PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN
NOMOR 36 TAHUN 2003
TENTANG
IZIN USAHA PRODUSEN BENIH/BIBIT TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI NUNUKAN,
Menimbang : a. bahwa masuknya investor untuk mengembangkan Budidaya Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura yang agribisnis akan diimbangi tumbuh berkembangnya Usaha Budidaya Produsen Benih/Bibit Tanaman untuk memenuhi kebutuhan akan bibit yang bermutu dan berkualitas;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas, perlu menetapkan Izin Usaha Produsen Benih/Bibit Tanaman Pangan dan Hortikultura yang diatur dalam Peraturan Daerah.
Mengingat: 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2818) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2943);
3. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2853) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2944);
4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
5. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478);
6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
7. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
8. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
9. Undang-undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 175, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3896), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 47 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3962);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3852);
12. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70);
13..Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor 03 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi Dinas-dinas Daerah Kabupaten Nunukan (Lembaran Daerah Kabupaten Nunukan Tahun 2001 Nomor 03 Seri D Nomor 03) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor 12 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor 03 Tahun 2001 (Lembaran Daerah Kabupaten Nunukan Tahun 2003 Nomor 14 Seri D Nomor 04);
14. Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan No 06 Tahun 2001 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kabupaten Nunukan (Lembaran Daerah Kabupaten Nunukan Tahun 2001 Nomor 06 Seri D Nomor 06);
15. Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor 21 Tahun 2003 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Kabupaten Nunukan (Lembaran Daerah Kabupaten Nunukan Tahun 2003 Nomor 39 Seri E Nomor 20);
16. Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor 33 tentang Izin Lokasi (Lembaran Daerah Kabupaten Nunukan Tahun 2003 Nomor 55 Seri E Nomor 29).
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NUNUKAN
MEMUTUSKAN :
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NUNUKAN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan: PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN TENTANG IZIN USAHA PRODUSEN BENIH/BIBIT TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Nunukan.
2. Kabupaten adalah Kabupaten Nunukan.
3. Kabupaten Nunukan adalah Daerah Otonom sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 47 Tahun 1999.
4. Bupati adalah Bupati Nunukan.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Nunukan.
6. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan adalah Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Nunukan.
7. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Nunukan.
8. Badan adalah suatu bentuk Badan Usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau Organisasi yang sejenis lembaga, dana Pensiun, Bentuk Usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya.
9. Benih Bibit Tanaman Pangan adalah bagian biji atau tanaman yang dipakai untuk budidaya pengembangbiakan tanaman.
10. Benih Penjenis adalah benih hasil pemuliaan tanaman oleh pemulia tanaman.
11. Benih Dasar adalah keturunan dari benih penjenis yang merupakan benih sumber (BS) untuk menghasilkan benih pokok atau benih sebar.
12. Benih Pokok adalah keturunan dari benih penjenis atau benih dasar atau benih pokok yang diproduksi sedemikian rupa sehingga identitas dan tingkatan keturunan memenuhi standar mutu benih yang ditetapkan.
13. Benih Sebar adalah keturunan dari benih penjenis atau Benih Dasar atau Benih Pokok yang diproduksi sedemikian memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan.
14. Benih Bina adalah benih dari varietas unggul yang telah dilepas, yang diproduksi dan peredarannya diawasi.
15. Enteris adalah bahan tanaman vegentatif yang mempunyai sifat seperti induknya yang digunakan untuk okulasi.
16. Perusahaan adalah Usaha Produsen/ Penangkaran Benih/ Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura yang komersil.
17. Surat Izin Usaha adalah pernyataan tertulis dari petugas berwenang yang memberikan hak untuk mendirikan/mengelola perusahaan.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Maksud dan tujuan dari Izin Usaha Produsen/Penangkaran Benih/ Bibit Tanaman Pangan dan Hortikultura adalah untuk memberikan pengaturan, pengendalian dan pembinaan pemanfaatan benih serta menjamin terpenuhinya kebutuhan benih bermutu secara memadai dan berkesinambungan. MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
BAB III
KETENTUAN PERUSAHAAN
Pasal 3
Setiap orang atau badan yang akan melakukan Usaha Produsen Benih/ Bibit Tanaman Pangan dan Hortikultura harus mempunyai Surat Izin usaha (SIU) dari Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. KETENTUAN PERUSAHAAN
Pasal 3
Pasal 4
Usaha Produsen/Penangkaran Benih/Bibit Tanaman Pangan dan Hortikultura dapat dilakukan oleh : a. Warga Negara Indonesia (WNI)/perorangan;
b. Koperasi;
c. BUMN, BUMD;
d. Perusahaan swasta yang berbadan hukum Indonesia.
Pasal 5
Perusahaan Produsen/Penangkaran Benih/Bibit Tanaman Pangan dan Hortikultura harus mempunyai Surat Izin Usaha.
Pasal 6
Surat Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diberikan oleh: a. Kepala Dinas atas nama Bupati kepada pengusaha yang terletak atau akan didirikan di daerah hukumnya jika pengusaha adalah Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia yang berdomisili di daerah hukumnya dan tidak menggunakan Modal Asing;
b. Bupati atau Pejabat yang ditunjuk jika Pengusaha adalah Badan Hukum Indonesia yang sebagian besar modalnya adalah modal asing.
Pasal 7
(1) Izin hanya diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 5 apabila memenuhi persyaratan : a. memiliki sarana yang sesuai dengan syarat-syarat pembenihan dan pembibitan;
b. memiliki tenaga yang terampil pada pembibitan dan tanaman pangan dan hortikultura.
(2) Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan melakukan penilaian berkala terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Apabila berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ternyata bahwa persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat terpenuhi sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan dalam kesepakatan antara pihak pengelola dan pemerintah, maka pemberi izin dapat mencabut surat izin usaha.
(4) Apabila berdasarkan penilaian oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)maka proses pemberian izin dapat dilanjutkan.
Pasal 8
(1) Dalam rangka pengendalian pemenuhan kebutuhan Benih Bina dan pemasukan benih ke dalam Kabupaten harus berdasarkan Izin dari Kepala Dinas. (2) Pemasukan benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan apabila benih tersebut belum dapat diproduksi di Kabupaten atau persediaan yang ada belum cukup.
(3) Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi standar mutu benih bina.
(4) Dalam hal belum ada standar mutu benih bina sebagaimana dimaksud pada ayat (3), standar mutu benih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan.
(5) Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan menetapkan jenis dan jumlah kebutuhan benih sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
BAB IV
KETENTUAN PERIZINAN
Pasal 9
(1) Permohonan ditujukan kepada : KETENTUAN PERIZINAN
Pasal 9
a. Kepala Dinas Cq. Kepala Seksi Usaha Tani dan Pengolahan Hasil dengan tembusan kepada Bupati Kabupaten Nunukan;
b. Bupati jika pengusaha adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b.
(2) Permohonan ditandatangani oleh Direktur Utama atau salah satu Direktur Perusahaan dengan melampirkan sebagai berikut :
a. Rencana Kerja yang disetujui oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan;
b. Status lahan yang digunakan/dimohon (pencadangan lahan, HGU, sertifikat, rekomendasi atau informasi lahan dari Instansi yang terkait);
c. Rekomendasi dari Pelaksana Dinas Kecamatan setempat;
d. Akte Pendirian Perusahaan dari Notaris dan/atau perubahan-perubahannya;
e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) serta;
f. Surat Pernyataan dari masyarakat sekitar tempat usaha;
g. Surat Keterangan jamin mutu benih/bibit.
Pasal 10
(1) Surat Izin Usaha (SIU) berlaku selama 5 (lima) tahun dan surat izin tersebut dapat diperpanjang dengan permohonan izin lanjutan disertai lampiran-lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) begitu pula apabila terjadi peralihan hak, peralihan usaha atau perubahan lain yang dapat berpengaruh terhadap pemberian izin tersebut. (2) Sebelum habis masa berlakunya izin, paling lambat 3 (tiga) bulan pemegang ingin memperpanjang izinnya harus menunjukan permohonan perpanjangan izin kepada Bupati.
BAB V
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 11
(1) Selain Penyidik POLRI, Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kabupaten diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang izin usaha produsen benih/bibit tanaman pangan dan hortikultura. KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 11
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang izin usaha produsen benih/bibita tanaman pangan dan hortikultura agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas ;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang izin usaha produsen benih/bibit tanaman pangan dan hortikultura;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang izin usaha produsen benih/bibit tanaman pangan dan hortikultura;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang izin usaha produsen benih/bibit tanaman pangan dan hortikultura;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut ;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang izin usaha produsen benih/bibit tanaman pangan dan hortikultura;
g. menyuruh berhenti melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang izin usaha produsen benih/bibit tanaman pangan dan hortikultura atau saksi ;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ;
j. menghentikan penyidikan ;
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang izin usaha produsen benih/bibit tanaman pangan dan hortikultura menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kapada Penuntut Umum melalui Penyidik POLRI, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
BAB VI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 12
(1) Setiap orang atau badan yang karena disengaja dan atau kelalaiannya melanggar ketentuan dalam Pasal 3 dan Pasal 5 dalam Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau dengan denda paling banyak Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah). KETENTUAN PIDANA
Pasal 12
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 13
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. KETENTUAN PENUTUP
Pasal 13
Pasal 14
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tangal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Nunukan.
Ditetapkan di Nunukan
pada tanggal 15 Agustus 2003
BUPATI NUNUKAN,
ttd
H. ABDUL HAFID ACHMAD
Diundangkan di Nunukan
pada tanggal 19 Agustus 2003
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN NUNUKAN
ttd
DRS. H. BUDIMAN ARIFIN
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN TAHUN 2003 NOMOR 58 SERI E NOMOR 32
pada tanggal 19 Agustus 2003
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN NUNUKAN
ttd
DRS. H. BUDIMAN ARIFIN
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN TAHUN 2003 NOMOR 58 SERI E NOMOR 32
---------------------------------------
Gallery:
Kembali ke Perda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar