Patung Aristoteles |
Aristoteles (bahasa Yunani: ‘Aριστοτέλης Aristotélēs), (384 SM – 322 SM) adalah seorang filsuf Yunani, murid dari Plato dan guru dari Alexander yang Agung. Ia menulis berbagai subyek yang berbeda, termasuk fisika, metafisika, puisi, logika, retorika, politik, pemerintahan, etnis, biologi dan zoologi. Bersama dengan Socrates dan Plato, ia dianggap menjadi seorang di antara tiga orang filsuf yang paling berpengaruh di pemikiran Barat.
1. Riwayat hidup
Aristoteles lahir di Stagira, kota di wilayah Chalcidice, Thracia, Yunani (dahulunya termasuk wilayah Makedonia tengah) tahun 384 SM. Ayahnya adalah tabib pribadi Raja Amyntas dari Makedonia. Pada usia 17 tahun, Aristoteles menjadi murid Plato.[1] Belakangan ia meningkat menjadi guru di Akademi Plato di Athena selama 20 tahun. Aristoteles meninggalkan akademi tersebut setelah Plato meninggal, dan menjadi guru bagi Alexander dari Makedonia. Saat Alexander berkuasa di tahun 336 SM, ia kembali ke Athena. Dengan dukungan dan bantuan dari Alexander, ia kemudian mendirikan akademinya sendiri yang diberi nama Lyceum, yang dipimpinnya sampai tahun 323 SM.
Perubahan politik seiring jatuhnya Alexander menjadikan dirinya harus
kembali kabur dari Athena guna menghindari nasib naas sebagaimana dulu
dialami Socrates. Aristoteles meninggal tak lama setelah pengungsian tersebut.Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan.
Aristoteles menurut Raphael, dalam lukisan Sekolah Athena (Akademia Athena) School of Athens. |
2. Pemikiran
Filsafat Aristoteles berkembang dalam tiga tahapan yang pertama
ketika dia masih belajar di Akademi Plato ketika gagasannya masih dekat
dengan gurunya tersebut, kemudian ketika dia mengungsi, dan terakhir
pada waktu ia memimpin Lyceum mencakup enam karya tulisnya yang membahas
masalah logika,
yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling penting, selain
kontribusinya di bidang Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu
Kedokteran, Ilmu Alam dan karya seni.
Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis. Karyanya ini menggambarkan kecenderungannya akan analisa kritis, dan pencarian terhadap hukum alam dan keseimbangan pada alam.
Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk
ideal benda, Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa
bentuk karena ia ada (eksis).
Pemikiran lainnya adalah tentang gerak dimana dikatakan semua benda
bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak
teleologis.
Karena benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya maka harus ada
penggerak dimana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga
tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut
dengan theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan. Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking).
Hal lain dalam kerangka berpikir yang menjadi sumbangan penting Aristoteles adalah silogisme yang dapat digunakan dalam menarik kesimpulan yang baru yang tepat dari dua kebenaran yang telah ada. Misalkan ada dua pernyataan (premis)
- Setiap manusia pasti akan mati (premis mayor).
- Sokrates adalah manusa (premis minor)
- maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Sokrates pasti akan mati
Di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk demokrasi dan monarki.
Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia
dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, dimana kontribusinya
melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti Fisika,
Astronomi, Biologi, Psikologi, Metafisika (misalnya studi tentang
prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal,
etika, politik, dan bahkan teori retorika dan puisi.
Di bidang seni, Aristoteles memuat pandangannya tentang keindahan dalam buku Poetike.[1] Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan.[1] Ia mengatakan bahwa pengetahuan dibangun atas dasar pengamatan dan penglihatan.[1] Menurut Aristoteles keindahan menyangkut keseimbangan ukuran yakni ukuran material.[1] Menurut Aristoteles sebuah karya seni adalah sebuah perwujudan artistik yang merupakan hasil chatarsis disertai dengan estetika.[1] Chatarsis adalah pengungkapan kumpulan perasaan yang dicurahkan ke luar.[2] Kumpulan perasaan itu disertai dorongan normatif.[2] Dorongan normatif yang dimaksud adalah dorongan yang akhirnya memberi wujud khusus pada perasaan tersebut.[2] Wujud itu ditiru dari apa yang ada di dalam kenyataan.[2].aristoteles juga mendefinisikan pengertian sejarah yaitu Sejarah merupakan satu sistem yang meneliti suatu kejadian sejak awal dan tersusun dalam bentuk kronologi. Pada masa yang sama, menurut beliau juga Sejarah adalah peristiwa-peristiwa masa lalu yang mempunyai catatan, rekod-rekod atau bukti-bukti yang konkrit.
3. Pengaruh
Meskipun sebagian besar ilmu pengetahuan yang dikembangkannya terasa lebih merupakan penjelasan dari hal-hal yang masuk akal (common-sense explanation), banyak teori-teorinya yang bertahan bahkan hampir selama dua ribu tahun lamanya.
Hal ini terjadi karena teori-teori tersebut karena dianggap masuk akal
dan sesuai dengan pemikiran masyarakat pada umumnya, meskipun kemudian
ternyata bahwa teori-teori tersebut salah total karena didasarkan pada
asumsi-asumsi yang keliru.
Dapat dikatakan bahwa pemikiran Aristoteles sangat berpengaruh pada pemikiran Barat dan pemikiran keagamaan lain pada umumnya. Penyelarasan pemikiran Aristoteles dengan teologi Kristiani dilakukan oleh Santo Thomas Aquinas di abad ke-13, dengan teologi Yahudi oleh Maimonides (1135 – 1204), dan dengan teologi Islam oleh Ibnu Rusyid (1126 – 1198).
Bagi manusia abad pertengahan, Aristoteles tidak saja dianggap sebagai
sumber yang otoritatif terhadap logika dan metafisika, melainkan juga
dianggap sebagai sumber utama dari ilmu pengetahuan, atau "the master of those who know", sebagaimana yang kemudian dikatakan oleh Dante Alighieri.
4. Referensi
- Mudji Sutrisno dan Christ Verhaak, Estetika Filsafat Keindahan (Yogyakarta: Kanisius, 1993.
- Fuad Hasan, Pengantar Filsafat Barat, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1996.
- Ferguson, Wallace K., and Geoffrey Bruun. A Survey of European Civilization (4th Ed), pg. 39. Houghton Mifflin Company / Boston, 1969, USA.
- Yenne, Bill. 100 Pria Pengukir Sejarah Dunia (hal 38-39). Alih bahasa: Didik Djunaedi. PT. Pustaka Delapratasa, 2002, Jakarta.
Arief
Tidak ada komentar:
Posting Komentar