: Theodor Herzl, Chaim Weizmann, David Ben-Gurion, and the Creation of the State of Israel. Greenwillow. hlm. 32. ISBN 006051504X.
- "Timeline". City of David. Ir David Foundation. Diakses pada 18 Januari 2007.
- Erlanger, Steven, "King David's Palace Is Found, Archaeologist Says ", (The New York Times), 5 Agustus 2005. Diakses pada 24 Mei 2007.
- Michael, E. (28 Februari 2005). The Complete Book of When and Where: In The Bible And Throughout History. Tyndale House Publishers, Inc.. hlm. 20–1, 67. ISBN 0842355081.
- Merling, David (1993-08-26). "Where is the Ark of the Covenant?". Andrew's University. Diakses pada 22 Januari 2007.
- Jerusalem: Illustrated History Atlas Martin Gilbert, Macmillan Publishing, New York, 1978, p. 11
- Zank, Michael. "Capital of Judah I (930–722)". Boston University. Diakses pada 22 Januari 2007.
- Zank, Michael. "Capital of Judah (930–586)". Boston University. Diakses pada 22 Januari 2007.
- Ezra 1:1-4; 6:1-5
- Sicker, Martin (30 Januari 2001). Between Rome and Jerusalem: 300 Years of Roman-Judaean Relations. Praeger Publishers. hlm. 2. ISBN 0275971406.
- Zank, Michael. "Center of the Persian Satrapy of Judah (539–323)". Boston University. Diakses pada 22 Januari 2007.
- Nehemiah 1:3; 2:1-8
- Schiffman, Lawrence H. (1991). From Text to Tradition: A History of Second Temple and Rabbinic Judaism. Ktav Publishing House. hlm. 60–79. ISBN 0-88125-371-5.
- Har-el, Menashe. This Is Jerusalem. Canaan Publishing House. hlm. 68-95.
- Zank, Michael. "The Temple Mount". Boston University. Diakses pada 22 Januari 2007.
- Crossan, John Dominic (26 Februari 1993). The Historical Jesus: the life of a Mediterranean Jewish peasant (edisi ke-Reprinted). San Francisco: HarperCollins. hlm. 92. ISBN 0060616296. "dari tahun 4 SM hingga 6 M, saat Roma mengasingkan Herodes Arkhelaus ke Gaul, berpura-pura memiliki kendali prefektural langsung atas teritorinya"
- Lehmann, Clayton Miles. "Palestine: People and Places". The On-line Encyclopedia of the Roman Provinces. The University of South Dakota. Diarsipkan dari yang asli pada 10 Maret 2008. Diakses pada 18 April 2007.
- Lehmann, Clayton Miles (2007-02-22). "Palestine: History". The On-line Encyclopedia of the Roman Provinces. The University of South Dakota. Diarsipkan dari yang asli pada 10 Maret 2008. Diakses pada 18 April 2007.
- Cohen, Shaye J. D. (1996). "Judaism to Mishnah: 135–220 C.E". di dalam Hershel Shanks. Christianity and Rabbinic Judaism: A Parallel History of their Origins and Early Development. Washington DC: Biblical Archaeology Society. hlm. 196.
- Har-el, Menashe. This Is Jerusalem. Canaan Publishing House.
- Zank, Michael. "Byzantian Jerusalem". Boston University. Diakses pada 1 Februari 2007.
- Conybeare, Frederick C. (1910). The Capture of Jerusalem by the Persians in 614 AD. English Historical Review 25. hlm. 502–517.
- Modern Historians and the Persian Conquest of Jerusalem in 614, Jewish Social Studies
- Jerusalem: Illustrated History Atlas Martin Gilbert, Macmillan Publishing, New York, 1978, p. 7
- Gil, Moshe (February 1997). A History of Palestine, 634-1099. Cambridge University Press. hlm. 70–71. ISBN 0521599849.
- ^ Runciman, Steven (1951). A History of the Crusades:The First Crusade and the Foundation of the Kingdom of Jerusalem. Penguin Books. Vol.1 pp.3–4.
- Shalem, Yisrael. "The Early Arab Period - 638-1099". Ingeborg Rennert Center for Jerusalem Studies, Bar-Ilan University. Diakses pada 20 Juli 2008.
- Hoppe, Leslie J. (August 2000). The Holy City: Jerusalem in the Theology of the Old Testament. Michael Glazier Books. hlm. 15. ISBN 0814650813.
- Zank, Michael. "Abbasid Period and Fatimid Rule (750–1099)". Boston University. Diakses pada 1 Februari 2007.
- Hull, Michael D. (June 1999). "First Crusade: Siege of Jerusalem". Military History. Diakses pada 18 Mei 2007.
- "Main Events in the History of Jerusalem". Jerusalem: The Endless Crusade. The CenturyOne Foundation. 28 April 2003. Diakses pada 2 Februari 2007.
- ^ Abu-Lughod, Janet L.; Dumper, Michael (2007), Cities of the Middle East and North Africa: A Historical Encyclopedia, ABC-CLIO, hlm. 209, diakses pada 22 Juli 2009
- Jerusalem: Illustrated History Atlas Martin Gilbert, Macmillan Publishing, New York, 1978, p.25.
- Amnon Cohen. "Economic Life in Ottoman Jerusalem"; Cambridge University Press, 1989
- The Jerusalem Mosaic, Hebrew University, 2002
- Jerusalem: Illustrated History Atlas Martin Gilbert, Macmillan Publishing, New York, 1978, p. 37
- 1834 Palestinian Arab Revolt
- Joel Beinin (2001) Workers and peasants in the modern Middle East Cambridge University Press, ISBN 0-521-62903-9 p 33
- Beshara, Doumani. (1995). Rediscovering Palestine: Egyptian rule, 1831-1840 University of California Press.
- Encyclopedia Judaica, Jerusalem, Keter, 1978, Volume 9, "State of Israel (Historical Survey)", pp.304–306
- Jerusalem: Illustrated History Atlas Martin Gilbert, Macmillan Publishing, New York, 1978, p.35
- Eylon, Lili (April 1999). "Jerusalem: Architecture in the Late Ottoman Period". Focus on Israel. Israel Ministry of Foreign Affairs. Diakses pada 20 April 2007.
- Ellen Clare Miller, 'Eastern Sketches - notes of scenery, schools and tent life in Syria and Palestine'. Edinburgh: William Oliphant and Company. 1871. Page 126: 'It is difficult to obtain a correct estimate of the number of inhabitants of Jerusalem...'
- Fromkin, David (1 September 2001). A Peace to End All Peace: The Fall of the Ottoman Empire and the Creation of the Modern Middle East (edisi ke-2nd reprinted). Owl Books e. hlm. 312–3. ISBN 0805068848.
- Chart of the population of Jerusalem
- Tamari, Salim (1999). "Jerusalem 1948: The Phantom City" (Reprint). Jerusalem Quarterly File (3). Diarsipkan dari yang asli pada 9 September 2006. Diakses pada 2 Februari 2007.
- Eisenstadt, David (2002-08-26). "The British Mandate". Jerusalem: Life Throughout the Ages in a Holy City. Bar-Ilan University Ingeborg Rennert Center for Jerusalem Studies. Diakses pada 10 Februari 2007.
- "History". The Hebrew University of Jerusalem. Diakses pada 18 Maret 2007.
- "Considerations Affecting Certain of the Provisions of the General Assembly Resolution on the "Future Government of Palestine": The City of Jerusalem". The United Nations. 22 Januari 1948. Diarsipkan dari yang asli pada 26 Januari 2008. Diakses pada 3 Februari 2007.
- Lapidoth, Ruth (1998-06-30). "Jerusalem: Legal and Political Background". Israel Ministry of Foreign Affairs. Diarsipkan dari yang asli pada 7 Agustus 2007. Diakses pada 22 Juli 2008.
- Benny Morris, 1948 (2008), pp.218–219.
- Mordechai Weingarten
- Amos Oz, A Tale of Love and Darkness, (2004), ISBN 0-15-100878-7
- No Man's Land
- "Legal Status in Palestine". Birzeit University Institute of Law. Diakses pada 22 Juli 2008.
- Announcement in the UK House of Commons of the recognition of the State of Israel and also of the annexation of the West Bank by the State of Jordan. Commons Debates (Hansard) 5th series, Vol 474, pp 1137–1141. April 27, 1950. scan (PDF)
- S. R. Silverburg, Pakistan and the West Bank: A research note, Middle Eastern Studies, 19:2 (1983) 261–263.
- P. R. Kumaraswamy (2000-03). "Beyond the Veil: Israel-Pakistan Relations" (PDF). Jaffee Center for Strategic Studies, Tel Aviv University. Diakses pada 22 Juli 2009.
- Martin Gilbert, "Jerusalem: A Tale of One City", The New Republic, Nov. 14, 1994
- Mitchell Bard. "Myths & Facts Online: Jerusalem". Jewish Virtual Library. Diakses pada 22 Juli 2009.
- Greg Noakes (September/October 1994). "Dispute Over Jerusalem Holy Places Disrupts Arab Camp". Washington report on Middle East affairs. Diakses pada 20 Juli 2008.
- Rashid Khalidi, "The Future of Arab Jerusalem" British Journal of Middle Eastern Studies, Vol. 19, No. 2 (1992), pp. 133–143
- "Jerusalem's Holy Places and the Peace Process". The Washington Institute for Near East Policy. 28 April 1988. Diakses pada 20 Juli 2008.
- "Basic Law- Jerusalem- Capital of Israel". Israeli Ministry of Foreign Affairs. 30 Juli 1980. Diakses pada 20 Juli 2008.
- "Resolution 478 (1980)". United Nations. 28 April 1980. Diakses pada 30 Juli 2008.
- "Jewish Inroads in Muslim Quarter: Settlers' Project to Alter Skyline of Jerusalem's Old City" The Washington Post Foreign Service, February 11, 2007; Page A01
- "'Western Wall was never part of temple' ", (Jerusalem Post), 25 Oktober 2007. Diarsipkan dari aslinya, tanggal 2007-10-27. Diakses pada 20 Juli 2008.
- "No Mid-East advance at UN summit ", (BBC), 7 September 2000. Diakses pada 3 Februari 2007.
- Khaled Abu Toameh. "Abbas: Aim guns against occupation ", (The Jerusalem Post), 11 Januari 2007. Diakses pada 3 Februari 2007.
5. Pranala luar
- (Inggris) Kota historis Yerusalem - warisan dunia
- (Inggris) Ottoman Jerusalem
- (Inggris) [2] - Situs-situs bersejarah Islam, Kristen dan Yudaisme di Yerusalem
Tidak ada komentar:
Posting Komentar