Agama Hindu (Bahasa Sanskerta: Sanātana Dharma सनातन धर्म "Kebenaran Abadi" [1]), dan Vaidika-Dharma ("Pengetahuan Kebenaran") adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua India. Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme) yang merupakan kepercayaan bangsa Indo-Iran (Arya).
Agama ini diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM dan
merupakan agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini.[2][3] Agama ini merupakan agama ketiga terbesar di dunia setelah agama Kristen dan Islam dengan jumlah umat sebanyak hampir 1 miliar jiwa.[4]
Penganut agama Hindu sebagian besar terdapat di anak benua India. Di sini terdapat sekitar 90% penganut agama ini. Agama ini pernah tersebar di Asia Tenggara sampai kira-kira abad ke-15, lebih tepatnya pada masa keruntuhan Majapahit.
Mulai saat itu agama ini digantikan oleh agama Islam dan juga Kristen.
Pada masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di Indonesia adalah
masyarakat Bali, selain itu juga yang tersebar di pulau Jawa,Lombok, Kalimantan (Suku Dayak Kaharingan), Sulawesi (Toraja dan Bugis - Sidrap).
1. Etimologi
Dalam bahasa Persia, kata Hindu berakar dari kata Sindhu (Bahasa Sanskerta). [5] Dalam Reg Weda, bangsa Arya menyebut wilayah mereka sebagai Sapta Sindhu (wilayah dengan tujuh sungai di barat daya anak benua India, yang salah satu sungai tersebut bernama sungai Indus). Hal ini mendekati dengan kata Hapta-Hendu yang termuat dalam Zend Avesta (Vendidad: Fargard 1.18) — sastra suci dari kaum Zoroaster di Iran. Pada awalnya kata Hindu merujuk pada masyarakat yang hidup di wilayah sungai Sindhu.
Hindu sendiri sebenarnya baru terbentuk setelah Masehi ketika beberapa
kitab dari Weda digenapi oleh para brahmana. Pada zaman munculnya agama
Buddha, agama Hindu sama sekali belum muncul semuanya masih mengenal
sebagai ajaran Weda.[rujukan?]
2. Keyakinan dalam Hindu
Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran politeisme karena memuja banyak Dewa, namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam agama Hindu, Dewa bukanlah Tuhan tersendiri. Menurut umat Hindu, Tuhan itu Maha Esa tiada duanya. Dalam salah satu ajaran filsafat Hindu, Adwaita Wedanta menegaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari segala yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya kepada manusia dalam beragam bentuk.
Dalam Agama Hindu ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut dengan Pancasradha. Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat Hindu. Kelima keyakinan tersebut, yakni:
- Widhi Tattwa - percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya
- Atma Tattwa - percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk
- Karmaphala Tattwa - percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam setiap perbuatan
- Punarbhava Tattwa - percaya dengan adanya proses kelahiran kembali (reinkarnasi)
- Moksa Tattwa - percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan akhir manusia
2.1. Widhi Tattwa
Widhi Tattwa merupakan konsep kepercayaan terdapat Tuhan yang Maha Esa dalam pandangan Hinduisme. Agama Hindu yang berlandaskan Dharma menekankan ajarannya kepada umatnya agar meyakini dan mengakui keberadaan Tuhan yang Maha Esa. Dalam filsafat Adwaita Wedanta dan dalam kitab Weda, Tuhan diyakini hanya satu namun orang bijaksana menyebutnya dengan berbagai nama. Dalam agama Hindu, Tuhan disebut Brahman. Filsafat tersebut tidak mengakui bahwa dewa-dewi merupakan Tuhan tersendiri atau makhluk yang menyaingi derajat Tuhan[6].
2.2. Atma Tattwa
Atma tattwa merupakan kepercayaan bahwa terdapat jiwa
dalam setiap makhluk hidup. Dalam ajaran Hinduisme, jiwa yang terdapat
dalam makhluk hidup merupakan percikan yang berasal dari Tuhan dan
disebut Atman.
Jivatma bersifat abadi, namun karena terpengaruh oleh badan manusia
yang bersifat maya, maka Jiwatma tidak mengetahui asalnya yang
sesungguhnya. Keadaan itu disebut Awidya. Hal tersebut mengakibatkan Jiwatma mengalami proses reinkarnasi berulang-ulang. Namun proses reinkarnasi tersebut dapat diakhiri apabila Jivatma mencapai moksa[7].
2.3. Karmaphala
Agama Hindu mengenal hukum sebab-akibat yang disebut Karmaphala (karma = perbuatan; phala
= buah/hasil) yang menjadi salah satu keyakinan dasar. Dalam ajaran
Karmaphala, setiap perbuatan manusia pasti membuahkan hasil, baik atau
buruk. Ajaran Karmaphala sangat erat kaitannya dengan keyakinan tentang reinkarnasi,
karena dalam ajaran Karmaphala, keadaan manusia (baik suka maupun duka)
disebabkan karena hasil perbuatan manusia itu sendiri, baik yang ia
lakukan pada saat ia menjalani hidup maupun apa yang ia lakukan pada
saat ia menjalani kehidupan sebelumnya. Dalam ajaran tersebut, bisa
dikatakan manusia menentukan nasib yang akan ia jalani sementara Tuhan yang menentukan kapan hasilnya diberikan (baik semasa hidup maupun setelah reinkarnasi)[8].
2.4. Punarbhawa
Punarbhawa merupakan keyakinan bahwa manusia mengalami reinkarnasi.
Dalam ajaran Punarbhawa, reinkarnasi terjadi karena jiwa harus
menanggung hasil perbuatan pada kehidupannya yang terdahulu. Apabila
manusia tidak sempat menikmati hasil perbuatannya seumur hidup, maka
mereka diberi kesempatan untuk menikmatinya pada kehidupan selanjutnya.
Maka dari itu, munculah proses reinkarnasi yang bertujuan agar jiwa
dapat menikmati hasil perbuatannya (baik atau buruk) yang belum sempat
dinikmati. Proses reinkarnasi diakhiri apabila seseorang mencapai
kesadaran tertinggi (moksa).
2.5. Moksa
Dalam keyakinan umat Hindu, Moksa merupakan suatu keadaan di mana
jiwa merasa sangat tenang dan menikmati kebahagiaan yang sesungguhnya
karena tidak terikat lagi oleh berbagai macam nafsu maupun benda
material. Pada saat mencapai keadaan Moksa, jiwa terlepas dari siklus
reinkarnasi sehingga jiwa tidak bisa lagi menikmati suka-duka di dunia.
Oleh karena itu, Moksa menjadi tujuan akhir yang ingin dicapai oleh umat
Hindu.
3. Konsep ketuhanan
Agama Hindu merupakan agama tertua di dunia dan rentang sejarahnya
yang panjang menunjukkan bahwa agama Hindu telah melewati segala paham
ketuhanan yang pernah ada di dunia.[9] Menurut penelitian yang dilakukan oleh para sarjana, dalam tubuh Agama Hindu terdapat beberapa konsep ketuhanan, antara lain henoteisme, panteisme, monisme, monoteisme, politeisme, dan bahkan ateisme. Konsep ketuhanan yang paling banyak dipakai adalah monoteisme (terutama dalam Weda, Agama Hindu Dharma dan Adwaita Wedanta),
sedangkan konsep lainnya (ateisme, panteisme, henoteisme, monisme,
politeisme) kurang diketahui. Sebenarnya konsep ketuhanan yang jamak
tidak diakui oleh umat Hindu pada umumnya karena berdasarkan pengamatan
para sarjana yang meneliti agama Hindu tidak secara menyeluruh.
3.1. Monoteisme
Dalam agama Hindu pada umumnya, konsep yang dipakai adalah monoteisme. Konsep tersebut dikenal sebagai filsafat Adwaita Wedanta yang berarti "tak ada duanya". Selayaknya konsep ketuhanan dalam agama monoteistik lainnya, Adwaita Wedanta menganggap bahwa Tuhan merupakan pusat segala kehidupan di alam semesta, dan dalam agama Hindu, Tuhan dikenal dengan sebutan Brahman.
Dalam keyakinan umat Hindu, Brahman
merupakan sesuatu yang tidak berawal namun juga tidak berakhir. Brahman
merupakan pencipta sekaligus pelebur alam semesta. Brahman berada di
mana-mana dan mengisi seluruh alam semesta. Brahman merupakan asal mula
dari segala sesuatu yang ada di dunia. Segala sesuatu yang ada di alam
semesta tunduk kepada Brahman tanpa kecuali. Dalam konsep tersebut,
posisi para dewa disetarakan dengan malaikat dan enggan untuk dipuja sebagai Tuhan tersendiri, melainkan dipuji atas jasa-jasanya sebagai perantara Tuhan kepada umatnya.
Filsafat Adwaita Wedanta
menganggap tidak ada yang setara dengan Brahman, Sang pencipta alam
semesta. Dalam keyakinan umat Hindu, Brahman hanya ada satu, tidak ada
duanya, namun orang-orang bijaksana menyebutnya dengan berbagai nama
sesuai dengan sifatnya yang maha kuasa. Nama-nama kebesaran Tuhan
kemudian diwujudkan ke dalam beragam bentuk Dewa-Dewi, seperti misalnya:
Wisnu, Brahma, Siwa, Laksmi, Parwati, Saraswati, dan lain-lain. Dalam Agama Hindu Dharma (khususnya di Bali), konsep Ida Sang Hyang Widhi Wasa merupakan suatu bentuk monoteisme asli orang Bali.
3.2. Panteisme
Dalam salah satu Kitab Hindu yakni Upanishad, konsep yang ditekankan adalah panteisme. Konsep tersebut menyatakan bahwa Tuhan
tidak memiliki wujud tertentu maupun tempat tinggal tertentu, melainkan
Tuhan berada dan menyatu pada setiap ciptaannya, dan terdapat dalam
setiap benda apapun[10], ibarat garam pada air laut. Dalam agama Hindu, konsep panteisme disebut dengan istilah Wyapi Wyapaka. Kitab Upanishad dari Agama Hindu mengatakan bahwa Tuhan memenuhi alam semesta tanpa wujud tertentu, beliau tidak berada di surga ataupun di dunia tertinggi namun berada pada setiap ciptaannya.
3.3. Ateisme
Agama Hindu diduga memiliki konsep ateisme (terdapat dalam ajaran Samkhya) yang dianggap positif oleh para teolog/sarjana dari Barat. Samkhya merupakan ajaran filsafat tertua dalam agama Hindu yang diduga menngandung sifat ateisme. Filsafat Samkhya dianggap tidak pernah membicarakan Tuhan dan terciptanya dunia beserta isinya bukan karena Tuhan, melainkan karena pertemuan Purusha dan Prakirti, asal mula segala sesuatu yang tidak berasal dan segala penyebab namun tidak memiliki penyebab[11]. Oleh karena itu menurut filsafat Samkhya, Tuhan tidak pernah campur tangan. Ajaran filsafat ateisme dalam Hindu tersebut tidak ditemui dalam pelaksanaan Agama Hindu Dharma di Indonesia, namun ajaran filsafat tersebut (Samkhya) merupakan ajaran filsafat tertua di India. Ajaran ateisme dianggap sebagai salah satu sekte oleh umat Hindu Dharma dan tidak pernah diajarkan di Indonesia.
3.4. Konsep lainnya
Di samping mengenal konsep monoteisme, panteisme, dan ateisme yang terkenal, para sarjana mengungkapkan bahwa terdapat konsep henoteisme, politeisme, dan monisme
dalam ajaran agama Hindu yang luas. Ditinjau dari berbagai istilah itu,
agama Hindu paling banyak menjadi objek penelitian yang hasilnya tidak
menggambarkan kesatuan pendapat para Indolog sebagai akibat berbedanya
sumber informasi. Agama Hindu pada umumnya hanya mengakui sebuah konsep
saja, yakni monoteisme.
Menurut pakar agama Hindu, konsep ketuhanan yang banyak terdapat dalam
agama Hindu hanyalah akibat dari sebuah pengamatan yang sama dari para
sarjana dan tidak melihat tubuh agama Hindu secara menyeluruh[12]. Seperti misalnya, agama Hindu dianggap memiliki konsep politeisme namun konsep politeisme sangat tidak dianjurkan dalam Agama Hindu Dharma dan bertentangan dengan ajaran dalam Weda.
Meskipun banyak pandangan dan konsep Ketuhanan yang diamati dalam
Hindu, dan dengan cara pelaksanaan yang berbeda-beda sebagaimana yang
diajarkan dalam Catur Yoga, yaitu empat jalan untuk mencapai Tuhan, maka
semuanya diperbolehkan. Mereka berpegang teguh kepada sloka yang
mengatakan:
“ | Jalan mana pun yang ditempuh manusia kepada-Ku, semuanya Aku terima dan Aku beri anugerah setimpal sesuai dengan penyerahan diri mereka. Semua orang mencariku dengan berbagai jalan, wahai putera Partha (Arjuna)[13] | ” |
4. Pustaka suci
Ajaran agama dalam Hindu didasarkan pada kitab suci atau susastra suci
keagamaan yang disusun dalam masa yang amat panjang dan berabad-abad,
yang mana di dalamnya memuat nilai-nilai spiritual keagamaan berikut
dengan tuntunan dalam kehidupan di jalan dharma. Di antara susastra suci
tersebut, Weda merupakan yang paling tua dan lengkap, yang diikuti dengan Upanishad sebagai susastra dasar yang sangat penting dalam mempelajari filsafat Hindu. Sastra lainnya yang menjadi landasan penting dalam ajaran Hindu adalah Tantra, Agama dan Purana serta kedua Itihasa (epos), yaitu Ramayana dan Mahabharata. Bhagawadgita
adalah ajaran yang dimuat dalam Mahabharata, merupakan susastra yang
dipelajari secara luas, yang sering disebut sebagai ringkasan dari Weda.
Hindu meliputi banyak aspek keagamaan, tradisi, tuntunan hidup, serta aliran/sekte. Umat Hindu meyakini akan kekuasaan Yang Maha Esa, yang disebut dengan Brahman dan memuja Brahma, Wisnu atau Siwa sebagai perwujudan Brahman dalam menjalankan fungsi sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur alam semesta.
Secara umum, pustaka suci Hindu dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kitab Sruti dan kelompok kitab Smerti.
- Sruti berarti "yang didengar" atau wahyu. Yang tergolong kitab Sruti adalah kitab-kitab yang ditulis berdasarkan wahyu Tuhan, seperti misalnya Weda, Upanishad, dan Bhagawadgita. Dalam perkembangannya, Weda dan Upanishad terbagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil, seperti misalnya Regweda dan Isopanishad. Kitab Weda berjumlah empat bagian sedangkan kitab Upanishad berjumlah sekitar 108 buah.
- Smerti berarti "yang diingat" atau tradisi. Yang tergolong kitab Smerti adalah kitab-kitab yang tidak memuat wahyu Tuhan, melainkan kitab yang ditulis berdasarkan pemikiran dan renungan manusia, seperti misalnya kitab tentang ilmu astronomi, ekonomi, politik, kepemimpinan, tata negara, hukum, sosiologi, dan sebagainya. Kitab-kitab smerti merupakan penjabaran moral yang terdapat dalam kitab Sruti.
4.1. Weda
Weda merupakan kitab suci yang menjadi sumber segala ajaran agama
Hindu. Weda merupakan kitab suci tertua di dunia karena umurnya setua
umur agama Hindu. Weda berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu dari kata vid
yang berarti "tahu". Kata Weda berarti "pengetahuan". Para Maha Rsi
yang menerima wahyu Weda jumlahnya sangat banyak, namun yang terkenal
hanya tujuh saja yang disebut Saptaresi. Ketujuh Maha Rsi tersebut yakni:
- Resi Gritsamada
- Resi Wasista
- Resi Atri
- Resi Wiswamitra
- Resi Wamadewa
- Resi Bharadwaja
- Resi Kanwa
Ayat-ayat yang diturunkan oleh Tuhan kepada para Maha Rsi tersebut tidak terjadi pada suatu zaman yang sama dan tidak diturunkan di wilayah yang sama. Resi
yang menerima wahyu juga tidak hidup pada masa yang sama dan tidak
berada di wilayah yang sama dengan resi lainnya, sehingga ribuan
ayat-ayat tersebut tersebar di seluruh wilayah India
dari zaman ke zaman, tidak pada suatu zaman saja. Agar ayat-ayat
tersebut dapat dipelajari oleh generasi seterusnya, maka disusunlah
ayat-ayat tersebut secara sistematis ke dalam sebuah buku. Usaha
penyusunan ayat-ayat tersebut dilakukan oleh Bagawan Byasa atau Krishna Dwaipayana Wyasa dengan dibantu oleh empat muridnya, yaitu: Bagawan Pulaha, Bagawan Jaimini, Bagawan Wesampayana, dan Bagawan Sumantu.
Setelah penyusunan dilakukan, ayat-ayat tersebut dikumpulkan ke dalam
sebuah kitab yang kemudian disebut Weda. Sesuai dengan isinya, Weda
terbagi menjadi empat, yaitu:
- Regweda Samhita
- Ayurweda Samhita
- Samaweda Samhita
- Atharwaweda Samhita
Keempat kitab tersebut disebut "Caturweda Samhita". Selain keempat
Weda tersebut, Bhagawadgita yang merupakan intisari ajaran Weda disebut
sebagai "Weda yang kelima".
4.2. Bhagawadgita
Bhagawadgita merupakan suatu bagian dari kitab Bhismaparwa, yakni kitab keenam dari seri Astadasaparwa kitab Mahabharata, yang berisi percakapan antara Sri Kresna dengan Arjuna menjelang Bharatayuddha terjadi. Diceritakan bahwa Arjuna dilanda perasaan takut akan kemusnahan Dinasti Kuru
jika Bharatayuddha terjadi. Arjuna juga merasa lemah dan tidak tega
untuk membunuh saudara dan kerabatnya sendiri di medan perang. Dilanda
oleh pergolakan batin antara mana yang benar dan mana yang salah, Arjuna
bertanya kepada Kresna yang mengetahui dengan baik segala ajaran agama.
Kresna yang memilih menjadi kusir kereta Arjuna menjelaskan dengan panjang lebar ajaran-ajaran ketuhanan dan kewajiban seorang kesatria
agar dapat membedakan antara yang baik dengan yang salah. Ajaran
tersebut kemudian dirangkum menjadi sebuah kitab filsafat yang sangat
terkenal yang bernama Bhagawadgita.
Bhagawadgita terdiri dari delapan belas bab dan berisi ± 650 sloka. Setiap bab menguraikan jawaban-jawaban yang diajukan oleh Arjuna kepada Kresna. Jawaban-jawaban tersebut merupakan wejangan suci sekaligus pokok-pokok ajaran Weda.
4.3. Purana
Purana adalah bagian dari kesusastraan Hindu yang memuat mitologi, legenda,
dan kisah-kisah zaman dulu. Kata Purana berarti "sejarah kuno" atau
"cerita kuno". Penulisan kitab-kitab Purana diperkirakan dimulai sekitar
tahun 500 SM. Terdapat delapan belas kitab Purana yang disebut
Mahapurana. Adapun kedelapan belas kitab tersebut yakni:
|
|
4.4. Itihasa
Itihasa adalah suatu bagian dari kesusastraan Hindu yang menceritakan kisah kepahlawanan para raja dan kesatria Hindu di masa lampau dan dikombinasikan dengan filsafat agama, mitologi, dan cerita tentang makhluk supranatural, yang merupakan manifestasi kekuatan Brahman. Kitab Itihasa disusun oleh para Resi dan pujangga India masa lampau, seperti misalnya Resi Walmiki dan Resi Byasa. Itihasa yang terkenal ada dua, yaitu Ramayana dan Mahabharata.
4.5. Kitab lainnya
Selain kitab Weda, Bhagawadgita, Upanishad, Purana dan Itihasa, agama Hindu mengenal berbagai kitab lainnya seperti misalnya: Tantra, Jyotisha, Darsana, Salwasutra, Nitisastra, Kalpa, Chanda, dan lain-lain. Kebanyakan kitab tersebut tergolong ke dalam kitab Smerti karena memuat ajaran astronomi, ilmu hukum, ilmu tata negara, ilmu sosial, ilmu kepemimpinan, ilmu bangunan dan pertukangan, dan lain-lain.
Kitab Tantra memuat tentang cara pemujaan masing-masing sekte dalam agama Hindu. Kitab Tantra juga mengatur tentang pembangunan tempat suci Hindu dan peletakkan arca. Kitab Nitisastra memuat ajaran kepemimpinan dan pedoman untuk menjadi seorang pemimpin yang baik. Kitab Jyotisha merupakan kitab yang memuat ajaran sistem astronomi
tradisional Hindu. Kitab Jyotisha berisi pedoman tentang benda langit
dan peredarannya. Kitab Jyotisha digunakan untuk meramal dan
memperkirakan datangnya suatu musim.
5. Karakteristik
Dalam agama Hindu, seorang umat berkontemplasi tentang misteri Brahman dan mengungkapkannya melalui mitos
yang jumlahnya tidak habis-habisnya dan melalui penyelidikan filosofis.
Mereka mencari kemerdekaan dari penderitaan manusia melalui
praktik-praktik askese atau meditasi yang mendalam, atau dengan mendekatkan diri kepada Tuhan melalui cinta kasih, bakti dan percaya (Sradha).
Umat Hindu juga menyebut agamanya sebagai Sanatana Dharma yang artinya Dharma (Ahimsa) yang kekal abadi.
Menurut kepercayaan para penganutnya, ajaran Hindu langsung diajarkan
oleh Tuhan sendiri, yang turun atau menjelma ke dunia yang disebut Awatara. Misalnya Kresna, adalah penjelmaan Tuhan ke dunia pada zaman Dwaparayuga, sekitar puluhan ribu tahun yang lalu[14]. Ajaran Kresna atau Tuhan sendiri yang termuat dalam kitab Bhagawadgita,
adalah kitab suci Hindu yang utama. Bagi Hindu, siapapun berhak dan
memiliki kemampuan untuk menerima ajaran suci atau wahyu dari Tuhan
asalkan dia telah mencapai kesadaran atau pencerahan. Oleh sebab itu
dalam agama Hindu wahyu Tuhan bukan hanya terbatas pada suatu zaman atau
untuk seseorang saja. Bahwa wahyu Tuhan yang diturunkan dari waktu ke
waktu pada hakekatnya adalah sama, yaitu tentang kebenaran, kasih
sayang, kedamaian, tentang kebahagiaan yang kekal abadi, tentang hakekat
akan diri manusia yang sebenarnya dan tentang dari mana manusia lahir
dan mau ke mana manusia akan pergi, atau apa tujuan yang sebenarnya
manusia hidup ke dunia.
6. Enam filsafat Hindu
Terdapat dua kelompok filsafat India, yaitu Astika dan Nastika.
Nastika merupakan kelompok aliran yang tidak mengakui kitab Weda,
sedangkan kelompok Astika sebaliknya. Dalam Astika, terdapat enam macam
aliran filsafat. Keenam aliran filsafat tersebut yaitu: Nyaya, Waisasika, Samkhya, Yoga, Mimamsa, dan Wedanta.
Ajaran filsafat keenam aliran tersebut dikenal sebagai Filsafat Hindu.
Kelompok Nastika umumnya kelompok yang lahir ketika Hindu masih
berbentuk ajaran Weda dan kitab Weda belum tergenapi. Hindu baru muncul
selah adanya kelompok Astika. Kedua kelompok tersebut antara Astika dan
Nastika merupakan kelompok yang sangat berbeda (Nastika bukanlah Hindu).[rujukan?]
Terdapat enam Astika (filsafat Hindu) — institusi pendidikan filsafat ortodok yang memandang Weda sebagai dasar kemutlakan dalam pengajaran filsafat Hindu — yaitu: Nyāya, Vaisheṣhika, Sāṃkhya, Yoga, Mīmāṃsā (juga disebut dengan Pūrva Mīmāṃsā), dan Vedānta (juga disebut dengan Uttara Mīmāṃsā) ke-enam sampradaya ini dikenal dengan istilah Sad Astika Darshana atau Sad Darshana. Diluar keenam Astika diatas, terdapat juga Nastika, pandangan Heterodok yang tidak mengakui otoritas dari Weda, yaitu: Buddha, Jaina dan Carvaka.
Meski demikian, ajaran filsafat ini biasanya dipelajari secara formal
oleh para pakar, pengaruh dari masing-masing Astika ini dapat dilihat
dari sastra-sastra Hindu dan keyakinan yang dipegang oleh pemeluknya
dalam kehidupan sehari-hari.
7. Konsep Hindu
Hindu memiliki beragam konsep keagamaan yang diterapkan sehari-hari. Konsep-konsep tersebut meliputi pelaksanaan yajña, sistem Catur Warna (kasta), pemujaan terhadap Dewa-Dewi, Trihitakarana, dan lain-lain.
7.1. Dewa-Dewi Hindu
Dalam ajaran agama Hindu, Dewa adalah makhluk suci, makhluk supernatural, penghuni surga, setara dengan malaikat, dan merupakan manifestasi dari Tuhan
Yang Maha Esa. Kata “dewa” berasal dari kata “div” yang berarti
“beResinar”. Dalam kitab suci Reg Weda, Weda yang pertama, disebutkan
adanya 33 Dewa, yang mana ketiga puluh tiga Dewa tersebut merupakan
manifestasi dari kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Di antara Dewa-Dewi
dalam agama Hindu, yang paling terkenal sebagai suatu konsep adalah: Brahmā, Wisnu, Çiwa. Mereka disebut Trimurti.
Dalam kitab-kitab Weda dinyatakan bahwa para Dewa tidak dapat bergerak bebas tanpa kehendak Tuhan.
Para Dewa juga tidak dapat menganugerahkan sesuatu tanpa kehendak
Tuhan. Para Dewa, sama seperti makhluk hidup yang lainnya, bergantung
kepada kehendak Tuhan. Filsafat Advaita (yang berarti: “tidak ada duanya”) menyatakan bahwa tidak ada yang setara dengan Tuhan dan para Dewa hanyalah perantara antara beliau dengan umatnya.
7.2. Sistem Catur Warna (Golongan Masyarakat)
Dalam agama Hindu, dikenal istilah Catur Warna bukan sama sekali dan tidak sama dengan kasta.
Karena di dalam ajaran Pustaka Suci Weda, tidak terdapat istilah kasta.
yang ada hanyalah istilah Catur Warna. Dalam ajaran Catur Warna,
masyarakat dibagi menjadi empat golongan, yaitu:
- Brāhmana : golongan para pendeta, orang suci, pemuka agama dan rohaniwan
- Ksatria : golongan para raja, adipati, patih, menteri, dan pejabat negara
- Waisya : golongan para pekerja di bidang ekonomi
- Sudra : golongan para pembantu ketiga golongan di atas
Menurut ajaran catur Warna, status seseorang didapat sesuai dengan
pekerjaannya. Jadi, status seseorang tidak didapat semenjak dia lahir
melainkan didapat setelah ia menekuni suatu profesi atau ahli dalam
suatu bidang tertentu. Catur Warna
menekankan seseorang agar melaksanakan kewajibannya dengan
sebaik-baiknya. Keempat golongan sangat dianjurkan untuk saling membantu
agar mereka dapat memperoleh hak. Dalam sistem Catur Warna terjadi
suatu siklus “memberi dan diberi” jika keempat golongan saling memenuhi
kewajibannya.
7.3. Pelaksanaan ritual (Yajña)
Dalam ajaran Hindu, Yajña merupakan pengorbanan suci secara tulus ikhlas kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada para leluhur, kepada sesama manusia, dan kepada alam semesta. Biasanya diwujudkan dalam ritual
yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan umat Hindu. Tujuan
pengorbanan tersebut bermacam-macam, bisa untuk memohon keselamatan
dunia, keselamatan leluhur, maupun sebagai kewajiban seorang umat Hindu.
Bentuk pengorbanan tersebut juga bermacam-macam, salah satunya yang
terkenal adalah Ngaben, yaitu ritual yang ditujukan kepada leluhur (Pitra Yadnya).
8. Sekte (aliran) dalam Hindu
Jalan yang dipakai untuk menuju Tuhan (Hyang Widhi) jalurnya beragam,
dan kemudian dikenallah para dewa. Dewa yang tertinggi dijadikan sarana
untuk mencapai Hyang Widhi. Aliran terbesar agama Hindu saat ini adalah
dari golongan Sekte Waisnawa yaitu menonjolkan kasih sayang dan
bersifat memelihara; yang kedua terbesar ialah Sekte Siwa sebagai
pelebur dan pengembali yang menjadi tiga sekte besar, yaitu Sekte Siwa,
Sekte Sakti (Durga ), dan Sekte Ganesha, serta terdapat pula Sekte Siwa Siddhanta yang merupakan aliran mayoritas yang dijalani oleh masyarakat Hindu Bali, sekte Bhairawa
dan Sekte - Sekte yang lainnya. Yang ketiga ialah Sekte Brahma sebagai
pencipta yang menurunkan Sekte Agni, Sekte Rudra, Sekte Yama, dan Sekte
Indra. Sekte adalah jalan untuk mencapai tujuan hidup menurut Agama
Hindu, yaitu moksha (kembali kepada Tuhan), dan pemeluk Hindu
dipersilahkan memilih sendiri aliran yang mana menurutnya yang paling
baik/bagus.
9. Toleransi umat Hindu
Agama ini memiliki ciri khas sebagai salah satu agama yang paling toleran, yang mana di dalam kitab Weda dalam salah satu baitnya memuat kalimat berikut:- Sansekerta: एकम् सत् विप्रा: बहुधा वदन्ति
- Alihaksara: Ekam Sat Vipraaha Bahudhaa Vadanti
- Cara baca dalam bahasa Indonesia: Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti
- Bahasa Indonesia: "Hanya ada satu kebenaran tetapi para orang pandai menyebut-Nya dengan banyak nama."
- — Rg Weda (Buku I, Gita CLXIV, Bait 46)
Dalam berbagai pustaka suci Hindu, banyak terdapat sloka-sloka yang mencerminkan toleransi dan sikap yang adil oleh Tuhan. Umat Hindu menghormati kebenaran dari mana pun datangnya dan menganggap bahwa semua agama bertujuan sama, yaitu menuju Tuhan, namun dengan berbagai sudut pandang dan cara pelaksanaan yang berbeda. Hal itu diuraikan dalam kitab suci mereka sebagai berikut:
- samo ‘haṁ sarva-bhūteṣu na me dveṣyo ‘sti na priyah
- ye bhajanti tu māṁ bhaktyā mayi te teṣu cāpy aham
Arti:
- Aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil terhadap semua makhluk.
- Bagi-Ku tidak ada yang paling Ku-benci dan tidak ada yang paling Aku kasihi.
- Tetapi yang berbakti kepada-Ku, dia berada pada-Ku dan Aku bersamanya pula
- Ye yathā mām prapadyante tāms tathaiva bhajāmy aham,
- mama vartmānuvartante manusyāh pārtha sarvaśah
Arti:
- Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku,
- Aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang mencari-Ku
- dengan berbagai jalan, wahai putera Partha (Arjuna)
- Yo yo yām yām tanum bhaktah śraddhayārcitum icchati,
- tasya tasyācalām śraddhām tām eva vidadhāmy aham
Arti:
- Kepercayaan apapun yang ingin dipeluk seseorang,
- Aku perlakukan mereka sama dan
- Ku-berikan berkah yang setimpal supaya ia lebih mantap
Meskipun ada yang menganggap Dewa-Dewi merupakan Tuhan tersendiri, namun umat Hindu memandangnya sebagai cara pemujaan yang salah. Dalam kitab suci mereka, kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda:
- ye ‘py anya-devatā-bhaktā yajante śraddhayānvitāḥ
- te ‘pi mām eva kaunteya yajanty avidhi-pūrvakam
Arti:
- Orang-orang yang menyembah Dewa-Dewa dengan penuh keyakinannya
- sesungguhnya hanya menyembah-Ku, tetapi mereka melakukannya
- dengan cara yang keliru, wahai putera Kunti (Arjuna)
Pemeluk agama Hindu juga mengenal arti Ahimsa dan "Satya Jayate Anertam".
Mereka diharapkan tidak suka (tidak boleh) membunuh secara biadab tapi
untuk kehidupan pembunuhan dilakukan kepada binatang berbisa (nyamuk)
untuk makanan sesuai swadarmanya, dan diminta jujur dalam melakukan
segala pikiran, perkataan, dan perbuatan.
10. Catatan kaki
- Hindu juga dikenal dengan Hindū Dharma atau Vaidika-Dharma dalam beberapa bahasa India modern, seperti bahasa Hindi, Bbahasa Bengali, dan beberapa turunan Bahasa Indo-Arya, juga beberapa dialek Bahasa Dravida seperti Bahasa Tamil dan Bahasa Kannada
- "Hinduism and the Clash of Civilizations" oleh David Frawley, Voice of India, 2001. ISBN 81-85990-72-7
- Religion: Hinduism - National Geographic
- Major Religions of the World Ranked by Number of Adherents, Adherents.com (data 2005)
- "Meaning of Hindu"
- "Bhagawadgita" menurut aslinya, oleh: Om A. C. B. S. Prabhupada
- I Ketut Sukartha, dkk, "Widya Dharma Agama Hindu". Penerbit: Ganeça Exact
- Cudamani, "Karmaphala dan Reinkarnasi". Penerbit: Hanuman Sakti
- Ngakan Made Madrasuta, "Saya beragama Hindu". Penerbit: T.U. Warta Hindu Dharma, Denpasar
- F.V. Bhaskara & Harry Isman, "Kamus populer lengkap". Penerbit: Citra Umbara, Bandung
- I Gusti Agung Oka, "Slokantara"
- Gede Puja, "Theologi Hindu", Yayasan Dharma Sarathi, Jakarta, 1992
- "Bhagawadgita". Bab IV sloka 11
- Bhagawadgita. Bab IV sloka 7-8
11. Bacaan lebih lanjut
Materi referensi yang dicantumkan di bawah ini, kebanyakan berupa buku dan materi cetak yang ditulis dalam Bahasa Inggris.- Basham, A.L., (Ed.), "A Cultural History of India", Oxford UniveResity Press, 1999. ISBN 0-19-563921-9
- Bhaskarananda, Swami, "The Essentials of Hinduism", Viveka Press, 1994. ISBN 1-884852-02-5
- Bhaskarananda, Swami, "Meditation: Mind & Patanjali's Yoga", Viveka Press, 2001. ISBN 1-884852-03-3
- Bhaskarananda, Swami, "Ritualistic Worship and Its Utility"
- Bhatia V.P., "Secularisation of a Martyrdom", Organiser, 11-11998.
- Coulson, Michael, "Sanskrit: An Introduction to the Classical Language", Hodder & Stoughton, 1992. ISBN 0-8442-3825-2
- Bowes, Pratima,"The Hindu Religious Tradition: A Philosophical Approach", Allied Pub., 1976. ISBN 0-7100-8668-7
- Encarta, Hinduism
- Flood, Gavin (Ed.), "Blackwell companion to Hinduism", Blackwell Publishing, 2003. ISBN 0-631-21535-2
- Frawley, David, "Hinduism and the Clash of Civilizations", Voice of India, 2001. ISBN 81-85990-72-7
- Fox, Michael Allen, "Deep Vegetarianism", Temple UniveResity Press, 1999. ISBN 1-56639-705-7
- Fuller, C.J., "The Camphor Flame", Princeton UniveResity Press, 2004. ISBN 0-691-12048-X
- Harshananda, Swami, "A Bird's Eye View of the Wedas" in "Holy Scriptures: A Symposium on the Great Scriptures of the World" (2d Ed.). ISBN 81-7120-121-0
- Klostermaier, K, "A Survey of Hinduism", SUNY Press, 1994.
- Mani, Vettam, "Puranic Encyclopedia", Motilal, Delhi, 1998. ISBN 81-208-0597-6
- McGregor, R.S., "The Oxford Hindi-English Dictionary", Oxford UniveResity Press, 5th ed., 1999. ISBN 0-19-563846-8
- Michaels, Alex, "Hinduism: Past and Present", Princeton UniveResity Press, 2004. ISBN 0-691-08953-1
- Monier-Williams, Monier, "Brahmanism and Hinduism", New York, 1891.
- Monier-Williams, Monier, "Religious thought and life in India", Oriental Books Reprint, 1974.
- Monier-Williams, Monier, "Monier-Williams Sanskrit Dictionary", Nataraj Books, 2006, ISBN 1-881338-58-4
- Nikhilananda, Swami, "The Upanishads: A New Translation", Vol. I (5th Ed) 1990. ISBN 0-911206-15-9
- Nikhilananda, Swami (trans.), "Gospel of Sri Ramakrishna", 1992. ISBN 0-911206-01-9
- Oberlies, T, "Die Religion des RgWeda", Vienna 1998.
- Osborne, E, "Accessing R.E. Founders & Leaders, Buddhism, Hinduism and Sikhism Teacher's Book Mainstream.", Folens Limited, 2005.
- Radhakrishnan, S. (trans.), "Bhagavad Gita", Harper Collins, 1995. ISBN 1-85538-457-4
- Renou, Louis, "The Nature of Hinduism", Walker, 1964.
- Rinehart, Robin (Ed.), "Contemporary Hinduism", 2004. ISBN 1-57607-905-8
- Sargeant, Winthrop, "Introduction to 'The Bhagavad Gita' ", New York, 1984. ISBN 0-87395-831-4
- Sinha, H.P., "Bharatiya darshan ki ruparekha" (Features of Indian Philosophy). Motilal Banarasidas Publ., 1993. ISBN 81-208-2144-0
- Supreme Court of India, "Brahmachari Siddheshwar Shai v. State of West Bengal".
- Vivekananda, Swami, "Complete Works of Swami Vivekananda". ISBN 81-85301-75-1
- Vivekananda, Swami, "Vedanta, Voice of Freedom:, Ed. Swami Chetanananda, 1990. ISBN 0-916356-63-9
- Vivekananda, Swami, "Jnana Yoga", Kessinger Publishing, 2005. ISBN 1-4254-8288-0
- Werner, Karel, "A Popular Dictionary of Hinduism", Curzon Press, 1994. ISBN 0-7007-0279-2
12. Pranala luar
- (Indonesia) Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI)
- (Indonesia) Agnihoma.org Media Hindu Online, Hindu Nusantara Terlengkap
- (Inggris) A Tribute to Hinduism
- (Inggris) Authentic Hinduism Encyclopedia
- (Inggris) Hinduism A Perspective
- (Indonesia) Narayana Smrti Ashram
- (Indonesia) Stiti Dharma Ashram
- (Indonesia) Your Info (Hindu)
- (Inggris) An Intoduction to The Highest Levels of Spiritual Reality
- (Indonesia) Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia (Peradah Indonesia)
Arief
Tidak ada komentar:
Posting Komentar