WELCOME TO THE BLOG SERBA SERBI.

Senin, 12 Desember 2011

Kasus Dugaan Korupsi Lahan 62 ha di Nunukan

Berita diambil dari berbagai sumber
 

DAFTAR ISI :
  1. Korupsi Pengadaan Tanah Nunukan
  2. Warkop pun Laris 
  3. Mantan Bupati Nunukan Didakwa Korupsi
  4. Didakwa Korupsi, Mantan Bupati Nunukan Sampaikan Keberatan
  5. Eksepsi Mantan Bupati Nunukan Ditolak
  6. Pekan Depan Mantan Bupati Nunukan Dituntut
  7. Mantan Bupati Nunukan dituntut penjara enam tahun 
  8. Dua Mantan Napi Korupsi Pasti Diberhentikan 
  9. JPU Diduga Buatkan Pledoi Mantan Bupati Nunukan 
  10. Kejari Nunukan Siapkan Kontra Memori Banding Kasus Haifd 

 

1. Korupsi Pengadaan Tanah Nunukan

Tiga Mantan Koruptor Dimintai Keterangan
NUNUKAN- Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Nunukan sejak beberapa hari terakhir telah melakukan pemanggilan terhadap saksi-saksi untuk dimintai keterangan atas kasus korupsi pengadaan tanah Pemda Nunukan tahun 2004 lalu.

Kepala Kejari (Kajari) Nunukan, Azwar mengatakan, bahwa pihaknya telah meminta keterangan dari tiga mantan nara pidana korupsi pengadaan tanah tersebut. Di antaranya, mantan Wakil Ketua dan Anggota Tim Sembilan Pengadaan Tanah Pemda Nunukan, Darmin Djemadil dan Arifuddin serta mantan Bendahara Setda Nunukan, Simon Sili.

“Penyidikan sedang berjalan dengan pemeriksaan saksi-saksi. Kita sudah meminta keterangan tiga orang yang terkait ini, yakni Darmin, Arifuddin dan Simon Sili,” kata Azwar, Senin (27/6). Kejari Nunukan memang saat ini membuka kembali kasus tersebut setelah sempat mandeg sekitar dua setengah tahun karena pihaknya terkendala izin Presiden untuk melakukan pemeriksaan terhadap Abdul Hafid Achmad saat masih menjabat sebagai Bupati Nunukan.

Setelah meminta keterangan terhadap tiga mantan napi korupsi tersebut, dalam waktu dekat pihaknya akan memanggil mantan Bupati Nunukan, Abdul Hafid Achmad, selaku ketua tim pengadaan tanah tersebut. “Mungkin bisa kita panggil Haji Hafid, nanti pada gilirannya akan kita mintai keterangan,” ujarnya.

Sebelumnya, selain Darmin Djemadil, Simon Sili dan Arifuddin, menurut Azwar, Abdul Hafid Achmad sebagai ketua tim pengadaan tanah tersebut dinilai harus bertanggungjawab atas pembebasan lahan tersebut yang telah merugikan negara itu. “Apalagi jabatannya ketua tim sembilan, secara kepanitiaan tim di situ memang kalau menurut kami, (Abdul Hafid Achmad) layak untuk ikut bertanggungjawab,” ungkapnya.

Sebagai ketua tim Sembilan, Hafid dinilai tidak teliti dalam memeriksa kelengkapan berkas saat proses pembebasan lahan tersebut. “Kalau menurut saya keterlibatan itu hanya tidak meneliti dengan seksama proses pembebasan tanah, itu aja,” ujarnya. (kh)

sumber: Koran Kaltim


2. Warkop pun Laris


Jumat, 05 Desember 2008 13:59
Geger penangkapan dan penahanan tiga oknum pejabat Setkab Nunukan yang disangka korupsi masih menjadi perbincangan di sejumlah warung kopi. SEJUMLAH  warung kopi (Warkop)  atau tempat kongko kongko  warga  Nunukan seolah panen rezeki.  Laris, sebab  warung mereka hampir  setiap pagi, siang dan malam, selalu   disesaki  pengunjung  --  terutama  sejak  terbongkarnya  penangkapan dan penahanan tiga oknum pejabat Setkab Nunukan  --  yang disangka  terlibat  korupsi  pembebasan tanah negara seluas 62 hektar dengan nilai Rp 7 miliar itu.

Perbincangan tokoh masyarakat  memang lebih terfokus  ke penahanan tiga oknum pejabat Setkab Nunukan yang  ditahan  oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Nunukan sejak 5 November 2008. Mereka itu adalah Bendahara Setkab Nunukan  Simon Sili,  Arifuddin (Pj Camat Nunukan Selatan) dan  Darmin Jumadil (Kepala BPN). Ketiga tersangka ini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sungai Jepun, Nunukan, sebagai tahanan titipan pihak Kejaksaan.

Namun, pemantauan BONGKAR! di lapangan menyimpulkan,  perbincangan hangat yang berkembang dan semakin santer  bukan hanya tertuju kepada Darmin Jumadil dkk. Mereka  ramai membicarakan  kemungkinan  akan diperiksanya sejumlah oknum pejabat lainnya yang patut diduga terlibat, termasuk ‘orang nomor satu’ Nunukan sendiri,  yakni Bupati H Abdul Hafid Achmad.  .

Kapan mereka itu diperiksa? Belum diketahui pasti. Tapi, ramainya warga membincangkan heboh kasus ini membuat pemilik Warkop pun kecipratan rezeki. Itu tidak ditampik  oleh Rina, seorang kasir warung kopi di persimpangan jalan  Pasir Putih, Nunukan.  ‘’Sejak ditahannya oknum pejabat itu, hampir tiap hari pengunjung selalu membicarakan mereka.  Memang benar, omset penjualan warung  pun ada kenaikan tiga sampai empat kali lipat dari hari hari biasanya,’’ ucap Rina ketika ditanya BONGKAR!  

Rina sendiri seperti bersyukur.  Dagangannya memang  laris.  Tapi, wanita ini belum merinci  peningkatan omset penjualannya setiap hari. Rina mengaku  warungnya memang tak pernah sepi  pengunjung sejak terkuaknya kasus itu. Sedang  sebagian  pengunjung sendiri  seolah  sreg  kalau tidak ikut duduk untuk sekadar  minum secangkir kopi dan mengikuti  informasi terbaru  tentang  para tersangka.   “Saya lihat, penangkapan itu sebagai terobosan aparat penegak hukum yang  terbilang baru  dan berani di Nunukan ini,’’ ujar   Erwin “Julak” Wahab, seorang tokoh LSM di  Nunukan.

Di ibukota Nunukan sendiri sedikitnya terdapat  enam buah warung kopi. Rinciannya dua buah  di pasar Yamaker, satu di pasar Lama, dua di bilangan Simpang Jalan Pasir Putih dan satunya lagi  di gerbang masuk pintu pelabuhan Tunon Taka Nunukan. Namun, Warkop yang paling favorit  adalah Warkop Restoran Milo II di Jalan Simpang Pasir Putih, Nunukan Utara.

Di sejumlah  Warkop itu  pula mangkal para LSM, aktifis, sejumlah Ormas, dan warga lainnya, termasuk wartawan.  Kondisi ini agak kontras dengan oknum PNS dan sejumlah pejabat dinas terkait. Biasanya,  mereka juga mangkal di sana. Tapi, paska penangkapan dan penahanan Darmin Jumadil dkk,  mereka seolah membatasi diri,  tidak ikut ikutan menguping  tentang kemungkinan adanya pejabat lain yang bakal digelandang  kejaksaan.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Nunukan sendiri, Suleman Hadjarati mengaku terus  akan menyelidiki sejumlah proyek pembangunan fisik lainnya. Tak hanya terkait  geger kasus  ‘Tim Sembilan’  yang sudah memakan ‘tumbal’ tiga oknum pejabat itu  melainkan juga  dugaan kasus reklamasi pantai Lamijung, reboisasi, dugaan mark-up mantan oknum pejabat Dispenda, proyek pencetakan sawah  dan lainnya.  “Kita seleseikan  dulu satu kasus ini  baru beranjak  ke kasus lainnya, maklum personel kita juga  kan relatif  terbatas,”  ucap  Hadjarati  dalam kesempatan terpisah kepada BONGKAR!. 
Sumber: Bongkar


Jum'at, 11 November 2011 | 23:00 WIB
TEMPO.CO, Samarinda - Mantan Bupati Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, Abdul Hafid Ahmad kali pertama menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda, Jum'at, 11 November 2011. Bupati dua periode di daerah perbatasan RI-Malaysia itu didakwa korupsi atas kasus pembebasan lahan seluas 62 hektare (ha) dengan kerugian negara Rp 7 miliar.

Jaksa Penuntut Umum, Makrun, mendakwa Hafid, ketua tim pembebasan tanah pada tahun 2004 lalu itu, bertanggungjawab atas timbulnya kerugian keuangan daerah. "Sebagai Ketua Panitia Pembebasan tanah seharusnya lebih teliti," kata Makrun usai sidang kepada wartawan, Jum'at, 11 November 2011.

Dalam dakwaan jaksa disebutkan bahwa tanah yang dibebaskan tidak bersertifikat. Para pemilik tanah hanya bisa menunjukkan Surat Pernyataan Penguasaan Tanah (SPPT) bukan sertifikat tanah. Tapi, pemerintah membeaskan tanah dengan membayar kepada pemiliknya senilai Rp7.006.000.000 untuk tanah seluas 62 ha. 

Makrun menjelaskan, pembebasan tanah bisa dilakukan jika diatas tanah terdapat bangunan atau tanaman tumbuh. Faktanya, saat dibebaskan tanah tersebut berupa semak belukar dan sebagian ada bekas tambak. "Harusnya tidak ada pembebasan, mungkin tali asih saja," ungkapnya.

Jaksa mendakwa Hafid dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun.

Hafid Ahmad, kepada majelis hakim yang diketuai Casmaya dengan hakim anggota Rajali dan Poster Sitorus (hakim ad hoc), menolak dakwaan jaksa. Kepada majelis hakim Hafid akan mengajukan eksepsi atau pembelaan.

Dalam kasus ini, sebelumnya, tiga orang anggota panitia pembebasan lahan, masing-masing Darmin Djemadil (Ketua BPN Nunukan), Arifudin (Lurah Nunukan Selatan) dan Simon Sili (Bendahara Kegiatan) sudah diputus bersalah dengan vonis 2-4 tahun penjara.

Sidang lanjutan dalam kasus ini dengan agenda pembacaan eksepsi dari terdakwa akan digelar Senin, 21 November 2011.
sumber: TEMPO


4. Didakwa Korupsi, Mantan Bupati Nunukan Sampaikan Keberatan
Senin, 21 November 2011 14:19
Sidang perkara dugaan korupsi pengadaan tanah seluas  62 hektare di Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur yang merugikan negara Rp 7 miliar dengan terdakwa H Abdul Hafid Achmad, mantan Bupati Nunukan kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Samarinda, Senin (21/11/2011).

Sidang dengan agenda penyampaian eksepsi (keberatan) terdakwa atas dakwaan JPU (jaksa penuntut umum) itu dipimpin majelis hakim yang diketuai Casmaya SH didampingi dua hakim adhoc Rajali SH dan Poster Sitorus SH.

Dalam eksepsinya yang dibacakan Tim Penasehat Hukum Thorkis Pane dan Agung Fatahillah, terdakwa menilai surat dakwaan JPU tidak jelas, tidak cermat dan tidak lengkap mengenai unsur tindak pidana yang dilakukan.

Hal ini kata Thorkis seperti terlihat pada surat dakwaan jaksa di halaman 1, yang menyatakan bahwa terdakwa "telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum ,melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara."

Begitupun pada surat dakwaan halaman 7, JPU menyatakan terdakwa "telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perewkonomian negara."

Dari rumusan dakwaan itu, kata Thorkis jelas terlihat bahwa JPU mengkategorikan dua kualitas perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa yakni melakukan pleger (orang yang melakukan sendiri perbuatan yang memenuhi perumusan delik dan dipandang paling bertanggungjawab atas kejahatan, dan medepleger (orang yang dengan sengaja turut berbuat atau turut mengerjakan terjadinya sesuatu).

Jadi, tegas Thorkis secara prinsipil terdapat perbedaan karakteristik dan peranan dari keduanya, namun dalam surat dakwaan, JPU tidak menguraikan secara jelas kualitas perbuatan terdakwa apakah sebagai pleger atau medepleger.

"Ini tentu menimbulkan kerancuan dan akan merugikan klien kami dalam melakukan pembelaan," tegas dia.

Kemudian lanjut Thorkis, pada dakwaan jaksa di halaman 5 dan 6, JPU mengatakan, bahwa saksi Simon Sili membayarkan ganti rugi dengan cek kepada saksi H Ramli, Sumiati dan Hamdani.

"Dengan telah diterimanya pembayaran harga tanah itu maka telah memperkaya ketiga saksi tersebut," katanya.

Tapi persoalannya adalah penentuan kualitas perbuatan dari ketiga saksi tersebut oleh JPU hanya dikualifikasikan sebagai saksi, padahal dalam surat dakwaan JPU menyatakan bahwa tanah tersebut tidak dapat digantirugi.

Karena tanah itu tidak dapat digantirugi, maka seharusnya menurut hukum, uang yang diterima H Ramli, Sumiati dan Hamdani adalah uang haram (memperkaya diri sendiri), sehingga ketiganya tidak dapat dikualifikasi sebagai saksi, melainkan sebagai terdakwa, tandasnya.

Atas ketidakjelasan dakwaan JPU tersebut tambah Thorkis, memohon kepada majelis hakim agar menerima eksepsi ini dan menyatakan surat dakwaan JPU tidak jelas tidak cermat dan tidak lengkap, pungkasnya. (*)
Sumber : Tribun Kaltim


5. Eksepsi Mantan Bupati Nunukan Ditolak

Selasa, 06 Desember 2011
SAMARINDA- Eksepsi mantan Bupati Nunukan Abdul Hafid Ahmad dalam kasus pembebasan tanah di Nunukan tahun 2004 seluas 62 hektare ditolak oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda, kemarin. Hakim diketuai Casnaya SH serta hakim adhoc Medan Parulian Nababan dan Abdul Gani itu memerintahkan persidangan dilanjutkan kembali Senin pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi. 

“Menyatakan, eksepsi atau keberatan yang disampaikan terdakwa melalui penasehat hukumnya tidak dapat diterima. Apa yang menjadi keberatan terdakwa sudah masuk dalam pokok perkara,” ujar Casnaya membacakan putusan selanya, kemarin.

Persidangan sebelumnya, Hafid mengajukan keberatan atas dakwaan jaksa. Eksepsi yang dibacakan penasehat hukumnya Agung Fatahillah menyatakan, sejumlah pihak yang mestinya jadi saksi kunci tidak dijadikan saksi dalam perkara ini. Seperti, Haji Ramli yang menerima pembayaran atas tanah sesuai jumlah yang dibahas oleh tim sembilan tanpa pernah dilaporkan kepada Hafid selaku bupati.

 “Semestinya para penerima dana atas pembayaran itu dijadikan saksi bahkan tersangka pula dalam perkara ini. Namanya disebut-sebut namun tak disebutkan sebagai orang yang mestinya turut serta,” ujar Fatahillah. Selain itu, masih ada lagi pihak lain yang tak dijadikan saksi pula dalam perkara ini. Dia adalah mantan Sekda Nunukan yang kini menjabat Bupati Bulungan Budiman Arifin.

Pihak Abdul Hafid keberatan atas dakwaan jaksa karena para saksi kunci itu tak dibuat menjadi saksi dalam perkara tersebut.  “Perkara ini dipaksakan untuk dimasukan ke pengadilan. Kalau majelis hakim mau fair, pak Hafid dibebaskan atau eksepsi ini diterima,” kata Fatahillah.

Oleh JPU, pria kelahiran Bone 1947 tersebut didakwa bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi pengadaan tanah karena ia adalah ketua panitia dengan kerugian negara Rp7 miliar. Ia mengeluarkan SK Bupati Nunukan Nomor 319 Tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004 untuk pembebasan tanah 62 hektare di Jl Ujung Dewa Sedadap Nunukan.

Tanah negara tersebut dibebaskan dengan harga Rp11 ribu per meter persegi. Dalam kwitansi, dana diterima oleh Haji Ramli selaku pemilik tanah dengan empat cek untuk mencairkan dana Rp7 miliar tersebut.
Semestinya lahan tersebut tidak perlu dibebaskan tapi cukup diberikan tali asih karena statusnya tanah negara.  Surat menyuratnya pun hanya berupa SPPT (Surat Pernyataan Penguasaan Tanah) bukan berupa sertifikat.

“Terdakwa menandatangani berita acara pembebasan lahan tersebut selaku ketua panitia. Padahal jelas dalam berita acara tersebut disebutkan tanah yang dibebaskan adalah tanah negara yang tidak perlu diberikan ganti rugi tapi hanya berupa tali asih. Apalagi di lahan itu tidak ada tanam tumbuhnya, hanya semak belukar dan sebagian bekas tambak. Hal ini melanggar pasal 15 Keppres Nomor 55  Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum,” ujar jaksa Makrun sebelumnya. (al)
Sumber: Koran Kaltim


6. Pekan Depan Mantan Bupati Nunukan Dituntut
Jumat, 27 April 2012 16:09 WITA 
NUNUKAN,tribunkaltim.co.id- Jaksa Penutut Umum Kejari Nunukan pekan depan akan menyampaikan surat tuntutan pidana terhadap mantan Bupati Nunukan Abdul Hafid Achmad, terdakwa dugaan korupsi penggadaan tanah seluas 62 hektare di Kecamatan Nunukan Selatan.

Kepala Kejaksaan Negeri Nunukan Azwar mengatakan, surat tuntutan pidana disampaikan setelah Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Samarinda yang diketuai Casmaya, pekan ini memeriksa terdakwa dipersidangan.

“Agenda persidangan terdakwa mantan Bupati Nunukan Haji Abdul Hafid Achmad sudah memasuki pembacaan surat tuntutan pidana. Ini kita perkirakan minggu depan, mungkin kita sudah menyampaikan surat tuntutan pidana,” ujarnya.

Setelah disampaikan tuntutan, terdakwa atau melalui penasehat hukumnya diberikan kesempatan menyampaikan pledoi atau pembelaan.

"Mungkin setelah itu hakim memberikan kesempatan kepada jaksa penuntut umum untuk menyampaikan replik dan tentu kesempatan terakhir diberikan kepada terdakwa untuk memberikan jawaban kembali yaitu duplik. Setelah itu hakim menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa,” ujarnya.

Ia memperkirakan, akhir Mei putusan terhadap Abdul Hafid Achmad sudah dijatuhkan majelis hakim.

Abdul Hafid didakwa bersalah menyalahgunakan wewenang dan melanggar Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi.  Dalam surat dakwannya JPU menyatakan, terdakwa Abdul Hafid Achmad  selaku Ketua Panitia Pengadaan Tanah terbukti bersalah menyalahgunakan kewenangan dengan menerbitkan SK (surat keputusan) Bupati Nunukan No 319 tahun 2004 tertanggal 15 Juni tentang Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah.

Terdakwa telah melakukan pembebasan atas tanah negara seluas 62 hektare yang semestinya tanah tersebut tidak perlu dibebaskan dan tidak diganti rugi, melainkan hanya diberikan uang tali asih atau santunan. Perbuatan terdakwa tersebut telah mengakibatkan kerugian negara Rp 7 miliar lebih.
Sumber: Tribun Kaltim -


7. Mantan Bupati Nunukan dituntut penjara enam tahun
Mon Apr 30, 11:39 pm

SAMARINDA: Mantan Bupati Nunukan, Abdul Hafid Achmad, dituntut enam tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang pembacaan tuntutan kasus tindak pidana korupsi, Senin.

Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Samarinda, Kalimantan Timur, JPU juga mewajibkan Abdul Hafid Achmad mengganti kerugian negara Rp7,06 miliar subsider satu tahun enam bulan penjara dalam kasus pembebasan lahan seluas 62 hektare.

JPU menilai, Abdul Hafid Achmad yang saat itu selaku ketua panitia pembebasan lahan untuk ruang terbuka hijau seluas 62 hektare di Sei Jepun, Kecamatan Nunukan Selatan, pada 2004, secara sah dan meyakinkan terbukti melanggar dakwaan subsider seperti yang diatur pada pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Namun, kata JPU, Makrun, menilai dakwaan primer yakni pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tidak terbukti.
Selaku Ketua Panitia Pengadaan Tanah, katanya, terdakwa terbukti bersalah menyalahgunakan kewenangan dengan menerbitkan SK (surat keputusan) Bupati Nunukan No 319 tahun 2004 tertanggal 15 Juni tentang Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah.

“Kami menilai, perbuatan terdakwa dengan membebaskan lahan yang berstatus milik negara tersebut bertentangan dengan pasal 16 Undang-undang No 5 tahun 1960 tentang Agraria sebab melakukan pembebasan hanya dengan berdasarkan surat penguasaan atas tanah dan bukan surat kepemilikan,” ungkap Makrun, yang ditemui usai pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Samarinda.

Pada sidang pembacaan putusan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan tersebut hanya terlihat dihadiri beberapa pengunjung.

Bahkan, tidak terlihat adanya penjagaan khusus dari pihak kepolisian seperti pada sidang tipikor yang selama ini berlangsung di Pengadilan Negeri Samarinda.

“Jika kewajiban mengganti nilai kerugian negara Rp7,06 miliar itu tidak dilakukan maka harus diganti dengan hukuman satu tahun enam bulan penjara. Kewajiban mengganti uang kerugian negara tersebut harus dibayar terdakwa satu bulan setelah ada putusan berkekuatan hukum tetap,” ungkap Makrun.

Kasus dugaan korupsi pembebasan lahan untuk ruang terbuka hijau seluas 62 hektare itu telah menvonis tiga orang lainnya yakni wakil ketua panitia pengadaan Darmin Djemadil yang juga menjabat sebagai Ketua BPN divonis dua tahun enam bulan penjara, Lurah Nunukan Selatan, Arifuddin serta mantan Bendahara Pembayaran Setkab Nunukan, Simon Sili, masing-masing dijatuhi hukuman dua tahun penjara.

Sementara, Abdul Hafid Achmad saat ditemui usai sidang, tidak bersedia memberikan komentar terkait tuntutan JPU tersebut.

Sidang dugaan korupsi pembebasan lahan untuk ruang terbuka hijau seluas 62 hektare itu akan dilanjutkan pada Senin (7/5) dengan agenda pembacaan ‘pledoi’ atau pembelaan dari penasehat hukum terdakwa.
Sumber: Regional Timur


8. Dua Mantan Napi Korupsi Pasti Diberhentikan
Tribun Kaltim - Jumat, 4 Mei 2012 13:58 WITA

Bupati Nunukan Basri memastikan, dua pegawai negeri sipil (PNS) mantan narapidana kasus korupsi di Nunukan pasti akan diberhentikan. Saat ini pemberhentian Simon Sili dan Arifuddin hanya menunggu proses.

Basri mengatakan, pemberhentian itu juga bentuk loyalitasnya terhadap Gubernur Kaltim yang sebelumnya telah mengirimkan surat kepada Bupati Nunukan, untuk membatalkan surat keputusan Bupati Nunukan yang mengaktifkan kembali dua mantan narapidana tindak pidana korupsi di Nunukan.

“Yang pasti harus diberhentikan sesuai arahan Gubernur. Saya harus loyal pada pimpinan,” kata Basri, Jumat (4/5/2012) kepada wartawan di ruangan kerjanya.

Basri mengatakan, saat ini Tim Pemkab Nunukan masih bekerja, memproses pemberhentian dimaksud.

“Kita juga tidak boleh gegabah memberhentikan sembarangan. Harus ada mekanisme yang dilalui,” ujarnya.

Sebelumnya mantan Pj Camat Nunukan Selatan Arifuddin dan mantan Bendahara Pembayaran Setkab Nunukan Simon Sili dalam kasus korupsi pengadaan tanah seluas 62 hektare di Sedadap, dihukum masing-masing dua tahun penjara. Pada era Bupati Nunukan Abdul Hafid Achmad, keduanya tidak diberhentikan melainkan diberikan sanksi penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun.

Sekretaris Kabupaten Nunukan Zainuddin HZ mengatakan, dua mantan napi itu tidak diberhentikan karena bukan pelaku utama dalam kasus korupsi tersebut.

"Kenapa Bupati Nunukan tidak memberhentikan? Karena menurut pertimbangan keduanya hanya turut serta. Jadi kita anggap kelalaian yang masih bisa diperbaiki lagi. Makanya kita lakukan pembinaan saja. Mereka sudah kita aktifkan, jadi ini perlu dipahami kalau pemberhentian dan pengangkatannya itu menjadi kewenangan Bupati, " ujarnya beberapa waktu lalu.

Selain itu, kata Sekkab, hukuman keduanya di bawah empat tahun. "Jadi kita melihat ke sini, bahwa diaturan apabila PNS dijatuhi hukuman empat tahun ke atas otomatis diberhentikan. Mereka tidak sampai empat tahun," ujarnya. 
Sumber: NUNUKAN,tribunkaltim.co.id-


9. JPU Diduga Buatkan Pledoi Mantan Bupati Nunukan
Tribun Kaltim - Senin, 4 Juni 2012 21:36 WITA
SAMARINDA, tribunkaltim.co.id- Ada fakta baru yang terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah seluas 62 hektare untuk ruang terbuka hijau (RTH) di Kabupaten Nunukan, yang digelar di Pengadilan Tipikor, Senin (4/6/2012).

Dalam sidang yang beragendakan pembacaan duplik (jawaban) dari terdakwa Abdul Hafid Achmad (mantan Bupati Nunukan) kemarin, Thorkis Pane selaku Penasehat Hukum terdakwa tiba-tiba menyerahkan satu berkas pledoi (pembelaan) pribadi terdakwa kepada majelis hakim. Pledoi (pribadi) terdakwa itu diduga dibuatkan oleh  JPU dengan menggunakan tulisan tangan.

Meski isi berkas pledoi itu tidak dibacakan langsung dalam sidang, namun hal itu cukup membuat kaget majelis hakim dan menarik perhatian pengunjung sidang serta sejumlah wartawan yang memantau jalannya persidangan.

Selain menyerahkan kepada majelis hakim yang diketuai Casmaya, penasihat hukum terdakwa juga menyerahkan kopian berkas pledoi itu kepada JPU Makrun SH. Ketika menerima berkas pledoi yang diduga dibikin JPU itu, Makrun tidak langsung membantah, sehingga sidang pembacaan duplik pun dilanjutkan.

Namun ketika ditemui wartawan usai sidang, Makrun membantah tudingan bahwa JPU membuatkan nota pledoi (pribadi) terdakwa Abdul Hafid Achmad. "Tidak ada, tidak ada, apa untungnya sama saya. Memangnya pledoi itu sama dengan pledoi yang dibacakan pak Hafid?," ujar Makrun menanyakan balik tentang tudingan penasehat hukum terdakwa.

Makrun mengaku, dirinya tidak pernah membikin pledoi. Dia juga  tidak pernah bertemu dengan terdakwa. "Intinya saya merasa tidak pernah bikin pledoi, ya selanjutnya terserah mereka," cetus dia.

Sementara itu, Penasehat Hukum terdakwa Abdul Hafid Achmad, Thorkis Pane sangat yakin bahwa pledoi terdakwa yang ditulis tangan itu adalah dibuat JPU. Namun pledoi itu tidak dipakai oleh terdakwa.

"Ini surat yang membuat adalah JPU, substansinya adalah pledoi yang diberikan anak buah dia (JPU,Red), kepada klien saya. Tapi bukan klien saya langsung yang menerima, yang menerima anak klien saya," beber Thorkis usai sidang.

Menurut Thorkis, adanya fakta baru ini membuktikan bahwa jaksa tidak yakin dengan tuntutan dan pembuktiannya dipersidangan. Dan jika ini nantinya terbukti benar, maka jaksa sangatlah keterlaluan.

"Tanpa permintaan dan tanpa izin saya, kok dia (JPU) melemparkan ini (membikin pledoi terdakwa), berarti yang mahakuasa mulai menunjukan kebenaran dalam kasus ini," tutur dia.

Adanya pledoi terdakwa yang diduga dibuat JPU tersebut, lanjut Thorkis, sangat keterlaluan, terlebih itu dilakukan tanpa seizin dirinya selaku pengacara terdakwa.

"Hak-hak saya sebagai pengacara itu sudah dilanggar oleh JPU, dan kasus seperti ini baru kali ini saya pernah alami semenjak saya jadi pengacara tahun 1984. Ironisnya lagi kejadian ini terjadi di era reformasi," kata dia.

Atas temuan ini, pihaknya berencana akan melaporkan JPU ke institusinya.dan ke aparat hukum, dengan dugaan penyalagunaan kewenangan.

"Saya yakin temuan ini bisa dibuktikan, karena ada saksi yang menerima surat pledoi itu. Karena itu kita berencana akan melaporkan JPU ke Komisi Kejaksaan dan Jaksa Muda Bidang Pengawasan. Kami juga punya rencana melaporkan kasus ini ke KPK dengan dugaan indikasi ada titipan dibalik kasus ini," ancam Thorkis.
Sumber : Tribun Kaltim
 
10. Kejari Nunukan Siapkan Kontra Memori Banding Kasus Haifd
Tribun Kaltim - Selasa, 3 Juli 2012 19:09 WITA

NUNUKAN,tribunkaltim.co.id - Kepala Kejaksaan Negeri Nunukan Azwar memastikan, pihaknya mengajukan banding terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda yang menghukum mantan Bupati Nunukan Haji Abdul Hafid Achmad, 2 tahun penjara dengan denda Rp50 juta subsider 1 bulan kurungan.

Hukuman itu dinilai jauh dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Nunukan yang menuntut 6 tahun penjara, denda Rp200 juta serta mengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp7 miliar dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah seluas 62 hektare di Jalan Ujang Dewa, Sedadap, Kecamatan Nunukan Selatan.

"Kami sudah mengajukan banding pada Jumat (29/6/2012) lalu. Kita menyatakan sikap banding dan sekarang kita persiapan menyusun memori banding," ujarnya.

Sebelumnya, terdakwa Abdul Hafid Achmad lebih dulu menyatakan banding atas putusan majelis hakim dimaksud.
Sumber : Tribun Kaltim

Kejari Nunukan Resmi Ajukan Banding

NUNUKAN- Kejaksaan Negeri (Kejari) Nunukan resmi menyatakan banding terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Samarinda atas terpidana korupsi mantan Bupati Nunukan Abdul Hafid Achmad yang dijatuhi pidana penjara dua tahun dan denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan.

Kepala Kejari Nunukan, Azwar menjelaskan bahwa upaya hukum diajukan ke Pengadilan Tinggi (PT) Kaltim karena putusan yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor dianggap tidak mencerminkan keadilan.

“Intinya kita merasa keputusan Pengadilan Tipikor belum memenuhi rasa keadilan masyarakat, belum mempunyai dampak pencegahan maupun penjagaan karena hukuman yang dijatuhkan itu dinilai ringan dan belum membawa dampak jera,” kata Azwar, Senin (23/7) kemarin.
Putusan Pengadilan Tipikor di Samarinda memang jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa  yang menuntut Hafid dengan enam tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider enam bulan penjara karena dianggap bersalah dalam proses pembebasan lahan seluas 62 hektare di Sei Jepun, Nunukan Selatan tahun 2004 lalu.
“Sehingga kita juga menuntut supaya pengadilan tinggi dilakukan putusan sesuai dengan apa yang kita tuntut,” ujarnya. Memori banding sudah diajukan sekitar seminggu lalu.
Dalam memori banding yang diajukannya, salah satu yang dijelaskan bahwa dalam pembebasan lahan senilai Rp7,06 miliar itu terdapat kerugian Negara sehingga yang diakui majelis hakim Pengadilan Tipikor, sehingga seharusnya terpidana juga diberikan hukuman membayar uang pengganti sebagaimana dalam tuntutannya.

“Hakim tidak menjatuhkan uang pengganti padahal Hakim sudah membuktikan, sudah berkesimpulan bahwa dalam kasus ini timbul kerugian keuangan Negara. Seyogyanya kalau sudah berpendapat ada kerugian Negara, harusnya berupaya untuk menyelamatkan keuangan Negara dengan cara membebankan uang pengganti kepada para terdakwa,” jelasnya.

Dalam kasus ini diketahui bahwa tanah yang dibebaskan masih merupakan tanah Negara karena hanya dibuktikan dengan Surat Pernyataan Penguasaan Tanah (SPPT), bukan bukti kepemilikan tanah sehingga seharusnya tanah bukan dibebaskan melainkan hanya diberikan semacam tali asih. “Terdakwa selaku ketua tim 9 sangat bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pembebasan lahan ini,” ujarnya.
Sumber: Koran Kaltim

Arief

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bebas Bayar

bebas bayar, pembayaran mudah dan cepat, transaksi online, pembayaran tagihan dan tiket, transfer dana online

gif maker

Arifuddin Ali