Liwa-e-Ahmadiyyat (Bendera Ahmadiyah) |
Ahmadiyyah (Urdu: احمدیہ Ahmadiyyah) atau sering pula ditulis Ahmadiyah, adalah sebuah gerakan keagamaan Islam yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pada tahun 1889, di sebuah kota kecil yang bernama Qadian di negara bagian Punjab, India. Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Mujaddid, al Masih dan al Mahdi.[1]
Para pengikut Ahmadiyah, yang disebut sebagai Ahmadi atau Muslim Ahmadi, terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ialah "Ahmadiyya Muslim Jama'at" (atau Ahmadiyah Qadian). Pengikut kelompok ini di Indonesia membentuk organisasi bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia, yang telah berbadan hukum sejak 1953 (SK Menteri Kehakiman RI No. JA 5/23/13 Tgl. 13-3-1953).[2] Kelompok kedua ialah "Ahmadiyya Anjuman Isha'at-e-Islam Lahore" (atau Ahmadiyah Lahore). Di Indonesia, pengikut kelompok ini membentuk organisasi bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia,
yang mendapat Badan Hukum Nomor I x tanggal 30 April 1930. Anggaran
Dasar organisasi diumumkan Berita Negara tanggal 28 November 1986 Nomor
95 Lampiran Nomor 35.[3]
Atas nama Pemerintah Indonesia, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung Indonesia pada tanggal 9 Juni 2008
telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama, yang memerintahkan kepada
penganut Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya yang bertentangan
dengan Islam.[4]
1. Tujuan pendirian
Jemaat Muslim Ahmadiyah adalah satu organisasi keagamaan Internasional yang telah tersebar ke lebih dari 185 negara di dunia[5].
Pergerakan Jemaat Ahmadiyah dalam Islam adalah suatu organisasi
keagamaan dengan ruang lingkup internasional yang memiliki cabang di 174
negara tersebar di Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Australia dan Eropa. Saat ini jumlah keanggotaannya di seluruh dunia lebih dari 150 juta orang. [6] Jemaat Ahmadiyah Internasional juga telah menerjemahkan al Quran
ke dalam bahasa-bahasa besar di dunia dan sedang merampungkan
penerjemahan al Quran ke dalam 100 bahasa di dunia. Sedangkan Jemaat
Ahmadiyah di Indonesia telah menerjemahkan al Quran dalam bahasa Indonesia, Sunda, dan Jawa.
2. Ahmadiyah Qadian dan Lahore
Terdapat dua kelompok Ahmadiyah. Keduanya sama-sama mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Isa al Masih yang telah dijanjikan Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi dua kelompok tersebut memiliki perbedaan prinsip:
- Ahmadiyah Qadian, di Indonesia dikenal dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (berpusat di Bogor[7]), yakni kelompok yang mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang mujaddid (pembaharu) dan seorang nabi yang tidak membawa syariat baru.
Pokok-Pokok Ajaran Ahmadiyah Qadian sebagai berikut:
- Mengimani dan meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad, laki-laki kelahiran India yang mengaku menjadi nabi, adalah nabinya.
- Mengimani dan meyakini bahwa "Tadzkirah" yang merupakan kumpulan sajak buatan Mirza Ghulam Ahmad adalah kitab sucinya. Mereka menganggap bahwa wahyu adalah yang diturunkan kepada Mirza Ghulam Ahmad.
- Mengimani dan meyakini bahwa kitab "Tadzkirah" derajatnya sama dengan Alquran.
- Mengimani dan meyakini bahwa wahyu dan kenabian tidak terputus dengan diutusnya Nabi Muhammad saw. Mereka beranggapan bahwa risalah kenabian terus berlanjut sampai hari kiamat.
- Mengimani dan meyakini bahwa Rabwah dan Qadian di India adalah tempat suci sebagaimana Mekah dan Madinah.
- Mengimani dan meyakini bahwa surga berada di Qadian dan Rabwah. Mereka menganggap bahwa keduanya sebagai tempat turunnya wahyu.
- Wanita Ahmadiyah haram menikah dengan laki-laki di luar Ahmadiyah, namun laki-laki Ahmadiyah boleh menikah dengan wanita di luar Ahmadiyah.
- Haram hukumnya salat bermakmum dengan orang di luar Ahmadiyah.
- Ahmadiyah Lahore, di Indonesia dikenal dengan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (berpusat di Yogyakarta). Secara umum kelompok ini tidak menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, melainkan hanya sekedar mujaddid dari ajaran Islam [8].
Selengkapnya, Ahmadiyah Lahore mempunyai keyakinan bahwa mereka:
- Percaya pada semua aqidah dan hukum-hukum yang tercantum dalam al Quran dan Hadits, dan percaya pada semua perkara agama yang telah disetujui oleh para ulama salaf dan ahlus-sunnah wal-jama'ah, dan yakin bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir.
- Nabi Muhammad SAW adalah khatamun-nabiyyin. Sesudahnya tidak akan datang nabi lagi, baik nabi lama maupun nabi baru.
- Sesudah Nabi Muhammad SAW, malaikat Jibril tidak akan membawa wahyu nubuwat kepada siapa pun.
- Apabila malaikat Jibril membawa wahyu nubuwwat (wahyu risalat) satu kata saja kepada seseorang, maka akan bertentangan dengan ayat: walâkin rasûlillâhi wa khâtamun-nabiyyîn (QS 33:40), dan berarti membuka pintu khatamun-nubuwwat.
- Sesudah Nabi Muhammad SAW silsilah wahyu nubuwwat telah tertutup, akan tetapi silsilah wahyu walayat tetap terbuka, agar iman dan akhlak umat tetap cerah dan segar.
- Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa di dalam umat ini tetap akan datang auliya Allah, para mujaddid dan para muhaddats, akan tetapi tidak akan datang nabi.
- Mirza Ghulam Ahmad adalah mujaddid abad 14 H. Dan menurut Hadits, mujaddid akan tetap ada. Dan kepercayaan kami bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukan nabi, tetapi berkedudukan sebagai mujaddid.
- Percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad bukan bagian dari Rukun Islam dan Rukun Iman, maka dari itu orang yang tidak percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad tidak bisa disebut kafir.
- Seorang muslim, apabila mengucapkan kalimah thayyibah, dia tidak boleh disebut kafir. Mungkin dia bisa salah, akan tetapi seseorang dengan sebab berbuat salah dan maksiat, tidak bisa disebut kafir.
- Ahmadiyah Lahore berpendapat bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah pelayan dan pengemban misi Nabi Muhammad SAW.[9]
3. Sejarah penyebaran di Indonesia
3.1 Ahmadiyah Qadian
Tiga pemuda dari Sumatera Tawalib yakni suatu pesantren di Sumatera Barat meninggalkan negerinya untuk menuntut Ilmu. Mereka adalah (alm) Abubakar Ayyub, (alm) Ahmad Nuruddin, dan (alm) Zaini Dahlan. Awalnya meraka akan berangkat ke Mesir, karena saat itu Kairo terkenal sebagai Pusat Studi Islam. Namun Guru mereka menyarankan agar pergi ke India karena negara tersebut mulai menjadi pusat pemikiran Modernisasi Islam. Sampailah ketiga pemuda Indonesia itu di Kota Lahore dan bertemu dengan Anjuman Isyaati Islam
atau dikenal dengan nama Ahmadiyah Lahore. Setelah beberapa waktu
disana, merekapun ingin melihat sumber dan pusat Ahmadiyah yang ada di
desa Qadian. Dan setelah mendapatkan penjelasan dan keterangan, akhirnya mereka Bai'at di tangan Hadhrat Khalifatul Masih II r.a., Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a. Kemudian tiga pemuda itu memutuskan untuk belajar di Madrasah Ahmadiyah yang kini disebut Jamiah Ahmadiyah. Merasa puas dengan pengajaran disana, Mereka mengundang rekan-rekan pelajar di Sumatera Tawalib untuk belajar di Qadian. Tidak lama kemudian duapuluh tiga orang pemuda Indonesia dari Sumatera Tawalib
bergabung dengan ketiga pemuda Indonesia yang terdahulu, untuk
melanjutkan studi juga baiat masuk ke dalam Jemaat Ahmadiyah. Dua tahun
setelah peristiwa itu, para pelajar Indonesia menginginkan agar Hadhrat Khalifatul Masih II r.a. berkunjung ke Indonesia. Hal ini disampaikan (alm) Haji Mahmud - juru bicara para pelajar Indonesia dalam Bahasa Arab. Respon positif terlontar dari Hadhrat Khalifatul Masih
II r.a.. Ia meyakinkan bahwa meskipun beliau sendiri tidak dapat
mengunjungi Indonesia, beliau akan mengirim wakil beliau ke Indonesia.
Kemudian, (alm) Maulana Rahmat Ali HAOT dikirim sebagai muballigh ke Indonesia sebagai pemenuhannya. Tanggal 17 Agustus 1925, Maulana Rahmat Ali HAOT dilepas Hadhrat Khalifatul Masih II r.a berangkat dari Qadian. Tepatnya tanggal 2 Oktober 1925 sampailah Maulana Rahmat Ali HAOT di Tapaktuan, Aceh. Kemudian berangkat menuju Padang, Sumatera Barat.
Banyak kaum intelek dan orang orang biasa menggabungkan diri dengan
Ahmadiyah. Pada tahun 1926, Disana, Jemaat Ahmadiyah mulai resmi berdiri
sebagai organisasi.[10] Tak beberapa lama, Maulana Rahmat Ali HAOT berangkat ke Jakarta,
ibukota Indonesia. Perkembangan Ahmadiyah tumbuh semakin cepat, hingga
dibentuklah Pengurus Besar (PB) Jemaat Ahmadiyah dengan (alm) R. Muhyiddin
sebagai Ketua pertamanya. Terjadilah Proklamasi kemerdekaan RI pada 17
Agustus 1945. Di dalam meraih kemerdekaan itu tidak sedikit para Ahmadi Indonesia yang ikut berjuang dan meraih kemerdekaan. Misalnya (alm) R. Muhyiddin. Beliau dibunuh oleh tentara Belanda
pada tahun 1946 karena beliau merupakan salah satu tokoh penting
kemerdekaan Indonesia. Juga ada beberapa Ahmadi yang bertugas sebagai
prajurit di Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan mengorbankan
diri mereka untuk negara. Sementara para Ahmadi yang lain berperan di
bidang masing-masing untuk kemerdekaan Indonesia, seperti (alm) Mln. Abdul Wahid dan (alm) Mln. Ahmad Nuruddin
berjuang sebagai penyiar radio, menyampaikan pesan kemerdekaan
Indonesia ke seluruh dunia. Sementara itu, muballigh yang lain (alm) Mln. Sayyid Syah Muhammad merupakan salah satu tokoh penting sehingga Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia, di kemudian hari menganugerahkan gelar veteran
kepada beliau untuk dedikasi beliau kepada negara. Di tahun lima
puluhan, Jemaat Ahmadiyah Indonesia mendapatkan legalitas menjadi satu
Organisasi keormasan di Indonesia. Yakni dengan dikeluarkannya Badan
Hukum oleh Menteri Kehakiman RI No. JA. 5/23/13 tertanggal 13-3-1953.
Ahmadiyah tidak pernah berpolitik, meskipun ketegangan politik di
Indonesia pada tahun 1960-an sangat tinggi. Pergulatan politik
ujung-ujungnya membawa kejatuhan Presiden pertama Indonesia, Soekarno,
juga memakan banyak korban. Satu lambang era baru di Indonesia pada masa
itu adalah gugurnya mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia, Arif Rahman Hakim, yang tidak lain melainkan seorang khadim
Ahmadiyah. Dia terbunuh di tengah ketegangan politik masa itu dan
menjadi simbol bagi era baru pada masa itu. Oleh karena itu iapun
diberikan penghargaan sebagai salah satu Pahlawan Ampera.
Di Era 70-an, melalui Rabithah Alam al Islami semakin menjadi-jadi di
awal 1970-an, para ulama Indonesia mengikuti langkah mereka. Maka ketika
Rabithah Alam al Islami menyatakan Ahmadiyah sebagai non muslim pada
tahun 1974, hingga MUI
memberikan fatwa sesat terhadap Ahmadiyah. Sebagai akibatnya, Banyak
mesjid Ahmadiyah yang dirubuhkan oleh massa yang dipimpin oleh ulama.
Selain itu, banyak Ahmadi yang menderita serangan secara fisik. Periode
90-an menjadi periode pesat perkembangan Ahmadiyah di Indonesia
bersamaan dengan diluncurkannya Moslem Television Ahmadiyya
(MTA). Ketika Pengungsi Timor Timur yang membanjiri wilayah Indonesia
setelah jajak pendapat dan menyatakan bahwa Timor Timur ingin lepas dari
Indonesia, hal ini memberikan kesempatan kepada Majelis Khuddamul
Ahmadiyah Indonesia untuk mengirimkan tim Khidmat Khalq untuk berkhidmat
secara terbuka. Ketika Tahun 2000, tibalah Hadhrat Mirza Tahir Ahmad ke Indonesia datang dari London menuju Indonesia. Ketika itu beliau sempat bertemu dan mendapat sambuatan baik dari Presiden Republik Indonesia, Abdurahman Wahid dan Ketua MPR, Amin Rais. [11]
3.2. Ahmadiyah Lahore
Tahun 1924 dua pendakwah Ahmadiyah Lahore Mirza Wali Ahmad Baig dan Maulana Ahmad, datang ke Yogyakarta. Minhadjurrahman Djojosoegito, seorang sekretaris di organisasi Muhammadiyah, mengundang Mirza dan Maulana untuk berpidato dalam Muktamar ke-13 Muhammadiyah, dan menyebut Ahmadiyah sebagai "Organisasi Saudara Muhammadiyah". [12]
Pada tahun 1926, Haji Rasul
mendebat Mirza Wali Ahmad Baig, dan selanjutnya pengajaran paham
Ahmadiyah dalam lingkup Muhammadiyah dilarang. Pada Muktamar
Muhammadiyah 18 di Solo tahun 1929, dikeluarkanlah pernyataan bahwa "orang yang percaya akan Nabi sesudah Muhammad adalah kafir". Djojosoegito yang diberhentikan dari Muhammadiyah, lalu membentuk dan menjadi ketua pertama dari Gerakan Ahmadiyah Indonesia, yang resmi berdiri 4 April 1930.[12]
4. Status di Berbagai Negara
4.1. Pakistan
Di Pakistan, parlemen telah mendeklarasikan pengikut Ahmadiyah
sebagai non-muslim. Pada tahun 1974, pemerintah Pakistan merevisi
konstitusinya tentang definisi Muslim, yaitu "orang yang meyakini bahwa
Nabi Muhammad adalah nabi terakhir.[13]
Penganut Ahmadiyah, baik Qadian maupun Lahore, dibolehkah menjalankan
kepercayaannya di Pakistan, namun harus mengaku sebagai agama tersendiri
di luar Islam.[14]
4.2. Indonesia
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan semenjak tahun 1980 tentang "sesatnya Jema’at Ahmadiyah Qadiyah yang berada di luar Islam"[15], lalu ditegaskan kembali pada fatwa MUI yang dikeluarkan tahun 2005 bahwa "Aliran Ahmadiyah, baik Qodiyani ataupun Lahore, sebagai keluar dari Islam, sesat dan menyesatkan".[16][17]
4.3. Malaysia
Di Malaysia Ahmadiyah telah lama dilarang.[18]
4.4. Brunei Darussalam
Sebagaimana di Malaysia, di Brunei Darussalam pun status terlarang ditetapkan untuk Ahmadiyah.[19]
5. Kontroversi ajaran Ahmadiyah
Menurut sudut pandang umum umat Islam,
ajaran Ahmadiyah (Qadian) dianggap melenceng dari ajaran Islam
sebenarnya karena mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi yaitu Isa al
Masih dan Imam Mahdi, hal yang bertentangan dengan pandangan umumnya
kaum muslim yang mempercayai Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir
walaupun juga mempercayai kedatangan Isa al Masih dan Imam Mahdi setelah
Beliau saw(Isa al Masih dan Imam Mahdi akan menjadi umat Nabi Muhammad
SAW) [20].
Perbedaan Ahmadiyah dengan kaum Muslim pada umumnya adalah karena
Ahmadiyah menganggap bahwa Isa al Masih dan Imam Mahdi telah datang ke
dunia ini seperti yang telah dinubuwwatkan Nabi Muhammad SAW. Namun umat
Islam pada umumnya mempercayai bahwa Isa al Masih dan Imam Mahdi belum
turun ke dunia. Sedangkan permasalahan-permasalahan selain itu adalah
perbedaan penafsiran ayat-ayat al Quran saja.[rujukan?]
Ahmadiyah sering dikait-kaitkan dengan adanya kitab Tazkirah.
Sebenarnya kitab tersebut bukanlah satu kitab suci bagi warga
Ahmadiyah, namun hanya merupakan satu buku yang berisi kumpulan
pengalaman ruhani pendiri Jemaat Ahmadiyah, layaknya diary. Tidak semua
anggota Ahmadiyah memilikinya, karena yang digunakan sebagai pegangan
dan pedoman hidup adalah Al Quran-ul-Karim saja. [21]
Ada pula yang menyebutkan bahwa Kota suci Jemaat Ahmadiyah adalah
Qadian dan Rabwah. Namun tidak demikian adanya, kota suci Jemaat
Ahmadiyah adalah sama dengan kota suci umat Islam lainnya, yakni Mekkah
dan Madinah.[22]
Sedangkan Ahmadiyah Lahore mengakui bahwa Mirza Ghulam Ahmad hanyalah mujaddid dan tidak disetarakan dengan posisi nabi, sesuai keterangan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Lahore) untuk Indonesia yang berpusat di Yogyakarta.
Kendatipun demikian, masih banyak kontroversi dan hitam putih
persepsi yang tidak bisa disamakan antara Jemaat Ahmadiyah dan umat
muslim.
Pada tahun 1835, di sebuah desa bernama Qadian, di daerah Punjab, India,
lahir seorang anak laki-laki bernama Ghulam Ahmad. Orang tuanya Muslim
dan ia tumbuh dewasa menjadi seorang Muslim yang luar biasa. Sejak awal
kehidupannya, Mirza Ghulam Ahmad sudah amat tertarik pada telaah dan
khidmat agama Islam. Ia sering bertemu dengan individual Kristiani,
Hindu ataupun Sikh dalam perdebatan publik, serta menulis dan bicara
tentang mereka. Hal ini menjadikan lingkungan keagamaan menjadi tertarik
kepadanya dan ia dikenal baik oleh para pimpinan komunitas. Mirza
Ghulam Ahmad mulai menerima wahyu Ilahi sejak usia muda dan dengan
berjalannya waktu maka pengalaman perwahyuannya berlipat kali secara
progresif. Setiap wahyu yang diterimanya kemudian terpenuhi pada
saatnya, sebagian di antaranya yang berkaitan dengan masa depan masih
menunggu pemenuhannya. Dakwahnya menyatakan diri sebagai Imam Mahdi dan
Masih Mau'ud (al Masih) dilakukan di akhir tahun 1890, dan
dipublikasikan ke seluruh dunia. Pernyataannya, seperti juga halnya para
pembaharu Ilahiah lainnya seperti Nabi Isa dan Nabi Muhammad SAW,
langsung mendapat tentangan luas. Sebelum menyatakan dirinya sebagai
Masih Mau'ud, Allah SWT telah menjanjikan kepada Mirza Ghulam Ahmad
melalui wahyu bahwa:
“ | Aku akan membawa pesanmu sampai ke ujung-ujung dunia. — Mirza Ghulam Ahmad |
” |
Wahyu ini memberikan janji akan adanya dukungan Ilahi dalam
penyebaran ajaran Jemaat yang telah dimulainya di dalam Islam. Mentaati
perintah Tuhan, Mirza Ghulam Ahmad menyatakan diri sebagai Al-Masih bagi
umat Kristiani, sebagai Imam Mahdi bagi umat Muslim, sebagai Krishna
bagi umat Hindu, dan lain sebagainya. Jelasnya, ia adalah "Nabi Yang
Dijanjikan" bagi masing-masing bangsa, dan ditugaskan untuk menyatukan
umat manusia di bawah bendera satu agama. Nabi Muhammad SAW sebagai nabi
umat Islam adalah seorang nabi yang membawa ajaran yang bersifat
universal; dan sosok Mirza Ghulam Ahmad yang menyatakan diri sebagai al
Masih yang dijanjikan juga menyatakan dirinya tunduk dan menjadi
refleksi dari Muhammad, Khataman Nabiyin. Menjelaskan tentang tujuan
diutusnya wujud Masih Mau'ud, ia menjelaskan:
“ | Tugas yang diberikan Tuhan
kepadaku ialah agar aku dengan cara menghilangkan hambatan di antara
hamba dan Khalik-nya, menegakkan kembali di hati manusia, kasih dan
pengabdian kepada Allah. Dan dengan memanifestasikan kebenaran lalu
mengakhiri semua perselisihan dan perang agama, sebagai fondasi dari
kedamaian abadi serta memperkenalkan manusia kepada kebenaran ruhaniah
yang telah dilupakannya selama ini. Begitu juga aku akan menunjukkan
kepada dunia makna kehidupan keruhanian yang hakiki yang selama ini
telah tergeser oleh nafsu duniawi. Dan melalui kehidupanku sendiri,
memanifestasikan kekuatan Ilahiah yang sebenarnya dimiliki manusia namun
hanya bisa nyata melalui doa dan ibadah. Di atas segalanya adalah aku
harus menegakkan kembali Ketauhidan Ilahi yang suci, yang telah sirna
dari hati manusia, yang bersih dari segala kekotoran pemikiran
polytheistik[23]. — Mirza Ghulam Ahmad |
” |
Menyusul wafatnya Mirza Ghulam Ahmad pada tahun 1908, para Muslim Ahmadi memilih seorang pengganti sebagai Khalifah.
Sosok Khalifah merupakan pimpinan keruhanian dan administratif dari
Jemaat Islam Ahmadiyah. Pimpinan tertinggi dari Jemaat Ahmadiyah di
seluruh dunia pada saat ini (2007) adalah Hadhrat Mirza Masroor Ahmad
yang berkedudukan di London, dan terpilih sebagai Khalifah kelima. Ia
banyak berkunjung ke berbagai negara dan cermat mengamati budaya dan
masyarakat lainnya.
Dengan bimbingan seorang Khalifah,
Jemaat Ahmadiyah berada di barisan terdepan dalam khidmat dan
kesejahteraan kemanusiaan. Banyak sekolah-sekolah, klinik dan rumah
sakit yang didirikan di berbagai negeri, dimana mereka yang papa dan
miskin dirawat secara gratis. Saat terjadi bencana alam, Jemaat
Ahmadiyah membantu secara sukarela secara finansial ataupun fisik tanpa
membedakan agama, warna kulit atau pun bangsa. Jemaat Ahmadiyah telah
memiliki jaringan televisi global yang bernama "MTA (Muslim Television
Ahmadiyya) International", yang mengudara dua puluh empat jam sehari
dalam beberapa bahasa dunia. Layanan ini diberikan tanpa memungut biaya.
Jemaat Ahmadiyah telah menyebar ke lebih dari 170 negara di dunia dan
populasinya diperkirakan sudah mencapai 80 juta manusia yang telah
berbai'at ke dalam Jemaat pada tahun 2001.
7. Bai'at dalam Jemaat Ahmadiyah
Bulan Desember 1888, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad mengaku telah
menerima ilham Ilahi untuk mengambil bai'at dari orang-orang. Bai'at
yang pertama diselenggarakan di kota Ludhiana pada tanggal 23 Maret 1889
di rumah seorang mukhlis bernama Mia Ahmad Jaan. Dan orang yang bai'at pertama kali adalah Hadhrat Maulvi Nuruddin (yang nantinya menjadi Khalifah pertama Jemaat Ahmadiyah). Pada hari itu kurang lebih 40 orang telah bai'at. [24].
8. Sepuluh syarat Bai'at
- Orang yang bai'at, berjanji dengan hati jujur bahwa dimasa yang akan datang hingga masuk ke dalam kubur, senantiasa akan menjauhi syirik.
- Akan senantiasa menghindarkan diri dari segala corak bohong, zina, pandangan birahi terhadap bukan muhrim, perbuatan fasik, kejahatan, aniaya, khianat, huru-hara, pemberontakan; serta tidak akan dikalahkan oleh gejolak-gejolak hawa nafsunya meskipun bagaimana juga dorongan terhadapnya.
- Akan senantiasa mendirikan salat lima waktu tanpa putus-putusnya, semata-mata karena mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya. Dan dengan sekuat tenaga akan senantiasa mengerjakan salat tahajjud, dan mengirimkan shalawat kepada Yang Mulia Rasulullah saw, dan memohon ampun dari kesalahan dan memohon perlindungan dari dosa; akan ingat setiap saat kepada nikmat-nikmat Allah, lalu mensyukuri dengan hati tulus, serta memuji dan menjunjung-Nya dengan hati yang penuh kecintaan.
- Tidak akan kesusahan apapun yang tidak pada tempatnya terhadap makhluk Allah umumnya dan kaum Muslimin khususnya karena dorongan hawa nafsunya, baik dengan lisan atau dengan tangan atau dengan cara papaun juga.
- Akan tetap setia terhadap Allah Taala baik dalam segala keadaan susah ataupun senang, dalam duka atau suka, nikmat dan musibah; pendeknya, akan rela atas putusan Allah. Dan senatiasa akan bersedia menerima segala kehinaan dan kesusahan di dalam jalan Allah. Tidak akan memalingkan mukanya dari Allah Taala ketika ditimpa suatu musibah, bahkan akan terus melangkah ke muka.
- Akan berhenti dari adat yang buruk dan dari menuruti hawa nafsu. Dan benar-benar akan menjunjung tinggi perintah al Quran Suci atas dirinya. Firman Allah dan sabda Rasul-Nya itu akan menjadi pedoman baginya dalam setiap langkahnya.
- Meninggalkan takabur dan sombong; akan hidup dengan merendahkan diri, beradat lemah lembut, berbudi pekerti halus, dan sopan santun.
- Akan menghargai agama, kehormatan agama dan mencintai Islam lebih dari pada jiwanya, hartanya, anak-anaknya, dan dari segala yang dicintainya.
- Akan selamanya menaruh belas kasihan terhadap makhluk Allah umumnya, dan akan sejauh mungkin mendatangkan faedah kepada umat manusia dengan kekuatan dan nikmat yang dianugerahkan Allah Taala kepadanya.
- Akan mengikat tali persaudaraan dengan hamba ini "Imam Mahdi dan al Masih Mau'ud", semata-mata karena Allah dengan pengakuan taat dalam hal ma'ruf dan akan berdiri di atas perjanjian ini hingga mautnya, dan menjunjung tinggi ikatan perjanjian ini melebihi ikatan duniawi, baik ikatan keluarga, ikatan persahabatan, ataupun ikatan kerja.
9. Para Pemimpin Ahmadiyah sepeninggal Hazrat Mirza Ghulam Ahmad
9.1. Khalifah Ahmadiyah Qadiyan
- Hadhrat Hakim Maulana Nur-ud-Din, Khalifatul Masih I, 27 Mei 1908 - 13 Maret 1914
- Hadhrat Alhaj Mirza Bashir-ud-Din Mahmood Ahmad, Khalifatul Masih II, 14 Maret 1914 - 7 November 1965
- Hadhrat Hafiz Mirza Nasir Ahmad, Khalifatul Masih III, 8 November 1965 - 9 Juni 1982
- Hadhrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifatul Masih IV, 10 Juni 1982 - 19 April 2003
- Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih V, 22 April 2003 - sekarang
9.2. Amir Gerakan Ahmadiyah (AAIIL)
Gerakan Ahmadiyah (Ahmadiyah Movement) atau Ahmadiyah Lahore tidak
mengenal khalifah sebagai pemimpin, akan tetapi seorang Amir yang
diangkat sebagai pemimpin.
Adapun para Amir tersebut adalah sbb:
- Hazrat Maulana Hakim Nurudin
- Maulana Muhammad Ali MA. LLB.
- Maulana Sadrudin
- Dr. Saed Ahmad Khan
- Prof. Dr. Asghar Hamid Ph.D
- Prof. Dr.Abdul Karim Saeed
10. Media elektronik
Salah satu media elektronik milik Ahmadiyah yang terbesar adalah
televisi. Mereka telah membuat satu televisi yang mereka namai MTA,
yaitu Moslem Television Ahmadiyya. Proyek ini dirintis oleh Khalifah
Ahmadiyah yang ke-empat, Mirza Tahir Ahmad [25].
11. Rujukan
- http://www.alislam.org/introduction/index.html
- http://www.thepersecution.org/world/indonesia/05/jai_pr2108.html
- http://www.ahmadiyah.org/index.php?go=tentang
- "SKB Ahmadiyah diterbitkan". BBCIndonesia.com. 9 Juni 2008. Diakses pada 26 Agustus 2008.
- http://alislam.org/introduction/index.html
- "Bukan Sekedar Hitam Putih", [1] halaman 1
- http://www.ahmadiyya.or.id/kontak
- http://www.ahmadiyah.org/
- http://www.ahmadiyah.org/index.php
- Subjek "Mengundang Ahmadiyah ke Indonesia", Diskusi Sdr.Nadri Saaduddin, [2]
- [3]
- Beck, Herman (2005). The rupture between the muhammadiyah and the ahmadiyya. Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde (BKI) 161-2/3 (2005):210-246
- http://www.pakistani.org/pakistan/constitution/amendments/2amendment.html
- http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=319274&kat_id=3
- Ahmadiyah Qadiyan, Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam Musyawarah Nasional II tanggal 11-17 Rajab 1400 H/ 26 Mei – 1 Juni 1980 M.
- Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 11/MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Aliran Ahmadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H / 26-29 Juli 2005 M.
- Penjelasan Tentang Fatwa Aliran Ahmadiyah, Bidang Aqidah Dan Aliran Keagamaan, Musyawarah Nasional (MUNAS) VII MUI tanggal 26-29 Juli 2005 M./19-22 Jumadil Akhir 1426 H.
- http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=319274&kat_id=3
- http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=319274&kat_id=3
- http://www.halalguide.info/index.php?option=com_content&task=view&id=111&Itemid=29
- Buku: klarifikas Tazkirah
- buku: Kami Orang Islam
- Khutbah Islamiah, h. 34
- http://www.ahmadiyya.or.id/pustaka/buku/riwayatahmad/ahmad2.php
- "MTA"[4]
12. Pranala luar
- (Official)
- (Inggris) Situs Resmi (official) Jemaat Ahmadiyyah Internasional (Qadiani)
- (Inggris) Situs resmi Ahmadiyyah Lahore
- (Inggris) Situs Resmi (official) Televisi Muslim Ahmadiyah Internasional
- (Indonesia) Situs Gerakan Ahmadiyyah Indonesia (Lahore)
- (Indonesia) Selayang Pandang Jemaat Ahmadiyah
- (Inggris) Situs Pertemuan Tahunan Ahmadiyah se-Dunia(Jalsah Salanah)
- (Artikel Ahmadiyah oleh yang Pro dan Kontra)
- (Indonesia) Artikel-artikel tentang Ahmadiyyah di isnet.org
- (Kontra Ahmadiyah)
- (Indonesia) Perbedaan Antara Kaum Muslimin dan Pengikut Ahmadiyyah
- (Inggris) irshad.org
- (Inggris) alhafeez.org
- (Indonesia) hudzaifah.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar