Raden Mas Soerjopranoto (Ejaan Soewandi: Suryopranoto) (lahir di Jogjakarta, 11 Januari 1871 – meninggal di Tjimahi, 15 Oktober 1959
pada umur 88 tahun) adalah salah satu Pahlawan Nasional Indonesia yang
dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-3 oleh Presiden RI, Soekarno, pada 30 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 310 Tahun 1959, tanggal 30 November 1959).[1]
Ia dimakamkan di Kotagede, Yogyakarta.
1. Latar Belakang dan Pendidikan
Soerjopranoto, dengan nama kecil Iskandar, adalah kakak Soewardi Soeryaningrat (Ki Hadjar Dewantara).
Secara genealogis, Soerjopranoto adalah seorang bangsawan. Ia adalah
putra sulung dari Kanjeng Pangeran Aryo (KPA) Suryaningrat, yang mana
sang ayah sendiri adalah putra tertua dari Paku Alam III. Ini berarti Suryopranoto adalah anak laki-laki pertama dari seorang putra mahkota. Namun, hak naik tahta sang ayah menjadi batal karena ia terserang penyakit mata yang mengakibatkan kebutaan.
Iskandar, sebagai anak bangsawan, termasuk golongan pribumi yang
kedudukannya "disamakan" dengan kalangan bangsa Eropa. Dengan statusnya
itulah ia bisa masuk Sekolah Rendah Eropa atau Europeesche Lagere School (ELS). Setamat dari ELS, Suryopranoto mengambil Klein Ambtenaren Cursus atau Kursus Pegawai Rendah, yang kurang lebih setingkat dengan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) yang sekarang setara dengan SMP.
Lulus dari kursus tersebut, Suryopranoto diterima menjadi pegawai kantor pemerintahan kolonial di Toeban. Ia akhirnya dipecat dari pekerjaan tersebut karena menempeleng seorang pejabat kolonial berkulit putih.
Sekembalinya dari Toeban, Suryopranoto langsung diangkat sebagai wedono sentono di Praja Pakualaman dengan pangkat panji. Jabatan itu kurang lebih sama dengan kepala bagian administrasi istana.
Pada tahun 1900, Suryopranoto mendirikan sebuah organisasi bernama Mardi Kaskaya. Sebagian besar pengurus organisasi ini adalah kerabat Pakualaman. Mardi Kaskaya kurang lebih mirip sebuah koperasi simpan-pinjam. Pada akhir tahun 1901, Suryopranoto mendirikan sebuah klub pertemuan dengan nama Societeit Sutrohardjo. Klub ini kurang lebih merupakan sebuah perpustakaan yang sangat sederhana. Dalam klub ini, orang bisa membaca berbagai bacaan, seperti surat kabar dan majalah.
Sehubungan dengan keberadaan Mardi Kaskaya, ruang gerak
rentenir semakin berkurang. Mereka sering menemui umpatan dan cacian
ketika keluar masuk kampung-kampung. Akibatnya, konflik terbuka sering
terjadi. Insiden-insiden tersebut dianggap oleh pejabat kolonial sebagai
gangguan ketentraman umum karena keberadaan Mardi Kaskaya dengan Suryopranoto sebagai pendirinya. Oleh karena itulah pejabat kolonial "menyekolahkan" Suryopranoto ke MLS (Middelbare Landbouw School = Sekolah Menengah Pertanian) di Bogor.
2. Perjuangan
Pangeran Soerjopranoto dan juga bangsawan-bangsawan lainnya di
Praja Paku Alaman, umumnya tidak pernah menyembunyikan kenyataan
sejarah, bahwa di dalam tubuh kerabat Paku Alaman itu, terutama Sri Paku
Alam ke-II telah mengalir darah rakyat jelata yang segar yang berasal
dari seorang petani di desa Sewon, Bantul, Yogyakarta, yang bernama Ronodigdoyo.
Pada zaman Perang Perebutan Mahkota III (1747-1755) ia ikut terjun
dalam perjuangan melawan Belanda (VOC), dan pernah memberikan jasa yang
luar biasa kepada Pangeran Mangkubumi, adik Sultan Pakubuwono II. Sebab
itu kepadanya dijanjikan kedudukan yang baik, apabila pemberontakan
Pangeran Mangkubumi itu berhasil dengan kemenangan.
Tapi sesudah perang selesai dan Pangeran Mangkubumi memperoleh bagian Barat Kerajaan Mataram
setelah Perjanjian Gijanti (1755) dan ia naik tahta menjadi Sultan
Hamengku Buwono ke-I, Sri Sultan alpa akan janjinya, dan memberikan
Ronodigdoyo pada kedudukannya sebagai prajurit.
Karena sakit hati, maka Ronodigdoyo meninggalkan istana tanpa pamit
dan kemudian mendirikan perguruan di desa Sewon. Ia kawin dengan gadis
desa setempat dan kemudian beranak tiga orang, yaitu : Prawironoto,
Prawirodirdjo, dan seorang anak perempuan, Sedah Mirah (Sirih Mirah).
Dikemudian hari putera mahkota, yang nantinya menjadi Sri Sultan
Hamengku Buwono ke-II, yang belum tahu menahu asal usul Sedah Mirah,
telah jatuh cinta kepada gadis desa itu. Maka tanpa sengaja setelah
mereka menikah, Ronodigdoyo terangkat dengan sendirinya kepada kedudukan
yang mulia, sebagai besan Sri Sultan Hamengku Buwono Ke-I.
Ketika Sultan yang pertama mangkat pada tahun 1792, putera mahkota
segera naik tahta menjadi Sultan Hamengku Buwono ke-II, dan Sedah Mirah
diangkat menjadi permaisuri, bergelar Kanjeng Ratu Kencana Woelan (atau
Kencana Woengoe). Dari permaisuri yang berasal dari rakyat jelata ini
dilahirkan tiga orang anak, puteri semua, dan ternyata ketiganya
diperistri oleh bangsawan-bangsawan yang memiliki kedudukan yang penting
dalam sejarah, dan menurunkan pejuang-pejuang bangsa. Yang Pertama
adalah Kanjeng Ratu Ayoe yang kemudian menjadi permaisuri Sri Paku Alam
ke-II dan menjadi asal keturunan pahlawan-pahlawan nasional
Aoejopranoto, dan Ki Hadjar Dewantara. Yang Kedua, Kanjeng Ratu Anom
yang diperistri oleh Adipati Madiun dan kemudian yang Ketiga, Kanjeng
Ratu Timoer, yang deperistri oleh Patih Sedolawe dan menurunkan
Gondokoesoemo, yang cukup dikenal dalam Perang Diponogoro (1825-1830).
3. Asal-usul keluarga
Soerjopranoto dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 11 Januari tahun
1871 sebagai putera tertua dari Kanjeng Pangeran Haryo Soerjaningrat
putra sulung Sri Paku Alam III ( yang tidak dapat menjadi Paku Alam IV
karena buta ). Pakualaman adalah daerah Kulonprogo.
Istri beliau bernama Djauharin Insjiah putri almarhum Kyai haji
Abdussakur, Penghulu (Landraad) Agama Islam, dari Karanganyar Banyumas,
telah wafat terlebih dahulu dalam tahun 1951 pada usia 67 tahun.
Selain disekolahkan Soerjopranoto mendapat didikan di rumah tentang
budipekerti. Dan sesuai dengan adat pusaka kebangsawanan beliau
diwajibkan mengerti dan memahami senitari, kerawitan (gamelan), seni
sastra (membuat sajak, syair, nyanyian jawa). Menjelang dewasa mulailah
Soerjopranoto mempelajari soal ketatanegaraan, perekonomian,
kemasyarakatan, sejarah, keTuhanan dan lain sebagainya. Perpustakaan
beliau meliputi kurang lebih 3500 buku tentang berbagai ilmu
pengetahuan. Dia kemudian berhasil mendapat ijasah Klein Ambtenaar.
Karena dipandang terlalu "lastig" (membuat onar) di dalam masyarakat
Yogyakarta atas usaha Assistent Resident beliau "dibuang" ke Tuban
)Gresik) sebagai pegawai di Controleurs-Kantoor. Di sini beliau membela
teman pegawainya hingga menempeleng atasannya (seorang Belanda). Ia
minta berhenti dan segera pulang kembali ke Yogyakarta. Untuk
menghindari tindakan hukum pemerintah Hindia Belanda atas dirinya,
pamannya Pangeran Sasraningrat yang berpangkat Gusti Wakil mengangkatnya
menjadi Wedana Sentana, dengan titel "Panji" di Praja Paku Alaman.
Karena masih dianggap sebagai "Pengganggu", Assistent Resident
"membuang" beliau ke Bogor dengan alasan disekolahkan pada Sekolah
Pertanian (Eropeesch Afdeling) dengan surat tugas langsung ditanda
tangani Gubernur Jenderal sebagai "izin istimewa".Disini ia tinggal
dirumah orang Belanda bernama Van Hinllopen Laberton yang menganut
ajaran teosofi yang membenci penjajahan dan perbedaan hak bangsa-bangsa.
Soerjopranoto merasa manamukan sahabat, guru kawan dan orangtua
sekaligus. Pada tahun 1907 ia berhasil mendapat ijasah Landbouwkundige dan Landbouw-leraar.
Disamping itu beliau memahirkan diri dalam bela diri : yaitu Kuntau dan Toya dari seorang Tionghoa dari Kanton.
Pada masa ini ketika ayahnya menugaskan dia mengurus adiknya Suwardi
Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) masuk Sekolah Dokter Stovia di Jakarta
ia menitipkan surat pada adiknya dengan ajakan atas nama pemuda
masyarakat + pelajar-pelajar Bogor kepada student Stovia untuk
mendirikan perkumpulan "Pirukunan Jawi" yang boleh dianggap sebagai
voorloper (pendahulu) dari ide mendirikan "Boedi Oetomo". Tapi ajakannya
itu gagal, karena tidak mendapat tanggapan.
Pada tahun 1908 sampai dengan 1914 ia dipekerjakan sebagai pegawai
pemerintah Hindia Belanda dan menjabat sebagai Kepala Dinas Pertanian
(Landbouw Consulent) untuk daerah Wonosobo, Dieng, Batus dengan tugas
mengawasi perkebunan tembakau berkedudukan di Kejajar Garung kemudian
dipindahkan ke Wonosobo karena harus merangkap juga pekerjaan memimpin
sekolah pertanian.
Berhubung ada kejadian di Parakan (Temanggung) pada tahun 1914,
dimana seorang Asisten Wedana, yang anggota Sarekat Islam, dipecat dari
pekerjaannya karena keanggotaannya itu, maka beliau sebagai pembela
keadilan dengan protes keras menyobek-nyobek ijazah-ijazahnya sendiri
dan melemparkannya bersama bundelan kunci dihadapan Residen Belanda
atasannya sambil kontan minta berhenti.
Selanjutnya beliau bersumpah tidak akan lagi bekerja pada pemerintah
penjajah Belanda untuk selama-lamanya, dan memberikan seluruh tenaga dan
fikirannya pada perjuangan pergerakan politik menentang penjajahan.
4. Aktivitas dalam Pergerakan
Soerjopranoto di zaman pergerakan politik aktif dalam beberapa pergerakan antara lain:
4.1. Boedi Oetomo
Sepulang beliau ke Yogyakarta pada tahun 1908 beliau menggabungkan
diri pada perkumpulan "Boedi Oetomo". Segera bbeliau diangkat menjadi
Sekretasis Pengurus Besar Boedi Oetomo berkedudukan di Yogyakarta (periode setelah Dwidjosewojo).
4.2. Perasuransian Jiwa O.L.Mij Boemi Poetera (awalnya Onderlonge Levensverzekering Maatschappij PGHB)
Dalam periode ini untuk mendirikan Maskapai Asuransi Jiwa dikemukakan
oleh Pak Dwidjosewojo dalam Kongres Boedi Oetomo di Yogyakarta akhir
tahun 1910.
Kongres menerimanya dengan aklamasi tapi pelaksanaannya
tertunda-tunda. Kemudian pada permulaan tahun 1912 Pak Dwidjosewojo
mengemukakan ide itu kepada Kongres Perserikatan Guru-Guru Hindia
Belanda (PGHB) di Magelang. Usul itu diterima dengan gembira pada
tanggal 12 Februari 1912, Dengan nama "Onderlinge Levensverzekering
Maatschappij PGHB". Karena beratnya biaya, sedang verzekerden belum
banyak yang masuk, maka pengurus mengajukan permohonan supaya diberi
subsidi sebesar F 300 (tigaratus gulden) dengan syarat bahwa Maskapai
hanya dibuka untuk pegawai negeri bangsa bumi putera. Dewan Komisaris
pada masa itu dibentuk yang terdiri dari R.M. Dwidjosewojo, R.
Sastrowidjono, R.M. Soerjopranoto dan Dr. R. Soestandar yang tidak
menerima honorarium apa-apa. Seka itu namanya diubah menjadi O.L.Mij
Bumi Putera.
4.3. Barisan Kerja (=Arbeids leger) Adhi Dharma
Tidak puas bergerak dalam Boedi Oetomo karena tidak bersifat
kerakyatan dan tidak revolusioner, beliau minta diri keluar setelah usul
beliau untuk mendinamisir menjadi pergerakan rakyat ditolak.
Soerjopranoto tidak tinggal diam, beliau memperluas aktivitasnya
sendiri langsung dikalangan rakyat jelata dengan mendirikan Arbeidsleger
Adhi Dharma (Barisan Kerja A.D) Pada tahun 1915 di Yogyakarta yang
organisasinya disusun seperti di dalam ketentaraan ("eenstrijdend
leger") sampai kepelosok-pelosok dusun, di lereng-lereng dan di
puncak-puncak gunung ada wakil-wakilnya.
Anggotanya diberi pangkat seperti dalam kemiliteran. Adhi Dharma
(=kebaktian yang luhur) bergerak di ekonomi. Usaha-usahanya a.l :
meliput tabungan, koperasi pertukangan, pendidikan, kesehatan perbantuan
nasihat hukum dan kesemua usahanya didasarkan atas gotong royong.
Selain itu ia juga mendirikan sekolah-sekolah untuk rakyat umum
(rakyat kecil pada khususnya) yaitu S.R.-S.M.P.-Sekolah
Guru-Schakel-School.
Kegiatannya yang lain adalah mengadakan
ceramah-ceramah/diskusi-diskusi tentang soal-soal kemasyarakatan dan
pergerakan. Hasilnya antara lain timbulnya Yong Islamieten Bond dengan
ketuanya Sjamsuridjal yang adalah adik bungsu dari ibu Soerjopranoto,
yang dikemudian hari menjadi walikota (Gubernur) pertama Jakarta.
Beberapa usahanya yang lain antara lain mengadakan kursus-kursus pemberantasan buta huruf
dan kerajinan tangan bagi kaum wanita yang diadakan pada tiap sore hari
Jumat khusus untuk menampung wanita-wanita desa (luar kota) yang pulang
dari berdagang di pasar.
Dia juga membuka biro-biro penasihat hukum, khusus diperuntukkan bagi
orang-orang desa, yang ketika itu kurang terpelajar, sehingga mudah
ditipu dan diperlakukan sewenang-wenang oleh para pegawai Pangreh-praja.
Pada masa ini beliau menerbitkan buku "Pemimpin Landraad Civiel" yang
berisi Hukum Acara Perdata dan Pidana dengan gaya bahasa yang sederhana
dan mudah dimengerti.
Untuk membantu rakyat umum mendirikan koperasi gotong-royong dengan
nama "Mardi Kaskoyo" yang terbuka bagi para keluarga kaum pergerakan dan
rakyat umum.
Selain itu ia mendirikan penerbitan penyuluhan "Medan Budiman". Dalam
periode Adhi Dharma pada menerbitkan buku kecil berjudul " kekuatan
bathin" (de kracht die overwint).
Karena pertumbuhan Adi Dharma pesat dan besar luas pengaruhnya, lagi
terang-terangan aksi-aksinya dalam membela keadilan terhadap
kesewenang-wenangan alat-alat pemerintah Hindia Belanda sampai mirip
suatu aksi politik, maka arbeidsleger Adhi Dharma dilarang,
kantor-kantor Markas Besarnya dijaga polisi untuk mencegah dan
menakut-nakuti anggota-anggotanya berkunjung, para pengurusnya dibayangi
oleh dinas reserse polisi dalam kehidupan sehari-hari.
Pada pokoknya Barisan Kerja Adhi Dharma kena pukulan yang hebat bagi
semua badan-badan pendirinya. Akan tetapi B.K.A.D bagaimana pun juga
telah berhasil :
- menggugah jiwa rakyat kecil akan kesadaran harga dirinya.
- merupakan persiapan penggalangan gerakan rakyat jelata, gerakan buruh dan tani terbukti dalam periode berdirinya Personeel Fabrick Bond (gula) tahun 1917, Perserikatan Pegawai Pegadaian Bumi Putera, Serikat Buruh Pegawai Jawatan Candu dan Garam dll.
baca buku karangan Prof. Pringgodigdo berjudul : " Sejarah pergerakan Politik".
4.4. Partai Sarikat Islam
Beliau masuk Partai Sarekat Islam pada tahun 1911
dan karena keaktifannya segera menjadi anggota Pucuk Pimpinan. Begitu
aktif, tangkas dan beraninya, sehingga beliau menduduki tempat sebagai
pembantu Tjokroaminoto
yang utama. Soerjopranoto menjadi orang kedua di dalam partai. Dalam
kursus-kursus partai yang secara periodik diselenggarakan di jalan
Kepatihan Paku Alaman Yogyakarta, beliau adalah seorang gurunya. Menurut
Hamka, yang memberikan pelajaran ialah H. Fachruddin, Soerjopranoto (dalam ilmu Sosiologi) dan Tjokroaminoto (Sosialisme dan Islam).
Daam Kongres SI di Surabaya tahun 1919 Soerjopranoto mengemukakan,
bahwa kemenangan klas dan menjadikan alat-alat produksi menjadi milik
umum, tidak harus dicapai dengan aksi bersenjata tapi bisa secara moral,
protes-protes, dan jika perlu dengan "pemogokan", kesemua itu harus
dilakukan secara serentak. Soerjopranoto dikemudian hari memimpin suatu
pemogokan umum dikalangan kaum pekerja pabrik-pabrik gula yang bergabung
dalam Sarekat buruh pertama yang didirikan di Indonesia pada tahun 1917
P.F.B. ( Personeel Fabrieks Bond) di jawa Tengah dan Jawa Timur.
Pemogokan ini yang pertama kali pada tanggal 20 Agustus 1920 di pabrik
gula madu Kismo. Dengan perbuatan ini Soerjopranoto melaksanakan teori
pada prakteknya. Pemogokan ini begitu luas dan hebat sehingga oleh " De
Express" beliau disebut "De stakings Koning" (=Raja Pemogokan). Yang
dihadapi sebagai lawan pada waktu itu adalah P.E.B. (Politiek
Economische Bond) dibawah pimpinan Engelenberg dan Brugers (kumpulannya
Tuan-Tuan Pabrik).
Sebagai ide tentang bentuk ketatanegaraan telah dikemukakan pula
dalam kongres tersebut. Suatu sentral Serikat Sekerja yang terdiri dari
buruh dan buruh tani akan menjadi "Eerste Kamer" dari perwakilan
rakyat,sedang "Tweede Kamer"nya merupakan perwakilan partai-partai
politik. Kedua Kamer ini yang akan merupakan "Dewan Rakyat" yang
sesungguhnya, yang akan dapat mempersatukan tenaga untuk beraksi
menentang modal dari penjajah asing.
Ketika pada tahun 1908 Dr. E.F.E.Douwes Dekker (1879-1950) seorang
indi yang berayah Belanda dan ibu Jawa, berhasil menggeser kedudukan
Zaalberg (Hoofd-redakteur yang reaksioner) menjadi pemimpin redaksi dari
"Bataviaasch-Nieuwsblad" maka ia segera memasukkan pembantu-pembantu
tetapnya, orang-orang pergerakan seperti Soerjopranoto, Tjokrodirdjo,
Dr. Tjipto dan Goenawan Mangunkusumo dan lain lain.
Ini dalah suatu infiltrasi yang amat efektif dan merupakan jasa
pertama dari Dr. E.F.E. douwes Dekker (alias Danudirdja Setiabudhi),
seorang kerabat jauh E. Douwes Dekker (Multatuli).
Sesuai dengan rencana perjuangan SI maka didirikanlah
perhimpunan-perhimpunan buruh. Program ini menjadi tanggung jawab
Soerjopranoto dan ia pun menjadi pemimpin :
- Opium-regie Bond
- Perserikatan Personeel Pandhuis Bond (P.P.P.B) mulai periode Sosrokardono.
- Personeel Fabrieks Bond (P.F.B) yang dalam tahun 1912 mengadakan pemogokan atas modal gula di onderneming-onderneming Belanda.
- Persatuan Pergerakan Kaum Buruh (P.P.K.B), mulai dari Abdul Noeis, Semaoen dan H. Agus Salim. Ini organisasi gabungan dari 22 Sarekat Buruh.
- Redaksi "Fajar" kemudian "Mustika" (sesudah H. Agus Salim) kemudian juga Redaksi "Pahlawan", (Kaderblad dari Opium-regie Bond) dan "Suara Berkelahi" (Kaderblad dari P.P.K.B).
Selama menjadi orang partai Sarekat Islam beliau pernah masuk penjara
sampai tiga kali karena spreek-delict dan tak terhitung lagi
pembredelan dan pembeslahan atas hasil tulisan-tulisannya. Sekali ia
dipenjarakan di Malang (1923-3 bulan), kedua di Semarang (1926-6 bulan)
dan ketiga kalinya di Bandung(Sukamiskin) selama 16 bulan (1933), dengan
peringatan untuk keempat kalinya akan diganjar 4 x 16 bulan.
Pada era 1932 sampai dengan 1936, ironis sekali bahwa Soerjopranoto
yang ikut membesarkan SI melalui berbagai krisis pada tahun 1933 malah
diskors bersama dr. Soekiman Wirjosandjojo oleh Tjokroaminoto dan Salim
karena membongkar korupsi. Dikemudian hari skorsing dicabut dan mereka
berdua kemudian mendirikan Partai Islam Indonesia (PII). Tetapi dalam
partai ini beliau tidak pernah aktif karena agaknya merasa kecelok
(salah kira) sebab azas dan programnya ternyata sangat jauh dari apa
yang diangan-angankan sebelumnya. Tenaga dan pikirannya terutama
dicurahkan untuk kemajuan P.P.P.B, Opium Regir Bond, dan sekolah Adhi
Dharma Institut (didirikan tahun 1917 di Yogyakarta, dulu cabangnya di
Malang, Surabaya, dan Magelang serta Kotaraja). Antara tahun 1933 dan
1935 masuk dipenjara Sukamiskin karena pers delict berhubung dengan
tulisan-tulisannya dalam buku ensiklopedia yang ditulis secara jelas
sederhana untuk rakyat jelata tetapi sifat isinya mencela pedas dan
menggugat kejahatan Kapitalisme dan Kolonialisme dengan maksud supaya
cepat meluas menggugah hati rakyat memberikan diri dalam menuntut akan
hak-haknya.
Karena kesehatannya banyak sekali terganggu, sepulangdari Sukamiskin
dan kekuatannya sudah mengurang kerena tambah tua, maka beliau terpaksa
membatasi diri dalam lapangan partai Islam Indonesia untuk lebih
mencurahkan tenaga-pikirannya duna kemajuan sekolah Adhi Dharma.
Institut juga memberi kursus-kursus sore dan malam tentang ilmu
pengetahuan umum (ketata-negaraan,sejarah,ekonomi,etnologi,geografi)
pada orang-orang tua dan pemuda-pemuda yang kurang mampu membiayai
pelajarannya tapi mempunyai kecerdasan untuk hasrat yang lebih maju.
Maksud beliau ialah untuk mendapatkan pengalaman guna mendirikan
Universitas bagi rakyat lapisan bawah. Akan tetapi kena rintangan
onderwijsverbod (yang dicabut kembali dengan perantara tuan Gobius
advisuer van Inlandse zaken).
Pada era 1942 sampai dengan 1945, karena sekolah Adhi Dharma di zaman
Jepang dibubarkan dan partai-partai dilarang maka beliau kemudian
menjadi guru (sampai 1947) ditaman tani "Taman Siswa" yang didirikan
adiknya Ki Hajar Dewantara, juga untuk menhindari tugas-tugas dari
pemerintah pendudukan Jepang. Dalam masa ini beliau juga menjadi anggota
Cuo Sangi In (semacam D.P.A).
5. Era setelah Kemerdekaan
Di zaman R.I.-Yogyakarta disamping menjadi guru Taman Siswa, beliau
tidak sedikit memberi kursus-kursus kepada para pemuda, selaku seorang
yang partai-loos. Pada waktu itu beliau menerbitkan dua buku : satu
tentang pelajaran Sosialisme dan dua tentang ilmu Tata-negara, guna
secara sederhana lekas menambah pengetahuan dan pengertian dasar pada
golongan pemuda-pemuda dan rakyat lapisan bawah yang sedang berjuang
melaksanakan perang kemerdekaan.
Pada era 1949 sampai dengan 1958 beliau sudah berhenti sama sekali dari aktivitas dan kesibukan bekerja dan hanya menjadi :
- Simpatisan P.S.I.I dan simpatisan aliran politik yang progresif dan cinta tanah air.
- Anggota kehormatan Kongres Rakyat
Pada tanggal 15 Oktober 1959
jam 24.00 beliau meninggal dunia disebabkan usianya yang sudah 88 tahun
di Cimahi, Jawa Barat. Pada tanggal 17 Oktober 1959, jenazah
dikebumikan dimakam keluarga "Rachmat Jati" di Kota Gede Yogyakarta
dengan upacara pamakaman sebagai Perwira Tinggi.
Dengan keputusan Presiden beliau diangkat sebagai :
- Pahlawan Kemerdekaan Nasional RI (Kep. Presiden RI No. 310)
- Mahaputra, tingkat II Republik Indonesia (17 Agustus 1960, dianugerahi secara anumerta).
Pada semasa hidupnya beliau beristrikan seorang puteri bernama R.A.
Djauharin Insijah, puteri seorang Penghulu Agama Islam dari
Karanganyar-Banyumas H. Abdussakur yang pada waktu itu menjabat ketua
Dewan Agama daerah Banyumas. Ibu Soerjopranoto ini adalah puteri yang
sangat saleh dan tebal imannya serta kuat rasa keagamaannya. Dalam
hidupnya sebagai Ibu yang banyak anaknya beliau tetap setoa dalam
kegembiraannya dengan apa adanya. Dalam masa remajanya dilahirkan dalam
keluarga yang sangat berada, kini beliau harus menjalani kehidupan
sebagai istri dari seorang pejuang yang keras, yang tak kenal kompromi
itu. Meskipun begitu beliau dapat menyesuaikan diri bahkan
mendampinginya sedapat-dapatnya dengan "jiwanya" yang penuh iman itu.
Hidup dalam keadaan yang amat sederhana, serta kekurangan boleh
dikatakan terpencil (banyak orang yang takut bergaul) karena mudah
dituiduh sebagai golongan pemberontak anti Belanda atau komunis karena
sangat radikal, suaminya keluar masuk penjara, karena kerap tersangkut
perkara-perkara politik (seluruhnya 6 kali - 3 kali dalam
perkara-perkara besar) suatu kehidupan yang berketentuan dengan harus
memelihara banyak anak, para pemmbaca dapat membayangkan betapa sulitnya
bagi beliau ini. Ia dapat mengalami perjalanan sejarah bangsa hingga
tahun 1951. Jadi setelah pengunduran tentara Belanda dari Yogyakarta dan
keamanan agak pulih kembali, dalam keadaan tentram, setelah lama
menderita penyakit jantung dan darah rendah.
Dalam hidupnya beliau besar jasanya untuk kepentingan rakyat sekitar
kampung tempat tinggalnya. Banyaklah amal yang ditinggalkan sebagai
seorang Muslimat yang saleh sebagai manusia biasa, kasih sayang pada
sesama. Banyaklah yang mengantar jenazahnya sampai ke Pemakaman Keluarga
(Rachmat-Jati" di Gambiran (Kota Gede) Yogyakarta. Banyak yang
ditinggalkannya, mengenangkan kesuciannya, kesetiaannya serta
keteguhannya, dan sahabat-sahabatnya yang meneteskan air mata karena
rasa haru. Semoga Tuhan Yang Maha Tahu memberi kelapangan pada beliau di
alam kubur. Ia meninggal dalam usia 67 tahun pada tahun 1951.
'''Beberapa ucapan dari kawan-kawan seperjuangannya :'''
Bapak ALIMIN : (Dalam bukunya " Riwayat Hidupku"). Soerjapranoto
meskipun beliau tidak ada hubungan politik yang bersangkutan dengan PKI,
saya tetap menghargai jasa-jasa beliau dihari-hari yang lampau.
Soerjopranoto adalah satu-satunya orang dari kalangan Kaum Ningrat yang
pertama-tama berjuang di tengah-tengah massa. Kira-kira dalam tahun
1914/1916 ia mengorganisir gerakan-gerakan umum (yang pertama kalinya di
Indonesia) pun diseluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga ia
mendapat julukan "Raja Pemogokan (De Staking Koning). Soerjopranoto
sangat digemari oleh para warga Sarekat Islam. Soerjopranoto adalah
orang yang kedua dalam kalangan SI sesudah H.O.S. Cokroaminoto. Saya
mengenal Soerjopranoto sebagai seorang yang sangat sederhana, seorang
yang terhindar daripada watak yang ijdel (congkak-penulis) dan boros.
Semaun : Soerjopranoto bukan anggota P.K.I (Semaun adalah pendiri P.K.I tetapi kemudian keluar dan mendirikan Partai Murba).
H. Van Kol : (Catatan dalam sebuah buku "De vak - vereniging") "Dit
boek over de Vakvereniging Aangeboden door iemand, die ten volle
sympathiseert men Uw streven het Lot der misbedeelden te verzachten - 5
Januari 1923. "Soerjopranoto.........een intensief, werkzaam en
dadenrijk leven". Artinya, "Buku tentang pergerakan vak ini
dipersembahkan padamu, oleh seorang yang menaruh simpati dengan
perjuanganmu guna meringankan nasib rakyat yang dalam segala0galanya
serba kekurangan dalam hidupnya. Voorschtenwijk 5 Januari 1923.
Soerjopranoto........seorang yang intensif, bekerja keras dan hidupnya
penuh dengan tindakan (Terjemahan penyusun).
K.H. Agus Salim : Hij is opliegend vanwege de reinheid zijner
gedachten. (Dia cepat naik pitam karena kemurnian pikirannya). Bersama
KH. Agus Salim, Soerjopranoto menjadi saah seorang pemimpin Persatuan
Pergerakan Kaum Buruh (PPKB) yang berpusat di Yogyakarta.
Zaalberg (redaktur Bataviaasch Niewsblad) : Dia meberi julukan untuk
Soerjopranoto "de Javaanse Edelman met een ontembare wil" (bangsawan
Jawa dengan tekad yang tak terjinakkan).
Pemerintah Belanda kewalahan menghadapi Soerjopranoto yang telah 3
kali dipenjara belum juga berkurang perlawanannya, akhirnya mereka
mencoba menawarkan kedudukan yang tinggi sebagai anggota Volksraad
melalui surat dari Meneer Resink. Soerjopranoto tertawa terbahak-bahak
dan langsung membalas sebagai berikut :
"Waarde Heer Resink"
De strijd gat mij eerst om de harde klappen. Politieke
tegenstellingen worden voorlopig nog op straat uitgevochten (Beliau
menolak duduk sebagai anggota). Artinya : Tuan Resink Yth, Perjuangan
kudasarkan terlebih dahulu untuk perkelahian. Politik yang masih simpang
siur, sementara diselesaikan dengan perkelahian dijalan-jalan.
(terjemahan penyusun).
Sesobek kertas yang isinya kutipan dicatat dari buku "Strijden en
worstelen om de overwinning" isi seperti berikut : "In strijd of in
Zaken, in alles wat gij doet, gelde een regel, als goud, ja zo gaat het
de worsteling om macht wees dat uw motto : 'Vertrouw Uw eigen kracht'".
Artinya : di dalam pergolakan atau sesuatu urusan, dalam segala hal yang
kau perbuat, berlaku satu dasar, bagaikan emas, demikian tinggi
nilainya, di dalam berjuang untuk sukses atau kekuasaan ini adalah
semboyannya : "Percaya pada kekuatan diri sendiri" (terjemahan penyusun)
6. Pranala luar
- Budiawan. Anak Bangsawan Bertukar Jalan. Yogyakarta: LKiS, 2006.
- Shiraishi, Takashi. Zaman Bergerak. Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997.
7. Rujukan
back to pahlawan nasional
Arief
Tidak ada komentar:
Posting Komentar