Suku Melayu[7][8] adalah nama yang menunjuk pada suatu kelompok yang ciri utamanya adalah penuturan bahasa Melayu. Suku Melayu bermukim di sebagian besar Malaysia, pesisir timur Sumatera, sekeliling pesisir Kalimantan, Thailand Selatan, serta pulau-pulau kecil yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata. Di Indonesia, jumlah suku Melayu sekitar 15% dari seluruh populasi, yang sebagian besar mendiami propinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat.[9]
Meskipun begitu, banyak pula masyarakat Minangkabau, Mandailing, dan Dayak
yang berpindah ke wilayah pesisir timur Sumatra dan pantai barat
Kalimantan, mengaku sebagai orang Melayu. Selain di Nusantara, suku
Melayu juga terdapat di Sri Lanka, Kepulauan Cocos (Keeling) (Cocos Malays), dan Afrika Selatan (Cape Malays).
1. Sejarah
Nama "Malayu" berasal dari Kerajaan Malayu yang pernah ada di kawasan Sungai Batang Hari. Dalam perkembangannya, Kerajaan Melayu akhirnya takluk dan menjadi bawahan Kerajaan Sriwijaya.[10] Pemakaian istilah Melayu-pun meluas hingga ke luar Sumatera, mengikuti teritorial imperium Sriwijaya yang berkembang hingga ke Jawa, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya. Jadi orang Melayu Semenanjung berasal dari Sumatera.[11]
Berdasarkan prasasti Keping Tembaga Laguna, pedagang Melayu telah berdagang ke seluruh wilayah Asia Tenggara, juga turut serta membawa adat budaya dan Bahasa Melayu pada kawasan tersebut. Bahasa Melayu akhirnya menjadi lingua franca menggantikan Bahasa Sanskerta.[12] Era kejayaan Sriwijaya merupakan masa emas bagi peradaban Melayu, termasuk pada masa wangsa Sailendra di Jawa, kemudian dilanjutkan oleh kerajaan Dharmasraya sampai pada abad ke-14, dan terus berkembang pada masa Kesultanan Malaka[13][14][15] sebelum kerajaan ini ditaklukan oleh kekuatan tentara Portugis pada tahun 1511.
Masuknya agama Islam ke Nusantara pada abad ke-12, diserap baik-baik
oleh masyarakat Melayu. Islamisasi tidak hanya terjadi di kalangan
masyarakat jelata, namun telah menjadi corak pemerintahan
kerajaan-kerajaan Melayu. Di antara kerajaan-kerajaan tersebut ialah Kesultanan Johor, Kesultanan Perak, Kesultanan Pahang, Kesultanan Brunei, dan Kesultanan Siak. Kedatangan kolonialis Eropa telah menyebabkan terdiasporanya orang-orang Melayu ke seluruh Nusantara, Sri Lanka, dan Afrika Selatan. Di perantauan, mereka banyak mengisi pos-pos kerajaan seperti menjadi syahbandar, ulama, dan hakim.
Dalam perkembangan selanjutnya, hampir seluruh Kepulauan Nusantara
mendapatkan pengaruh langsung dari Suku Melayu. Bahasa Melayu yang telah
berkembang dan dipakai oleh banyak masyarakat Nusantara, akhirnya
dipilih menjadi bahasa nasional Indonesia, Malaysia, dan Brunei.
2. Etimologi
Ptolemy (90 - 168 M) dalam karyanya Geographia mencatat sebuah tanjung di Aurea Chersonesus (Semenanjung Melayu) yang bernama Maleu-kolon, yang diyakini berasal dari Bahasa Sanskerta, malayakolam atau malaikurram[16]. Berdasarkan G. E. Gerini, Maleu-Kolon saat ini merujuk pada Tanjung Kuantan atau Tanjung Penyabung di Semenanjung Malaysia.
2.1. Orang Gunung
Pada Bab 48 teks agama Hindu Vuya Purana yang berbahasa Sanskerta, kata Malayadvipa merujuk kepada sebuah propinsi di pulau yang kaya emas dan perak. Disana berdiri bukit yang disebut dengan Malaya yang artinya sebuah gunung besar (Mahamalaya). Meskipun begitu banyak sarjana Barat, antara lain Sir Roland Braddell menyamakan Malayadvipa dengan Sumatera [17]. Sedangkan para sarjana India percaya bahwa itu merujuk pada beberapa gunung di Semenanjung Malaysia [18][19][20][21][22].
2.2. Kerajaan Malayu
Dari catatan Yi Jing, seorang pendeta Budha dari Dinasti Tang, yang berkunjung ke Nusantara antara tahun 688 - 695, dia menyebutkan ada sebuah kerajaan yang dikenal dengan Mo-Lo-Yu (Melayu), yang berjarak 15 hari pelayaran dari Sriwijaya. Dari Ka-Cha (Kedah), jaraknyapun 15 hari pelayaran.[23] Berdasarkan catatan Yi Jing, kerajaan tersebut merupakan negara yang merdeka dan akhirnya ditaklukkan oleh Sriwijaya.
Berdasarkan Prasasti Padang Roco (1286) di Sumatera Barat, ditemukan kata-kata bhumi malayu dengan ibu kotanya di Dharmasraya. Kerajaan ini merupakan kelanjutan dari Kerajaan Malayu dan Sriwijaya yang telah ada di Sumatra sejak abad ke-7. Kemudian Adityawarman memindahkan ibu kota kerajaan ini ke wilayah pedalaman di Pagaruyung.
Petualang Venesia yang terkenal, Marco Polo dalam bukunya Travels of Marco Polo menyebutkan tentang Malauir
yang berlokasi di bagian selatan Semenanjung Melayu. Kata "Melayu"
dipopulerkan oleh Kesultanan Malaka yang digunakan untuk membenturkan
kultur Malaka dengan kultur asing yakni Jawa dan Thai.[24] Dalam perjalanannya, Malaka tidak hanya tercatat sebagai pusat perdagangan yang dominan, namun juga sebagai pusat peradaban Melayu yang berpengaruh luas.[25]
3. Melayu Malaysia
Seorang penari mempersembahkan tarian Ulek Mayang, sebuah persembahan tarian dari Terengganu, Malaysia. |
Melayu Malaysia yang disebut Kaum Melayu adalah masyarakat Melayu
berintikan orang Melayu asli tanah Semenanjung Malaya (Melayu Anak
Jati), ditambah suku-suku pendatang dari Indonesia dan tempat lainnya
yang disebut Melayu Anak Dagang seperti Jawa, Minangkabau, Riau, Mandailing, Aceh, Bugis, Bawean, Banjar, Champa dan lain-lain. Semua diikat oleh agama Islam dan budaya Melayu Malaysia.
Ras lain yang beragama Islam juga dikategorikan Kaum Melayu, seperti
Tionghoa Muslim, India Muslim, dan Arab. Sehingga Melayu juga berarti
etnoreligius yang merupakan "komunitas umat Islam Malaysia" yang ada di
Kerajaan Islam tersebut, karena jika ada konsep Sultan (umara) berarti
juga ada ummat yang dilindunginya.
Namun, etnis Melayu di Malaysia Barat (Malaya) yang tidak terikat
dengan perlembagaan Malaysia secara umumnya terbagi kepada tiga suku
etnis terbesar, yaitu Melayu Johor, Melayu Kelantan dan Melayu Kedah[r]. Melayu Johor sebagai suku etnis terbesar, banyak terdapat di sekitar ibukota Malaysia, Kuala Lumpur dan negeri Johor itu sendiri. Selain itu, masyarakat Melayu yang tinggal di negeri Terengganu, Pahang, Selangor, Malaka dan Perak juga bisa digolongkan sebagai Melayu Johor. Di Malaysia Timur terdapat pula komunitas Melayu, yaitu Melayu Sarawak dan Melayu Brunei yang mempunyai dialek yang berbeda dengan Melayu Semenanjung Malaya. Suku Melayu Sarawak biasanya terdapat di Negara Bagian Sarawak,
serta lebih berkerabat dengan Suku Melayu Pontianak dari Kalimantan
Barat. Sedangkan Suku Melayu Brunei biasanya menetap di bagian utara
Sarawak, Pantai Barat Sabah, serta Brunei Darussalam.
4. Melayu Thailand
Thailand mempunyai bilangan suku melayu ketiga terbesar selepas
Malaysia dan Indonesia dengan populasi lebih daripada 3.3 juta
(Perkiraan 2010)[26][27]. Kebanyakkan dari mereka berdomisili di kawasan selatan Thailand serta di kawasan sekitar Bangkok
(berikutan penghijrahan orang-orang melayu dari selatan Thailand serta
utara semenanjung Malaya ke Bangkok semenjak kurun ke 13.)
Kehadiran Suku Melayu di kawasan selatan Thailand telah wujud sebelum penghijrahan Suku Thai melalui penakhlukan Kerajaan Sukhothai diikuti oleh Kerajaan Ayutthaya bermula dari abad ke-16 yang berjaya meluaskan empayar mereka ke Semenanjung Malaya. Ini dapat dilihat menerusi nama-nama asal Melayu di kawasan-kawasan selatan Thailand contohnya Phuket Thai: ภูเก็ต (Bukit Melayu: بوكيت), Thalang (Thalang تلوڠ), Trang (Terang), Narathiwat นราธิวาส (Menara), Pattani ปัตตานี (Patani ڤتنا), Krabi กระบี่ (Gerabi), Songkla สงขลา (Singgora سيڠڬورا), Surat Thani สุราษฎร์ธานี (Lingga), Satun
สตูล (Mukim Setul مقيم ستول), Ranong ระนอง (Rundung روندوڠ), Nakhon Si
Thammarat นครศรีธรรมราช (Ligor), Chaiya ไชยา (Cahaya), Phattalung พัทลุง
(Mardelung مردلوڠ), Yala
ยะลา (Jala جال), Koh Phi-Phi หมู่เกาะพีพี (Pulau Api-Api), Ko Samui
เกาะสมุย(Pulau Saboey), Su-ngai Kolok สุไหงโก-ล (Sungai Kolok), Su-ngai
Padi สุไหงปาดี (Sungai Padi), Rueso รือเสาะ (Rusa), Ko Similan
หมู่เกาะสิมิลัน (Pulau Sembilan ڤولاو سمبيلن), Sai Buri สายบุรี
(Selindung Bayu سليندوڠ بايو).
Kawasan selatan Thailand juga pernah melihat kebangkitan dan
kejatuhan kerajaan Melayu antaranya Negara Sri Dhamaraja (100an–1500an),
Langkasuka (200an − 1400an), Kesultanan Pattani [28][29](1516–1771), Kesultanan Reman (1785–1909)[30] serta Kesultanan Singgora (1603–1689)[31][32].
Pada zaman ini, kebanyakkan suku melayu fasih menuturkan Bahasa Thai serta Bahasa Melayu setempat. Contohnya, Suku Melayu di kawasan pesisir timur selatan Thailand iaitu Pattani, Songkhla serta Hat Yai
lebih cenderung menuturkan Logat Melayu Pattani, Manakala Melayu di
bahagian pesisir barat seperti Satun, Phuket, Ranong menuturkan longat Melayu Kedah. Suku Melayu Bangkok pula menuturkan dialek Melayu Bangkok.
Pada ketika ini, terdapat gerakan separatis Pattani daripada Thailand,
berikutan berbedaan budaya, bahasa serta agama oleh Suku Melayu yang
beragama Islam dan Suku Thai yang beragama Buddha. Dan juga penindasan
pengagihan sosio-ekonomi oleh kerajaan pusat.
5. Melayu Myanmar
Selain dari Thailand, Myanmar juga mempunyai komunitas suku melayu yang besar di Indochina. Kebanyakkan daripada Suku Melayu tertumpu di bahagian paling selatan negara itu, iaitu di Divisi Tanintharyi Bahasa Myanmar: (Bahasa Melayu: Tanah Sari) dan Kepulauan Mergui. Akibat daripada pengijarahan, komunitas Melayu Myanmar juga terdapat di Yangon, Divisi Mon, Thailand serta Malaysia. [33]
Kehadiran Suku Melayu di kawasan selatan Myanmar diperkirakan seawall
1865, apabila satu kumpulan yang diketuai Nayuda Ahmed membuka
penempatan di kawasan yang pada hari ini dikenali sebagai Kawthaung (dikenali sebagai Pelodua dalam Bahasa Melayu).
Pengaruh Melayu dapat dilihat dengan penggunaan nama-nama asli Melayu
di kawasan tersebut, antaranya Pulau Dua, Pulau Tongtong, Sungai
Gelama, Sepuluh Batu, Kepala Batu, Tanjung Badai, Pasir Panjang, Malay
One, Teluk China, Teluk Besar, Mek Puteh, Sungai Balai, Pulau Balai,
Pulau Cek, Tanjung Peluru, Pulau Bada, Teluk Peluru, Tanjung Gasi, Pulau
Rotan Helang, Pulau Senangin dan sebagainya.[34] Ini berbeda dengan keadaan di Thailand, di mana berlakunya penukaran nama asli Bahasa Melayu kepada Bahasa Thailand.
Di Myanmar, masyarakat Melayu mempunyai kebudayaan serta bahasa yang
seragam dengan Suku Melayu di pantai timur selatan Thailand iaitu di
Phuket, Ranong, serta utara Semenanjung Malaya seperti di Kedah, Perlis
serta Pulau Pinang. Ini berikutan kawasan2 tersebut pernah berada di
bawah pengaruh Kesultanan Kedah. [35]
Pada zaman ini, komunitas Melayu di Myanmar fasih berbahasa Myanmar,
Bahasa Melayu dan Bahasa Thailand, berikutan keadaan geographis mereka
yang berada di sempadan. Mereka juga masih mengekalkan kebudayaan Melayu
yang kental seperti penggunaan Kain Sarung serta penggunaan tulisan Jawi.
Namun, bilangan mereka di Divisi Tanintharyi semakin berkurangan
berikutan penghijrahan bagi mencari peluang sosio-ekonomi yang lebih
baik.
6. Kaum Melayu Singapura (Golongan Bumiputera)
Kelompok Ras Melayu | 1931 | 1947 | 1957 | 1970 | 1980 | 1990 |
---|---|---|---|---|---|---|
Total | 65,104 | 113,803 | 197,059 | 311,379 | 351,508 | 384,338 |
Melayu | 57.5% | 61.8% | 68.8% | 86.1% | 89.0% | 68.3% |
Jawa | 24.5% | 21.7% | 18.3% | 7.7% | 6.0% | 17.2% |
Bawean | 14.4% | 13.5% | 11.3% | 5.5% | 4.1% | 11.3% |
Bugis | 1.2% | 0.6% | 0.6% | 0.2% | 0.1% | 0.4% |
Banjar | 0.7% | 0.3% | 0.2% | 0.1% | N.A. | N.A. |
Ras Melayu lain | 1.7% | 2.1% | 0.9% | 0.4% | 0.8% | 2.9% |
7. Rumpun Melayu
- Suku Melayu (muslim) di Indonesia menurut sensus tahun 2000 terdiri atas :
- Melayu Tamiang
- Melayu Palembang, dalam sensus 1930 tidak digolongkan suku Melayu.
- Melayu Bangka-Belitung, pada sensus 1930 tidak digolongkan suku Melayu. [36]
- Melayu Deli
- Melayu Riau
- Melayu Jambi
- Melayu Bengkulu
- Melayu Pontianak
- Suku bangsa serumpun di Sumatera :
- Suku Minangkabau (muslim)
- Suku Kerinci (muslim)
- Suku Talang Mamak (non muslim)
- Suku Sakai (non muslim)
- Orang Laut
- Suku Rejang (muslim)
- Suku Serawai (muslim)
- Suku Pasemah (muslim)
- Suku Lubai (muslim)
- Suku Rambang (muslim)
- Suku bangsa serumpun di Kalimantan (Rumpun Banjar) :
- Suku Sambas (muslim)
- Senganan/Haloq (Dayak masuk Islam)
- Suku Kedayan (muslim) dan Melayu Brunei (muslim)
- Suku Banjar (muslim)
- Suku Kutai (muslim)
- Suku Berau (muslim)
- Suku Bukit (non muslim)
- Suku bangsa serumpun di pulau Jawa :
- Suku Betawi (muslim)
8. Lihat
- Masyarakat Melayu di Malaysia
- Melayu Kedah
- Melayu Sri Lanka
- Melayu-Bugis
- Senjata Melayu
- Suku Melayu (Minang)
- Ketuanan Melayu
9. Referensi
- CIA - The World Factbook - Malaysia
- CIA - The World Factbook - Brunei
- "Hasil Sensus Penduduk 2010 Data Agregat per Provinsi" (dalam bahasa Indonesia) (PDF). Badan Pusat Statistika. Diakses pada 27 Agustus 2010.
- Angka diperoleh berdasarkan persentase Melayu pada sensus 2000 dan total populasi Indonesia pada sensus tahun 2010
- http://lcweb2.loc.gov/cgi-bin/query/r?frd/cstdy:@field(DOCID+th0052)
- Singapore: Population Size and GrowthPDF (23.8 KiB)
- (Inggris)Malayan miscellanies, Malayan miscellanies (1820). Malayan miscellanies . Malayan miscellanies.
- (Inggris)Milner, Anthony (2010). The Malays. John Wiley and Sons. ISBN 9781444339031.ISBN 1444339036
- Suryadinata, Leo (2003). Indonesia's Population, Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape. Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 981-230-212-3.
- "Early Malay kingdoms". Sabrizain.org. Diakses pada 21 Juni 2010.
- (Inggris) Kahn, Joel S. (1998). Southeast Asian identities: culture and the politics of representation in Indonesia, Malaysia, Singapore, and Thailand. I.B.Tauris. hlm. 69. ISBN 1860642454.ISBN 9781860642456
- Zaki Ragman (2003). Gateway to Malay culture. Singapore: Asiapac Books Pte Ltd. hlm. 1–6. ISBN 981-229-326-4.
- Alexanderll, James (September 2006). Malaysia Brunei & Singapore. New Holland Publishers. hlm. 8. ISBN 1860113095, 9781860113093.
- "South and Southeast Asia, 500 - 1500". The Encyclopedia of World History 1. (2001). Houghton Mifflin Harcourt. 138.
- O. W. Wolters (1999). History, culture, and region in Southeast Asian perspectives. Singapore: Cornell University Southeast Asia Program Publications. hlm. 33. ISBN 978-0877277255.
- Gerolamo Emilio Gerini (1974). Researches on Ptolemy's geography of eastern Asia (further India and Indo-Malay archipelago. Munshiram Manoharlal Publishers. hlm. 101. ISBN 81-70690366.
- Phani Deka (2007). The great Indian corridor in the east. Mittal Publications. hlm. 57. ISBN 81-8324-179-4.
- Govind Chandra Pande (2005). India's Interaction with Southeast Asia: History of Science,Philosophy and Culture in Indian Civilization, Vol. 1, Part 3. Munshiram Manoharlal. hlm. 266. ISBN 978-8187586241.
- Lallanji Gopal (2000). The economic life of northern India: c. A.D. 700-1200. Motilal Banarsidass. hlm. 139. ISBN 9788120803022.
- D.C. Ahir (1995). A Panorama of Indian Buddhism: Selections from the Maha Bodhi journal, 1892-1992. Sri Satguru Publications. hlm. 612. ISBN 8170304628.
- Radhakamal Mukerjee (1984). The culture and art of India. Coronet Books Inc. hlm. 212. ISBN 9788121501149.
- Himansu Bhusan Sarkar (1970). Some contributions of India to the ancient civilisation of Indonesia and Malaysia. Calcutta: Punthi Pustak. hlm. 8.
- I-Tsing (2005). A Record of the Buddhist Religion As Practised in India and the Malay Archipelago (A.D. 671-695). Asian Educational Services. hlm. xl - xli. ISBN 978-8120616226.
- Timothy P. Barnar (2004). Contesting Malayness: Malay identity across boundaries. Singapore: Singapore University press. hlm. 4. ISBN 9971-69-279-1.
- Europa Publications Staff (2002). Far East and Australasia 2003 (34th edition). Routledge. hlm. 763. ISBN 978-1857431339.
- https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/th.html
- http://www.minorityrights.org/?lid=5600&tmpl=printpage
- http://halaqah.net/v10/index.php?topic=4466.0
- http://www.majalah-historia.com/berita-326-satu-negara-dua-kerajaan.html
- http://kebunketereh.com/?p=387
- http://smzakirsayapmatahari.blogspot.com/2009/02/kota-singgora.html
- http://www.koransuroboyo.com/2010/11/singgora-kerajaan-melayu-islam.html
- http://www.ibnuhasyim.com/2009/06/orang-melayu-myanmar.html
- http://www.ibnuhasyim.com/2009/07/myanmar-juga-milik-orang-melayu.html
- http://www.bharian.com.my/bharian/articles/SusurgalurMuslimMyanmardariutaraSemenanjung/Article/index_html
- (Inggris) A. J. Gooszen, Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (Netherlands), A demographic history of the Indonesian archipelago, 1880-1942, KITLV Press, 1999, ISBN 90-6718-128-5, 9789067181280
10. Pranala luar
- (Melayu) Puisi Usman Awang mengenai Melayu.
- (Inggris) Melayu
- (Indonesia) Modal Sosial dan Pembangunan Manusia Melayu oleh Witrianto, S.S., M.Hum., M.Si dari Universitas Andalas
- (Indonesia) Bhinneka Tunggal Ika
- (Indonesia) Gerakan Bangsa Melayu Besar
back to suku
Arief
Tidak ada komentar:
Posting Komentar