arifuddinali.blogspot.com Justinianus I (bahasa Latin: Flavius Petrus Sabbatius Justinianus; 483 – 13 atau 14 November 565), umumnya dikenal dengan nama Justinianus yang Agung, adalah Kaisar Romawi Timur (Bizantium)
yang berkuasa dari tahun 527 hingga 565. Pada masa kekuasaannya, ia
berusaha mengembalikan kejayaan kekaisaran dan menaklukkan kembali bagian barat Kekaisaran Romawi.
Ia merupakan salah satu tokoh terpenting pada abad kuno. Masa kekuasaannya ditandai dengan renovatio imperii (restorasi kekaisaran) yang ambisius. Ambisi ini ditunjukkan melalui pemulihan sebagian wilayah Kekaisaran Romawi Barat, termasuk kota Roma sendiri. Selain itu, pada masa kekuasaannya, ditulis hukum Romawi Corpus Juris Civilis yang masih menjadi dasar bagi hukum masyarakat di negara-negara modern. Pada masanya pula, budaya Bizantium berkembang, dan program pembangunannya melahirkan karya-karya besar, seperti pembangunan kembali Hagia Sophia yang menjadi pusat Ortodoks Timur selama berabad-abad.
Justinianus dianggap sebagai santo oleh orang-orang yang menganut agama Ortodoks Timur. Ia juga dikenang dalam beberapa Gereja Lutheran.
Ia adalah kaisar terakhir yang menuturkan Latin sebagai bahasa ibu.
Kehidupan
Kota kuno Tauresium, tempat kelahiran Justinianus I, kini merupakan bagian dari Republik Makedonia.
Justinianus lahir di Tauresium, Provinsi Dardania (letak tepatnya masih diperdebatkan, kemungkinan di dekat Lebane, Serbia Selatan, atau Taor di dekat Skopje, Republik Makedonia), tahun 483. Keluarganya yang berbahasa Latin diduga memiliki asal usul Trako-Romawi atau Illyro-Romawi. Nama ayahnya adalah Sabbatius, sedangkan ibunya bernama Vigilantia.
Cognomen Iustinianus yang didapatnya menunjukkan bahwa ia diadopsi oleh pamannya (yang juga saudara kandung Vigilantia), Justinus. Justinus adalah seorang penjaga kekaisaran (atau excubitores). Ia membawa Justinianus ke Konstantinopel dan menjamin pendidikan anak itu. Maka Justinianus memiliki pendidikan dalam bidang yurisprudensi, teologi, dan sejarah Romawi. Ia pernah bekerja selama beberapa waktu dengan excubitores, tetapi informasi lengkap mengenai karier awalnya kurang diketahui. Penulis kronik John Malalas, yang hidup pada masa kekuasaan Justinianus, mendeskripsikan penampilan Justinianus yang pendek, berkulit putih, berambut keriting, berwajah bundar, dan rupawan. Procopius, penulis kronik lain, membandingkan penampilan Justinianus dengan kaisar tiran Domitianus, walaupun ini mungkin tidak benar.
Ketika Kaisar Anastasius mangkat pada tahun 518, Justinus dinyatakan sebagai kaisar baru, dengan bantuan dari Justinianus.
Selama masa kekuasaan Justinus (518–527), Justinianus adalah tangan
kanan kaisar. Ia telah menunjukkan banyak ambisi. Ketika Justinus
menjadi semakin pikun pada akhir kekuasaannya, Justinianus menjadi
penguasa de facto. Justinianus ditunjuk sebagai konsul pada tahun 521, dan selanjutnya menjadi komandan angkatan bersenjata timur. Setelah wafatnya Justinus I pada 1 Agustus 527, Justinianus menjadi penguasa penuh.
Sebagai penguasa, Justinianus menunjukkan semangat yang besar. Ia
dikenal sebagai "kaisar yang tidak pernah tidur" dalam catatan mengenai
etos kerjanya. Justinianus juga dikenal bersedia menerima nasihat dan
mudah didekati.
Keluarga Justinianus berasal dari latar belakang yang rendah, sehingga
ia tidak memiliki dasar kekuatan di aristokrasi lama Konstantinopel.
Akan tetapi, Justinianus dikelilingi oleh bawahan-bawahan yang berbakat,
yang dipilih bukan berdasarkan latar belakang aristokrat, tetapi atas
dasar jasa. Sekitar tahun 525, ia menikahi Theodora, seorang courtesan
("pemberi asmara" di istana) yang dua puluh tahun lebih muda darinya.
Menurut hukum lama, Justinianus tak bisa menikahinya karena kelas
sosialnya, tetapi Kaisar Justinus I telah mengesahkan hukum yang
memperbolehkan pernikahan antar kelas sosial yang berbeda.
Theodora akan menjadi tokoh yang berpengaruh dalam politik Kekaisaran,
dan kaisar-kaisar selanjutnya akan mengikuti jejak Justinianus dalam
menikah diluar kelas aristokrat. Pernikahan ini menimbulkan skandal,
tetapi Theodora terbukti merupakan tokoh yang pintar, penilai karakter
yang baik, dan pendukung terbesar Justinianus.
Ia terjangkit penyakit pes pada awal tahun 540-an, tetapi berhasil sembuh. Theodora meninggal pada tahun 548, kemungkinan karena kanker,
dalam usia yang relatif muda. Justinianus, yang tertarik dengan masalah
teologis dan banyak terlibat dalam debat mengenai doktrin Kristen,
menjadi semakin setia kepada agama pada masa akhir hidupnya. Ketika
meninggal dunia pada malam 13-14 November 565, ia tak memiliki anak.
Justinianus digantikan oleh Justinus II. Jenazah Justinianus dimakamkan dalam mausoleum di Gereja Rasul Suci.
Pembuatan undang-undang
Ukiran Justinianus menghiasi bagian dalam gedung Dewan Perwakilan
Amerika Serikat. Ukiran tersebut merupakan salah satu dari 23 ukiran
pemberi hukum terbesar sepanjang sejarah di Dewan Perwakilan AS.
Justinianus terkenal akan reformasi yudisialnya, yang dilakukan dengan meninjau kembali seluruh hukum Romawi, yang sebelumnya tak pernah dicoba. Seluruh undang-undang Justinianus kini dikenal dengan istilah Corpus juris civilis. Undang-undang tersebut terdiri dari Codex Justinianus, Digesta atau Pandectae, Institutiones, dan Novellae.
Pada masa awal kekuasaannya, Justinianus menunjuk quaestor Tribonianus untuk mengawasi tugas ini. Rancangan pertama Codex Justinianus
(kodifikasi konstitusi kekaisaran dari abad ke-2 hingga seterusnya)
diterbitkan pada tanggal 7 April 529. (versi terakhir diterbitkan pada
tahun 534.) Selanjutnya, Digesta (atau Pandectae), kumpulan naskah hukum yang lebih tua, dan Institutiones, buku yang menjelaskan prinsip-prinsip hukum, diterbitkan tahun 533. Novellae, kumpulan hukum-hukum baru yang diterbitkan pada masa Justinianus, melengkapi Corpus. Berbeda dengan sebagian isi corpus, Novellae ditulis dalam bahasa Yunani, bahasa yang banyak digunakan di Romawi Timur.
Kitab Tribonianus menjamin keselamatan hukum Romawi, serta membentuk
dasar hukum Bizantium selanjutnya. Satu-satunya provinsi di barat tempat
kitab Justinianus diperkenalkan adalah Italia (setelah penaklukan,
melalui sanksi pragmatik tahun 554), yang selanjutnya tersampaikan ke Eropa Barat pada abad ke-12 dan menjadi dasar kitab hukum Eropa. Kitab tersebut juga sampai ke Eropa Timur dan Rusia. Kitab-kitab Justinianus masih berpengaruh hingga kini.
Kerusuhan Nika
Keputusan Justinianus untuk menunjuk penasihat yang efisien tetapi
tidak populer telah membahayakan kedudukannya. Pada Januari 532,
pengikut fraksi balap chariot di Konstantinopel, yang sebelumnya saling terpisah, bersatu melawan Justinianus dalam pemberontakan yang dikenal dengan nama kerusuhan Nika. Mereka memaksanya untuk memecat Tribonianus dan dua menteri lainnya, dan juga berusaha menjatuhkan Justinianus dan mengangkat senator Hypatius (yang merupakan keponakan kaisar Anastasius)
sebagai pengganti. Kerusuhan meletus, dan Justinianus mempertimbangkan
untuk lari dari ibukota, namun Theodora mencegahnya dengan berkata,
"Siapapun yang telah mengenakan mahkota kekaisaran tidak boleh berpasrah
melihat kehilangannya. Tak kan pernah aku melihat seharipun aku tidak
disapa sebagai permaisuri." Dua hari selanjutnya, Justinianus memerintahkan jenderal Belisarius dan Mundus untuk memadamkan kerusuhan. Procopius memperkirakan bahwa 30.000
penduduk tak bersenjata tewas terbunuh di Hippodrome. Atas desakan
Theodora, yang tampaknya berlawanan dengan pertimbangan sang kaisar
sendiri, Justinianus menghukum mati Hypatius.
Kehancuran yang diakibatkan oleh kerusuhan memberikan Justinianus
kesempatan untuk mengikat namanya dalam bangunan-bangunan baru, seperti Hagia Sophia.
Penaklukan militer
Salah satu ciri dalam masa kekuasaan Justinianus adalah usaha pemulihan wilayah Romawi Barat yang hilang pada abad ke-5.
Kaisar Justinianus tidak pernah terlibat langsung dalam peperangan,
tetapi ia menunjukkan keberhasilannya dalam pengantar hukum-hukumnya,
dan mengenangnya dalam karya seni. Penaklukan kembali kebanyakan dilakukan oleh jenderalnya, Belisarius.
Perang melawan Sassaniyah 527–532
Justinianus mewarisi permusuhan dengan Persia Sassaniyah dari pamannya. Pada tahun 530, tentara Persia berhasil dikalahkan dalam Pertempuran Dara, tetapi pada tahun-tahun berikutnya, tentara Romawi di bawah pimpinan Belisarius dikalahkan dalam Pertempuran Callinicum. Ketika raja Kavadh I dari Persia wafat (September 531), Justinianus menutup peperangan melalui "Perdamaian Abadi" (yang menghabiskan biaya 11.000 pon emas) dengan raja Persia yang baru, Khosrau I (532). Setelah mengamankan front timur, Justinianus mengalihkan perhatiannya ke Barat, tempat kerajaan-kerajaan Jermanik Aria didirikan di wilayah bekas Kekaisaran Romawi Barat.
Penaklukan Afrika Utara 533–534
Kerajaan barat pertama yang diserang Justinianus adalah kerajaan milik bangsa Vandal di Afrika Utara. Raja Hilderic, yang memiliki hubungan baik dengan Justinianus dan klerus Katolik Afrika Utara, telah dijatuhkan oleh sepupunya, Gelimer
tahun 530. Justinianus menentang tindakan Gelimer dan meminta agar
Gelimer mengembalikan kerajaan kepada Hilderic. Akan tetapi, Gelimer
menolak. Justinianus menggunakannya sebagai alasan. Dengan disetujuinya
perdamaian di Timur pada tahun 532, ia mulai mempersiapkan serangannya.
Pada tahun 533, Belisarius dengan 92 dromon yang mengawal 500 kapal pengangkut, mendarat di Caput Vada (kini Ras Kaboudia) di Tunisia,
dengan tentara sejumlah 15.000 orang, ditambah dengan beberapa tentara
barbar. Mereka berhasil mengalahkan bangsa Vandal yang tak siaga di Ad Decimum pada 14 September 533, dan di Tricamarum pada bulan Desember. Kartago juga berhasil direbut. Raja Gelimer melarikan diri ke gunung Pappua di Numidia, dan menyerah pada musim semi berikutnya. Ia dibawa dan diarak dalam parade kemenangan di Konstantinopel. Sardinia, Korsika, Kepulauan Balearik, dan benteng Septem di dekat Gibraltar juga berhasil direbut dalam peperangan yang sama.
Prefektur Afrika, yang berpusat di Kartago, didirikan pada April 534, tetapi akan goyah di ambang kehancuran selama lima belas tahun ke depan, di tengah peperangan dengan bangsa Moor. Wilayah ini tidak sepenuhnya disatukan hingga tahun 548 Pemulihan Afrika menghabiskan biaya sekitar 100.000 pon emas.
Perang di Italia, tahap pertama, 535–540
Seperti di Afrika, intrik antar dinasti di Italia Ostrogoth memberikan kesempatan untuk melakukan intervensi. Raja muda Athalaric meninggal pada 2 Oktober 534, dan Theodahad memenjarakan ratu Amalasuntha (putri Theodoric dan ibu dari Athalaric) di pulau Martana. Selanjutnya, Theodahad membunuh sang ratu di tempat itu tahun 535. Kemudian, Belisarius dengan 7.500 tentara menyerang Sisilia (535), maju ke Italia, menjarah Naples, dan merebut Roma pada 9 Desember 536. Pada masa itu, Theodahad telah dijatuhkan oleh tentara Ostrogoth, yang telah memilih Vitigis
sebagai raja baru mereka. Vitigis mengumpulkan tentara dan mengepung
Roma dari Februari 537 hingga Maret 538 tanpa berhasil merebut kota
tersebut. Justinianus mengirim jenderal Narses ke Italia, akan tetapi ketegangan antara Narses dengan Belisarius menjadi hambatan. Milan berhasil direbut, tetapi segera dikuasai kembali dan dihancurkan oleh Ostrogoth. Justinianus menarik jenderal Narses
pada tahun 539. Selanjutnya situasi mulai berpihak kepada Romawi. Pada
tahun 540, Belisarius telah mencapai ibukota Ostrogoth di Ravenna. Di sana ia ditawarkan gelar Kaisar Romawi Barat
oleh Ostrogoth. Sementara itu, di saat yang sama, utusan Justinianus
datang untuk menegosiasikan perdamaian yang akan memberikan wilayah di
sebelah utara sungai Po
kepada orang-orang Goth. Belisarius berpura-pura menerima tawaran,
memasuki Ravenna pada Mei 540, dan merebutnya kembali untuk kekaisaran. Selanjutnya, setelah dipanggil kembali oleh kaisar, Belisarius kembali ke Konstantinopel dengan membawa Vitigis dan istrinya Matasuentha.
Perang melawan Sassaniyah 540–562
Setelah pemberontakan terhadap Bizantium di Armenia pada akhir tahun 530-an, dan kemungkinan termotivasi atas permohonan duta-duta Ostrogoth, Raja Khosrau I melanggar "Perdamaian Abadi" dan menyerbu wilayah Romawi pada musim semi tahun 540. Ia menjarah Beroea dan Antiokhia, mengepung Dara, dan menyerang kerajaan satelit Lazica
yang kecil tetapi penting. Khosrau I menuntut upeti kepada setiap kota
yang dilaluinya. Ia memaksa Justinianus I membayar 5.000 pon emas,
ditambah 500 pon emas setiap tahun.
Belisarius tiba di Timur pada tahun 541. Akan tetapi, setelah sempat
berhasil, ia ditarik kembali ke Konstantinopel tahun 542. Alasan
penarikan kembali sang jenderal tidak diketahui, kemungkinan karena
adanya rumor mengenai ketidaksetiaan jenderal. Merebaknya penyakit pes meredakan pertempuran pada tahun 543. Pada tahun berikutnya, Sassaniyah berhasil mengalahkan 30.000 tentara Bizantium, tetapi tidak berhasil merebut kota Edessa. Akhirnya, pada tahun 545, gencatan senjata disetujui di front selatan Romawi-Persia. Setelah itu, Perang Lazica
di utara berlanjut selama beberapa tahun, hingga disetujuinya gencatan
kedua pada tahun 557. Maka Perdamaian 50 Tahun disetujui pada tahun 562.
Dalam perdamaian itu, Sassaniyah setuju untuk meninggalkan Lazica,
dengan ganti Romawi harus menyerahkan upeti 400 atau 500 pon emas
(30.000 solidi) per tahun.
Perang di Italia, tahap kedua, 541–554
Justinianus I pada permainan Civilization IV: Beyond the Sword.
Sementara usaha militer diarahkan ke timur, situasi di Italia semakin memburuk. Di bawah pimpinan raja Ildibad, Eraric (keduanya dibunuh tahun 541), dan terutama Totila, Ostrogoth dengan cepat membalikkan keadaan. Setelah kemenangan di Faenza
tahun 542, mereka merebut kembali kota-kota utama di Italia Selatan,
dan segera menguasai seluruh semenanjung. Belisarius dikirim kembali ke
Italia pada akhir tahun 544, tetapi kekurangan pasukan. Ia dicopot dari
komandonya pada tahun 548 karena tak membuat kemajuan.
Pada periode ini, kota Roma
berganti tangan selama tiga kali: pertama direbut oleh Ostrogoth pada
Desember 546, lalu ditaklukan kembali oleh Bizantium tahun 547, dan
selanjutnya dikuasai kembali oleh Goth pada Januari 550. Totila juga
menjarah Sisilia
dan menyerang pantai Yunani. Akhirnya, Justinianus mengirim tentara
sejumlah 35.000 orang (2.000 dipisah dan dikirim untuk menyerbu wilayah Visigoth di Spanyol selatan) di bawah komando Narses. Tentara Bizantium mencapai Ravenna pada Juni 552, dan mengalahkan Ostrogoth dalam Pertempuran Busta Gallorum di Pegunungan Apennini. Pada pertempuran tersebut, Totila tewas. Setelah pertempuran kedua di Mons Lactarius pada bulan Oktober, perlawanan Ostrogoth berhasil dipatahkan. Pada tahun 554, serangan besar orang-orang Frank berhasil digagalkan dalam Pertempuran Casilinum,
dan Italia telah dikuasai oleh Romawi Timur, meskipun Narses memerlukan
waktu beberapa tahun untuk menghabisi sisa-sisa benteng Goth. Pada
akhir perang, Italia dijaga oleh tentara sejumlah 16.000 orang. Penguasaan kembali Italia telah menghabiskan biaya sebesar 300.000 pon emas.
Peperangan lain
Kekaisaran Romawi Timur menyerang wilayah Visigoth di Spanyol, ketika Athanagild meminta dukungan dalam pemberontakan melawan raja Agila. Pada tahun 552, Justinianus mengirim tentara sejumlah 2.000 orang di bawah pimpinan Liberius. Bizantium berhasil merebut Cartagena dan kota-kota lain di pantai tenggara dan mendirikan provinsi Spania
sebelum diperiksa oleh bekas sekutu mereka, Athanagild, yang telah
menjadi raja. Perang ini menandai puncak perluasan kekuasaan Bizantium.
Pada masa Justinianus, Balkan diserang oleh orang-orang Turkik dan Slavia, yang tinggal di sebelah utara sungai Donau. Maka sang kaisar berusaha menggabungkan diplomasi dengan pembangunan sistem pertahanan. Pada tahun 559, serangan orang-orang Sklavinoi dan Kutrigur di bawah pimpinan Zabergan mengancam Konstantinopel, tetapi mereka berhasil diusir oleh jenderal Belisarius yang telah menua.
Hasil
Wilayah Kekaisaran Bizantium. Warnah merah menunjukkan wilayah saat
Justinianus naik takhta tahun 527, sedangkan warna jingga merupakan
wilayah ketika Justinianus wafat tahun 565.
Ambisi Justinianus untuk mengembalikan kejayaan Kekaisaran Romawi
tidak berhasil diwujudkan secara keseluruhan. Di Barat, keberhasilan
pada tahun 530-an diikuti dengan tahun-tahun stagnansi. Perang dengan
Goth menjadi bencana bagi Italia.
Pajak tinggi yang dipungut sangat tidak disukai. Sementara kemenangan
terakhir di Italia dan penaklukan pantai selatan Spanyol memperluas
wilayah Bizantium, serta menambah martabat kekaisaran, akan tetapi
penaklukan-penaklukan tersebut terbukti tidak kekal. Sebagian besar
Italia akan lepas karena serangan oleh orang-orang Lombardia tiga tahun setelah kematian Justinianus (568). Provinsi Spania yang baru didirikan berhasil direbut kembali oleh Visigoth pada tahun 624 di bawah kepemimpinan Suintila. Dalam satu setengah abad, Afrika akan selamanya lepas karena ditaklukan oleh Kekhalifahan Rashidun dan Umayyah.
Konstantinopel sendiri tidak aman dari serangan orang-orang barbar di utara.
Dalam usahanya untuk merestorasi Kekaisaran Romawi kuno, Justinianus
menghabiskan sumber daya Romawi Timur, sementara ia gagal untuk melihat
kenyataan yang telah berubah pada Eropa abad ke-6. Bahkan dikatakan bahwa keberhasilan militer Justinianus kemungkinan menumbuhkan bibit kejatuhan kekaisaran.
Keagamaan
Justinianus melihat Ortodoks di negerinya diancam oleh arus keagamaan yang menyimpang, terutama monofisitisme, yang memiliki banyak penganut di Suriah dan Mesir. Doktrin monofisit telah dikutuk sebagai bidaah oleh Konsili Khalsedon pada tahun 451, dan kebijakan toleran Kaisar Zeno dan Anastasius I
terhadap monofisitisme telah menjadi penyebab ketegangan dalam hubungan
dengan uskup-uskup Roma. Justinianus menyetujui doktrin Khalsedon dan
secara terbuka mengutuk monofisitisme. Ia mencoba menerapkan kesatuan
religius dengan memaksa mereka menerima kompromi-kompromi doktrinal yang
akan memuaskan semua pihak. Kebijakan itu tidak berhasil karena tidak
dapat memuaskan kedua belah pihak. Sebelum mangkat, Justinianus menjadi
lebih condong terhadap doktrin monofisit, terutama dalam bentuk aphthartodocetism,
tetapi ia telah wafat sebelum sempat mengeluarkan undang-undang yang
mengangkat ajarannya menjadi dogma. Theodora bersimpati dengan monofisit
dan dikatakan menjadi penyebab intrik pro-monofisit di istana.
Kebijakan religius
Justinianus I dalam sebuah koin
Pada awal kekuasaannya, ia menganggap sudah saatnya untuk menyebarluaskan kepercayaan gereja mengenai Trinitas dan Inkarnasi melalui hukum. Ia juga merasa perlu untuk mengancam semua bidaah dengan hukuman yang layak;
kemudian Justinianus I menyatakan bahwa ia ingin menghilangkan semua
pengganggu Ortodoks dengan segala kemungkinannya melalui pendekatan
hukum. Ia menjadikan kepercayaan Nicea-Konstantinopel sebagai lambang tunggal gereja, dan memberikan kekuatan hukum untuk kanon empat dewan ekumenisme. Uskup-uskup yang hadir dalam Konsili Konstantinopel Kedua tahun 553 mengakui tidak dapat melakukan apa yang berlawanan dengan keinginan dan komando kaisar dalam gereja; sementara, kaisar, dalam kasus Patriark Anthimus, memperkuat larangan gereja melalui pengasingan sementara.
Justinianus melindungi kemurnian gereja dengan menekan bidaah. Ia
mengambil semua kesempatan untuk mengamankan hak-hak gereja dan
rohaniwan, dengan tujuan melindungi dan memperluas monastisisme.
Justinianus memberikan pendeta hak untuk mewarisi properti dari
penduduk dan hak untuk menerima solemnia atau hadiah tahunan dari kas
kekaisaran atau pajak provinsi-provinsi tertentu. Ia juga melarang
penyitaan terhadap properti-properti biara.
Meskipun sifatnya yang despotik tidak sesuai dengan sensibilitas modern, ia sungguh merupakan "bapak perawat" gereja. Codex dan Novellae
berisi banyak undang-undang mengenai sumbangan, pendirian, dan
pengaturan properti gerejawi; pemilihan dan hak-hak uskup, imam, dan
kepala biara; kehidupan biara, kewajiban penduduk kepada klerus,
pelayanan ilahi, yurisdiksi episkopal, dll. Justinianus juga membangun
kembali gereja Hagia Sophia (yang menghabiskan biaya sebesar 20.000 pon emas), yang sebelumnya hancur akibat kerusuhan Nika.
Hubungan religius dengan Roma
Semenjak pertengahan abad ke-5, kaisar Romawi Timur harus menghadapi
tugas berat dalam masalah gerejawi. Kaum radikal di tiap sisi merasa
diri mereka senantiasa didiskreditkan oleh kepercayaan yang diterapkan
oleh Konsili Khalsedon untuk melindungi doktrin Kristus di kitab suci dan menjembatani pemisah antara kelompok-kelompok dogmatik. Surat Paus Leo I kepada Flavianus dari Konstantinopel dianggap sebagai hasil karya setan
di Romawi Timur, sehingga tak ada seorang pun yang peduli untuk
mendengarkan Gereja Roma. Akan tetapi, kaisar memiliki kebijakan yang
menjaga kesatuan antara Konstantinopel dengan Roma; dan ini tetap mungkin hanya jika mereka tidak menyimpang dari garis yang didefinisikan dalam Konsili Khalsedon.
Selain itu, faksi-faksi di Romawi Timur yang gempar dan tidak puas
terhadap Konsili Khalsedon memerlukan pembatasan dan penyatuan. Masalah
ini terbukti lebih sulit, karena, di Timur, kelompok-kelompok yang
berbeda pendapat melebihi pendukung Khalsedon, baik dalam jumlah maupun
kemampuan intelektual. Ketegangan dari ketidakcocokan keduanya tumbuh:
siapapun yang memilih Roma dan Barat harus meninggalkan Timur, dan
sebaliknya.
Setelah memasuki panggung tata negara gerejawi, Justinianus mengakhiri skisma monofisit. Pengakuan Tahta Suci sebagai kewenangan gerejawi tertinggi
tetap menjadi landasan bagi kebijakan Barat-nya. Meskipun dianggap
menghina oleh orang-orang Romawi Timur, Justinianus merasa dirinya bebas
untuk mengambil posisi despotik terhadap paus seperti Silverius dan Vigilius.
Sementara tidak ada kompromi yang dapat diterima oleh sayap dogmatik
gereja, usahanya dalam melakukan rekonsiliasi membuatnya diterima oleh
tubuh utama gereja. Selanjutnya, Justinianus mulai sadar bahwa mungkin
ia juga dapat melakukan rekonsiliasi terhadap monofisit, dan ia
mencobanya dalam konferensi religius dengan pengikut-pengikut Severus dari Antiokhia tahun 533, akan tetapi tidak berhasil.
Sekali lagi, Justinianus berkompromi dalam dekret religius pada 15 Maret 533, dan menyelamati dirinya karena Paus Yohanes II mengakui Ortodoks sebagai syahadat kekaisaran.
Kesalahan besar yang dibuat, yaitu dengan menekan uskup dan pendeta
monofisit yang menyakiti hati penduduk dari berbagai provinsi, segera ia
perbaiki. Tujuannya sekarang adalah tetap menang atas monofisit, tetapi
tidak melepaskan kepercayaan Khalsedon. Bagi banyak orang di istana, ia
tidak berbuat cukup jauh: Theodora akan sangat senang melihat monofisit
didukung. Justinianus merasa terkekang oleh kerumitan yang terjadi
dengan Barat. Dalam pengutukan Tiga Bab,
Justinianus mencoba memuaskan Barat dan Timur, tetapi tidak berhasil.
Meskipun paus menyetujui pengutukan, Barat meyakini bahwa kaisar
bertindak berlawanan dengan dekret Khalsedon. Meskipun banyak delegasi
yang muncul di Timur tunduk kepada Justinianus, banyak orang, terutama
monofisit, yang tetap tidak puas.
Penekanan agama
Kebijakan religius Justinianus melambangkan keyakinan kekaisaran
bahwa kesatuan Bizantium memerlukan kesatuan keyakinan; dan keyakinan
ini tiada lain selain Ortodoks
(Nicea). Orang lain yang berbeda pandangan harus mengakui bahwa proses
konsolidasi, yang telah dipengaruhi oleh undang-undang kekaisaran sejak
masa Kaisar Konstantius II, akan terus berlanjut. Codex berisi dua undang-undang yang memutuskan penghancuran paganisme, bahkan dalam kehidupan pribadi. Sumber-sumber kontemporer (John Malalas, Theophanes, Yohanes dari Efesus) mengisahkan penganiayaan kejam, bahkan terhadap orang berpangkat tinggi.
Pada tahun 529, Akademi Neoplato di Athena ditempatkan di bawah pengawasan negara oleh Justinianus. Pengawasan tersebut mencekik sekolah pelatihan Helenistik ini. Paganisme terus menerus ditekan. Di Asia Kecil, Yohanes dari Efesus mengklaim telah mengkristenkan 70.000 pagan. Bangsa-bangsa lain juga menerima Kekristenan: Heruli, Hun yang tinggal di dekat sungai Don, Abasgi, dan Tzanni di Kaukasus.
Penyembahan Amun di Augila, Libya, dihentikan. Sisa-sisa pemuja Isis di pulau Philae juga bernasib sama. Presbyter Julian dan Uskup Longinus mengadakan misi kristenisasi terhadap suku Nabath, sementara Justinianus mencoba memperkuat Kekristenan di Yemen dengan mengirim uskup dari Mesir.
Orang Yahudi juga menderita: tidak hanya karena pemerintah membatasi hak mereka dan mengancam hak-hak religius mereka, tetapi juga karena kaisar ikut campur dalam masalah internal sinagoga. Justinianus tidak aktif menjalankan penganiayaan terhadap orang Yahudi, tetapi mendorong mereka menggunakan septuaginta Yunani dalam sinagoga-sinagoga di Konstantinopel.
Kaisar memiliki banyak masalah dengan orang-orang Samaria
yang menentang untuk menjadi Kristen. Ia melawan mereka dengan
dekret-dekret keras, tetapi tidak dapat menghentikan permusuhan Samaria
terhadap orang Kristen. Kekonsistenan kebijakan Justinianus berarti
bahwa penganut maniisme juga mengalami penekanan, baik melalui penganiayaan, pembuangan, maupun ancaman hukuman mati. Di Konstantinopel, pada suatu peristiwa, setelah melalui inkuisisi
ketat, penganut-penganut maniisme yang tidak sedikit jumlahnya dihukum
mati di hadapan kaisar: beberapa dengan cara dibakar, sementara lainnya
ditenggelamkan.
Pembangunan, seni, sastra
Mosaik istana Kaisar Justinianus di Basilika San Vitale.
Justinianus adalah pembangun yang produktif. Di bawah perlindungannya, pembangunan Basilika San Vitale di Ravenna, (yang menampilkan dua mosaik terkenal yang melambangkan Justinianus dan Theodora), diselesaikan. Ia juga membangun kembali Hagia Sophia,
yang sebelumnya hangus terbakar dalam kerusuhan Nika. Katedral ini,
dengan kubahnya yang penuh dengan mosaik-mosaik, tetap menjadi pusat
Kekristenan timur selama berabad-abad. Gereja penting lain di ibukota, Gereja Rasul Suci, yang berada pada kondisi buruk pada akhir abad ke-5, dibangun kembali olehnya. Penghiasan tidak hanya dilakukan pada gereja. Penggalian di situs Istana Agung Konstantinopel telah menemukan mosaik-mosaik berkualitas tinggi dari masa Justinianus. Tiang dengan patung perunggu Justinianus yang sedang berkuda di atasnya didirikan di Augustaeum, Konstantinopel, tahun 543.
Sang kaisar memperkuat perbatasan kekaisaran dengan membangun
benteng-benteng. Ia juga menjamin persediaan air Konstantinopel melalui
pembangunan sumur. Untuk mencegah banjir yang merusak kota perbatasan Dara, Bendungan Dara dibangun. Pada masanya pula, Jembatan Sangarius dibangun di Bithynia.
Jembatan ini menjadi penghubung rute persediaan militer ke timur.
Selain itu, Justinianus juga merestorasi kota yang rusak akibat gempa
bumi atau perang, dan membangun kota baru di dekat tempat kelahirannya,
yaitu Justiniana Prima, yang awalnya didirikan untuk menggantikan Thessalonika sebagai pusat politik dan religius Illyricum.
Pada masa kekuasaannya, lahir sejarawan-sejarawan besar, seperti Procopius dan Agathias, dan penyair-penyair seperti Paulus Silentiarius dan Romanus Melodus.
Ekonomi dan pemerintahan
Kesehatan ekonomi kekaisaran bergantung pada sektor pertanian. Perdagangan jarak jauh juga berkembang, dan telah mencapai Cornwall, tempat timah ditukar dengan gandum Romawi. Konvoy yang berlayar dari Iskandariyah
membawa gandum ke Konstantinopel. Justinianus membuat lalu lintas
perdagangan lebih efesien dengan membangun lumbung besar di pulau Tenedos.
Sang kaisar juga mencoba menemukan jalur perdagangan ke timur yang
baru, yang mengalami hambatan akibat peperangan melawan Sassaniyah.
Komoditas mewah yang penting adalah sutra,
yang diimpor dan diproses di kekaisaran. Untuk melindungi pembuatan
produk sutra, Justinianus memberikan hak monopoli bagi pabrik-pabrik
kekaisaran tahun 541. Untuk menghindari jalur darat Sassaniyah, sang kaisar membuka hubungan baik dengan Abyssinia,
yang ingin dijadikan sebagai perantara dagang dengan mengangkut sutra
India ke kekaisaran; namun, Abyssinia tidak mampu bersaing dengan
pedagang Persia di India. Selanjutnya, pada awal tahun 550-an, dua pendeta berhasil menyelundupkan telur-telur ulat sutra dari Asia Tengah ke Konstantinopel, dan sutra menjadi produk asli kekaisaran.
Emas dan perak ditambang di Balkan, Anatolia, Armenia, Siprus, Mesir, dan Nubia.
Mosaik kehidupan sehari-hari di Istana Agung Konstantinopel.
Pada awal masa kekuasaan Justinianus I, ia telah mewarisi surplus sebesar 28.800.000 solidi (400.000 pon emas) pada kas kekaisaran.
Di bawah kekuasaannya, dilakukan langkah-langkah untuk melawan korupsi
dan mempermudah pemungutan pajak. Kekuasaan administratif yang lebih
besar diserahkan kepada pemimpin prefektur dan provinsi, sementara kuasa vicarius keuskupan ditarik, bahkan beberapa dibubarkan. Semuanya bertujuan untuk menyederhanakan pemerintahan.
Menurut Brown (1971), peningkatan mutu pemungutan pajak telah banyak
memengaruhi penghancuran struktur-struktur lama kehidupan provinsial,
karena telah melemahkan otonomi dewan kota di kota-kota Yunani. Diperkirakan bahwa sebelum proses penaklukan kembali Justinianus, Bizantium memperoleh keuntungan tahunan sebesar 5.000.000 solidi tahun 530, tetapi setelah penaklukan kembali, keuntungan tahunan meningkat menjadi 6.000.000 solidi pada tahun 550.
Selama masa kekuasaan Justinianus, kota dan desa di Timur menjadi sejahtera, meskipun Antiokhia
diguncang oleh dua gempa bumi (526, 528) dan dijarah oleh Persia (540).
Justinianus membangun kembali kota tersebut, tetapi dalam ukuran yang
lebih kecil.
Akan tetapi, kekaisaran mengalami beberapa rintangan pada abad ke-6. Rintangan pertama adalah wabah pes
yang berlangsung dari tahun 541 hingga 543. Wabah ini mengurangi jumlah
penduduk kekaisaran, dan menimbulkan kekurangan tenaga kerja serta
peningkatan gaji.
Kurangnya sumber daya manusia juga mengakibatkan peningkatan jumlah
"orang barbar" dalam angkatan bersenjata kekaisaran pada awal tahun
540-an.
Perang yang berlarut di Italia dan peperangan melawan Sassaniyah
memberikan beban berat bagi sumber daya kekaisaran, dan Justinianus
dikritik karena membatasi jasa pos yang dikelola pemerintah, yang ia
batasi hanya pada satu rute militer ke timur.
Sumber: wiki
Sumber: wiki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar