Sidrat al-Muntahā (Arab: سدرة المنتهى , Sidratul Muntaha) adalah sebuah pohon bidara yang menandai akhir dari langit/Surga ke tujuh, sebuah batas dimana makhluk tidak dapat melewatinya, menurut kepercayaan Islam. Dalam kepercayaan ajaran lain ada pula semacam kisah tentang Sidrat al-Muntahā, yang disebut sebagai "Pohon Kehidupan".
Pada tanggal 27 Rajab selama Isra Mi'raj, hanya Muhammad yang bisa memasuki Sidrat al-Muntaha dan dalam perjalanan tersebut, Muhammad ditemani oleh Malaikat Jibril, dimana Allah memberikan perintah untuk Salat 5 waktu.
Dalam Agama Baha'i Sidrat al-Muntahā biasa disebut dengan "Sadratu'l-Muntahá" adalah sebuah kiasan untuk penjelmaan Tuhan.
1. Etimologi
Sidrat al-Muntahā berasal dari kata sidrah dan muntaha. Sidrah adalah pohon Bidara, sedangkan muntaha berarti tempat berkesudahan, sebagaimana kata ini dipakai dalam ayat berikut:“ | Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu). (An-Najm, 53:41-42) | ” |
Dengan demikian, secara bahasa Sidratul Muntaha berarti pohon Bidara
tempat berkesudahan. Disebut demikian karena tempat ini tidak bisa
dilewati lebih jauh lagi oleh manusia dan merupakan tempat diputuskannya
segala urusan yang naik dari dunia di bawahnya maupun segala perkara
yang turun dari atasnya. Istilah ini disebutkan sekali dalam Al-Qur'an,
yaitu pada ayat:
“ | ...(yaitu) di Sidratil Muntaha. (An-Najm, 53:14) | ” |
2. Wujud Sidrat al-Muntahā
Sidratul Muntaha digambarkan sebagai Pohon Bidara yang sangat besar, tumbuh mulai Langit Keenam hingga Langit Ketujuh. Dedaunannya sebesar telinga gajah dan buah-buahannya seperti bejana batu.[1]Menurut Kitab As-Suluk, Sidrat al-Muntahā adalah sebuah pohon yang terdapat di bawah 'Arsy, pohon tersebut memiliki daun yang sama banyaknya dengan sejumlah makhluk ciptaan Allah.[2]
Allah berfirman dalam surah An-Najm 16,
“ | Ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya (an-Najm, 53: 16) | ” |
Dikatakan bahwa yang menyelimutinya adalah permadani yang terbuat dari emas.
Jika Allah memutuskan sesuatu, maka "bersemilah" Sidratul Muntaha
sehingga diliputi oleh sesuatu, yang menurut penafsiran Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu
adalah "permadani emas". Deskripsi tentang Sidratul Muntaha dalam
hadits-hadits tentang Isra Mi'raj tersebut menurut sebagian ulama
hanyalah berupa gambaran (metafora) sebatas yang dapat diungkapkan
kata-kata.
3. Peristiwa di Sidratul Muntaha bagi Muhammad
Ketika Mi'raj, di sini Muhammad melihat banyak hal, seperti:3.1. Melihat bentuk asli Malaikat Jibril
Dikatakan bahwa Muhammad telah melihat wujud asli dari Malaikat Jibril yang memiliki sayap sebanyak 600 sayap.[3]“ | Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (An-Najm 53:13) | ” |
3.2. Melihat Tuhan
Dikatakan pula bahwa Muhammad telah melihat Allah yang berupa cahaya.[4][5]
Untuk hal ini terdapat beda pendapat di kalangan ulama, apakah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam
pernah melihat Tuhannya? Jika pernah apakah beliau melihat-Nya dengan
mata kepala atau mata hati? Masing-masing memiliki argumennya
sendiri-sendiri. Di antara yang berpendapat bahwa beliau pernah
melihat-Nya dengan mata hati antara lain al-Baihaqi, al-Hafizh Ibnu
Katsir dalam Tafsirnya, dan Syaikh al-Albani dalam tahqiq beliau
terhadap Syarah Aqidah ath-Thahawiyah. Salah satu argumentasi mereka
adalah hadits di atas.
3.3. Mendapatkan Perintah Salat
Di Sidratul Muntaha ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapatkan perintah salat
5 waktu. Perintah melaksanakan salat tersebut pada awalnya adalah 50
kali setiap harinya, akan tetapi karena pertimbangan dan saran Nabi Musa
serta permohonan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam sendiri, serta kasih dan sayang Allah Subhahanu wa Ta'ala, jumlahnya menjadi hanya 5 kali saja. Di antara hadits mengenai hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud.[6]
Dari Abdullah (bin Mas'ud), ia telah berkata: "Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
diisrakan, beliau berakhir di Sidratul Muntaha (yang bermula) di langit
keenam. Ke sanalah berakhir apa-apa yang naik dari bumi, lalu
diputuskan di sana. Dan ke sana berakhir apa-apa yang turun dari
atasnya, lalu diputuskan di sana."
Ia berkata: "Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
diberi tiga hal: Diberi salat lima waktu dan diberi penutup Surah
al-Baqarah serta diampuni dosa-dosa besar bagi siapapun dari umatnya
yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun".
- HR Muslim (173) dengan redaksi di atas, at-Tirmidzi (3276), an-Nasai (451), dan Ahmad (3656 & 4001).}}
4. Referensi
- Dari Anas bin Malik, dari Malik bin Sha'sha'ah, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Diapun menyebutkan hadits Mi'raj, dan di dalamnya: "Kemudian aku dinaikkan ke Sidratul Muntaha". Lalu Nabiyullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengisahkan: "Bahwasanya daunnya seperti telinga gajah dan bahwa buahnya seperti bejana batu". Hadits telah dikeluarkan dalam ash-Shahihain dari hadits Ibnu Abi Arubah. Hadits riwayat al-Baihaqi (1304). Asal hadits ini ada pada riwayat al-Bukhari (3207) dan Muslim (164).
- Kabil Akbar katanya: “Allah SWT telah menciptakan sebuah pohon di bawah Arsy yang mana daunnya sama banyak dengan bilangan makhluk yang Allah ciptakan. Jika seseorang itu telah diputuskan ajalnya, maka umurnya tinggal 40 hari dari hari yang diputuskan. Maka jatuhlah daun itu kepada Malaikat Maut, tahulah bahwa dia telah diperintahkan untuk mencabut nyawa orang yang tertulis pada daun tersebut.
- Asy-Syaibani berkata: Aku menanyai Zirr bin Hubaisy tentang firman Allah Azza wa Jalla {maka jadilah dia dekat dua ujung busur panah atau lebih dekat (an-Najm, 53: 9)}. Dia menjawab: "Telah mengabariku Ibnu Mas'ud bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah melihat (bentuk asli) Jibril. Ia memiliki enam ratus sayap." Hadits riwayat Muslim (174), Kitab Iman, Bab tentang Penyebutan Sidratul Muntaha.
- Dari Abu Dzar, ia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam: "Apakah paduka melihat Tuhan paduka?". Ia menjawab: "Cahaya. Bagaimanakah aku melihat-Nya?" Hadits riwayat Muslim (178.1), Kitab al-Iman, Bab Tentang Sabdanya "Bahwasanya aku melihat-Nya sebagai cahaya" dan Tentang Sabdanya "Aku telah melihat cahaya".
- Dari Abdullah bin Syaqiq, ia telah bersabda: Aku bertanya kepada Abu Dzar: "Seandainya aku melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, pasti aku akan menanyainya." Lantas dia berkata: "Tentang sesuatu apa?" Aku akan menanyainya: "Apakah baginda melihat Tuhan baginda?" Abu Dzar berkata: "Aku telah menanyainya, kemudian beliau jawab: 'Aku telah melihat cahaya'." Hadits riwayat Muslim (178.2), Kitab al-Iman, Bab Tentang Sabdanya "Bahwasanya aku melihat-Nya sebagai cahaya" dan Tentang Sabdanya "Aku telah melihat cahaya".
- Dari Ibnu Abbas, ia telah berkata: "Nabi kalian Shallallahu Alaihi wa Sallam diperintah lima puluh kali salat (sehari semalam), kemudian beliau meminta keringanan Tuhan kalian agar menjadikannya lima kali salat." Hadits riwayat Ibnu Majah (1400) dengan redaksi di atas, dan Ahmad (2884). Menurut al-Albani, hadits ini hasan lighairih.
5. Pranala luar
- (Indonesia) Sidratul Muntaha dalam Isra dan Mi'raj
Arief
Tidak ada komentar:
Posting Komentar