Lempeng-lempeng tektonik di bumi barulah dipetakan pada paruh kedua abad ke-20. |
Teori tektonika Lempeng (bahasa Inggris: Plate Tectonics) adalah teori dalam bidang geologi yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi. Teori ini telah mencakup dan juga menggantikan Teori Pergeseran Benua yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad ke-20 dan konsep seafloor spreading yang dikembangkan pada tahun 1960-an.
Bagian terluar dari interior bumi terbentuk dari dua lapisan. Di bagian atas terdapat litosfer yang terdiri atas kerak dan bagian teratas mantel bumi yang kaku dan padat. Di bawah lapisan litosfer terdapat astenosfer
yang berbentuk padat tetapi bisa mengalir seperti cairan dengan sangat
lambat dan dalam skala waktu geologis yang sangat lama karena viskositas dan kekuatan geser (shear strength)
yang rendah. Lebih dalam lagi, bagian mantel di bawah astenosfer
sifatnya menjadi lebih kaku lagi. Penyebabnya bukanlah suhu yang lebih
dingin, melainkan tekanan yang tinggi.
Lapisan litosfer dibagi menjadi lempeng-lempeng tektonik (tectonic plates).
Di bumi, terdapat tujuh lempeng utama dan banyak lempeng-lempeng yang
lebih kecil. Lempeng-lempeng litosfer ini menumpang di atas astenosfer.
Mereka bergerak relatif satu dengan yang lainnya di batas-batas lempeng,
baik divergen (menjauh), konvergen (bertumbukan), ataupun transform (menyamping). Gempa bumi, aktivitas vulkanik, pembentukan gunung, dan pembentukan palung samudera semuanya umumnya terjadi di daerah sepanjang batas lempeng. Pergerakan lateral lempeng lazimnya berkecepatan 50-100 mm/a.[1]
1. Perkembangan Teori
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, geolog berasumsi bahwa
kenampakan-kenampakan utama bumi berkedudukan tetap. Kebanyakan
kenampakan geologis seperti pegunungan bisa dijelaskan dengan pergerakan
vertikal kerak seperti dijelaskan dalam teori geosinklin. Sejak tahun 1596, telah diamati bahwa pantai Samudera Atlantik yang berhadap-hadapan antara benua Afrika dan Eropa dengan Amerika Utara dan Amerika Selatan memiliki kemiripan bentuk dan nampaknya pernah menjadi satu. Ketepatan ini akan semakin jelas jika kita melihat tepi-tepi dari paparan benua di sana.[2]
Sejak saat itu banyak teori telah dikemukakan untuk menjelaskan hal
ini, tetapi semuanya menemui jalan buntu karena asumsi bahwa bumi adalah
sepenuhnya padat menyulitkan penemuan penjelasan yang sesuai.[3]
Penemuan radium dan sifat-sifat pemanasnya pada tahun 1896 mendorong pengkajian ulang umur bumi,[4] karena sebelumnya perkiraan didapatkan dari laju pendinginannya dan dengan asumsi permukaan bumi beradiasi seperti benda hitam.[5] Dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa bahkan jika pada awalnya bumi adalah sebuah benda yang merah-pijar,
suhu Bumi akan menurun menjadi seperti sekarang dalam beberapa puluh
juta tahun. Dengan adanya sumber panas yang baru ditemukan ini maka para
ilmuwan menganggap masuk akal bahwa Bumi sebenarnya jauh lebih tua dan
intinya masih cukup panas untuk berada dalam keadaan cair.
Teori Tektonik Lempeng berasal dari Hipotesis Pergeseran Benua (continental drift) yang dikemukakan Alfred Wegener tahun 1912.[6] dan dikembangkan lagi dalam bukunya The Origin of Continents and Oceans
terbitan tahun 1915. Ia mengemukakan bahwa benua-benua yang sekarang
ada dulu adalah satu bentang muka yang bergerak menjauh sehingga
melepaskan benua-benua tersebut dari inti bumi seperti 'bongkahan es'
dari granit yang bermassa jenis rendah yang mengambang di atas lautan basal yang lebih padat.[7][8]
Namun, tanpa adanya bukti terperinci dan perhitungan gaya-gaya yang
dilibatkan, teori ini dipinggirkan. Mungkin saja bumi memiliki kerak
yang padat dan inti yang cair, tetapi tampaknya tetap saja tidak mungkin
bahwa bagian-bagian kerak tersebut dapat bergerak-gerak. Di kemudian
hari, dibuktikanlah teori yang dikemukakan geolog Inggris Arthur Holmes
tahun 1920 bahwa tautan bagian-bagian kerak ini kemungkinan ada di
bawah laut. Terbukti juga teorinya bahwa arus konveksi di dalam mantel
bumi adalah kekuatan penggeraknya.[3][9][10]
Bukti pertama bahwa lempeng-lempeng itu memang mengalami pergerakan didapatkan dari penemuan perbedaan arah medan magnet
dalam batuan-batuan yang berbeda usianya. Penemuan ini dinyatakan
pertama kali pada sebuah simposium di Tasmania tahun 1956. Mula-mula,
penemuan ini dimasukkan ke dalam teori ekspansi bumi,[11] namun selanjutnya justeru lebih mengarah ke pengembangan teori tektonik lempeng yang menjelaskan pemekaran (spreading) sebagai konsekuensi pergerakan vertikal (upwelling) batuan, tetapi menghindarkan keharusan adanya bumi yang ukurannya terus membesar atau berekspansi (expanding earth) dengan memasukkan zona subduksi/hunjaman (subduction zone), dan sesar translasi (translation fault).
Pada waktu itulah teori tektonik lempeng berubah dari sebuah teori yang
radikal menjadi teori yang umum dipakai dan kemudian diterima secara
luas di kalangan ilmuwan. Penelitian lebih lanjut tentang hubungan
antara seafloor spreading dan balikan medan magnet bumi (geomagnetic reversal) oleh geolog Harry Hammond Hess dan oseanograf Ron G. Mason[12][13][14][15] menunjukkan dengan tepat mekanisme yang menjelaskan pergerakan vertikal batuan yang baru.
Seiring dengan diterimanya anomali magnetik bumi yang ditunjukkan
dengan lajur-lajur sejajar yang simetris dengan magnetisasi yang sama di
dasar laut pada kedua sisi mid-oceanic ridge, tektonik lempeng menjadi diterima secara luas. Kemajuan pesat dalam teknik pencitraan seismik mula-mula di dalam dan sekitar zona Wadati-Benioff
dan beragam observasi geologis lainnya tak lama kemudian mengukuhkan
tektonik lempeng sebagai teori yang memiliki kemampuan yang luar biasa
dalam segi penjelasan dan prediksi.
Penelitian tentang dasar laut dalam, sebuah cabang geologi kelautan
yang berkembang pesat pada tahun 1960-an memegang peranan penting dalam
pengembangan teori ini. Sejalan dengan itu, teori tektonik lempeng juga
dikembangkan pada akhir 1960-an dan telah diterima secara cukup
universal di semua disiplin ilmu, sekaligus juga membaharui dunia ilmu
bumi dengan memberi penjelasan bagi berbagai macam fenomena geologis dan
juga implikasinya di dalam bidang lain seperti paleogeografi dan paleobiologi.
2. Prinsip-prinsip Utama
Bagian lapisan luar, interior bumi dibagi menjadi lapisan litosfer
dan lapisan astenosfer berdasarkan perbedaan mekanis dan cara terjadinya
perpindahan panas. Llitosfer lebih dingin dan kaku, sedangkan
astenosfer lebih panas dan secara mekanik lemah. Selain itu, litosfer
kehilangan panasnya melalui proses konduksi, sedangkan astenosfer juga memindahkan panas melalui konveksi
dan memiliki gradien suhu yang hampir adiabatik. Pembagian ini sangat
berbeda dengan pembagian bumi secara kimia menjadi inti, mantel, dan
kerak. Litosfer sendiri mencakup kerak dan juga sebagian dari mantel.
Suatu bagian mantel bisa saja menjadi bagian dari litosfer atau
astenosfer pada waktu yang berbeda, tergantung dari suhu, tekanan, dan
kekuatan gesernya. Prinsip kunci tektonik lempengan adalah bahwa
litosfer terpisah menjadi lempengan-lempengan tektonik yang
berbeda-beda. Lempengan ini bergerak menumpang di atas astenosfer yang
mempunyai viskoelastisitas sehingga bersifat seperti fluida. Pergerakan lempengan bisa mencapai 10-40 mm/a (secepat pertumbuhan kuku jari) seperti di Mid-Atlantic Ridge, ataupun bisa mencapai 160 mm/a (secepat pertumbuhan rambut) seperti di Lempeng Nazca.[16][17]
Lempeng-lempeng ini tebalnya sekitar 100 km dan terdiri atas mantel litosferik yang di atasnya dilapisi dengan hamparan salah satu dari dua jenis material kerak.
Yang pertama adalah kerak samudera atau yang sering disebut dengan "sima", gabungan dari silikon dan magnesium.
Yang kedua adalah kerak benua yang sering disebut "sial", gabungan dari silikon dan aluminium.
Yang pertama adalah kerak samudera atau yang sering disebut dengan "sima", gabungan dari silikon dan magnesium.
Yang kedua adalah kerak benua yang sering disebut "sial", gabungan dari silikon dan aluminium.
Kedua jenis kerak ini berbeda dari segi ketebalan di mana kerak benua
memiliki ketebalan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kerak
samudera. Ketebalan kerak benua mencapai 30-50 km sedangkan kerak
samudera hanya 5-10 km.
Dua lempeng akan bertemu di sepanjang batas lempeng (plate boundary), yaitu daerah di mana aktivitas geologis umumnya terjadi seperti gempa bumi dan pembentukan kenampakan topografis seperti gunung, gunung berapi, dan palung samudera. Kebanyakan gunung berapi yang aktif di dunia berada di atas batas lempeng, seperti Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire) di Lempeng Pasifik yang paling aktif dan dikenal luas.
Lempeng tektonik bisa merupakan kerak benua atau samudera, tetapi biasanya satu lempeng terdiri atas keduanya. Misalnya, Lempeng Afrika mencakup benua itu sendiri dan sebagian dasar Samudera Atlantik dan Hindia.
Perbedaan antara kerak benua dengan kerak samudera ialah berdasarkan kepadatan material pembentuknya.
- Kerak samudera lebih padat daripada kerak benua dikarenakan perbedaan perbandingan jumlah berbagai elemen, khususnya silikon.
- Kerak benua lebih padat karena komposisinya yang mengandung lebih sedikit silikon dan lebih banyak materi yang berat. Dalam hal ini, kerak samudera dikatakan lebih bersifat mafik ketimbang felsik.[18] Maka, kerak samudera umumnya berada di bawah permukaan laut seperti sebagian besar Lempeng Pasifik, sedangkan kerak benua timbul ke atas permukaan laut, mengikuti sebuah prinsip yang dikenal dengan isostasi.
3. Jenis-jenis Batas Lempeng
Ada tiga jenis batas lempeng yang berbeda dari cara lempengan
tersebut bergerak relatif terhadap satu sama lain. Tiga jenis ini
masing-masing berhubungan dengan fenomena yang berbeda di permukaan.
Tiga jenis batas lempeng tersebut adalah:
- Batas transform (transform boundaries) terjadi jika lempeng bergerak dan mengalami gesekan satu sama lain secara menyamping di sepanjang sesar transform (transform fault). Gerakan relatif kedua lempeng bisa sinistral (ke kiri di sisi yang berlawanan dengan pengamat) ataupun dekstral (ke kanan di sisi yang berlawanan dengan pengamat). Contoh sesar jenis ini adalah Sesar San Andreas di California.
- Batas divergen/konstruktif (divergent/constructive boundaries) terjadi ketika dua lempeng bergerak menjauh satu sama lain. Mid-oceanic ridge dan zona retakan (rifting) yang aktif adalah contoh batas divergen
- Batas konvergen/destruktif (convergent/destructive boundaries) terjadi jika dua lempeng bergesekan mendekati satu sama lain sehingga membentuk zona subduksi jika salah satu lempeng bergerak di bawah yang lain, atau tabrakan benua (continental collision) jika kedua lempeng mengandung kerak benua. Palung laut yang dalam biasanya berada di zona subduksi, di mana potongan lempeng yang terhunjam mengandung banyak bersifat hidrat (mengandung air), sehingga kandungan air ini dilepaskan saat pemanasan terjadi bercampur dengan mantel dan menyebabkan pencairan sehingga menyebabkan aktivitas vulkanik. Contoh kasus ini dapat kita lihat di Pegunungan Andes di Amerika Selatan dan busur pulau Jepang (Japanese island arc).
4. Kekuatan Penggerak Pergerakan Lempeng
Pergerakan lempeng tektonik bisa terjadi karena kepadatan relatif
litosfer samudera dan karakter astenosfer yang relatif lemah. Pelepasan
panas dari mantel telah didapati sebagai sumber asli dari energi yang
menggerakkan lempeng tektonik. Pandangan yang disetujui sekarang,
meskipun masih cukup diperdebatkan, adalah bahwa kelebihan kepadatan
litosfer samudera yang membuatnya menyusup ke bawah di zona subduksi
adalah sumber terkuat pergerakan lempengan.
Pada waktu pembentukannya di mid ocean ridge, litosfer
samudera pada mulanya memiliki kepadatan yang lebih rendah dari
astenosfer di sekitarnya, tetapi kepadatan ini meningkat seiring dengan
penuaan karena terjadinya pendinginan dan penebalan. Besarnya kepadatan
litosfer yang lama relatif terhadap astenosfer di bawahnya memungkinkan
terjadinya penyusupan ke mantel yang dalam di zona subduksi sehingga
menjadi sumber sebagian besar kekuatan penggerak-pergerakan lempengan.
Kelemahan astenosfer memungkinkan lempengan untuk bergerak secara mudah
menuju ke arah zona subduksi [19]
Meskipun subduksi dipercaya sebagai kekuatan terkuat
penggerak-pergerakan lempengan, masih ada gaya penggerak lain yang
dibuktikan dengan adanya lempengan seperti lempengan Amerika Utara, juga
lempengan Eurasia yang bergerak tetapi tidak mengalami subduksi di
manapun. Sumber penggerak ini masih menjadi topik penelitian intensif
dan diskusi di kalangan ilmuwan ilmu bumi.
Pencitraan dua dan tiga dimensi interior bumi (tomografi seismik)
menunjukkan adanya distribusi kepadatan yang heterogen secara lateral
di seluruh mantel. Variasi dalam kepadatan ini bisa bersifat material
(dari kimia batuan), mineral (dari variasi struktur mineral), atau
termal (melalui ekspansi dan kontraksi termal dari energi panas).
Manifestasi dari keheterogenan kepadatan secara lateral adalah konveksi mantel dari gaya apung (buoyancy forces) [20]
Bagaimana konveksi mantel berhubungan secara langsung dan tidak dengan
pergerakan planet masih menjadi bidang yang sedang dipelajari dan
dibincangkan dalam geodinamika. Dengan satu atau lain cara, energi ini
harus dipindahkan ke litosfer supaya lempeng tektonik bisa bergerak. Ada
dua jenis gaya yang utama dalam pengaruhnya ke pergerakan planet, yaitu
friksi dan gravitasi.
4.1. Gaya Gesek
- Basal drag
- Arus konveksi berskala besar di mantel atas disalurkan melalui astenosfer, sehingga pergerakan didorong oleh gesekan antara astenosfer dan litosfer.
- Slab suction
- Arus konveksi lokal memberikan tarikan ke bawah pada lempeng di zona subduksi di palung samudera. Penyerotan lempengan (slab suction) ini bisa terjadi dalam kondisi geodinamik di mana tarikan basal terus bekerja pada lempeng ini pada saat ia masuk ke dalam mantel, meskipun sebetulnya tarikan lebih banyak bekerja pada kedua sisi lempengan, atas dan bawah
4.2. Gravitasi
- Runtuhan gravitasi: Pergerakan lempeng terjadi karena lebih tingginya lempeng di oceanic ridge. Litosfer samudera yang dingin menjadi lebih padat daripada mantel panas yang merupakan sumbernya, maka dengan ketebalan yang semakin meningkat lempeng ini tenggelam ke dalam mantel untuk mengkompensasikan beratnya, menghasilkan sedikit inklinasi lateral proporsional dengan jarak dari sumbu ini. :Dalam teks-teks geologi pada pendidikan dasar, proses ini sering disebut sebagai sebuah doronga. Namun, sebenarnya sebutan yang lebih tepat adalah runtuhan karena topografi sebuah lempeng bisa jadi sangat berbeda-beda dan topografi pematang (ridge) yang melakukan pemekaran hanyalah fitur yang paling dominan. Sebagai contoh, pembengkakan litosfer sebelum ia turun ke bawah lempeng yang bersebelahan menghasilkan kenampakan yang bisa memengaruhi topografi. Lalu, mantel plume yang menekan sisi bawah lempeng tektonik bisa juga mengubah topografi dasar samudera.
- Slab-pull (tarikan lempengan)
- Pergerakan lempeng sebagian disebabkan juga oleh berat lempeng yang dingin dan padat yang turun ke mantel di palung samudera.[21] Ada bukti yang cukup banyak bahwa konveksi juga terjadi di mantel dengan skala cukup besar. Pergerakan ke atas materi di mid-oceanic ridge
mungkin sekali adalah bagian dari konveksi ini. Beberapa model awal
Tektonik Lempeng menggambarkan bahwa lempeng-lempeng ini menumpang di
atas sel-sel seperti ban berjalan.
Namun, kebanyakan ilmuwan sekarang percaya bahwa astenosfer tidaklah cukup kuat untuk secara langsung menyebabkan pergerakan oleh gesekan gaya-gaya itu. Slab pull sendiri sangat mungkin menjadi gaya terbesar yang bekerja pada lempeng. Model yang lebih baru juga memberi peranan yang penting pada penyerotan (suction) di palung, tetapi lempengan seperti Lempeng Amerika Utara tidak mengalami subduksi di manapun juga, tetapi juga mengalami pergerakan seperti juga Lempeng Afrika, Eurasia, dan Antarktika. Kekuatan penggerak utama untuk pergerakan lempengan dan sumber energinya itu sendiri masih menjadi bahan riset yang sedang berlangsung
4.3. Gaya dari luar
Dalam studi yang dipublikasikan pada edisi Januari-Februari 2006 dari buletin Geological Society of America Bulletin,
sebuah tim ilmuwan dari Italia dan Amerika Serikat berpendapat bahwa
komponen lempeng yang mengarah ke barat berasal dari rotasi Bumi dan
gesekan pasang bulan yang mengikutinya. Mereka berkata karena Bumi
berputar ke timur di bawah bulan, gravitasi bulan meskipun sangat kecil
menarik lapisan permukaan bumi kembali ke barat.
Beberapa orang juga mengemukakan ide kontroversial bahwa hasil ini
mungkin juga menjelaskan mengapa Venus dan Mars tidak memiliki lempeng
tektonik, yaitu karena ketiadaan bulan di Venus dan kecilnya ukuran
bulan Mars untuk memberi efek seperti pasang di bumi.[22]
Pemikiran ini sendiri sebetulnya tidaklah baru. Hal ini sendiri
aslinya dikemukakan oleh bapak dari hipotesis ini sendiri, Alfred
Wegener, dan kemudian ditentang fisikawan Harold Jeffreys
yang menghitung bahwa besarnya gaya gesek oasang yang diperlukan akan
dengan cepat membawa rotasi bumi untuk berhenti sejak waktu lama.
Banyak lempeng juga bergerak ke utara dan barat, bahkan banyaknya
pergerakan ke barat dasar Samudera Pasifik adalah jika dilihat dari
sudut pandang pusat pemekaran (spreading) di Samudera Pasifik
yang mengarah ke timur. Dikatakan juga bahwa relatif dengan mantel
bawah, ada sedikit komponen yang mengarah ke barat pada pergerakan semua
lempeng
4.4. Signifikansi relatif masing-masing mekanisme
Vektor yang sebenarnya pada pergerakan sebuah planet harusnya menjadi
fungsi semua gaya yang bekerja pada lempeng itu. Namun, masalahnya
adalah seberapa besar setiap proses ambil bagian dalam pergerakan setiap
lempeng Keragaman kondisi geodinamik dan sifat setiap lempeng
seharusnya menghasilkan perbedaan dalam seberapa proses-proses tersebut
secara aktif menggerakkan lempeng. satu cara untuk mengatasi masalah ini
adalah dengan melihat laju di mana setiap lempeng bergerak dan
mempertimbangkan bukti yang ada untuk setiap kekuatan penggerak dari
lempeng ini sejauh mungkin.
Salah satu hubungan terpenting yang ditemukan adalah bahwa lempeng
litosferik yang lengket pada lempeng yang tersubduksi bergerak jauh
lebih cepat daripada lempeng yang tidak. Misalnya, Lempeng Pasifik
dikelilingi zona subduksi (Ring of Fire)
sehingga bergerak jauh lebih cepat daripada lempeng di Atlantik yang
lengket pada benua yang berdekatan dan bukan lempeng tersubduksi. Maka,
gaya yang berhubungkan dengan lempeng yang bergerak ke bawah (slab pull dan slab suction)
adalah kekuatan penggerak yang menentukan pergerakan lempeng kecuali
untuk lempeng yang tidak disubduksikan. Walau bagaimanapun juga,
kekuatan penggerak pergerakan lempeng itu sendiri masih menjadi bahan
perdebatan dan riset para ilmuwan
5. Lempeng-lempeng utama
- Lempeng Afrika, meliputi Afrika - Lempeng benua
- Lempeng Antarktika, meliputi Antarktika - Lempeng benua
- Lempeng Australia, meliputi Australia (tergabung dengan Lempeng India antara 50 sampai 55 juta tahun yang lalu)- Lempeng benua
- Lempeng Eurasia, meliputi Asia dan Eropa - Lempeng benua
- Lempeng Amerika Utara, meliputi Amerika Utara dan Siberia timur laut - Lempeng benua
- Lempeng Amerika Selatan, meliputi Amerika Selatan - Lempeng benua
- Lempeng Pasifik, meliputi Samudera Pasifik - Lempeng samudera
Lempeng-lempeng penting lain yang lebih kecil mencakup Lempeng India, Lempeng Arabia, Lempeng Karibia, Lempeng Juan de Fuca, Lempeng Cocos, Lempeng Nazca, Lempeng Filipina, dan Lempeng Scotia.
Pergerakan lempeng telah menyebabkan pembentukan dan pemecahan benua
seiring berjalannya waktu, termasuk juga pembentukan superkontinen yang
mencakup hampir semua atau semua benua. Superkontinen Rodinia
diperkirakan terbentuk 1 miliar tahun yang lalu dan mencakup hampir
semua atau semua benua di Bumi dan terpecah menjadi delapan benua
sekitar 600 juta tahun yang lalu. Delapan benua ini selanjutnya tersusun
kembali menjadi superkontinen lain yang disebut Pangaea yang pada akhirnya juga terpecah menjadi Laurasia (yang menjadi Amerika Utara dan Eurasia), dan Gondwana (yang menjadi benua sisanya)
6. Rujukan
- Read HH, Watson Janet (1975). Introduction to Geology. New York: Halsted. hlm. 13-15.
- Kious WJ, Tilling RI. "Historical perspective". This Dynamic Earth: the Story of Plate Tectonics (edisi ke-Online edition). U.S. Geological Survey. ISBN 0160482208. Diakses pada 29 Januari 2008. "Abraham Ortelius in his work Thesaurus Geographicus ... suggested that the Americas were "torn away from Europe and Africa ... by earthquakes and floods ... The vestiges of the rupture reveal themselves, if someone brings forward a map of the world and considers carefully the coasts of the three [continents].""
- Frankel Henry (1978-07). "Arthur Holmes and Continental Drift". The British Journal for the History of Science 11 (2): 130–150.
- Joly J (1909). Radioactivity and Geology: An Account of the Influence of Radioactive Energy on Terrestrial History. London: Archibald Constable. hlm. 36. ISBN 1402135777.
- Thomson W (1863). "On the secular cooling of the earth". Philosophical Magazine 4 (25): 1–14. doi: .
- Hughes Patrick. "Alfred Wegener (1880-1930): A Geographic Jigsaw Puzzle". On the Shoulders of Giants. Earth Observatory, NASA. Diakses pada 26 Desember 2007. "... on January 6, 1912, Wegener ... proposed instead a grand vision of drifting continents and widening seas to explain the evolution of Earth's geography."
- Alfred Wegener (20 November 1966). The Origin of Continents and Oceans. Courier Dover. hlm. 246. ISBN 0486617084.
- Hughes Patrick. "Alfred Wegener (1880-1930): The Origin of Continents and Oceans". On the Shoulders of Giants. Earth Observatory, NASA. Diakses pada 26 Desember 2007. "By his third edition (1922), Wegener was citing geological evidence that some 300 million years ago all the continents had been joined in a supercontinent stretching from pole to pole. He called it Pangaea (all lands), ..."
- Holmes Arthur (1928). "Radioactivity and Earth Movements". Transactions of the Geological Society of Glasgow 18: 559–606.
- Holmes Arthur (1978). Principles of Physical Geology (edisi ke-3rd). Wiley. hlm. 640-641. ISBN 0471072516.
- 1958: The tectonic approach to continental drift. In: S. W. Carey (ed.): Continental Drift – A Symposium. University of Tasmania, Hobart, 177-363 (expanding Earth from p. 311 to p. 349)
- Korgen Ben J (1995). "A Voice From the Past: John Lyman and the Plate Tectonics Story" (PDF). Oceanography 8 (1): 19–20.
- Spiess Fred, Kuperman William (2003). "The Marine Physical Laboratory at Scripps" (PDF). Oceanography 16 (3): 45–54.
- Mason RG, Raff AD (1961). "Magnetic survey off the west coast of the United States between 32°N latitude and 42°N latitude". Bulletin of the Geological Society of America 72: 1259–1266. doi: .
- Raff AD, Mason RG (1961). "Magnetic survey off the west coast of the United States between 40°N latitude and 52°N latitude". Bulletin of the Geological Society of America 72: 1267–1270. doi: .
- Huang Zhen Shao (1997). "Speed of the Continental Plates". The Physics Factbook.
- Hancock, Paul L; Skinner, Brian J; Dineley, David L (2000). The Oxford Companion to The Earth. Oxford University Press. ISBN 0198540396.
- Schmidt Victor A, Harbert William. "The Living Machine: Plate Tectonics". Planet Earth and the New Geosciences (edisi ke-third). ISBN 0787242969. Diakses pada 28 Januari 2008.
- Pedro Mendia-Landa. "Myths and Legends on Natural Disasters: Making Sense of Our World". Diakses pada 5 Februari 2008.
- Tanimoto Toshiro, Lay Thorne (2000-11-07). "Mantle dynamics and seismic tomography". Proceedings of the National Academy of Science 97 (23): 12409–12410. doi: . PMID 11035784.
- Conrad CP, Lithgow-Bertelloni C (2002). "How Mantle Slabs Drive Plate Tectonics". Science 298 (5591): L45. doi: .
- Lovett Richard A (2006-01-24). "Moon Is Dragging Continents West, Scientist Says". National Geographic News.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar