Kata Tuhan merujuk kepada suatu zat abadi dan supranatural, biasanya dikatakan mengawasi dan memerintah manusia dan alam semesta
atau jagat raya. Hal ini bisa juga digunakan untuk merujuk kepada
beberapa konsep-konsep yang mirip dengan ini misalkan sebuah bentuk
energi atau kesadaran yang merasuki seluruh alam semesta, di mana
keberadaan-Nya membuat alam semesta ada; sumber segala yang ada;
kebajikan yang terbaik dan tertinggi dalam semua makhluk hidup; atau
apapun yang tak bisa dimengerti atau dijelaskan.
Banyak tafsir daripada nama "Tuhan"
ini yang bertentangan satu sama lain. Meskipun kepercayaan akan Tuhan
ada dalam semua kebudayaan dan peradaban, tetapi definisinya lain-lain.
Istilah Tuan
juga banyak kedekatan makna dengan kata Tuhan, dimana Tuhan juga
merupakan majikan atau juragannya alam semesta. Tuhan punya hamba
sedangkan Tuan punya sahaya atau budak.
Kata Tuhan disebutkan lebih dari 1.000 kali dalam Al-Qur'an, sementara di dalam Alkitab kata Tuhan disebutkan sebanyak 7677 kali.
Konsep tentang Tuhan
Secara filsafat,
prestasi dalam pencarian Tuhan biasanya berujung pada penemuan
eksistensi Tuhan saja, dan tidak sampai pada substansi tentang Tuhan.
Dalam istilah filsafat eksistensi Tuhan itu dikenal sebagai absolut,
berbeda (distinct) dan unik. Absolut artinya keberadaannya mutlak
bukannya relatif. Hal ini dapat dipahami, bahwa pernyataan semua
kebenaran itu relatif itu tidak benar. Kalau semua itu relatif,
bagaimana kita bisa mengetahui bahwa sesuatu itu relatif. Padahal yang
relatif itu menjadi satu-satunya eksistensi realitas. Ibarat warna yang
ada di seluruh jagat ini hanya putih, bagaimana kita bisa tahu putih
padahal tidak ada pembanding selain putih. Dengan demikian tidak bisa
disangkal adanya kebenaran itu relatif, dan secara konsisten tidak bisa
disangkal pula adanya kebenaran mutlak itu. Dengan kemutlakannya, ia
tidak akan ada yang menyamai atau diperbandingkan dengan yang lain (distinct).
Kalau Tuhan dapat diperbandingkan tentu tidak mutlak lagi atau menjadi
relatif. Karena tidak dapat diperbandingkan maka tuhan bersifat unik,
dan hanya ada dia satu-satunya. Kalau ada yang lain, berarti dia tidak
lagi mutlak.
Dalam gagasan Nietzsche,
istilah "Tuhan" juga merujuk pada segala sesuatu yang dianggap mutlak
kebenarannya. Sedangkan Nietzsche berpendapat tiada "Kebenaran Mutlak";
yang ada hanyalah "Kesalahan yang tak-terbantahkan". Karenanya, dia
berkata, "Tuhan telah mati". "Kesalahan yang tak-terbantahkan" dengan
"Kebenaran yang-tak terbantahkan" tidaklah memiliki perbedaan yang
signifikan. Sekiranya pemikiran Nietszhe ini dimanfaatkan untuk
melanjutkan proses pencairan Tuhan, maka Tuhan itu suatu eksistensi yang
tak terbantahkan. Dengan demikian eksistensi absolut, mutlak dan tak
terbantahkan itu sama saja. Jadi, persoalan umat manusia dalam proses
pencairan Tuhan tiada lain proses penentuan peletakan dirinya kepada
(segala) sesuatu yang diterimanya sebagai 'tak terbantahkan', atau
mutlak, atau absolut. Muhammad 'Imaduddin 'Abdulrahim Ph.D
mendefinisikan Tuhan sebagai segala sesuatu yang dianggap penting dan
dipentingkan sehingga dirinya rela didominirnya (Buku:Kuliah Tauhid).
Konsekuensi eksistensi Tuhan
Dengan kemutlakannya, Tuhan tentunya tidak terikat oleh tempat dan
waktu. Baginya tidak dipengaruhi yang dulu atau yang akan datang. Tuhan
tidak memerlukan tempat, sehingga pertanyaan tentang dimana Tuhan hanya
akan membatasi kekuasaannya. Maka baginya tidak ada kapan lahir atau
kapan mati.
Manusia dalam mencari Tuhan dengan bekal kemampuan penggunaan akalnya
dapat mencapai tingkat eksistensinya. Kemungkinan sejauh ini,
kemutlakan Tuhan menyebabkan manusia yang relatif itu tidak dapat
menjangkau substansi Tuhan. Dengan demikian informasi tentang substansi
Tuhan itu apa, tentunya berasal dari Sang Mutlak atau Tuhan itu sendiri.
Di dunia ini banyak agama
yang mengklaim sebagai pembawa pesan Tuhan. Bahkan ada agama yang
dibuat manusia (yang relatif) termasuk pembuatan substansi Tuhan itu
tentu. Karena banyaknya nama dan ajaran agama yang bervariasi tidak
mungkin semuanya benar. Kalau substansi mutlak ini bervariasi, maka hal
itu bertentangan dengan eksistensinya yang unik. Untuk menemukan
informasi tentang substansi yang mutlak, yang unik dan yang distinct itu
dapat menggunakan uji autentistas sumber informasinya. Terutama terkait
dengan informasi Tuhan dalam memperkenalkan dirinya kepada manusia
apakah mencerminkan eksistensinya itu.
Perbandingan antara konsep Tuhan dengan Dewa
Di dalam bahasa Melayu atau bahasa Indonesia, dua konsep atau nama yang berhubungan dengan ketuhanan, yaitu: Tuhan sendiri, dan Dewa. Penganut monoteisme biasanya menolak menggunakan kata Dewa di Indonesia, tetapi sebenarnya hal ini tidaklah berdasar. Sebab di Prasasti Trengganu, prasasti tertua di dalam bahasa Melayu yang ditulis menggunakan Huruf Arab (Huruf Jawi)
menyebut "Sang Dewata Mulia Raya". Dewata yang dikenal orang Melayu
berasal dari istilah lokal Nusantara, sama seperti Jubata/Juata/Jata
yang dikenal orang Dayak
yang berarti penguasa dunia bawah (dewa air). Bagaimanapun, pada masa
kini, pengertian istilah Tuhan digunakan untuk merujuk Tuhan yang
tunggal, sementara Dewa dianggap mengandung arti salah satu dari banyak
Tuhan sehingga cenderung mengacu kepada politeisme.
Perbedaan Tuhan dengan dewa hanya sekedar perbedaan terjemahan
bahasa, meski masing-masing punya latar belakang perkembangan makna
terkait dengan apresiasi masing-masing atas konsepsi Ketuhanannya.
Namun, secara universal keduanya menunjuk pada eksistensi yang sama,
yaitu soal 'Yang Tak Terbantahkan'
Paham-paham ketuhanan
Sungguhpun eksistensi Tuhan dipahami mutlak adanya, tetapi setiap
orang mempunyai keyakinan yang berbeda mengenai penjelasan tentang Tuhan
sehingga pro-kontra tentang Tuhan dapat dibedakan sebagai berikut :
- Teisme: Pemaham-paham yang meyakini adanya Tuhan
- Agnostisisme: Paham-paham yang meragukan adanya Tuhan
- Ateisme:Paham-paham yang menyangkal adanya Tuhan
Berikut paham-paham yang dapat dimasukkan ke salah satu dari kategori diatas, yaitu :
- Panteisme berarti "Tuhan adalah segalanya" dan "semuanya adalah Tuhan". Ini adalah ide hukum alam, keberadaan dan Semesta di representasikan dalam kaidah agama dengan sebutan Tuhan. Sehingga Tuhan dianggap menyatu dengan alam.
- Akosmisme menyangkal realitas dari semesta, dilihat sebagai ultimately illusory (maya), dengan hanya ketidakterbatasan unmanifest absolute sebagai kenyataan.
- Dualisme sering dipergunakan bersamaan dengan setan yang muncul di dalam dunia nyata yang bersaing dengan diri dalam mencari kebenaran spiritual.
- Gnostisisme adalah sebuah istilah untuk berbagai pencapaian tujuan utama dalam hidup. Hal ini juga kadang diasosiakan dengan adanya persaingan antara kegelapan dan cahaya.
Teori ketuhanan
Paham ketuhanan yang beraneka penjelasan tersebut, berdasarkan teori
atau pendekatan yang digunakan dapat dikelompokkan sebagai berikut:
- Dalil Logik. Sesuatu yang tidak dapat dilihat atau kesan tidak semestinya tiada. Sekiranya kita tidak dapat melihat atau mengesan nyawa, tidak bererti nyawa itu tidak wujud. Sekiranya cetusan eletrik dalam otak diukur sebagi nyawa, komputer yang mempunyai prinsip yang sama masih tidak dianggap bernyawa.
- Dalil Kejahatan di Dunia. Tuhan telah memberi peringatan agar manusia berbuat baik sesama manusia, dengan amaran siksaan yang keras kepada mereka yang ingkar. Adanya kejahatan yang diamalkan oleh manusia di bumi adalah pilihan manusia itu sendiri. Kejahatan adalah keadaan di mana ketiadaan kebaikan. Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu.
- Dalil Kesempurnaan. Tuhan adalah sempurna dari segala sifat kecacatan. , dengan itu mengatakan Tuhan tidak mampu adalah salah, sebagai contoh "Adakah Tuhan itu berkuasa untuk mencipta satu batu yang terlalu berat, yang tidak mampu diangkat oleh dirinya sendiri?" menunjukkan keinginan meletakkan sifat manusia kepada Tuhan. Berat adalah hukum yang dicipta Tuhan, apa yang berat di bumi tidak bererti di angkasa. Berat tidak membawa apa-apa erti di alam ghaib.
- Dalil Kosmologikal. Dari segi kosmologi, Tuhan seharusnya wujud sebagai punca kepada kewujudan alam. Dengan premis "segala sesuatu itu berpunca", maka adalah tidak masuk akal untuk mengatakan alam ini wujud tanpa mempunyai punca,yakni Tuhan. Di alam ini semuanya tersusun dengan hukum-hukum yang tertentu dengan ketentuan Tuhan, yang mana dari segi sains pula dikenali sebagai hukum alam.
- Dalil Antropofik. Kewujudan manusia dan fitrahnya untuk mengenal tuhan sudah membuktikan kewujudan Tuhan.
Tuhan dalam Agama Samawi
Agama samawi atau agama langit dimaksudkan untuk menunjuk agama Yahudi, Nasrani (Kristen/Katolik) dan Islam. Di antara agama-agama ini menggunakan sebutan/panggilan yang berbeda yang dikarenakan perbedaan bahasa dan ajarannya.
- Allah, sebutan bagi Tuhan dalam bahasa Arab. Biasanya dipakai oleh umat Islam. Dalam agama Islam, Tuhan memiliki 99 nama suci.
- Yehowa atau Yahweh, salah satu istilah yang dipakai Alkitab. Istilah ini berasal dari istilah berbahasa Ibrani tetragrammaton YHVH (יהוה). Nama ini tidak pernah dilafalkan karena dianggap sangat suci, maka cara pengucapan YHVH yang benar tidaklah diketahui. Biasanya yang dilafalkan adalah Adonai yang berarti Tuan.
- Sang Hyang Tritunggal Mahasuci, yang artinya adalah Bapa, Putra, dan Roh Kudus, terutama dipakai dalam Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks. Konsep ini dipakai sejak Konsili Nicea pada tahun 325 M.
Daftar isi
- 1 Konsep tentang Tuhan
- 2 Konsekuensi eksistensi Tuhan
- 3 Perbandingan antara konsep Tuhan dengan Dewa
- 4 Paham-paham ketuhanan
- 5 Teori ketuhanan
- 6 Tuhan dalam Agama Samawi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar