arifuddinali.blogspot.com - Kisah Si Pitung menggambarkan sosok pendekar Jakarta dalam menghadapi ketidakadilan yang ditimbulkan oleh penguasa Hindia Belanda pada masa itu. Kisah ini diyakini nyata keberadaannya oleh para tokoh masyarakat Betawi terutama di daerah Kampung Marunda di mana terdapat Rumah dan Masjid lama.
Sejarah
Pada dasarnya ada tiga versi yang tersebar di masyarakat mengenai si
Pitung yaitu versi Indonesia, Belanda, dan Cina. Masing-masing penutur
versi cerita tersebut memiliki versi yang berbeda dari cerita si Pitung
itu sendiri. Apakah si Pitung sebagai seorang pahlawan berdasarkan versi
cerita Indonesia, dan sebagai seorang penjahat jika dilihat dari versi
Belanda. Cerita si Pitung ini dituturkan oleh masyarakat Indonesia
hingga saat ini dan menjadi bagian legenda serta warisan budaya Betawi
khususnya dan Indonesia umumnya. Kisah Legenda Si Pitung ini
kadang-kadang dituturkan menjadi rancak (sejenis balada), sair, atau
cerita Lenong. Menurut versi Koesasi (1992), Si Pitung diidentikan
dengan tokoh Betawi yang membumi, muslim yang shaleh, dan menjadi contoh
suatu keadilan sosial.
Tempat Lahir
Si Pitung lahir di daerah Pengumben, di sebuah kampung di Rawabelong
yang pada saat ini berada di sekitar lokasi Stasiun Kereta Api Palmerah.
Ayahnya bernama Bang Piung dan ibunya bernama Mpok Pinah. Pitung
menerima pendidikan di pesantren yang dipimpin oleh Haji Naipin, seorang
pedagang kambing.
Nama Asli Si Pitung
Si Pitung merupakan nama panggilan asal kata dari bahasa Sunda pitulung
(minta tolong atau penolong). Kemudian, nama panggilan ini menjadi
Pitung. Nama asli si Pitung sendiri adalah Salihun (Salihoen).
Awal Legenda
Menurut versi van Till (1996) si Pitung merupakan seorang kriminal,
diawali ketika si Pitung menjual kambing di pasar Tanah Abang yang
kemudian dicuri oleh para “centeng” (Si Gomar menurut versi Film Si
Pitung (1970) tuan tanah.Si Pitung kembali pulang dengan tangan hampa,
namun si Pitung hanya tersenyum dan menjawab bahwa dia telah dirampok.
Ayah Pitung yang marah kemudian menyuruh Pitung pergi mencari uang
tersebut dan akhirnya dapat menemukannya kembali. Namun, para pencuri
alias "centeng" tersebut mengajak Pitung untuk bergabung sebagai
perampok dan menjadi ketua mereka. Pada awalnya Pitung menolak, tetapi
akhirnya Pitung bergabung dengan mereka. Legenda yang dikisahkan dalam
film Si Pitung, Pitung dan kawanannya menggunakan cara yang “pintar”
dengan menyamar sebagai pegawai Pemerintah Belanda (Di Versi Film Si
Pitung, Pitung disebut sebagai "Demang Mester Cornelis"–Wilayah Mester
Cornelis saat ini disebut sebagai Jatinegara, merupakan bagian dari Kota
Jakarta Timur–dan Dji-ih sebagai “Opas”). Kemudian, mereka melakukan
penipuan dengan memberikan surat kepada Haji Saipudin agar Haji Saipudin
menyimpan uang di tempat Demang Mester Cornelis. Pitung menyatakan
bahwa uang tersebut dalam pengawasan pencurian. Haji Saipudin setuju
kemudian Pitung dan Kelompoknya membawa lari uang tersebut.
Akibat dari hal ini, si Pitung dan kawanannya menjadi buronan
“kompenie”. Hal ini menarik perhatian komisaris polisi yang bernama Van
Heyne (Schout Van Heyne, Van Heijna, Scothena, atau Tuan Sekotena).
Secara resmi, menurut Van Till (1996), nama petugas polisi tersebut
bernama A.W. Van Hinne yang pernah bertugas di Batavia dari tahun 1888 -
1912. Menurut catatan kepolisian Belanda, Van Hinne memulai karier
sebagai pegawai klerikal Pemerintah Belanda, kemudian menjadi Deputi
Kehutanan, dan Polisi di beragam tempat di Indonesia. Van Hinne
menderita sakit yang serius sesudah dikembalikan ke Eropa untuk
penyembuhan. Pada akhir tahun 1880, Van Hinne menjadi seorang Perwira
Polisi di Batavia (Stambock van Burgerlijke Ambtenaren in
Nederlandsch-Indie en Gouvernements Marine, ARA (Aigemeen Rijksarchief),
Den Haag, register T.f. 274). Van Hinne segera memburu Si Pitung dengan
membabi buta. Akhirnya dia dapat menangkap Pitung, tetapi kemudian Si
Pitung berhasil melarikan diri dari tahanan ka-Demangan Meester
Cornelis.. Van Till (1996) menyatakan bahwa Si Pitung mampu bebas dengan
kekuatan sihir, tetapi menurut versi Film Si Pitung (1970), Si Pitung
lepas dengan menggunakan kekuatan tenaga dalam.
Kemudian, Hinne menekan Haji Naipin (Guru Si Pitung) untuk membuka
rahasia kesaktian si Pitung. Akhirnya, diketahui kesaktian tersebut
berupa “jimat”, sehingga Hinne dapat menangkap Si Pitung secara lebih
cepat. Versi lainya menyatakan bahwa Pitung dikhianati oleh temannya
sendiri (kecuali Dji-ih) walaupun versi ini diragukan kebenarannya.
Tetapi menurut versi film Si Pitung Banteng Betawi (1971), ia dikhianati
oleh Somad yang memberitahukan kelemahan Pitung untuk mengambil
“jimatnya”. Kisah lainnya menyatakan bahwa Pitung telah diambil “Jimat
Keris”-nya sehingga kesaktiannya menjadi lemah. Versi lainnya mengatakan
bahwa kesaktian Pitung hilang setelah dipotong rambut, dan juga versi
lain mengatakan bahwa kesaktiannya hilang karena sesorang melemparkan
telur. Akhirnya Pitung meninggal karena luka tembak Hinne (Berdasarkan
versi Film Si Pitung, Pitung mati tertembak karena peluru emas). Sesudah
Si Pitung meninggal, makamnya dijaga oleh tentara karena percaya bahwa
Si Pitung akan bangkit dari kubur. Hal ini tersirat dari Rancak Si
Pitung dalam Van Till (1996):
Si Pitung sudah mati dibilangin sama sanak sudaranya
Digotong di Kerekot Penjaringan kuburannya
Saya tau orang rumah sakit nyang bilangin
Aer keras ucusnya dikeringin
Waktu dikubur pulisi pade iringin
Jago nama Pitung kuburannya digadangin
Yang gadangin kuburannya Pitung dari sore ampe pagi
Kalo belon aplusan kaga ada nyang boleh pegi
Sebab yang gadangin waktu itu sampe pagi
Kabarnya jago Pitung dalam kuburan idup lagi
Yang gali orang rante mengaku paye
Belencong pacul itu waktu suda sedie
Lantaran digali Tuan Besar kurang percaye
Dilongok dikeker bangkenye masi die
Memang waktu itu bangke Pitung diliat uda nyata
Dicitak di kantor, koran kantor berita
Ancur rumuk tulang iganya, bekas kena senjata
Nama Pitung suda mati Tuan Hena ke Tomang bikin pesta
Pesta itu waktu keiewat ramenye
Segala permaenan kaga larangannya
Tuju ari tuju malem pesta permisiannya
Sengaja bikin pesta mau tangkep kawan-kawannya
Nama Pitung mau ditangkep kawan-kawannya
Pitung Robin Hood ala Betawi
Menurut Damardini (1993:148) dalam Van Till (1996):
Pitung memang perampok. Mungkin saja Haji Samsudin dipukuli ketika
itu. Kalau menurut istilah sekarang, Pitung itu pengacau, dan dicari
oleh Pemerintah. Pitung memang jahat. Pekerjaannya merampok dan memeras
orang-orang kaya. Menurut kabar, hasil rampokannya dibagikan pada rakyat
miskin. Namun sebenarnya tidak. Tidak ada perampok yang rela membagi
hasil rampokannya dengan cuma-cuma, bukan? Menurut kabar, Pitung
menyumbangkan uangnya pada mesjid-mesjid. Saat itu mesjid hanya ada di
Pekojan, Luar Batang, dan Kampung Sawah. Tidak ada bukti bahwa Pitung
mendermakan uangnya di sana.'
Pitung yang menjadi karakter sebagai Robin Hood versi Betawi
dikembangkan oleh Lukman Karmani (Till, 1996). Karmani menulis novel Si
Pitung. Dalam novel ini, dikisahkan bahwa Si Pitung sebagai pahlawan
sosial. Menurut Rahmat Ali, 'Pitung sebagai tokoh kisah Betawi masa
lampau memang dikenal sebagai perampok, tetapi hasil rampokan itu
digunakan untuk menolong orang-orang yang menderita. Dia adalah Robin
Hood Indonesia. Walaupun demikian pihak yang berwenang tidak memberikan
toleransi, orang yang bersalah harus tetap diberi hukuman yang setimpal'
(Rahmat Ali 1993:7).
Beragam pro dan kontra ]menyelubungi di balik kisah legenda Si Pitung
ini, tetapi pada dasarnya tokoh Si Pitung adalah cerminan pemberontakan
sosial yang dilakukan oleh "Orang Betawi" terhadap penguasa pada saat
itu, yaitu Belanda. Apakah hal ini benar atau tidak, kisah Si Pitung
begitu harum didengar dari generasi ke generasi oleh masyarakat Betawi
sebagai tanda pembebasan sosial dari belenggu penjajah. Hal ini
ditunjukkan dari Rancak Pitung di atas bagaimana Si Pitung begitu
ditakuti oleh pemerintah Belanda pada saat itu.
Kisah Nyata Si Pitung
Berdasarkan penelusuran van Till (1996) berdasarkan Hindia Olanda 22-11-1892 (Koran Terbitan Malaya (Malaysia
pada saat ini)). Pada tahun 1892 Si Pitung dikenal pada sebagai “One
Bitoeng”, “Pitang", kemudian menjadi “Si Pitoeng” (Hindia Olanda
28-6-1892:3; 26-8-1892:2). Laporan pertama dari surat kabar ini
menunjukkan bahwa schout Tanah Abang mencari rumah “One Bitoeng” di
Sukabumi. Dari hasil penemuannya ditemukan Jas Hitam, Seragam Polisi dan
Topi, serta beberapa perlengkapan lainnya yang digunakan untuk mencuri
kampung (Hindia Olanda, 28-6-1892:2). Sebulan kemudian polisi
menggeledah rumahnya kembali dan ditemukan uang sebesar 125 gulden. Hal
ini diduga uang curian dari Nyonya De C dan Haji Saipudin seorang Bugis
dari Marunda (Hindia Olanda 10-8-1892:2;2; 26-8-1892:2). Kemudian Si
Pitung menggunakan senjata untuk mencuri pada tanggal 30 Juli 1892,
ketika itu Si Pitung dan lima kawanannya (Abdoelrachman, Moedjeran,
Merais, Dji-ih, dan Gering) menerobos rumah Haji Saipudin dengan
mengancam bahwa Haji Saipudin akan ditembak.
Pada tahun 1892, Pitung dan kawanannya ditangkap oleh polisi sesudah
Kepala Kampung Kebayoran yang menerima 50 ringgit (Hindia Olanda
26-8-1892:2) memberi nasihatuntuk menangkap Si Pitung. Setelah
ditangkap, kurang dari setahun kemudian, pada musim semi 1893, Pitung
dan Dji-ih merencanakan kabur dengan cara yang misterius dari tahanan
Meester Cornelis. Sebuah investigasi kemudian dilakukan oleh Asisten
Residen sendiri, tetapi tidak berhasil. Karena kejadian tersebut, Kepala
Penjara dicurigai melepaskan si Pitung dan Dji-ih. Akhirnya seorang
Petugas Penjara mengakui bahwa dia meminjamkan sebuah belincong
(sejenis linggis pencungkil) kepada Si Pitung, yang kemudian digunakan
untuk membongkar atap dan mendaki dinding (Hindia Olanda, 25-4-1893:3;
Lokomotief 25-4 1893:2). Akibatnya, Si Pitung lepas lagi.
Berdasarkan rumor, Pitung pernah menampakkan diri kepada seorang
wanita di sebuah perahu dengan nama Prasman. Detektif mencoba mencari di
kapal tersebut (Hindia Olanda, 12-5-1893:3), tetapi hasilnya Pitung
tidak dapat ditemukan. Karena sulitnya menemukan dan menangkap si
Pitung, harga untuk penangkapan Pitung menjadi meningkat sebesar 400
Gulden. Pemerintah Belanda pada saat itu ingin menembak mati Pitung di
tempat, tetapi sebagian pejabat mengatakan, jika Pitung ditembak justru
akan menumbuhkan semangat patriotik, sehingga niat ini diurungkan oleh
kepolisian Batavia untuk menembak ditempat walaupun pada akhirnya hal
ini dilakukan juga.
Sebagai tindakan balas dendam, Pitung melakukan pencurian dengan
kekerasan termasuk dengan menggunakan sejata api. Akhirnya Pitung dan
Dji-ih membunuh seorang polisi intel yang bernama Djeram Latip (Hindia
Olanda 23-9-1893:2). Dia juga mencuri dari wanita pribumi, Mie, termasuk
pakaian laki-laki serta pistol revolver dengan pelurunya. Pernyataan
ini didukung oleh Nyonya De C, seorang pedagang wanita di Kali Besar
yang menyatakan bahwa Pitung mencuri sarung yang bernilai ratusan Gulden
dari perahunya (Hindia Olanda 22-11-1892:2).
Dji-ih ditangkap kembali di kampung halamannya ketika sedang
menderita sakit. Pada saat itu Dji-ih pulang ke kampung halamannya untuk
memperoleh pengobatan. Kemudian dia pindah ke rumah orang tua yang
dikenal. Kepala kampung pada saat itu (Djoeragan) melaporkannya ke
Demang kemudian memerintahkan tentara untuk menangkap Dji-ih dirumahnya.
Karena dia terlalu sakit, dia tidak berdaya untuk melawan, walaupun
pada saat itu pistol dalam jangkauannya (Hindia Olanda 19-8-1893:2). Dia
menyerah tanpa perlawanan. Untuk menutupi hal ini kemudian Pemerintah
Belanda melansir di Java-Bode (15-8-1893:2) bahwa Dji-ih kabur ke
Singapura. Informan yang bertanggungjawab melaporkan Dji-ih kemudian
ditembak mati oleh Pitung di suatu tempat yang tak jauh dari Batavia
beberapa minggu kemudian.
“'Itoe djoeragan koetika ketemoe Si Pitoeng betoelan di tempat
sepi troes, Si djoeragan menjikip pada Si Pitoeng dan dari tjipetnja Si
Pitoeng troes ambil pestolnja dari pinjang, lantas tembak si djoeragan
itoe menjadi mati itoe tempat djoega.' (Hindia Olanda 1-9-1893:2.)
Beberapa bulan kemudian, di bulan Oktober, Kepala Polisi Hinne
mempelajari dari informan bahwa Pitung terlihat di Kampung Bambu,
kampung di antara Tanjung Priok dan Meester Cornelis. Kemudian dalam
perjalanannya Hinne diberi laporan bahwa Pitung telah pindah ke arah
pekuburan di Tanah Abang (Hindia Olanda 18-10-1893). Kemudian, Hinne
menembaknya dalan penyergapan itu. Pitung ditembak di tangan, kemudian
Pitung membalasnya. Kemudian Hinne menembak kedua kalinya, tetapi
meleset, dan peluru ketiga mengenai dada dan membuatnya terjerembap di
tanah. Sehari sesudah kematiannya, hari Senin, jenazah dibawa ke
pemakaman Kampung Baru pada jam 5 sore.
Setelah Hinne menangkap Pitung, setahun kemudian dia dipromosikan
menjadi Kepala Polisi Distrik Tanah Abang untuk mengawasi seluruh
Metropolitan Batavia-Weltevreden. Setelah kejadian tersebut Pemerintah
Hindia Belanda melakukan pencegahan agar "Pitung-Pitung" yang lain tidak
terjadi lagi di Batavia. Bahkan karena ketakutannya makam Si Pitung
setelah kematiannya, dijaga oleh Pemerintah Belanda agar tidak diziarahi
oleh masyarakat pada waktu itu.
Kesaktian dan Kematian Si Pitung
Berdasarkan cerita legenda, Si Pitung dapat dibunuh oleh Belanda
dengan beragam argumen tersebut di atas. Menurut Hindia Olanda
(18-10-1893:2), sebelum ditangkap Pitung dalam keadaan rambut terpotong,
beberapa jam sebelum kematiannya pada hari Sabtu. Seperti yang
diceritrakan oleh legenda bahwa kesaktian Si Pitung hilang akibat
jimat-nya diambil orang (Versi Film Si Pitung Banteng Betawi), tetapi
yang menarik, versi lain menyatakan, bahwa Si Pitung dapat di-"lemahkan"
jika dipotong rambut-nya. Berdasarkan koran Hidia Olanda dikatakan
bahwa sebelum kematiannya Si Pitung telah dipotong rambutnya.
Pemakaman Si Pitung
Sesudah kematian Si Pitung, makamnya dikawal oleh tentara, karena
beberapa masyarakat percaya dia akan bangkit dari kematian. Dalam Rancak
Si Pitung dijelaskan bagaimana kondisi sesudah kematian Si Pitung.
"Si Pitung sudah mati dibilangin sama sanak sudaranya
Digotong di Kerekot Penjaringan kuburannya
Saya tau orang rumah sakit nyang bilangin
Aer keras ucusnya dikeringin
Waktu dikubur pulisi pade iringin
Jago nama Pitung kuburannya digadangin
Yang gadangin kuburannya Pitung dari sore ampe pagi
Kalo belon aplusan kaga ada nyang boleh pegi
Sebab yang gadangin waktu itu sampe pagi
Kabarnya jago Pitung dalam kuburan idup lagi
Yang gali orang rante mengaku paye
Belencong pacul itu waktu suda sedie
Lantaran digali Tuan Besar kurang percaye
Dilongok dikeker bangkenye masi die
Memang waktu itu bangke Pitung diliat uda nyata
Dicitak di kantor, koran kantor berita
Ancur rumuk tulang iganya, bekas kena senjata
Nama Pitung suda mati Tuan Hena ke Tomang bikin pesta
Pesta itu waktu keiewat ramenye
Segala permaenan kaga larangannya
Tuju ari tuju malem pesta permisiannya
Sengaja bikin pesta mau tangkep kawan-kawannya
Nama Pitung mau ditangkep kawan-kawannya."
-wiki-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar