Hukum adalah 1 peraturan atau adat yg secara resmi dianggap mengikat, yg dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; 2 undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; 3 patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dsb) yg tertentu; 4 keputusan (pertimbangan) yg ditetapkan oleh hakim (dl pengadilan);
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan.
dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan
masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama
dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana
yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi
hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak
asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di
mana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk
meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum
internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan
mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer.
filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh
lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang
merajalela."
1. Bidang hukum
Hukum dapat dibagi dalam berbagai bidang, antara lain hukum pidana/hukum publik, hukum perdata/hukum pribadi, hukum acara, hukum tata negara, hukum administrasi negara/hukum tata usaha negara, hukum internasional, hukum adat, hukum islam, hukum agraria, hukum bisnis, dan hukum lingkungan.
1.1. Hukum pidana
Hukum pidana termasuk pada ranah hukum publik. Hukum pidana adalah
hukum yang mengatur hubungan antar subjek hukum dalam hal perbuatan -
perbuatan yang diharuskan dan dilarang oleh peraturan perundang -
undangan dan berakibat diterapkannya sanksi berupa pemidanaan dan/atau
denda bagi para pelanggarnya. Dalam hukum pidana dikenal 2 jenis
perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan ialah perbuatan
yang tidak hanya bertentangan dengan peraturan perundang - undangan
tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa
keadilan masyarakat. Pelaku pelanggaran berupa kejahatan mendapatkan
sanksi berupa pemidanaan, contohnya mencuri, membunuh, berzina,
memperkosa dan sebagainya. Sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang
hanya dilarang oleh peraturan perundangan namun tidak memberikan efek
yang tidak berpengaruh secara langsung kepada orang lain, seperti tidak
menggunakan helm, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendaraan,
dan sebagainya. Di Indonesia, hukum pidana diatur secara umum dalam
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang merupakan peninggalan dari
zaman penjajahan Belanda, sebelumnya bernama Wetboek van Straafrecht (WvS). KUHP merupakan lex generalis
bagi pengaturan hukum pidana di Indonesia dimana asas-asas umum termuat
dan menjadi dasar bagi semua ketentuan pidana yang diatur di luar KUHP (lex specialis)
Hukum pidana dalam Islam dinamakan qisas, yaitu nyawa dibalas
dengan nyawa, tangan dengan tangan, tetapi di dalam Islam ketika ada
orang yang membunuh tidak langsung dibunuh, karena harus melalui proses
pemeriksaan apakah yang membunuh itu sengaja atau tidak disengaja, jika
sengaja jelas hukumannya adalah dibunuh jika tidak disengaja wajib
membayar di dalam Islam
wajib memerdekakan budak yang selamat, jika tidak ada membayar dengan
100 onta, jika mendapat pengampunan dari si keluarga korban maka tidak
akan terkena hukuman.""
1.2. Hukum perdata
Salah satu bidang hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara
individu-individu dalam masyarakat dengan saluran tertentu. Hukum
perdata disebut juga hukum privat atau hukum sipil. Salah satu contoh
hukum perdata dalam masyarakat adalah jual beli rumah atau kendaraan .
Hukum perdata dapat digolongkan antara lain menjadi:
- Hukum keluarga
- Hukum harta kekayaan
- Hukum benda
- Hukum Perikatan
- Hukum Waris
1.3. Hukum acara
Untuk tegaknya hukum materiil diperlukan hukum acara atau sering juga
disebut hukum formil. Hukum acara merupakan ketentuan yang mengatur
bagaimana cara dan siapa yang berwenang menegakkan hukum materiil dalam
hal terjadi pelanggaran terhadap hukum materiil. Tanpa hukum acara yang
jelas dan memadai, maka pihak yang berwenang menegakkan hukum materiil
akan mengalami kesulitan menegakkan hukum materiil. Untuk menegakkan
ketentuan hukum materiil pidana diperlukan hukum acara pidana, untuk
hukum materiil perdata, maka ada hukum acara perdata. Sedangkan, untuk
hukum materiil tata usaha negara, diperlukan hukum acara tata usaha
negara. Hukum acara pidana harus dikuasai terutama oleh para polisi,
jaksa, advokat, hakim, dan petugas Lembaga Pemasyarakatan.
Hukum acara pidana yang harus dikuasai oleh polisi terutama hukum
acara pidana yang mengatur soal penyelidikan dan penyidikan, oleh karena
tugas pokok polisi menrut hukum acara pidana (KUHAP) adalah terutama
melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan. Yang menjadi tugas jaksa
adalah penuntutan dan pelaksanaan putusan hakim pidana. Oleh karena
itu, jaksa wajib menguasai terutama hukum acara yang terkait dengan
tugasnya tersebut. Sedangkan yang harus menguasai hukum acara perdata.
termasuk hukum acara tata usaha negara terutama adalah advokat dan
hakim. Hal ini disebabkan di dalam hukum acara perdata dan juga hukum
acara tata usaha negara, baik polisi maupun jaksa (penuntut umum) tidak
diberi peran seperti halnya dalam hukum acara pidana. Advokatlah yang
mewakili seseorang untuk memajukan gugatan, baik gugatan perdata maupun
gugatan tata usaha negara, terhadap suatu pihak yang dipandang merugikan
kliennya. Gugatan itu akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Pihak yang
digugat dapat pula menunjuk seorang advokat mewakilinya untuk menangkis
gugatan tersebut.
Tegaknya supremasi hukum itu sangat tergantung pada kejujuran para
penegak hukum itu sendiri yang dalam menegakkan hukum diharapkan
benar-benar dapat menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan kejujuran.
Para penegak hukum itu adalah hakim, jaksa, polisi, advokat, dan petugas
Lembaga Pemasyarakatan. Jika kelima pilar penegak hukum ini benar-benar
menegakkan hukum itu dengan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah
disebutkan di atas, maka masyarakat akan menaruh respek yang tinggi
terhadap para penegak hukum. Dengan semakin tingginya respek itu, maka
masyarakat akan terpacu untuk menaati hukum.
2. Sistem hukum
Ada berbagai jenis sistem hukum yang berbeda yang dianut oleh
negara-negara di dunia pada saat ini, antara lain sistem hukum Eropa
Kontinental, common law system, sistem hukum Anglo-Saxon, sistem hukum
adat, sistem hukum agama.
2.1. Sistem hukum Eropa Kontinental
Sistem hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan
ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi
(dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh
hakim dalam penerapannya. Hampir 60% dari populasi dunia tinggal di
negara yang menganut sistem hukum ini.
Common law system adalah SUATU sistem hukum yang di gunakan di
Inggris yang mana di dalamnya menganut aliran frele recht lehre yaitu
dimana hukum tidak dibatasi oleh undang-undang tetapi hakim diberikan
kebebasan untuk melaksanakan undang-undang atau mengabaikannya.
2.2. Sistem hukum Anglo-Saxon
Sistem Anglo-Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi,
yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar
putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika Serikat
(walaupun negara bagian Louisiana mempergunakan sistem hukum ini
bersamaan dengan sistim hukum Eropa Kontinental Napoleon). Selain
negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga menerapkan sistem
hukum Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan, India dan Nigeria yang
menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo-Saxon, namun juga
memberlakukan hukum adat dan hukum agama.
Sistem hukum anglo saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah
terutama pada masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai
dengan perkembangan zaman.Pendapat para ahli dan prakitisi hukum lebih
menonjol digunakan oleh hakim, dalam memutus perkara.
2.3. Sistem hukum adat/kebiasaan
Hukum Adat
adalah seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan yang berlaku di
suatu wilayah. misalnya di perkampungan pedesaan terpencil yang masih
mengikuti hukum adat. dan memiliki sanksi sesuai dengan aturan hukum
yang berlaku di wilayah tertentu.
2.4. Sistem hukum agama
Sistem hukum agama adalah sistem hukum yang berdasarkan ketentuan agama tertentu. Sistem hukum agama biasanya terdapat dalam Kitab Suci.
3. Hukum Indonesia
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum
Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut,
baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa
kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu
Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama,
karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka
dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang
perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga
berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi,[1] yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
3.1. Hukum perdata Indonesia
Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan
yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan
pemberlakuannya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya
ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara
sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan,
perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan
tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga memengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek
(atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan
diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas
konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia
Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri
disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
- Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
- Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
- Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
- Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para
ahli hukum dan masih diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di
Indonesia.
3.2. Hukum pidana Indonesia
Berdasarkan isinya, hukum dapat dibagi menjadi 2, yaitu hukum privat
dan hukum publik (C.S.T Kansil).Hukum privat adalah hukum yg mengatur
hubungan orang perorang, sedangkan hukum publik adalah hukum yg mengatur
hubungan antara negara dengan warga negaranya. Hukum pidana merupakan
bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu
hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil
mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan
pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil diatur
dalam kitab undang-undang hukum pidana
(KUHP). Hukum pidana formil mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana
materiil. Di Indonesia, pengaturan hukum pidana formil telah disahkan
dengan UU nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP).
3.3. Hukum tata negara
Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur tentang negara, yaitu
antara lain dasar pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan
lembaga-lembaga negara, hubungan hukum (hak dan kewajiban) antar lembaga
negara, wilayah dan warga negara. Hukum tata negara mengatur mengenai
negara dalam keadaan diam artinya bukan mengenai suatu keadaan nyata
dari suatu negara tertentu (sistem pemerintahan, sistem pemilu, dll dari
negara tertentu) tetapi lebih pada negara dalam arti luas. Hukum ini
membicarakan negara dalam arti yang abstrak.
3.4. Hukum tata usaha (administrasi) negara
Hukum tata usaha (administrasi) negara adalah hukum yang mengatur
kegiatan administrasi negara. Yaitu hukum yang mengatur tata pelaksanaan
pemerintah dalam menjalankan tugasnya . hukum administarasi negara
memiliki kemiripan dengan hukum tata negara.kesamaanya terletak dalam
hal kebijakan pemerintah ,sedangkan dalam hal perbedaan hukum tata
negara lebih mengacu kepada fungsi konstitusi/hukum dasar yang digunakan
oleh suatu negara dalam hal pengaturan kebijakan pemerintah,untuk hukum
administrasi negara dimana negara dalam "keadaan yang bergerak". Hukum
tata usaha negara juga sering disebut HTN dalam arti sempit.
3.5. Hukum acara perdata Indonesia
Hukum acara perdata Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata
cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum
perdata. Dalam hukum acara perdata, dapat dilihat dalam berbagai
peraturan Belanda dulu(misalnya; Het Herziene Inlandsh Reglement/HIR,
RBG, RB,RO).
3.6. Hukum acara pidana Indonesia
Hukum acara pidana Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata
cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum
pidana. Hukum acara pidana di Indonesia diatur dalam UU nomor 8 tahun
1981.
3.6.1. Asas dalam hukum acara pidana
Asas di dalam hukum acara pidana di Indonesia adalah:
- Asas perintah tertulis, yaitu segala tindakan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang berwenang sesuai dengan UU.
- Asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, jujur, dan tidak memihak, yaitu serangkaian proses peradilan pidana (dari penyidikan sampai dengan putusan hakim) dilakukan cepat, ringkas, jujur, dan adil (pasal 50 KUHAP).
- Asas memperoleh bantuan hukum, yaitu setiap orang punya kesempatan, bahkan wajib memperoleh bantuan hukum guna pembelaan atas dirinya (pasal 54 KUHAP).
- Asas terbuka, yaitu pemeriksaan tindak pidana dilakukan secara terbuka untuk umum (pasal 64 KUHAP).
- Asas pembuktian, yaitu tersangka/terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian (pasal 66 KUHAP), kecuali diatur lain oleh UU.
3.7. Hukum antar tata hukum
Hukum antar tata hukum adalah hukum yang mengatur hubungan antara dua
golongan atau lebih yang tunduk pada ketentuan hukum yang berbeda.
3.8. Hukum Islam di Indonesia
Hukum Islam di Indonesia
belum bisa ditegakkan secara menyeluruh, karena belum adanya dukungan
yang penuh dari segenap lapisan masyarakat secara demokratis baik
melalui pemilu atau referendum maupun amandemen terhadap UUD 1945 secara tegas dan konsisten. Aceh
merupakan satu-satunya provinsi yang banyak menerapkan hukum Islam
melalui Pengadilan Agama, sesuai pasal 15 ayat 2 Undang-Undang RI No. 4
Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu : Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam
merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang
kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan
pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang
kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.
3.9. Istilah hukum
3.9.1. Advokat
Sejak berlakunya UU nomor 18 tahun 2003
tentang advokat, sebutan bagi seseorang yang berprofesi memberikan
bantuan hukum secara swasta - yang semula terdiri dari berbagai sebutan,
seperti advokat, pengacara, konsultan hukum, penasihat hukum - adalah
advokat.
3.9.2. Advokat dan pengacara
Kedua istilah ini sebenarnya bermakna sama, walaupun ada beberapa
pendapat yang menyatakan berbeda. Sebelum berlakunya UU nomor 18 tahun
2003, istilah untuk pembela keadilan plat hitam ini sangat beragam,
mulai dari istilah pengacara, penasihat hukum, konsultan hukum, advokat
dan lainnya. Pengacara sesuai dengan kata-kata secara harfiah dapat
diartikan sebagai orang yang beracara, yang berarti individu, baik yang
tergabung dalam suatu kantor secara bersama-sama atau secara individual
yang menjalankan profesi sebagai penegak hukum plat hitam di pengadilan.
Sementara advokat dapat bergerak dalam pengadilan, maupun bertindak
sebagai konsultan dalam masalah hukum, baik pidana maupun perdata. Sejak
diundangkannya UU nomor 18 tahun 2003, maka istilah-istilah tersebut
distandarisasi menjadi advokat saja.
Dahulu yang membedakan keduanya yaitu Advokat adalah seseorang
yang memegang izin ber"acara" di Pengadilan berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kehakiman serta mempunyai wilayah untuk "beracara" di seluruh
wilayah Republik Indonesia sedangkan Pengacara Praktek adalah
seseorang yang memegang izin praktik / beracara berdasarkan Surat
Keputusan Pengadilan Tinggi setempat dimana wilayah beracaranya adalah
"hanya" diwilayah Pengadilan Tinggi yang mengeluarkan izin praktik
tersebut. Setelah UU No. 18 th 2003 berlaku maka yang berwenang untuk
mengangkat seseorang menjadi Advokat adalah Organisasi
Advokat.(Pengacara dan Pengacara Praktek/pokrol dst seteah UU No. 18
tahun 2003 dihapus)
3.9.3. Konsultan hukum
Konsultan hukum atau dalam bahasa Inggris counselor at law atau legal consultant
adalah orang yang berprofesi memberikan pelayanan jasa hukum dalam
bentuk konsultasi, dalam sistem hukum yang berlaku di negara
masing-masing. Untuk di Indonesia, sejak UU nomor 18 tahun 2003 berlaku,
semua istilah mengenai konsultan hukum, pengacara, penasihat hukum dan
lainnya yang berada dalam ruang lingkup pemberian jasa hukum telah
distandarisasi menjadi advokat.
3.9.4. Jaksa dan polisi
Dua institusi publik yang berperan aktif dalam menegakkan hukum publik di Indonesia adalah kejaksaan dan kepolisian.
Kepolisian atau polisi berperan untuk menerima, menyelidiki, menyidik
suatu tindak pidana yang terjadi dalam ruang lingkup wilayahnya. Apabila
ditemukan unsur-unsur tindak pidana,
baik khusus maupun umum, atau tertentu, maka pelaku (tersangka) akan
diminta keterangan, dan apabila perlu akan ditahan. Dalam masa
penahanan, tersangka akan diminta keterangannya mengenai tindak pidana
yang diduga terjadi. Selain tersangka, maka polisi juga memeriksa saksi-saksi dan alat bukti yang berhubungan erat dengan tindak pidana yang disangkakan. Keterangan tersebut terhimpun dalam berita acara pemeriksaan
(BAP) yang apabila dinyatakan P21 atau lengkap, akan dikirimkan ke
kejaksaan untuk dipersiapkan masa persidangannya di pengadilan.
Kejaksaan akan menjalankan fungsi pengecekan BAP dan analisa bukti-bukti
serta saksi untuk diajukan ke pengadilan. Apabila kejaksaan berpendapat
bahwa bukti atau saksi kurang mendukung, maka kejaksaan akan
mengembalikan berkas tersebut ke kepolisian, untuk dilengkapi. Setelah
lengkap, maka kejaksaan akan melakukan proses penuntutan perkara. Pada
tahap ini, pelaku (tersangka) telah berubah statusnya menjadi terdakwa,
yang akan disidang dalam pengadilan. Apabila telah dijatuhkan putusan,
maka status terdakwa berubah menjadi terpidana.
4. HUKUM ADAT
Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum
tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan
kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak
tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan
menyesuaikan diri dan elastis. Selain itu dikenal pula masyarakat hukum
adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya
sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat
tinggal ataupun atas dasar keturunan.
4.1. Terminologi
Ada dua pendapat mengenai asal kata adat ini. Disatu pihak ada yang menyatakan bahwa adat diambil dari bahasa Arab yang berarti kebiasaan. Sedangkan menurut Prof. Amura, istilah ini berasal dari bahasa Sansekerta karena menurutnya istilah ini telah dipergunakan oleh orang Minangkabau kurang lebih 2000 tahun yang lalu. Menurutnya adat berasal dari dua kata, a dan dato. A berarti tidak dan dato berarti sesuatu yang bersifat kebendaan.
4.2. Perdebatan istilah Hukum Adat
Hukum Adat dikemukakan pertama kali oleh Prof. Snouck Hurgrounje seorang Ahli Sastra Timur dari Belanda (1894). Sebelum istilah Hukum Adat berkembang, dulu dikenal istilah Adat Recht. Prof. Snouck Hurgrounje dalam bukunya de atjehers (Aceh) pada tahun 1893-1894 menyatakan hukum rakyat Indonesia yang tidak dikodifikasi adalah de atjehers.
Kemudian istilah ini dipergunakan pula oleh Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven, seorang Sarjana Sastra yang juga Sarjana Hukum yang pula menjabat sebagai Guru Besar pada Universitas Leiden di Belanda. Ia memuat istilah Adat Recht dalam bukunya yang berjudul Adat Recht van Nederlandsch Indie (Hukum Adat Hindia Belanda) pada tahun 1901-1933.
Perundang-undangan di Hindia Belanda secara resmi mempergunakan istilah ini pada tahun 1929 dalam Indische Staatsregeling (Peraturan Hukum Negeri Belanda), semacam Undang Undang Dasar Hindia Belanda, pada pasal 134 ayat (2) yang berlaku pada tahun 1929.
Dalam masyarakat Indonesia, istilah hukum adat tidak dikenal adanya. Hilman Hadikusuma mengatakan bahwa istilah tersebut hanyalah istilah teknis saja. Dikatakan demikian karena istilah tersebut hanya tumbuh dan dikembangkan oleh para ahli hukum dalam rangka mengkaji hukum yang berlaku dalam masyarakat Indonesia yang kemudian dikembangkan ke dalam suatu sistem keilmuan.
Dalam bahasa Inggris dikenal juga istilah Adat Law, namun perkembangan yang ada di Indonesia sendiri hanya dikenal istilah Adat saja, untuk menyebutkan sebuah sistem hukum yang dalam dunia ilmiah dikatakan Hukum Adat.
Pendapat ini diperkuat dengan pendapat dari Muhammad Rasyid Maggis Dato Radjoe Penghoeloe sebagaimana dikutif oleh Prof. Amura : sebagai
lanjutan kesempuranaan hidupm selama kemakmuran berlebih-lebihan karena
penduduk sedikit bimbang dengan kekayaan alam yang berlimpah ruah,
sampailah manusia kepada adat.
Sedangkan pendapat Prof. Nasroe menyatakan bahwa adat Minangkabau telah dimiliki oleh mereka sebelum bangsa Hindu datang ke Indonesia dalam abad ke satu tahun masehi.
Prof. Dr. Mohammad Koesnoe, S.H. di dalam bukunya mengatakan bahwa istilah Hukum Adat telah dipergunakan seorang Ulama Aceh[1] yang bernama Syekh Jalaluddin bin Syekh Muhammad Kamaluddin Tursani (Aceh Besar) pada tahun 1630.[2] Prof. A. Hasymi
menyatakan bahwa buku tersebut (karangan Syekh Jalaluddin) merupakan
buku yang mempunyai suatu nilai tinggi dalam bidang hukum yang baik.
4.3. Perdebatan Definisi Hukum Adat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
adat adalah aturan (perbuatan dsb) yg lazim diturut atau dilakukan
sejak dahulu kala; cara (kelakuan dsb) yg sudah menjadi kebiasaan; wujud
gagasan kebudayaan yg terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum,
dan aturan yg satu dng lainnya berkaitan menjadi suatu sistem. Karena
istilah Adat yang telah diserap kedalam Bahasa Indonesia menjadi
kebiasaan maka istilah hukum adat dapat disamakan dengan hukum kebiasaan.[3]
Namun menurut Van Dijk, kurang tepat bila hukum adat diartikan sebagai hukum kebiasaan.[4] Menurutnya hukum kebiasaan
adalah kompleks peraturan hukum yang timbul karena kebiasaan berarti
demikian lamanya orang bisa bertingkah laku menurut suatu cara tertentu
sehingga lahir suatu peraturan yang diterima dan juga diinginkan oleh
masyarakat. Jadi, menurut Van Dijk, hukum adat dan hukum kebiasaan itu memiliki perbedaan.
Sedangkan menurut Soejono Soekanto, hukum adat hakikatnya merupakan hukum kebiasaan, namun kebiasaan yang mempunyai akhibat hukum (das sein das sollen).[5]
Berbeda dengan kebiasaan (dalam arti biasa), kebiasaan yang merupakan
penerapan dari hukum adat adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan
berulang-ulang dalam bentuk yang sama menuju kepada Rechtsvaardige Ordening Der Semenleving.
Menurut Ter Haar yang terkenal dengan teorinya Beslissingenleer (teori keputusan)[6]
mengungkapkan bahwa hukum adat mencakup seluruh peraturan-peraturan
yang menjelma didalam keputusan-keputusan para pejabat hukum yang
mempunyai kewibawaan dan pengaruh, serta didalam pelaksanaannya berlaku
secara serta merta dan dipatuhi dengan sepenuh hati oleh mereka yang
diatur oleh keputusan tersebut. Keputusan tersebut dapat berupa sebuah
persengketaan, akan tetapi juga diambil berdasarkan kerukunan dan
musyawarah. Dalam tulisannya Ter Haar juga menyatakan bahwa hukum adat dapat timbul dari keputusan warga masyarakat.
Syekh Jalaluddin[7]
menjelaskan bahwa hukum adat pertama-tama merupakan persambungan tali
antara dulu dengan kemudian, pada pihak adanya atau tiadanya yang
dilihat dari hal yang dilakukan berulang-ulang. Hukum adat tidak
terletak pada peristiwa tersebut melainkan pada apa yang tidak tertulis
dibelakang peristiwa tersebut, sedang yang tidak tertulis itu adalah
ketentuan keharusan yang berada dibelakang fakta-fakta yang menuntuk
bertautnya suatu peristiwa dengan peristiwa lain.
4.4. Definisi Hukum Adat
4.4.1. Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven
Menurut Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven, hukum adat adalah keseluruhan
aturan tingkah laku positif yang disatu pihak mempunyai sanksi (hukum)
dan dipihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasi (adat). Tingkah
laku positif memiliki makna hukum yang dinyatakan berlaku disini dan
sekarang. Sedangkan sanksi yang dimaksud adalah reaksi (konsekuensi)
dari pihak lain atas suatu pelanggaran terhadap norma (hukum). Sedang
kodifikasi dapat berarti sebagai berikut.
- menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kodifikasi berarti himpunan berbagai peraturan menjadi undang-undang; atau hal penyusunan kitab perundang-undangan; atau penggolongan hukum dan undang-undang berdasarkan asas-asas tertentu dl buku undang-undang yg baku.
- menurut Prof. Djojodigoeno kodifikasi adalah pembukuan secara sistematis suatu daerah / lapangan bidang hukum tertentu sebagai kesatuan secara bulat (semua bagian diatur), lengkap (diatur segala unsurnya) dan tuntas (diatur semua soal yang mungkin terjadi).
4.4.2. Ter Haar
Ter Haar membuat dua perumusan yang menunjukkan perubahan pendapatnya tentang apa yang dinamakan hukum adat.
- Hukum adat lahir dan dipelihara oleh keputusan-keputusan warga masyarakat hukum adat, terutama keputusan yang berwibawa dari kepala-kepala rakyat (kepala adat) yang membantu pelaksanaan-pelaksanaan perbuatan-perbuatan hukum, atau dalam hal pertentangan kepentingan keputusan para hakim yang bertugas mengadili sengketa, sepanjang keputusan-keputusan tersebut karena kesewenangan atau kurang pengertian tidak bertentangan dengan keyakinan hukum rakyat, melainkan senafas dan seirama dengan kesadaran tersebut, diterima, diakui atau setidaknya tidak-tidaknya ditoleransi.[8]
- Hukum adat yang berlaku tersebut hanya dapat diketahui dan dilihat dalam bentuk keputusan-keputusan para fungsionaris hukum (kekuasaan tidak terbatas pada dua kekuasaan saja, eksekutif dan yudikatif) tersebut. Keputusan tersebut tidah hanya keputusan mengenai suatu sengketa yang resmi tetapi juga diluar itu didasarkan pada musyawarah (kerukunan). Keputusan ini diambil berdasarkan nilai-nilai yang hidup sesuai dengan alam rohani dan hidup kemasyarakatan anggota-anggota persekutuan tersebut.[9]
4.5. Lingkungan Hukum Adat
Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven membagi Indonesia menjadi 19 lingkungan hukum adat (rechtsringen). Satu daerah yang garis-garis besar, corak dan sifat hukum adatnya seragam disebutnya sebagai rechtskring. Setiap lingkungan hukum adat tersebut dibagi lagi dalam beberapa bagian yang disebut Kukuban Hukum (Rechtsgouw). Lingkungan hukum adat tersebut adalah sebagai berikut.
- Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, Semeuleu)
- Tanah Gayo, Alas dan Batak
- Tanah Gayo (Gayo lueus)
- Tanah Alas
- Tanah Batak (Tapanuli)
- Tapanuli Utara; Batak Pakpak (Barus), Batak karo, Batak Simelungun, Batak Toba (Samosir, Balige, Laguboti, Lumbun Julu)
- Tapanuli Selatan; Padang Lawas (Tano Sepanjang), Angkola, Mandailing (Sayurmatinggi)
- Nias (Nias Selatan)
- Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, tanah Kampar, Kerinci)
- Mentawai (Orang Pagai)
- Sumatera Selatan
- Bengkulu (Renjang)
- Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Rebang, Gedingtataan, Tulang Bawang)
- Palembang (Anak lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah, Semendo)
- Jambi (Batin dan Penghulu)
- Enggano
- Tanah Melayu (Lingga-Riau, Indragiri, Sumatera Timur, Orang Banjar)
- Bangka dan Belitung
- kalimantan (Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak, Kenya, Dayak Klemanten, Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim, Lepo Timei, Long Glatt, Dayat Maanyan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju, Dayak Ot Danum, Dayak Penyambung Punan)
- Gorontalo (Bolaang Mongondow, Boalemo)
- Tanah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi, Kaili, Tawali, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kep. Banggai)
- Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar, Makasar, Selayar, Muna)
- Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Tobelo, Kep. Sula)
- Maluku Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar, Saparua, Buru, Seram, Kep. Kei, Kep. Aru, Kisar)
- Irian
- Kep. Timor (Kepulauan Timor, Timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba, Sumba Tengah, Sumba Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima)
- Bali dan Lombok (Bali Tanganan-Pagrisingan, Kastala, Karrang Asem, Buleleng, Jembrana, Lombok, Sumbawa)
- Jawa Pusat, Jawa Timur serta Madura (Jawa Pusat, Kedu, Purworejo, Tulungagung, Jawa Timur, Surabaya, Madura)
- Daerah Kerajaan (Surakarta, Yogyakarta)
- Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banten)[10]
4.5.1. Penegak hukum adat
Penegak hukum adat adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat
disegani dan besar pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat untuk
menjaga keutuhan hidup sejahtera.
4.5.2. Aneka Hukum Adat
Hukum Adat berbeda di tiap daerah karena pengaruh
- Agama : Hindu, Budha, Islam, Kristen dan sebagainya. Misalnya : di Pulau Jawa dan Bali dipengaruhi agama Hindu, Di Aceh dipengaruhi Agama Islam, Di Ambon dan Maluku dipengaruhi agama Kristen.
- Kerajaan seperti antara lain: Sriwijaya, Airlangga, Majapahit.
- Masuknya bangsa-bangsa Arab, China, Eropa.
4.5.3. Pengakuan Adat oleh Hukum Formal
Mengenai persoalan penegak hukum adat Indonesia, ini memang sangat prinsipil
karena adat merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupkan
identitas bagi bangsa, dan identitas bagi tiap daerah. Dalam kasus sala
satu adat suku Nuaulu yang terletak di daerah Maluku
Tengah, ini butuh kajian adat yang sangat mendetail lagi, persoalan
kemudian adalah pada saat ritual adat suku tersebut, dimana proses adat
itu membutuhkan kepala manusia sebagai alat atau prangkat proses ritual adat suku Nuaulu tersebut. Dalam penjatuhan pidana oleh sala satu Hakim pada Perngadilan Negeri Masohi di Maluku Tengah, ini pada penjatuhan hukuman mati, sementara dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 tahun 2004. dalam Pasal 28
hakim harus melihat atau mempelajari kebiasaan atau adat setempat dalam
menjatuhan putusan pidana terhadap kasus yang berkaitan dengan adat
setempat.
Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan masyarakat adat maka pada tanggal 24 Juni 1999,
telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah
Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan
dan pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta
langkah-langkah penyelesaian masalah yang menyangkut tanah ulayat.
Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan
terhadap "hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum
adat" sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut
meliputi :
- Penyamaan persepsi mengenai "hak ulayat" (Pasal 1)
- Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat (Pasal 2 dan 5).
- Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4)
Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum,
dimana diakui keberadaan hukum barat, hukum agama dan hukum adat. Dalam
prakteknya (deskritif) sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat
untuk mengelola ketertiban di lingkungannya.
Di tinjau secara preskripsi (dimana hukum adat dijadikan landasan
dalam menetapkan keputusan atau peraturan perundangan), secara resmi,
diakui keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya. Beberapa contoh
terkait adalah UU dibidang agraria No.5 / 1960 yang mengakui keberadaan
hukum adat dalam kepemilikan tanah.
5. Hukuman pukulan rotan
5.1. Undang-undang mengenai pukulan rotan
Jumlah pukulan rotan terbanyak yang bisa dikenakan kepada seorang
terdakwa menurut undang-undang Malaysia ialah 24 kali pukulan rotan.
Terdapat dua jenis rotan yang digunakan:
- Rotan jenis tipis, yang digunakan untuk kasus sogok-menyogok, kesalahan korupsi, dan kriminalitas kerah putih;
- Rotan jenis tebal, yang digunakan untuk tindak kejahatan serius, umpamanya kasus perkosaan dan kejahatan seksual.
Rotan jenis tipis tidak begitu merusakkan badan, tetapi lebih
menyakitkan. Pukulan rotan dengan rotan tebal yang melebihi lima kali
bisa mengakibatkan impotensi dan mati rasa dari punggung
ke bawah, dimana hal tersebut sukar disembuhkan. Oleh karena sakitnya
pukulan rotan yang begitu dahsyat, undang-undang Malaysia telah memberi
pengecualian pada kategori-kategori di bawah terhindar dari hukuman
tersebut:
- Perempuan, karena pukulan rotan bisa mengganggu kesehatan kandungan;
- Lelaki berumur 50 tahun keatas;
- Orang yang disahkan tidak sehat oleh dokter; dan
- Orang gila
5.2. Aturan hukum pukulan rotan (Merotan)
Pada hari hukuman merotan dilaksanakan, para terhukum yang terlibat akan memperoleh pemeriksaan kesehatan.
Mereka akan berbaris dalam sebuah barisan untuk giliran masing-masing
di tempat yang mana lokasi pelaksanaan hukuman merotan tidak bisa
terlihat oleh mereka.
Pejabat Penjara Negeri Johor akan menyaksikan pelaksanaan merotan, bersama-sama dengan seorang dokter dari Rumahsakit Sultanah Aminah dan seorang pegawai penjara. Pemeriksaan teliti lalu diambil supaya hukuman merotan tidak dijatuhkan kepada orang yang salah.
Petugas penjara akan membacakan hukuman kepada terhukum, dan
memintanya mengesahkan adakah hukuman yang terbaca itu betul atau tidak.
Ia juga akan menanyakan terhukum tersebut apakah pembelaan telah dibuat. Jika belum, hukuman merotan akan ditangguhkan sehingga keputusan pembelaan dinyatakan.
Terdakwa masih dalam keadaan telanjang selepas pemeriksaan kesehatan,
kecuali sehelai penutup yang diikatkan di pinggang. Sewaktu dirotan,
tangan dan punggungnya diikat kepada suatu rangka berbentuk "A".
Kepalanya diletakkan dibawah sebatang kayu melintang supaya badannya
membungkuk.
Algojo yang melaksanakan hukuman merotan haruslah kompeten dan
disahkan melalui ujian/tes oleh pengadilan. Saat ini, mereka akan
dibayar RM10.00 (atau sekitar 26 ribu rupiah menurut kurs sekarang)
untuk setiap rotan, yang mana sebelumnya untuk tugas ini algojo dibayar
RM1.00, atau sekitar duaribu enam ratus rupiah per satu rotan).
Dalam pelaksanaan tugasnya, algojo harus diberi waktu yang cukup.
Pegawai penjara yang bertugas menghitung jumlah pukulan rotan tidak
boleh menentukan waktu untuk pukulan rotan selanjutnya. Tugasnya cuma
memastikan terhukum tidak dikenakan rotan yang melebihi atau kurang
daripada apa yang ditetapkan oleh pengadilan.
Algojo akan memulai pelaksanaan hukuman dengan memegang rotan secara
mendatar diatas kepalanya. Lokasi tempat pelaksanaan hukuman harus dalam
keadaan tenang dan sunyi. Apabila algojo telah siap, maka ia akan
melepaskan tangan kirinya dan mengayunkan rotan kearah punggung
terpidana dengan sekuatnya, seperti pemain golf
mengayunkan pemukul. Untuk mencapai akibat yang paling dahsyat, algojo
perlu memastikan bahawa ujung rotan digunakan untuk memukul terhukum.
Rotan yang direndam dengan cairan "Pemutih Clorox" untuk membunuh kuman,
juga akan meningkatkan kesakitan terhukum. Kulit punggung akan
lebam/memar bila dirotan satu kali. Dan jika pukulan rotan lebih dari
lima kali dikenakan, kulit punggung terpidana akan terkelupas robek dan
mulai berdarah.
Semua hukuman merotan harus dijalankan dalam satu kesempatan.
Sekiranya terhukum pingsan, atau dokter memerintahkan agar pelaksanaan
hukuman dihentikan karena terdakwa tidak bisa melanjutkan hukuman nya
saat itu (jika terlalu berbahaya bagi terpidana dan dapat menyebabkan
kematian), pelaksanaan hukuman rotan akan dihentikan. Sebuah permohonan
akan dibuat kemudian pada pengadilan supaya sisa hukuman rotan digantikan dengan hukuman kurungan. Biasanya, setiap rotan disamakan dengan lima atau enam bulan pengurungan.
Rotan yang sudah dipakai bisa digunakan kembali. Walaupun demikian,
tindakan pencegahan perlu diambil untuk terpidana yang mengidap HIV/AIDS. Rotan yang baru akan digunakan untuk kasus tersebut, dan selesai digunakan, rotan itu akan dibakar. Algojo juga dikehendaki memakai alat perlindungan, sarung tangan dan topeng kaca penutup mata, ditakutkan daging dan darah terpidana yang menderita HIV/AIDS akan mengenai tubuh algojo.
Selesai dirotan, terpidana akan diantarkan ke klinik penjara
untuk mendapatkan perawatan. Terhukum akan dirumahsakitkan sehingga
luka-lukanya sembuh, tergantung pada ketersediaan tempat tidur di klinik
penjara. Sementara waktu, terhukum terpaksa berbaring dengan bagian
perut menghadapi kasur, karena punggung yang telah cedera.
Dua jenis rotan: Baris depan adalah rotan jenis tebal dan baris belakang adalah rotan jenis tipis |
6. Hukum internasional
Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional.
Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan
hubungan antarnegara namun dalam perkembangan pola hubungan
internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas
sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku
organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan
multinasional dan individu.
Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antarbangsa
atau hukum antarnegara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk
menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan
antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara
menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara
anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.
Hukum Internasional merupakan keseluruhan kaedah dan asas yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara:
(i) negara dengan negara
(ii) negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.
6.1. Perbedaan dan persamaan
Hukum Internasional publik berbeda dengan Hukum Perdata
Internasional. Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan kaedah dan
asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara
atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum
yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan.
Sedangkan Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum
yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara
(hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.
Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan
yang melintasi batas negara(internasional). Perbedaannya adalah sifat
hukum atau persoalan yang diaturnya (obyeknya).
6.2. Bentuk Hukum internasional
Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola
perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region)
tertentu :
- Hukum Internasional Regional
- Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the living resources of the sea) yang mula-mula tumbuh di Benua Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum.
- Hukum Internasional Khusus
- Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan.
6.3. Hukum Internasional dan Hukum Dunia
Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat
internasional yang terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan
merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah
kekuasaan lain sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara
anggota masyarakat internasional yang sederajat.
Hukum Dunia berpangkal pada dasar pikiran lain. Dipengaruhi analogi
dengan Hukum Tata Negara (constitusional law), hukum dunia merupakan
semacam negara (federasi) dunia yang meliputi semua negara di dunia ini.
Negara dunia secara hirarki berdiri di atas negara-negara nasional.
Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan suatu tertib hukum
subordinasi.
6.4. Masyarakat dan Hukum Internasional
- Adanya masyarakat-masyarakat Internasional sebagai landasan sosiologis hukum internasional.
- Adanya suatu masyarakat Internasional. Adanya masyarakat internasional ditunjukkan adanya hubungan yang terdapat antara anggota masyarakat internasional, karena adanya kebutuhan yang disebabkan antara lain oleh pembagian kekayaan dan perkembangan industri yang tidak merata di dunia seperti adanya perniagaan atau pula hubungan di lapangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, keagamaan, sosial dan olah raga mengakibatkan timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan bersama merupakan suatu kepentingan bersama. Untuk menertibkan, mengatur dan memelihara hubungan Internasional inilah dibutuhkan hukum dunia menjamin unsur kepastian yang diperlukan dalam setiap hubungan yang teratur. Masyarakat Internasional pada hakekatnya adalah hubungan kehidupan antar manusia dan merupakan suatu kompleks kehidupan bersama yang terdiri dari aneka ragam masyarakat yang menjalin dengan erat.
- Asas hukum yang bersamaan sebagai unsur masyarakat hukum internasional. Suatu kumpulan bangsa untuk dapat benar-benar dikatakan suatu masyarakat Hukum Internasional harus ada unsur pengikat yaitu adanya asas kesamaan hukum antara bangsa-bangsa di dunia ini. Betapapun berlainan wujudnya hukum positif yang berlaku di tiap-tiap negara tanpa adanya suatu masyarakat hukum bangsa-bangsa merupakan hukum alam (naturerech) yang mengharuskan bangsa-bangsa di dunia hidup berdampingan secara damai dapat dikembalikan pada akal manusia (ratio) dan naluri untuk mempertahankan jenisnya.
- Kedaulatan Negara : Hakekat dan Fungsinya Dalam Masyarakat Internasional.
Negara dikatakan berdaulat (sovereian) karena kedaulatan merupakan
suatu sifat atau ciri hakiki negara. Negara berdaulat berarti negara itu
mempunyai kekuasaan tertentu. Negara itu tidak mengakui suatu kekuasaan
yang lebih tinggi daripada kekuasaannya sendiri dan mengandung 2 (dua)
pembatasan penting dalam dirinya:
- Kekuasaan itu berakhir dimana kekuasaan suatu negara lain mulai.
- Kekuasaan itu terbatas pada batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu.
Konsep kedaulatan, kemerdekaan dan kesamaan derajat tidak
bertentangan satu dengan lain bahkan merupakan perwujudan dan
pelaksanaan pengertian kedaulatan dalam arti wajar dan sebagai syarat
mutlak bagi terciptanya suatu masyarakat Internasional yang teratur.
- Masyarakat Internasional dalam peralihan: perubahan-perubahan dalam peta bumi politik, kemajuan teknologi dan struktur masyarakat internasional.
Masyarakat Internasional mengalami berbagai perubahan yang besar dan
pokok ialah perbaikan peta bumi politik yang terjadi terutama setelah Perang Dunia II.
Proses ini sudah dimulai pada permulaan abad XX mengubah pola kekuasaan
politik di dunia. Timbulnya negara-negara baru yang merdeka, berdaulat
dan sama derajatnya satu dengan yang lain terutama sesudah Perang Dunia
- Perubahan Kedua ialah kemajuan teknologi.
Kemajuan teknologi berbagai alat perhubungan menambah mudahnya perhubungan yang melintasi batas negara.
Perkembangan golongan ialah timbulnya berbagai organisasi atau
lembaga internasional yang mempunyai eksistensi terlepas dari
negara-negara dan adanya perkembangan yang memberikan kompetensi hukum
kepada para individu. Kedua gejala ini menunjukkan bahwa disamping mulai
terlaksananya suatu masyarakat internasional dalam arti yang benar dan
efektif berdasarkan asas kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat
antar negara sehingga dengan demikian terjelma Hukum Internasional
sebagai hukum koordinasi, timbul suatu komplek kaedah yang lebih
memperlihatkan ciri-ciri hukum subordinasi.
6.5. Sejarah dan Perkembangannya
Hukum Internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur
hubungan antara negara-negara, lahir dengan kelahiran masyarakat
Internasional yang didasarkan atas negara-negara nasional. Sebagai titik
saat lahirnya negara-negara nasional yang modern biasanya diambil saat
ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian Westphalia yang mengakhiri
Perang Tiga Puluh Tahun di Eropa.
Zaman dahulu kala sudah terdapat ketentuan yang mengatur, hubungan antara raja-raja atau bangsa-bangsa:
Dalam lingkungan kebudayaan India
Kuno telah terdapat kaedah dan lembaga hukum yang mengatur hubungan
antar kasta, suku-suku bangsa dan raja-raja yang diatur oleh adat
kebiasaan. Menurut Bannerjce, adat kebiasaan yang mengatur hubungan
antara raja-raja dinamakan Desa Dharma. Pujangga yang terkenal pada saat
itu Kautilya atau Chanakya.Penulis buku Artha Sastra Gautamasutra salah
satu karya abad VI SM di bidang hukum.
6.5.1. Kebudayaan Yahudi
Dalam hukum kuno mereka antara lain Kitab Perjanjian Lama, mengenal
ketentuan mengenai perjanjian, diperlakukan terhadap orang asing dan
cara melakukan perang.Dalam hukum perang masih dibedakan (dalam hukum
perang Yahudi ini) perlakuan terhadap mereka yang dianggap musuh
bebuyutan, sehingga diperbolehkan diadakan penyimpangan ketentuan
perang.
Lingkungan kebudayaan Yunani.Hidup dalam negara-negara kita.Menurut
hukum negara kota penduduk digolongkan dalam 2 golongan yaitu orang
Yunani dan orang luar yang dianggap sebagai orang biadab (barbar).
Masyarakat Yunani sudah mengenal ketentuan mengenai perwasitan
(arbitration) dan diplomasi yang tinggi tingkat perkembangannya.
Sumbangan yang berharga untuk Hukum Internasional waktu itu ialah
konsep hukum alam yaitu hukum yang berlaku secara mutlak dimanapun juga
dan yang berasal dari rasion atau akal manusia.
Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antara
kerajaan-kerajaan tidak mengalami perkembangan yang pesat pada zaman
Romawi. Karena masyarakat dunia merupakan satu imperium yaitu imperium
roma yang menguasai seluruh wilayah dalam lingkungan kebudayaan Romawi.
Sehingga tidak ada tempat bagi kerajaan-kerajaan yang terpisah dan
dengan sendirinya tidak ada pula tempat bagi hukum bangsa-bangsa yang
mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan. Hukum Romawi telah
menyumbangkan banyak sekali asas atau konsep yang kemudian diterima
dalam hukum Internasional ialah konsep seperti occupatio servitut dan
bona fides. Juga asas “pacta sunt servanda” merupakan warisan kebudayaan
Romawi yang berharga.
6.5.2. Abad pertengahan
Selama abad pertengahan dunia Barat dikuasai oleh satu sistem feodal
yang berpuncak pada kaisar sedangkan kehidupan gereja berpuncak pada
Paus sebagai Kepala Gereja Katolik Roma. Masyarakat Eropa waktu itu
merupakan satu masyarakat Kristen yang terdiri dari beberapa negara yang
berdaulat dan Tahta Suci, kemudian sebagai pewaris kebudayaan Romawi
dan Yunani.
Di samping masyarakat Eropa Barat, pada waktu itu terdapat 2
masyarakat besar lain yang termasuk lingkungan kebudayaan yang
berlaianan yaitu Kekaisaran Byzantium dan Dunia Islam. Kekaisaran
Byzantium sedang menurun mempraktikan diplomasi untuk mempertahankan
supremasinya. Oleh karenanya praktik Diplomasi sebagai sumbangan yang
terpenting dalam perkembangan Hukum Internasional dan Dunia Islam
terletak di bidang Hukum Perang.
6.5.2.1. Perjanjian Westphalia
Perjanjian Damai Westphalia terdiri dari dua perjanjian yang
ditandatangani di dua kota di wilayah Westphalia, yaitu di Osnabrück (15
Mei 1648) dan di Münster (24 Oktober 1648). Kedua perjanjian ini
mengakhiri Perang 30 Tahun (1618-1648) yang berlangsung di Kekaisaran
Suci Romawi dan Perang 80 Tahun (1568-1648) antara Spanyol dan Belanda.
Perdamaian Westphalia dianggap sebagai peristiwa penting dalam
sejarah Hukum Internasional modern, bahkan dianggap sebagai suatu
peristiwa Hukum Internasional modern yang didasarkan atas negara-negara
nasional. Sebabnya adalah :
- Selain mengakhiri perang 30 tahun, Perjanjian Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang telah terjadi karena perang itu di Eropa .
- Perjanjian perdamaian mengakhiri untuk selama-lamanya usaha Kaisar Romawi yang suci.
- Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional negara itu masing-masing.
- Kemerdekaan negara Belanda, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman diakui dalam Perjanjian Westphalia.
Perjanjian Westphalia meletakkan dasar bagi susunan masyarakat
Internasional yang baru, baik mengenai bentuknya yaitu didasarkan atas
negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas kerajaan-kerajaan)
maupun mengenai hakekat negara itu dan pemerintahannya yakni pemisahan
kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja.
Dasar-dasar yang diletakkan dalam Perjanjian Westphalia diperteguh
dalam Perjanjian Utrech yang penting artinya dilihat dari sudut politik
Internasional, karena menerima asas keseimbangan kekuatan sebagai asas
politik internasional.
6.5.2.2. Ciri-ciri masyarakat Internasional
- Negara merupakan satuan teritorial yang berdaulat.
- Hubungan nasional yang satu dengan yang lainnya didasarkan atas kemerdekaan dan persamaan derajat.
- Masyarakat negara-negara tidak mengakui kekuasaan di atas mereka seperti seorang kaisar pada zaman abad pertengahan dan Paus sebagai Kepala Gereja.
- Hubungan antara negara-negara berdasarkan atas hukum yang banyak mengambil alih pengertian lembaga Hukum Perdata, Hukum Romawi.
- Negara mengakui adanya Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antar negara tetapi menekankan peranan yang besar yang dimainkan negara dalam kepatuhan terhadap hukum ini.
- Tidak adanya Mahkamah (Internasional) dan kekuatan polisi internasional untuk memaksakan ditaatinya ketentuan hukum Internasional.
- Anggapan terhadap perang yang dengan lunturnya segi-segi keagamaan beralih dari anggapan mengenai doktrin bellum justum (ajaran perang suci) kearah ajaran yang menganggap perang sebagai salah satu cara penggunaan kekerasan.
6.6. Tokoh Hukum Internasional
- Hugo Grotius mendasarkan sistem hukum Internasional atas berlakunya hukum alam. Hukum alam telah dilepaskan dari pengaruh keagamaan dan kegerejaan. Banyak didasarkan atas praktik negara dan perjanjian negara sebagai sumber Hukum Internasional disamping hukum alam yang diilhami oleh akal manusia, sehingga disebut Bapak Hukum Internasional.
- Fransisco Vittoria (biarawan Dominikan – berkebangsaan Spanyol Abad XIV menulis buku Relectio de Indis mengenai hubungan Spanyol dan Portugis dengan orang Indian di AS. Bahwa negara dalam tingkah lakunya tidak bisa bertindak sekehendak hatinya. Maka hukum bangsa-bangsa ia namakan ius intergentes.
- Fransisco Suarez (Yesuit) menulis De legibius ae Deo legislatore (on laws and God as legislator) mengemukakan adanya suatu hukum atau kaedah obyektif yang harus dituruti oleh negara-negara dalam hubungan antara mereka.
- Balthazer Ayala (1548-1584) dan Alberico Gentilis mendasarkan ajaran mereka atas falsafah keagamaan atau tidak ada pemisahan antara hukum, etika dan teologi.
Rujukan
- Pasal 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964
- Prof. Dr. Mohammad Koesnoe, S.H. Hukum Adat Sebagai Suatu Model Hukum
- Syekh Jalaluddin bin Syekh Muhammad Kamaluddin Tursani. Safinatul Hukaam Fi Tahlisil Khasam (Bahtera Segala Hakim dalam Menyelesaikan Segala Orang Berkesumat/Bersengketa)
- H. Noor Ipansyah Jastan, S.H. dan Indah Ramadhansyah. Hukum Adat. Hal. 15.
- Syekh Jalaluddin. Safinatul Hukam fi Tahlisil Khasam
- Ter Haar. Peradilan Lanraad berdasarkan Hukum Tak Tertulis. Dalam pidato Dies Natalies. 1930.
- Ter Haar. Hukum Adat Hindia Belanda didalam Ilmu, praktek dan pengajaran Hukum Adat itu dengan mengabaikan bagian-bagiannya yang tertulis dan keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan fungsionaris hukum yang mempunyai wibawa serta pengaruh dan dalam pelaksanaannya berlaku serta merta dan dipatuhi sepenuh hati. Dalam orasi. 1937.
- H. Noor Ipansyah Jastan, S.H. dan Indah Ramadhansyah. Hukum Adat. Hal. 76-78. (disadur dari Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven)
Daftar Pustaka
- Pengantar Hukum Adat Indonesia Edisi II, TARSITO, Bandung.
- Hilman H, 1992, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju,Bandung.
- Mahadi, 1991, Uraian Singkat Tentang Hukum Adat, Alumni, Bandung.
- Moh. Koesnoe, 1979, Catatan-Catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini, Airlangga University Press.
- Seminar Hukum Nasional VII, Jakarta, 12 s/d 15 Oktober 1999. Djaren Saragih, 1984
- Soerjo W, 1984, Pengantardan Asas-asas Hukum Adat, P.T. Gunung Agung.
- Soemardi Dedi, SH. Pengantar Hukum Indonesia, IND-HILL-CO Jakarta.
- Soekamto Soerjono, Prof, SH, MA, Purbocaroko Purnadi, Perihal Kaedah Hukum, Citra Aditya Bakti PT, Bandung 1993
- Djamali Abdoel R, SH, Pengantar hukum Indonesia, Raja Grafindo Persada PT, Jakarta 1993.
- Tim Dosen UI, Buku A Pengantar hukum Indonesia
Pranala luar
- (Indonesia) Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (Depkehham) Republik Indonesia
- (Indonesia) Kejaksaan Agung Republik Indonesia
- (Indonesia) Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia)
- (Indonesia) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)
- (Indonesia) Produk Perundang-Undangan Republik Indonesia (di situs www.ri.go.id)
- Video clips of judicial caning in Malaysia (warning - very graphic)
- Video clips of schoolboy caning in Singapore
- Corporal punishment in British schools at World Corporal Punishment Research.
Ar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar