WELCOME TO THE BLOG SERBA SERBI.

Sabtu, 14 November 2009

Logika Buaya Vs Logika Publik ??

 Publik saat ini menjadi salah satu “kambing hitam” para pejabat publik, dikatakanlah bahwa ada “tirani opini”, “opini publik tidak berdasar hukum”, “mengancam proses hukum”, “sok people power” ..etc..etc he..he. Lha kok pejabat publik menyalahkan publik yang nota bene – juga para pembayar pajak, dari mana asal gaji mereka .

Publik memang awam hukum, bukan ahli hukum, tapi mereka melihat, mendengar dan merasa apa yang terjadi, tertayang, terdengar dari sepanjang tayangan sinetron “kisah tragedy cinta cicak-buaya”, yang setiap hari muncul dan ngetop pada akhir-akhir ini.

Publik hanya ingin para pejabat juga menggunakan logika publik dan tidak menggunakan logika buaya dalam menyikapi sinetron cicak-buaya.

Apa itu “logika publik” terus terang susah definisinya, tapi ini beberapa contoh dari logika publik yang berseberangan dengan logika buaya :

“Kalau ada orang merasa diperas, biasanya orang ini harus melapor ke polisi, melapor ke Pos Polisi di Polsek he..he (rasanya gak kok gak pernah denger polisi datang ketempat orang yang diperas), tapi dalam sinetron Cicak-buaya, mas Susno petinggi polisi di Republik ini.. dengan gagahnya membuka Polsek RI di Singapore, untuk khusus menerima laporan pemerasan Anggoro??? Wohh bukan main…Logika publik, mengatakan, kalau memang si Anggoro merasa diperas dan tidak bersalah, kenapa gak datang dan lapor saja ke Polsek didekat tempat tinggal dia di Jakarta?? Tapi dengan entengnya dia bisa membuat mas Susno buka Polsek khusus di Singapore, untuk menerima pengaduaannya..apa BAP pengaduannya juga dibuat di Polsek RI Singapore??”

“Publik sekarang takut minta karcis parkir, takut telpon, karena rekaman komukasi telpon 64x dan karcis parkir bisa merupakan bukti tidak langsung, menjadikan dirinya tersangka pemerasan..he..he…Tapi rekaman Anggodo, yang diperdengarkan di MK, dan jelas-jelas rekaman itu diakui oleh orang-orang yang direkam bahwa itu adalah benar suaranya, tapi si Anggodo yang di rekaman tersebut terdengar bahwa dia nebar duit milyar-milyar, nyatut nama presiden RI, bagi-bagi duren, bikin bapak-bapak polisi dan jaksa yang jujur blingsatan,…he..he..dijadikan tersangka-pun tidak..eh..belum katanya, nunggu uji keaslian rekaman… ha..ha..ha masak periksa keaslian rekaman seminggu lebih…???”

“Nama Presiden RI dicatut kata bung Dino…kok didiamkan saja?? Padahal Presiden adalah simbol bangsa dan negara… kalo nama Presiden RI bisa seenaknya dicatut dan penegak hukum kok sepertinya santai saja.. apa kata dunia?? Kemana muka rakyat Indonesia kalo nama presiden dicatut didiamkan saja.. dan pencatutnya masih bisa lenggang kangkung???

Ha..ha ..ini hanya sedikit contoh saja Logika Publik vs Logika Buaya (yang mengatakan Polisi=Buaya bukan saya lho…)..he..he, kalo diterusin bisa-bisa halaman kompasiana bisa jebol….. Ini adalah masalah “trust“ dan “credibility“.. pejabat publik .. jangan publik yang disalahkan dan dijadikan kambing hitam dengan opini.. tuntut saja publik melalui jalur hukum ..sebagaimana yang selalu menjadi orasi para pejabat publik.. bahwa publik harus taat hukum!!

Kewajiban pejabat publik adalah membangun “trust“ dan “credibility” nya terhadap publik, bukan sebaliknya.. publik tidak punya kewajiban untuk itu terhadap pejabat publik!

Sumber: Wrote by BT, 13 November 2009 posted at Kompasiana.Com


Ari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bebas Bayar

bebas bayar, pembayaran mudah dan cepat, transaksi online, pembayaran tagihan dan tiket, transfer dana online

gif maker

Arifuddin Ali