Dewan Perwakilan Daerah (disingkat DPD) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang anggotanya merupakan perwakilan dari setiap provinsi yang dipilih melalui Pemilihan Umum.
DPD memiliki fungsi:
- Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu
- Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang tertentu.
Anggota DPD dari setiap provinsi adalah 4 orang. Dengan demikian
jumlah anggota DPD saat ini adalah 132 orang. Masa jabatan anggota DPD
adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPD yang baru
mengucapkan sumpah/janji.
Ruang sidang DPD |
Sejarah
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) lahir pada tanggal 1 Oktober 2004,
ketika 128 anggota DPD yang terpilih untuk pertama kalinya dilantik dan
diambil sumpahnya. Pada awal pembentukannya, masih banyak tantangan yang
dihadapi oleh DPD. Tantangan tersebut mulai dari wewenangnya yang
dianggap jauh dari memadai untuk menjadi kamar kedua yang efektif dalam
sebuah parlemen bikameral, sampai dengan persoalan kelembagaannya yang
juga jauh dari memadai. Tantangan-tantangan tersebut timbul terutama
karena tidak banyak dukungan politik yang diberikan kepada lembaga baru ini.[1]
Keberadaan lembaga seperti DPD, yang mewakili daerah di parlemen
nasional, sesungguhnya sudah terpikirkan dan dapat dilacak sejak sebelum
masa kemerdekaan. Gagsan tersebut dikemukakan oleh Moh. Yamin dalam
rapat perumusan UUD 1945 oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).[1]
Gagasan-gagasan akan pentingnya keberadaan perwakilan daerah di
parlemen, pada awalnya diakomodasi dalam konstitusi pertama Indonesia,
UUD 1945, dengan konsep “utusan daerah” di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang bersanding dengan “utusan golongan” dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal tersebut diatur dalam Pasal 2 UUD 1945,
yang menyatakan bahwa “MPR terdiri atas anggota DPR ditambah dengan
utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan
yang ditetapkan dengan undang-undang.” Pengaturan yang longgar dalam UUD
1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam berbagai peraturan
perundang-undangan.[1]
Dalam periode konstitusi berikutnya, UUD Republik Indonesia Serikat
(RIS), gagasan tersebut diwujudkan dalam bentuk Senat Republik Indonesia
Serikat yang mewakili negara bagian dan bekerja bersisian dengan
DPR-RIS.[1]
Alat kelengkapan
Alat kelengkapan DPD terdiri atas: Pimpinan, Komite, Badan Kehormatan dan Panitia-panitia lain yang diperlukan.
Pimpinan
Pimpinan DPD terdiri atas seorang ketua dan dua wakil ketua. Selain
bertugas memimpin sidang, pimpinan DPD juga sebagai juru bicara DPD.
Ketua DPD periode 2009–2014 adalah Irman Gusman.
Pimpinan DPD periode 2009–2014 adalah:
- Ketua: Irman Gusman (Sumatera Barat)
- Wakil Ketua: Gusti Kanjeng Ratu Hemas (DI Yogyakarta)
- Wakil Ketua: La Ode Ida (Sulawesi Tenggara)
Sekretariat Jenderal
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPD, dibentuk
Sekretariat Jenderal DPD yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden, dan
personelnya terdiri atas Pegawai Negeri Sipil.
Sekretariat Jenderal DPD dipimpin seorang Sekretaris Jenderal yang
diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Presiden atas usul Pimpinan
DPD.
Komite
Berikut ini adalah daftar komite DPD beserta jajaran pimpinannya untuk periode 2010-2011:[2]
- Komite I DPD membidangi otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
serta antardaerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah;
pemukiman dan kependudukan, pertanahan, dan tata ruang, serta politik,
hukum dan hak asasi manusia (HAM).
- Ketua Komite I: Dani Anwar (DKI Jakarta)
- Wakil Ketua: Eni Khairani (Bengkulu) dan Ferry FX Tinggogoy (Sulawesi Utara)
- Komite II DPD membidangi pertanian dan perkebunan, perhubungan,
kelautan dan perikanan, energi dan sumber daya mineral, kehutanan dan
lingkungan hidup, pemberdayaan ekonomi kerakyatan dan daerah tertinggal,
perindustrian dan perdagangan; penanaman modal dan pekerjaan umum.
- Ketua Komite II: Bambang Susilo (Kalimantan Timur)
- Wakil Ketua: Mursyid (Nanggroe Aceh Darussalam) dan Budi Doku (Gorontalo)
- Komite III DPD membidangi pendidikan, agama, kebudayaan, kesehatan;
pariwisata, pemuda dan olahraga, kesejahteraan sosial, pemberdayaan
perempuan, dan ketenagakerjaan.
- Ketua Komite III: Istibsyaroh (Jawa Timur)
- Wakil Ketua: Ahmad Jajuli (Lampung) dan Abdul Azis Qahhar Mudzakkar (Sulawesi Selatan)
- Komite IV DPD membidangi anggaran pendapatan dan belanja negara
(APBN), pajak, perimbangan keuangan pusat dan daerah, lembaga keuangan
dan koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
- Ketua Komite IV: John Pieris (Maluku)
- Wakil Ketua: Abdul Gafar Usman (Riau) dan R. Ella M. Giri Komala (Jawa Barat).
Kepanitiaan
Berikut ini adalah daftar kepanitiaan DPD beserta jajaran pimpinannya untuk periode 2010-2011:[2]
- Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU)
- Ketua: I Wayan Sudirta (Bali)
- Wakil Ketua: Muhammad Syukur (Jambi) dan Amang Syafrudin (Jawa Barat)
- Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT)
- Ketua: Zulbahri M. (Kepulauan Riau)
- Wakil Ketua: Gusti Kanjeng Ratu Ayu Koess Indriyah (Jawa Tengah) dan Baiq Diyah Ratu Ganefi (Nusa Tenggara Barat)
- Kepanitiaan lainnya antara lain Panitia Akuntabilitas Publik (PAP) DPD, Panitia Hubungan Antar-Lembaga (PHAL) DPD dan Kelompok DPD di MPR.
Kekebalan hukum
Anggota DPD tidak dapat dituntut di hadapan pengadilan karena
pernyataan, pertanyaan/pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun
tertulis dalam rapat-rapat DPD, sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Tata Tertib dan kode etik masing-masing lembaga. Ketentuan
tersebut tidak berlaku jika anggota yang bersangkutan mengumumkan materi
yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau
hal-hal mengenai pengumuman rahasia negara.
Terkait
- Majelis Tinggi
Pranala luar
Referensi
- SEJARAH DEWAN PERWAKILAN DAERAH oleh Bivitri Susanti, Herni Sri Nurbayanti dan Fajri Nursyamsi.
- Pimpinan Komite DPD RI Berubah, 19 Agustus 2010.
Arief
Tidak ada komentar:
Posting Komentar