WELCOME TO THE BLOG SERBA SERBI.

Rabu, 21 September 2011

Nabi Muhammad Saw Dalam Lintasan Sejarah Islam


Add caption

Islam, telah berkembang di bawah sinar terang sejarah. Dalam waktu seusia orang, cahaya ini telah berangsur-angsur suram. Dengan pengupasan secara kritis, asas-asas tradisi lama telah lebur menjadi teka-teki. Quran kini keluar tanpa cacat dan ragangan sejarah dapat diselamatkan. Tetapi, celah antara fakta-fakta sewajarnya dan hasil yang sangat besar antara sebab dan akibat harus diisi. Dalam pada itu, teori tentang Muhammad saw. jumlahnya sebanyak jumlah penulis riwayat hidup beliau. Misalnya, ada yang menggambarkan beliau sebagai orang yang sakit sawan, ada sebagai seorang penghasut sosialis, ada sebagai seorang proto-Mormon. Pandangan yang demikian subyektif, umumnya ditolak oleh sebagian besar para sarjana, walaupun hampir tidak mungkin menghindarkan unsur subyektif dalam memberikan gambaran tentang riwayat hidup dan karya beliau.

Muhammad saw., sebagaimana tiap-tiap orang yang berbakat pembina dan pencipta, pada suatu pihak menderita ketegangan keadaan, suasana saluran, pada lain pihak beliau telah mendobrak saluran baru dalam cita-cita, kebiasaan zaman, dan tempat kediaman beliau. Sekarang tugas penyelidik sejarah untuk mempelajari, menjelaskan, dan menerangkan selingan antara bakat utama beliau dan keadaan sekelilingnya. Dalam hubungan tersebut, buku ini harus membatasi pembahasannya pada tugas beliau sebagai perutusan agama, yang merupakan segi asasi dari riwayat Muhammad saw. Fakta satu-satunya yang pasti bahwa ilham beliau adalah keagamaan. Sejak beliau bekerja sebagai penyebar agama, pandangan dan pertimbangannya mengenai orang dan peristiwa yang dikuasai oleh paham beliau tentang pemerintah dan maksud Allah bagi umat manusia.

Sangat sedikit yang diketahui dengan pasti tentang kehidupan dan keadaan beliau waktu masih muda. Adapun yang menjadi pengetahuan umum ialah beliau dilahirkan (tahun 570 M. menurut ahli sunah) dalam suatu cabang muda dari salah satu keluarga terkemuka di Mekkah, menjadi anak piatu waktu masih muda, kemudian diasuh oleh seorang paman beliau yang melakukan perdagangan dengan kafilah. Kemudian menjadi wakil niaga seorang janda bernama Chadijah ra. yang kemudian diperistrikan, dan menghasilkan putra putri (di antaranya empat putri masih hidup waktu beliau wafat). Fakta-fakta tersebut biasa dan tidak menunjukkan kebesaran beliau di kemudian hari. Keterangan tentang pasal-pasal kecil yang dimuat dalam ceritera pendek dan hadis sebagai penghias garis besar riwayat tersebut, hendaklah untuk sementara dikesampingkan. Lebih penting adalah latar belakang sosial beliau. Muhammad saw. adalah seorang penduduk kota. Tidak ada keterangan yang lebih jauh dari kebenaran, apabila beliau digambarkan sebagai seorang Badui yang memiliki cita-cita dan pandangan sebagai orang Badui biasa.

Pada zaman itu, Mekkah bukan merupakan suatu desa yang terpencil jauh dari keramaian dan kesibukan dunia. Sebagai kota dagang yang ramai dan makmur, hampir memonopoli pusat perdagangan antara Lautan India dan Laut Tengah, Mekkah boleh dibandingkan dengan Palmira (Tadmur), tetapi tanpa sepuhan keemasan Yunani. Penduduk Mekkah, walaupun mempertahankan kesederhanaan Arab asli dalam tindak-tanduknya dan lembaga-lembaganya, telah memperoleh pengetahuan luas tentang orang dan kota dalam hubungan dagang dan diplomatik dengan suku Arab dan pembesar-pembesar Rumawi. Pengalaman tersebut telah mengembangkan bakat intelektual, sifat berhati-hati, dan mengekang diri; di antara para pemimpin di Mekkah yang jarang didapati di Arabia.

Penguasaan taraf moral yang diperoleh orang Mekkah atas kawan sebangsa dari suku-suku, diperkuat dengan beberapa sanggar pemujaan di dalam dan dekat kota menjadi milik mereka. Kesan latar belakang yang luar biasa ini boleh dijumpai sepanjang riwayat Muhammad saw. Dalam logat manusia biasa, boleh dikatakan bahwa Muhammad saw. telah berhasil dan jaya karena beliau adalah seorang Mekkah.

Dalam kemakmurannya Mekkah memiliki segi yang suram juga. Kota itu menunjukkan juga keburukan-keburukan yang biasa melekat pada masyarakat niaga yang kaya, di satu pihak terdapat kekayaan yang sangat besar, dan di lain pihak terdapat kemelaratan; neraka dari budak belian dan orang-orang sewaan, juga rintangan-rintangan antara golongan sosial. Jelaslah, pernyataan-pernyataan beliau yang bersemangat tentang ketidakadilan sosial dan kejahatan bahwa keadaan tersebut, antara lain, menyebabkan beliau merasa risau dan cemas. Kerisauan hati beliau bukannya untuk mengajarkan revolusi sosial, melainkan dorongan lewat saluran agama dipancarkan dalam suatu kesadaran yang dalam dan teguh, bahwa beliau mendapat tugas dari Allah untuk menyampaikan kepada kawan senegaranya untuk mengingatkan nabi-nabi bangsa Semit: “Tobatlah, sebab hari kiamat telah dekat!”

Kemudian yang terjadi ialah hasil bentrokan antara keyakinan tadi dan ketidakpercayaan serta perlawanan dari kelompok-kelompok berturut-turut. Muhammad saw. bukanlah pengajar yang sadar dari suatu agama baru. Perlawanan dan pertengkaran dengan penduduk Mekkah itulah yang memaksakan beliau maju dari masa ke masa, sebagaimana sesudahnya adalah perlawanan di Madinah yang menyebabkan Islam muncul sebagai suatu umat agama baru dengan iman, dan lembaga-lembaga yang tegas dan nyata.

Perlawanan penduduk Mekkah bukannya semata-mata karena mereka berpegang teguh pada adat-istiadatnya ataupun ketidakpercayaan agama (meskipun mereka mencemoohkan ajaran Muhammad saw. tentang kebangkitan), akan tetapi karena alasan politik dan perekonomian. Mereka takut akibat ajaran beliau atas kemakmuran mereka. Merekat takut kepercayaan murni terhadap Allah yang tunggal akan merugikan penghasilan yang mereka peroleh dari sanggar pemujaan mereka. Ditambah pula, mereka menginsafi secara cepat dari Muhammad saw. sendiri, bahwa penerimaan ajaran beliau akan mendatangkan suatu kekuasaan politik yang baru dan kuat dalam masyarakat mereka, yang merupakan keprajaan kelompok seketurunan (oligarki).

Muhammad saw. berjuang sia-sia terhadap perlawanan untuk kepentingan pribadi mereka. Setelah berjuang sepuluh tahun, beliau hanya dapat mengumpulkan sekelompok kecil penganut yang berbakti. Kemudian menghentikan perjuangannya scmentara. Pada titik tersebut, beliau terpaksa menimbang kedaruratan, menjalankan langkah yang menentukan, dan revolusioner. Beliau hendak memutuskan pertalian kekeluargaan yang suci, hingga waktu itu telah dapat melindungi beliau dan memindahkan penyiaran agamanya ke pusat baru. Usaha beliau mula-mula hanya mendatangkan gangguan dan kekesalan. Secara mendadak dan tidak dikira-kira terbukalah jalan bagi beliau. Dua ratus mil sebelah Utara dari Mekkah terletak kota Madinah yang sedang menderita karena peperangan saudara yang tidak kunjung padam antara suku-suku Arab yang bersaingan. Suku-suku Arab ini, setelah kehabisan tenaga dan merasa takut bahwa suku-suku Yahudi yang dikuasainya akan mempergunakan kelemahan mereka untuk berontak, memohon kepada Muhammad saw. datang ke Madinah untuk menjadi wasit dan juru damai. Scsuai dengan kebijaksanaan beliau, beliau minta jaminan keamanan bagi kedudukannya sendiri dan minta agar penganut beliau diperbolehkan mendahului datang ke Madinah. Perundingan dilangsungkan sampai satu, dua tahun, tetapi akhirnya pada musim rontok tahun 622M Muhammad saw. melarikan diri dengan sembunyi-sembunyi meninggalkan Mekkah. Beliau dapat meloloskan diri dari kejaran pemburunya. Lalu menetap di pangkalannya yang baru.

Hijrah ini sering dianggap sebagai permulaan masa baru dalam sifat dan kegiatan Muhammad saw. Tetapi, perbedaan besar yang biasanya digambarkan antara nabi yang samar dan dikejar-kejar di Mekkah, kemudian dikejar oleh prajurit, dan penguasa agama di Madinah, tidaklah dibenarkan oleh sejarah. Sebetulnya, tidak ada perubahan dalam keyakinan Muhammad saw. sendiri dan tentang paham tugas beliau. Lahirnya pergerakan Islam mendapat bentuk baru dan membangun suatu masyarakat yang tertentu, disusun menurut garis-garis politik terpimpin oleh seorang penghulu tunggal. Semuanya hanya memberikan lahiriah yang terang bagi sesuatu sampai waktu itu masih terkandung. Dalam gagasan Muhammad saw. (sebagaimana juga dalam pikiran lawan-lawan beliau) persatuan agama baru ini telah diciptakan sebagai suatu masyarakat yang diatur menurut garis-garis politik, bukannya sebagai suatu “Gereja” dalam suatu negara duniawi. Dalam uraiannya tentang sejarah nabi-nabi, gagasan itulah merupakan bagian yang utama dari maksud Tuhan mengirimkan para nabi. Kita tidak perlu mencari keluar tanah Arab untuk menemulkan sumber-sumber ciptaan ini meskipun Muhammad saw. akan bertindak demikian, beliau akan mendapat agama dan negara diikatkan menjadi satu dalam semua lembaga-lembaga kerajaan pada waktu itu, di Persia, Bizantium, dan Abesinia.

Barang baru di Madinah ialah masyarakat agama yang telah diwujudkan dari teori ke praktek. Biarpun demikian, karya itu, pertama-tama bukan merupakan hasil usaha Muhammad saw. sendiri, tetapi karena kota Madinah yang membutuhkan beliau, bukannya beliau yang membutuhkan Madinah. Kejadian itu adalah bukti nyata bagi beliau dan penganut-penganutnya tentang adanya pertolongan dari Allah. Pertumbuhan sesudahnya dalam ajaran beliau dan paham Islam dalam waktu permulaan, bersumber dari kenyataan bahwa masyarakat merupakan suatu badan dan kebutuhan penyesuaian (yang tidak selalu mudah) antara idam-idaman dan fakta-fakta yang tegas, serta syarat kehidupan yang praktis di dunia.

Sekarang datang waktunya membangun dengan teguh dan aman, tetapi bagaimana? Muhammad saw. telah mencoba meyakinkan dengan jalan damai, akan tetapi gagal. Perlawanan orang Mekkah berdasarkan atas alasan politik dan perekonomian; hanya dengan tekanan di bidang politik dan perekonomian, beliau akan dapat mematahkan perlawanan tadi. Sejak itu kegiatan politik beliau berkisar pada dua sumbu: mempersatukan, menyusun dengan teguh umat Islam, dan menundukkan orang Mekkah dengan paksaan. Tugas yang kedua ini, tidak akan memuaskan apabila hanya berupa pembalasan dendam saja. Biarpun beliau mula-mula mungkin merasa dendam benci terhadap kota Mekkah yang telah menampik beliau (dan karena itu, beliau pandang menolak wahyu Tuhan yang ditugaskan padanya). Mekkah segera mengambil tempatnya kembali dalam pusat kesayangannya. Kurang dari setahun setelah Hijrah, Mekkah dinyatakan sebagai pusat kebaktian dalam sistem Islam, dan dengan demikian, menjadi irredenta (daerah yang belum dibebaskan) kerohanian.

Sikap Muhammad saw. terhadap Mekkah dengan tindakan demikian telah ditempatkan di atas tingkat perasaan beliau pribadi. Lagi pula, Mekkah merupakan pemimpin dalam bidang intelektual dan politik Arabia Barat; selama Mekkah tetap bermusuhan, umat Islam akan berada dalam bahaya pembinasaan. Lebih tegas, Muhammad saw. ini sungguh-sungguh mengerahkan tenaga orang Mekkah turut serta dalam kebaktian Islam. Tidak ada kota lain di Arabia Barat yang memiliki paham intelektual dan kemampuan politik seperti Mekkah walaupun beliau insaf bahwa dalam bidang kebesaran keyakinan agama, Madinahlah yang merupakan pusat kerohanian masyarakat baru.

Di Madinah, beliau dapat menghalang-halangi jalan perdagangan Mekkah ke jurusan Utara. Ekspedisi beliau terhadap suku-suku Badui merupakan bagian suatu rencana keahlian yang disempurnakan dengan kepahaman dan pengertian yaitu mengambil keuntungan dari kedudukannya dan memblokir Mekkah, hingga kota tadi menyerahkan diri. Tindakan itu akan mencetuskan pertikaian senjata yang telah diramalkan oleh beliau. Tiga pertempuran utama, di Badr, Uhud, dan pertempuran “Chandaq” (Parit) yang dilakukan masing-masing dalam tahun dua, tiga, dan lima tarikh Hijrah hanya mempunyai nilai sementara saja, biarpun peristiwa tadi dibesar-besarkan dalam hadis-hadis. Penting bagi maksud Muhammad saw. bahwa pada suatu waktu Mekkah akan menggabungkan diri dengan sukarela. Bakat politik beliau yang luar biasa terbukti dari cara mencakup Mekkah setelah berjuang tujuh tahun, bukan sebagai musuh yang dialahkan, tetapi sebagai seorang kawan yang ikhlas bahkan bersemangat. Dua tahun kemudian, waktu menghadapi keadaan yang amat penting untuk pertama kali yaitu waktu Muhammad saw. wafat, Mekkah sebenarnya yang terutama memberikan sokongan merebut kembali keunggulan Islam di Arabia.

Keputusan Muhammad saw. memilih jalan memerangi suku-suku ialah lebih dari suatu bayangan keadaan politik dan sosial di Arabia. Alasan keduniawian apa pun yang sewaktu-waktu mungkin mempengaruhi arah kegiatan beliau dengan sadar ataupun tidak sadar, asas tujuan beliau semata-mata keagamaan. Hingga akhirnya beliau menganggap tindakan militer dan diplomatik sebagai alat untuk mengenakan pengaruh kesusilaan dan keagamaan pada suku-suku yang keras kepala dan sombong. Perlu dicatat bahwa beliau tidak pernah menggunakan kekuatan militer, apabila tindakan diplomatik sudah mencukupi, dan setelah Mekkah jatuh, operasi militer semata-mata dihentikan. Harus ditambahkan bahwa segala pertimbangan sejarah yang dapat dipergunakan untuk menelaah keadaan tadi membenarkan pandangan Muhammad saw.

Adapun kesalahan besar adalah dugaan bahwa perhatian dan kepentingan Muhammad saw. dalam tahun-tahun tersebut hanya meliputi urusan politik dan peperangan. Sebaliknya, pusat karyanya ialah mengajarkan, mendidik, dan melatih ketertiban dan kesetiaan umatnya. Mereka diumpamakan ragi yang akan meragikan umat keseluruhannya, sebab beliau mengenal watak orang Arab, dan insaf bahwa pengislaman yang sejati hanya dapat dicapai setelah usaha beberapa lama melampaui usianya sendiri. Dua tahun yang terakhir dari hidupnya dibaktikan untuk menggembleng bekas para lawan Mekkah dalam kesungguhan moral para penganutnya yang terdahulu, dan meyakinkan mereka untuk melanjutkan tugasnya setelah beliau wafat. Akibatnya ialah keoknuman umat Islam lambat laun ditakrifkan atas garis yang sejajar dengan pembentukannya sebagai kesatuan politik yang merdeka.

Sementara itu, pergerakan Islam bertambah menjadi pusat perasaan Arab. Masih menjadi pertanyaan apakah perkembangan itu terjadi karena dengan sengaja disalurkan oleh Muhammad s.a.w. ke arah tersebut, ataupun karena permainan yang tidak disadari dari kekuatan-kekuatan yang telah menyeret beliau dalam arusnya. Dalam tahun-tahun yang terakhir, sedikit-dikitnya, Muhammad saw. mengetahui kecenderungan ini. Boleh jadi kecondongan itu menyebabkan (dan diperkuatkan oleh) tindakan-tindakannya terhadap suku Yahudi. Terpisah dari benar tidaknya ceritera bahwa beliau mengirimkan tuntutan kepada Kaisar Roma, Raja Diraja Persia, dan Pangeran kerajaan lain, beliau berniat menjalankan suatu tindakan terhadap kekuasaan Bizantium di Utara sebelum wafatnya tahun 632 M. Penyerbuan pertama terhadap Siria yang dilancarkan segera setelah beliau mangkat oleh pengganti beliau, Abubakar ra. hampir tidak dapat diberikan penjelasan lain. Mungkin juga perubahan sikap Muhammad saw. kemudian terhadap agama Kristen mencerminkan perasaan permusuhan yang bertambah besar terhadap orang Yunani dan sekutu-kutunya antara orang Arab Kristen dari golongan ortodoks dan monofisit.

Apabila kita memindahkan perhatian dari kehidupan resmi Muhammad saw. pada kepribadian dan pengaruh moral dan sosial beliau, tidak selalu mudah untuk mengambil jalan lurus antara odium theologicum (kebencian agama) dari kebanyakan pembahas Barat dari zaman dulu dan pembelaan yang tidak meyakinkan dari pengarang muslimin modern. Penyelidikan tentang sumber-sumber belum cukup penuh untuk memungkinkan kita menentukan dengan pasti hadis yang tulen dan hadis tambahan. Harus diakui bahwa gambaran manusia Muhammad saw. telah menderita banyak menurut generasi-generasi kemudian dari penganutnya adalah asli. Akan tetapi, dari kumpulan besar detail-detail yang agaknya keterlaluan bersifat kemanusiaan, bersinarlah suatu kebesaran kemanusiaan – yang tidak dapat disangsikan lagi – belas kasihan terhadap yang lemah, keramahtamahan yang jarang berubah jadi kemurkaan, kecuali apabila dilancarkan penghinaan terhadap Allah, malahan suatu sifat kemalu-maluan dalam pergaulan sesama manusia dan kejenakan; anehnya, semua bertentangan dengan tabiat dan semangat yang lazim pada zamannya dan dari penganutnya, yang tentunya tidak lain merupakan bayangan dari orangnya sejati. Diriwayatkan bahwa pada waktu menunaikan ibadat haji, Abubakar ra. memukuli seorang yang telah bersalah menyesatkan seekor unta. Muhammad saw. tersenyum dan bersabda: “Hai lihatlah apa vang dikerjakan oleh jemaah haji ini!” Sebuah ceritera yang kurang penting, akan tetapi tidak ada ceritera lain yang dapat menggambarkan lebih tepat gelombang yang berada antara Muhammad saw. dan bahan manusia yang harus beliau hadapi daripada fakta yang ditambahkan oleh yang punya ceritera: “tetapi, beliau sebenarnya tidak melarangnya.”

Pada dasarnya, ketidakpahaman semacam ini yang menyebabkan para pembahas menaruh kepercayaan pada Quran dalam mempertimbangkan Muhammad saw. Tidak boleh disangsikan, Quran mencerminkan sikap keagamaan yang asasi kepribadian penyiaran; kesalahan penelaah-penelaah tersebut terletak dalam mempersamakan penyiarannya dengan orangnya. Muhammad saw. rupanya telah menginsafi perbedaan antara perundang-undangan pada satu pihak, dan ajaran serta teladan pribadi pada lain pihak. Dalam mengeluarkan peraturan hukum, beliau memperhitungkan watak konservatif dan sifat penolakan masyarakat Arab, serta mengetahui pula sampai mana beliau dapat menunaikan perubahan-perubahan adat-istiadat dengan titah. Oleh karena itu, Quran meresmikan dengan peraturan dan jaminan hukum adat kebiasaan, seperti balas-membalas, tetapi jarang lupa membubuhi dalam pernyataan yang sama, anjuran-anjuran untuk melunakkan kekerasan keadilan dengan belas kasihan dan kemurahan hati yang keluar dari pelaksanaan kebutuhan orang akan permohonan ampun.

Contoh yang sangat menyolok mata terdapat dalam perundang-undangan tentang perceraian dan kehidupan keluarga. Telah diakui umum bahwa perubahan yang beliau jalankan telah menaikkan kedudukan wanita umumnya, berlawanan dengan kekacaubalauan pada zaman pra-Islam di Arabia. Namun, Quran dengan jelas mempertahankan hak yang lebih besar dari sang suami dan sang bapak, dan mensahkan perkawinan sampai batas empat orang istri, dan talak dengan syarat-syarat tertentu. Ternyata Muhammad saw. tidak dapat berusaha lebih dari itu dengan cara perundang-undangan. Bahkan dalam waktu yang tidak lama, sebagian besar hak-hak yang diberikan kepada kaum wanita dan pembatasan yang diwajibkan kepada walinya dapat dipotong oleh kecerdikan para ahli fanulfuru.

Adapun hadis pada pihak lain, sepakat menegaskan Muhammad saw. pribadi tidak dapat membenarkan talak sebagai suatu barang “yang dibenci oleh Allah.” Kehidupan kekeluargaan beliau di Madinah dan perkawinan beliau berkali-kali telah menjadi pokok sindiran pada satu pihak, dan pembelaan yang berkobar-kobar dan kurang cerdik pada pihak yang lain. Hadis-hadis tidak merahasiakan cintanya terhadap kaum wanita atau tentang fakta bahwa sifatnya tadi selaras dengan perhatiannya yang saksama akan kesusilaan. Para penelaah condong melupakan kesabaran hati beliau yang tidak putus-putus, biarpun dalam keadaan yang merangsang dan keramahtamahan beliau pada waktu memeriksa penderitaan para wanita dari aneka warna golongan, serta memberikan hiburan dan penglipur hati bahkan kadang-kadang mengubah perundang-undangannya.

Tidak perlu dijelaskan di sini, bahwa pegangan yang telah beliau peroleh atas tekad dan kasih sayang sahabat-sahabatnya disebabkan oleh pengaruh kepribadiannya. Tanpa keluhuran itu, mereka tidak akan menghiraukan tuntutan Nabi Muhammad s aw. Penduduk Madinah telah minta pertolongannva karena keutamaan akhlaknva, bukan karena ajaran agamanya. Akhirnya, tidak boleh disangsikan, juga bagi para sahabat, dua aspek kehidupannya tadi tidak dapat dibedakan yang satu dari yang lain, sebagaimana kemudian berlangsung bagi seluruh umat Islam.

Setelah kepribadian yang kuat tersebut lenyap, penghormatan terhadap Nabi Muhammad saw. mendatangkan pemulukan riwayat hidupnya karena pertumbuhan dari dalam dan unsur-unsur yang dimaksudkan dari luar. Setelah paham sosial dan kesusilaan kaum muslimin menjadi halus karena pengaruh aliran kesusasteraan dan filsafat baru, gambaran Nabi Muhammad saw. terus menerus disesuaikan dengan angan-angan dan cita-cita baru. Dalam bab lain, akan dilihat bagaimana para ahli Sufi telah menyelaraskan Muhammad saw. dalam ilmu kosmologi mistik dan sistem pemujaan orang suci. Pada waktu itu, penggambaran secara idam-idaman dari Nabi Muhammad saw. telah beralih dari lapangan kesusilaan ke suatu lapangan yang boleh disebutkan kebutuhan kehidupan rohani. Sampai mana pun cita-cita tadi melayang, hati para muslim tidak pernah melepaskan hubungan dengan Muhammad bin Abdullah saw., tokoh Mekkah.

Disunting dari buku Islam dalam Lintasan Sejarah,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bebas Bayar

bebas bayar, pembayaran mudah dan cepat, transaksi online, pembayaran tagihan dan tiket, transfer dana online

gif maker

Arifuddin Ali