Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia atau Masyumi adalah sebuah partai politik yang berdiri pada tanggal 7 November 1945 di Yogyakarta. Partai ini didirikan melalui sebuah Kongres Umat Islam pada 7-8 November 1945, dengan tujuan sebagai partai politik yang dimiliki oleh umat Islam dan sebagai partai penyatu umat Islam dalam bidang politik.
Masyumi pada akhirnya dibubarkan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960 dikarenakan tokoh-tokohnya dicurigai terlibat dalam gerakan pemberontakan dari dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Pada masa pemerintahan Soeharto,
terjadi rehabilitasi sebagian dari tokoh-tokoh Masyumi, di mana
beberapa tokoh-tokoh Masyumi diperbolehkan aktif kembali dalam politik
dengan meleburkan diri ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
1. Organisasi pendiri
Masyumi pada awalnya didirikan 24 Oktober 1943 sebagai pengganti MIAI
karena Jepang memerlukan suatu badan untuk menggalang dukungan
masyarakat Indonesia melalui lembaga agama Islam. Meskipun demikian,
Jepang tidak terlalu tertarik dengan partai-partai Islam yang telah ada
di zaman Belanda yang kebanyakan berlokasi di perkotaan dan berpola
pikir modern, sehingga pada minggu-minggu pertama, Jepang telah melarang
Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) dan Partai Islam Indonesia
(PII). Selain itu Jepang juga berusaha memisahkan golongan cendekiawan
Islam di perkotaan dengan para kyai di pedesaan. Para kyai di pedesaan
memainkan peranan lebih penting bagi Jepang karena dapat menggerakkan
masyarakat mendukung Perang Pasifik, sebagai buruh atau tentara. Setelah
gagal mendapatkan dukungan dari kalangan nasionalis di dalam Putera, Jepang mendirikan Masyumi.
Masyumi pada zaman pendudukan Jepang belum menjadi partai namun merupakan federasi dari empat organisasi Islam yang diijinkan pada masa itu, yaitu Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Umat Islam, dan Persatuan Umat Islam Indonesia.[1] Setelah menjadi partai, Masyumi mendirikan surat kabar harian Abadi pada 1947.
Nahdlatul Ulama (NU) adalah salah satu organisasi massa Islam yang sangat berperan dalam pembentukan Masyumi. Tokoh NU, KH Hasyim Asy'arie,
terpilih sebagai pimpinan tertinggi Masyumi saat itu. Tokoh-tokoh NU
lainnya banyak yang duduk dalam kepengurusan Masyumi dan karenanya
keterlibatan NU dalam masalah politik menjadi sulit dihindari. Nahdlatul
Ulama kemudian keluar dari Masyumi melalui surat keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada tanggal 5 April 1952
akibat adanya pergesekan politik di antara kaum intelektual Masyumi
yang ingin melokalisasi para kiai NU pada persoalan agama saja.
Hubungan antara Muhammadiyah dengan Masyumi pun mengalami pasang surut secara politis, dan sempat merenggang pada saat Pemilu 1955. Muhammadiyah pun melepaskan keanggotaan istimewanya pada Masyumi menjelang pembubaran Masyumi pada tahun 1960.
2. Pemilu 1955
Hasil penghitungan suara dalam Pemilu 1955 menunjukkan bahwa Masyumi mendapatkan suara yang signifikan dalam percaturan politik pada masa itu.[2] Masyumi menjadi partai Islam terkuat, dengan menguasai 20,9 persen suara dan menang di 10 dari 15 daerah pemilihan, termasuk Jakarta Raya, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Tengah, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara Selatan, dan Maluku. Namun, di Jawa Tengah, Masyumi hanya mampu meraup sepertiga dari suara yang diperoleh PNI, dan di Jawa Timur setengahnya. Kondisi ini menyebabkan hegemoni penguasaan Masyumi secara nasional tak terjadi.
Berikut hasil Pemilu 1955:
- Partai Nasional Indonesia (PNI) - 8,4 juta suara (22,3%)
- Masyumi - 7,9 juta suara (20,9%)
- Nahdlatul Ulama - 6,9 juta suara (18,4%)
- Partai Komunis Indonesia (PKI) - 6,1 juta suara (16%)
Dari pemilu 1955 ini, Masyumi mendapatkan 57 kursi di parlemen.
3. Tokoh
Di antara tokoh-tokoh Masyumi yang cukup dikenal adalah:
- KH Hasyim Asy'arie
- KH Wahid Hasjim, yang juga adalah putra dari KH Hasyim Asy'arie.
- Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), menjadi wakil Masyumi dalam Konstituante
- Muhammad Natsir,menteri penerangan di kabinet presidentil masa revolusi ,Perdana Menteri Pertama NKRI, terkenal dengan Mosi Integral Natsir yang mengubah Republik Indonesia Serikat menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia
- Syafrudin Prawiranegara,Menteri Kemakmuran di kabinet presidentil masa revolusi,Ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia,Gubernur Bank Indonesia Pertama, terkenal dengan kebijakan Gunting Sjafrudin
- Mr. Mohammad Roem, Diplomat ulung yang dikenal lewat inisiatifnya dalam perundingan yang kemudian dikenal sebagai Perundingan Roem - Royen
- KH. Dr. Isa Anshari,Ketua Partai Masyumi di Parlemen yang dikenal lantang dan tegas dalam memegang teguh prinsip perjuangan termasuk saat polemik dasar negara berlansung di majelis konstituante sebelum akhirnya dibubarkan oleh sebuah Dekrit Presiden tertanggal 5 Juli 1959
- Kasman Singodimedjo,Daidan PETA daerah Jakarta, tanpa jaminan keamanan dari Daidan PETA Jakarta tidak akan ada rapat umum IKADA & Proklamasi Kemerdekaan NKRI
- Dr. Anwar Harjono, Merupakan Juru Bicara terakhir partai masyumi yang dibekukan oleh pemerintah orde lama sehingga lahirlah Keluarga Besar Bulan Bintang yang pada masa orde baru mendirikan Organisasi Dakwah yakni Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) dan pada masa orde baru menjadi inspirator bagi lahirnya kekuatan politik baru penerus perjuangan Masyumi yakni Partai Bulan Bintang (PBB).
4. Catatan kaki
5. Pranala luar
- Mimpi Yang Memanggil untuk menjadi the next Masyumi bagian 1
- Mimpi Yang Memanggil untuk menjadi the next Masyumi bagian 2
- A House Divided: The Decline and Fall of Masyumi (1950-1956) oleh Robert E. Lucius, September 2003
back to parpol
http://arifuddinali.blogspot.com/2011/09/partai-politik.htmlArief
Tidak ada komentar:
Posting Komentar