Presiden Shalat Ied di Istiqlal
Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono
didampingi Wakil Presiden Boediono, mengikuti shalat Idul Fitri 1433
Hijriah, di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Minggu (19/8/2011). Umat
Islam merayakan Hari Raya Idul Fitri setelah sebulan lamanya menjalankan
ibadah puasa pada Ramadhan.
Editorial: Presiden Sholat Idul Fitri
19 August 2012 | 10:10
5000 masyarakat Indonesia hadiri halal bi halal dan silaturahmi di KBRI Riyadh
|
Open House Gubernur DKI Jakarta
Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo bersama istri menyambut tamu yang hadir dalam open house di kediamannya di kawasan Taman Suropati, Jakarta Pusat, Minggu (19/8/2012). Open House untuk menyambut Idul Fitri 1433 H tersebut juga dihadiri oleh 5 pemuka agama di Jakarta (lihat)
BALIKPAPAN,
Warga melaksanakan Shalat Ied di pelataran Bandara Sepinggan dengan khusyuk meskipun hujan turun, Minggu (19/8/2012). Shalat Ied diwarnai dengan hujan deras yang turun sejak subuh. - Tribun Kaltim
TANJUNG REDEP
Sekitar 11.000 umat Muslim
di Tanjung Redeb, Kabupaten Berau melaksanakan shalat Ied di Masjid Agung Baitul Hikmah. Tanjung Redep
NUNUKAN
Bupati Nunukan Basri bersama keluarga, menerima tamu di kediaman
pribadi Jalan Sungai Fatimah Nunukan. - Nunukan
TENGGARONG
Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari menyiapkan beragam menu dalam open house di Pendopo Odah Etam,- Kutai kartanegara
NU dan Muhammadiyah Tetapkan Idul Fitri 19 Agustus 2012
Setelah berbeda dalam penentuan awal puasa Ramadan, warga Muhammadiyah
dan Nahdlatul Ulama (NU) akan merayakan Hari Raya Idul Fitri secara
bersamaan. Dalam kalender kedua ormas Islam tersebut, 1 Syawal 1433 H
ditetapkan pada tanggal yang sama, yakni 19 Agustus 2012.
Khutbah Idul Fitri 1433 H:
Mencari Pemimpin untuk Perubahan dan Pembaruan: Revitalisasi Lembaga Kepemimpinan
اَلسَّلامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd.
Saudara-saudara kaum Muslimin yang dimuliakan Allah.
Di hari yang fitri ini, tak ada yang lebih indah untuk kita lafadzkan selain untaian puja dan puji syukur kehadirat Allah Swt. Tuhan Maha Bijaksana yang menganugerahi kita nikmat iman, Islam, dan ihsan. Dengan ketiga nikmat itulah, kita memiliki kekuatan untuk menunaikan ibadah puasa sebulan penuh. Ibadah yang berfungsi sebagai sarana pendidikan untuk mengasah spritualitas kita menjadi pribadi bertakwa. Pribadi yang menyadari hakikat dirinya sebagai hamba Tuhan, sekaligus menginsyafi tujuan penciptaannya di muka bumi sebagai khalifah.
Indikasi Keberhasilan Puasa
Kesadaran ini merupakan tanda keberhasilan kita menjalankan rangkaian ibadah di bulan Ramadhan. Puasa, tarawih, tadarus, zakat, dan sedekah hakikatnya adalah media metamorfosa yang disediakan Allah untuk kita. Jika semuanya dijalankan dengan baik dan penuh penghayatan, maka pada hari ini kita akan menjadi sosok baru yang berbeda dari sebelumnya. Kita akan menjadi muslim sejati yang bersih dari noda dosa sebagaimana dilukiskan Rasulullah melalui sabdanya:
Namun sebaliknya, jika ibadah puasa dilaksanakan sekadar untuk menggugurkan kewajiban, maka kita takkan mendapatkan keistimewaan Ramadhan. Ibadah Ramadhan hanya akan menjadi rutinitas tahunan yang tak membawa perubahan apa-apa. Ibadah puasa takkan memperbarui diri dan kepribadian kita menjadi lebih baik. Janganlah sampai kita termasuk orang-orang yang rugi seperti disabdakan Rasulullah Saw. dalam hadistnya:
Kesuksesan menjalankan ibadah puasa bukan terletak pada kekuatan menjauhi faktor yang membatalkannya sejak fajar menyingsing hingga matahari terbenam. Tapi harus tercermin dari sikap dan perilaku kita sebelas bulan berikutnya. Sejak hari ini sampai Ramadhan yang akan datang. Oleh sebab itu, mari jadikan hari kemenangan ini sebagai momentum perubahan. Patrikan niat untuk mengisi hari-hari di masa depan, dengan aktivitas multiguna yang bernilai ibadah. Kuatkan tekad untuk menjadi pembaharu, lalu hadirkan perubahan positif bagi keluarga, lingkungan dan masyarakat. Amien ya rabbal ‘alamien.
Shalawat dan Salam
Selanjutnya mari kita haturkan shalawat beriring salam kepada Nabi Muhammad Saw. Nabi terakhir yang istikamah menyadarkan manusia bahwa kedudukan mereka setara di depan Tuhan. Nabi, pemimpin, sekaligus kepala negara yang disayangi kawan dan disegani lawan. Teladan ideal dalam berdemokrasi dengan menyelesaikan semua masalah duniawi melalui musyawarah. Dialah kekasih Tuhan yang sukses mengubah bangsa Arab yang jahiliah menjadi madaniah, yang barbar menjadi penyabar, dan yang sektarian menjadi egalitarian.
Prestasi Rasulullah ini telah menginspirasi jutaan tokoh lain di dunia dalam melakukan perubahan dan menggerakkan pembaruan. Jadi, adalah sebuah keharusan bagi kita sebagai umatnya, untuk menjadikan beliau sebagai rujukan utama dalam seluruh aspek kehidupan. Sifat, sikap, tindakan, dan ucapan kita sebisa mungkin selaras dengan yang dicontohkan Rasulullah Saw. Karena hanya dengan begitu kita akan diakui sebagai umatnya, sehingga berhak mendapatkan syafaatnya pada hari Kiamat.
Realitas Pemimpin Masa Kini
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd.
Saudara-saudara kaum Muslimin yang dimuliakan Allah.
Sambil terus mengumandangkan kalimah-kalimah thayyibah rasa syukur kita kepada Tuhan, khatib al-faqir ingin mengajak kita semua untuk merenung sejenak. Merefleksikan situasi bangsa dan kondisi negara setelah 67 tahun merdeka. Refleksi ini menjadi penting mengingat Idul Fitri tahun ini, kita rayakan selang dua hari setelah hari proklamasi kemerdekaan RI. Terlebih lagi kita merayakannya di pelataran Masjid Panglima Besar Jenderal Soedirman. Salah seorang putra terbaik bangsa yang mengabdikan jiwa dan raganya untuk kepentingan negara. Pemimpin sejati yang tak pernah lelah berjuang, meskipun paru-parunya tinggal sebelah. Pribadi luhur yang benar-benar memahami amanah kepemimpinan sebagaimana diinginkan Allah melalui firman-Nya ;
Figur seperti beliaulah yang dibutuhkan bangsa ini untuk mengawal reformasi agar tidak salah arah. Aura ketulusan yang berpadu dengan semangat juang dalam dirinya, terbukti ampuh menularkan energi positif kepada seluruh pejuang kemerdekaan. Hasilnya, ia mampu menyatukan segenap komponen bangsa, baik sipil maupun militer, untuk menggapai satu cita-cita mulia. Mewujudkan Indonesia merdeka agar rakyatnya sejahtera.
Akhlak dan Perilaku Politik Pemimpin
Ketulusan, semangat juang, serta militansi panglima besar Soedirman bersama tokoh pendiri bangsa lainnya inilah yang sulit ditemui dalam diri para pemimpin bangsa sekarang. Jadi wajar jika bangsa kita di usia kemerdekaannya yang sudah mencapai 67 tahun ini, masih belum mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sampai saat ini, masih banyak rakyat yang hidup bagaikan masih di zaman penjajahan. Terlilit kemiskinan, terbelit kebodohan, dan terjebak keterbelakangan. Kalah jauh dengan negara-negara tetangga yang baru belakangan mengecap nikmat kemerdekaan.
Ironi ini tidak perlu terjadi kalau para pemimpin negeri ini meniti jalan yang lurus. Memandang kepemimpinan sebagai media ibadah sekaligus amanah suci yang harus ditunaikan dengan sepenuh hati.
Nilai-nilai luhur inilah yang mulai tercerabut dari dalam jiwa para pemimpin negeri, sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara tidak pernah harmonis dan serasi. Kekacauan politik, ketidakadilan hukum, dan ketimpangan ekonomi, adalah akibat dari perilaku politik para pemimpin pada umumnya. Pemimpin yang lahir dari iklim politik yang tidak sehat atau tidak kondusif.
Dampak Kepemimpinan Transaksional
Adalah fakta yang tak bisa dipungkiri bahwa banyak pemimpin yang memperoleh jabatan strategis dari hasil transaksi politik, bukan dari visi yang dimiliki, talenta yang mumpuni, atau jasa nyata yang dirasakan rakyat biasa. Akibatnya, kepemimpinan berjalan statis tanpa kreasi inovatif bagi perubahan dan pembaruan masyarakat. Kepemimpinan lebih terlihat sebagai asesoris kekuasaan yang harus ada dalam suatu negara, dibanding wadah menyalurkan ide positif dan gagasan konstruktif.
Banyak pemimpin yang mandul karena memang miskin visi, sehingga tidak bisa berbuat banyak untuk meningkatkan taraf hidup rakyat. Pemimpin seperti ini, cenderung sibuk membangun citra positif agar terus mendapat kepercayaan masyarakat, ketimbang meningkatkan etos kerja membangun bangsa. Menyimpang jauh dari teladan Rasulullah Saw. kala memimpin umat Islam generasi pertama.
Yang lebih miris lagi, tidak sedikit pemimpin yang terbelenggu dengan transaksi politiknya sendiri. Utang budi politik semacam inilah yang menjadi pangkal merebaknya fenomena korupsi. Perhatian pemimpin tak lagi fokus pada rakyat, tapi para kroni politiknya. Yang diperjuangkan bukan lagi kepentingan masyarakat, tapi kepentingan diri dan kelompoknya. Pada titik inilah, akhlak, etika dan moralitas politik hanya menjadi slogan yang sering diucapkan, tanpa dipraktikkan. Padahal Allah Swt. berfirman dalam surah Shaff ayat 2-3:
Revitalisasi Lembaga Kepemimpinan
Allahu Akbar, Allahhu Akabar, Allahu Akabar walillahilhamd
Saudara-saudara kaum Muslimin yang dimuliakan Allah.
Agar kondisi bangsa kita tidak semakin terpuruk akibat tingkah laku pemimpin yang tidak memiliki integritas, mari kita tandai peringatan proklamasi kemerdekaan dan hari raya Idul Fitri ini sebagai momentum perubahan. Perubahan pada pola pikir yang tercermin dalam pola hidup. Memang langkah ini tidaklah mudah dilakukan. Perlu perjuangan kita semua secara istikamah dan penuh kesungguhan. Terlebih karena kondisi kepemimpinan di negeri ini banyak dilahirkan dari partai politik yang belum sepenuhnya berfungsi sebagai mesin kepemimpinan. Partai politik kita sebagian besar dikendalikan oleh orang-orang yang lebih mengedepankan uang dan modal daripada akhlak, integritas dan moral. Akibatnya banyak calon pemimpin ditentukan oleh kekuatan modal bukan kualitas moral. Pemimpin yang dimunculkan bukan karena kualitas visi dan misinya, tapi karena kekuatan modal yang dimiliki. Kiranya kita masih ingat mundurnya alm. Nurcholish Madjid yang terpaksa mundur dari bursa pencalonan Presiden 2004 silam karena kekurangan dana dan modal yang biasa dikiaskan dengan istilah ’kekurangan gizi’ padahal sejatinya dia memiliki visi dan kompetensi yang cukup memadai.
Partai Politik dan Ironi Demokrasi
Sungguh ironi apabila demokrasi yang kita kembangkan selama ini telah melahirkan pemimpin-pemimpin yang justru melawan kodrat demokrasi yang menempatkan kedaulatan di tangan rakyat. Rakyat hanya menjadi tumbal demokrasi untuk melanggengkan kekuasaan pemimpin yang tak amanah dan korup. Sungguh hal ini merupakan penyimpangan demokrasi yang harus kita luruskan bersama, agar rakyat tidak hanya menjadi sapi perah calon pemimpin yang ingin berkuasa atau mempertahankan kekuasaannya.
Proses lahirnya kepemimpinan di negeri ini tidak bisa dilepaskan dari keberadaan lembaga-lembaga yang menyeleksi maupun mendukung calon pemimpin. Salah satu lembaga penting dalam melahirkan pemimpin adalah partai politik. Selain sebagai pilar demokrasi, partai politik juga memiliki tanggung jawab untuk mendidik dan mendistribusikan calon pemimpin baik pada tingkat lokal maupun nasional. Baik di lembaga legislatif, eksekutif, maupun yudikatif serta berbagai institusi negara lainnya. Karena itu, partai politik mempunyai tanggung jawab besar untuk melahirkan kepemimpinan yang berkualitas dan memiliki integritas. Partai politik harus bertanggung jawab atas lahirnya pemimpin-pemimpin yang korup dan menyimpang.
Hilangnya Ideologi Partai Politik
Tugas ini memang tidak mudah dilaksanakan, mengingat saat ini banyak partai politik yang justru terjebak dalam lingkaran setan. Kehilangan ideologi dan orientasi. Bahkan menjadi tempat berlindung yang aman dan nyaman bagi para koruptor.
Fenomena ini tidak boleh terus berlangsung agar kepemimpinan di Republik ini tidak semakin jauh melenceng dari cita-cita demokrasi dan konstitusi kita. Terlebih agar kita tidak terus menjadi korban akibat ulah pemimpin yang tidak amanah. Karena itu, partai politik harus membuang semua penyakit yang berpotensi merusak sistem kepartaian, seperti kekuasaan oleh sekelompok orang (oligarki) atau kekuasaan sentralistik figur (patronase), maupun berdasarkan trah keluarga (nepotis). Para petinggi partai harus sadar, penyakit oligarki hanya akan membuat partai menjelma layaknya perusahaan yang hanya dikuasai oleh segelintir orang. Sedangkan proses kaderisasinya hanya akan melahirkan orang-orang yang taat pada elit partai. Hal yang sama akan terjadi pada partai yang tidak bisa melepaskan diri dari politik patronase. Figur patron yang menempati hierarki tertinggi dalam piramida partai, akan memiliki kekuasaan mutlak laksana seorang raja. Ruh partai bukan lagi berada di balik ideologi, tapi beralih ke tangan seorang tokoh atau figur karena trah keluarga.
Gejala ini pernah dialami oleh umat Islam generasi awal yang lazim disebut assabiqunal awwalun. Ketika Rasulullah Saw. wafat, banyak kaum Muslimin yang merasa kehilangan pegangan. Mereka tidak percaya, bahkan tidak menerima kematian sang Nabi, sampai Abu Bakar menyadarkan mereka:
Rekruitmen dan Kaderisasi Pemimpin
Hikmah dari perkataan Abu Bakar dalam konteks kepemimpinan adalah pertama, perlunya melihat kepemimpinan sebagai sebuah proses yang tidak abadi. Siapapun dia, sekuat apapun dia, bahkan seotoriter apapun dia, seorang pemimpin pasti akan sampai pada kejatuhannya. Karena itu, pemimpin harus betul-betul berusaha maksimal untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakatnya.
Kedua, kepemimpinan janganlah didasarkan pada faktor keturunan, karena kepemimpinan bukanlah warisan. Kepemimpinan harus didasarkan pada kualitas dan integritas sang pemimpin siapapun dan dari suku apapun dia.
Ketiga, pemimpin tidak hanya punya tanggung jawab secara sosial, tapi juga secara spiritual, yaitu kepada Allah Swt. Karena itu, pemimpin dituntut tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual, tapi juga spiritual yang dapat menuntunnya pada amanah kepemimpinannya.
Empat Karakter Pemimpin Ideal
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd.
Saudara-saudara kaum Muslimin yang dimuliakan Allah.
Karakter pemimpin ideal sebenarnya sudah tercermin secara sempurna pada diri Rasulullah Saw. Sejarah sudah memberikan paparan yang jelas tentang segala hal yang berkaitan dengan seni kepemimpinan beliau. Jadi, yang perlu kita lakukan saat ini adalah memahami esensi dari setiap karakter tersebut, sehingga bisa diaplikasikan dalam seni kepemimpinan Indonesia modern. Secara ringkas, empat karakter Rasulullah Saw. adalah sebagai berikut
1. Sidiq (Jujur)
Karakter utama yang menjadi ciri khas pemimpin ideal adalah kejujuran. Jangan pernah remehkan sifat ini, karena fakta sejarah membuktikan bahwa kejujuran memiliki energi dahsyat untuk melegitimasi kepemimpinan. Nabi Muhammad Saw. dan Abu Bakar secara berurutan sudah membuktikan dahsyatnya energi kejujuran bagi kepemimpinan agama dan politik mereka. Rasulullah mendapatkan gelar Al-Amien (yang dapat dipercaya) jauh sebelum mendapatkan beragam gelar positif lainnya. Karena rekam jejak kejujuran beliaulah, dakwah Islam cepat tersebar. Semua perkataan beliau langsung dipercaya dan diyakini kebenarannya oleh semua orang yang mendengar. Termasuk hal-hal yang tidak bisa dinalar akal sehat sekalipun, seperti persitiwa Isra’ dan Mi’raj. Abu Bakar juga demikian. Ia dijuluki ash-Shiddiq (orang jujur dan bisa dipercaya). Kejujuran inilah yang membuat semua kabilah Arab bersatu dan membaiatnya secara aklamatif sebagai khalifah ketika Rasulullah wafat.
Fakta ini seharusnya bisa membuka mata semua pemimpin, bahwa kejujuran merupakan modal utama untuk menjadi pemimpin. Pribadi yang jujur relatif lebih mudah diterima oleh masyarakat, meskipun mungkin dia tidak memiliki kecakapan yang hebat dalam mengorganisir kekuasaan. Sebab, masyarakat pasti lebih tenang dan lebih senang dipimpin oleh orang jujur. Mereka tidak akan khawatir aset-aset bangsa hasil jerih payah rakyat akan diselewengkan untuk kepentingan pribadi. Mereka juga tidak akan was-was akan diperlakukan seperti binatang ternak, yang diperas keringatnya dan diperah saripatinya untuk membiayai kebutuhan hedonisme ala pemimpin pendusta.
Pemimpin yang jujur pasti berpikir seribu kali untuk melakukan tindakan tidak terpuji, atau memutuskan kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat. Oleh sebab itu, Allah Swt. dengan tegas memerintahkan kita untuk bersama atau mengikuti orang-orang yang jujur.
2. Amanah (Tepercaya dan Bertanggung Jawab)
Jika kejujuran berfungsi melejitkan potensi internal untuk melegitimasi pemimpin, maka amanah merupakan karakter eksternal yang berfungsi meningkatkan etos kerja. Karakter inilah yang bisa memacu dan memicu pemimpin untuk menjaga kepercayaan masyarakat. Karena berkaitan dengan kerja-kerja praktis, maka karakter amanah memiliki kaitan yang erat dengan tanggung jawab. Jadi, pemimpin yang amanah adalah pemimpin yang bertanggung jawab.
Sejauh ini, kita cenderung memaknai amanah sebatas menunaikan tugas dan kewajiban. Padahal, penyempitan makna amanah seperti inilah yang menjadi pangkal rendahnya kinerja para pemimpin. Oleh sebab itu, pada kesempatan yang amat langka ini, khatib al-faqir ingin mengingatkan kembali bahwa amanah memiliki arti yang agung. Amanah berarti berusaha memberikan kemampuan terbaik dan berorientasi kesempurnaan dalam setiap tugas yang dijalankan. Pemimpin amanah adalah pemimpin yang selalu berusaha perfeksionis dalam melakukan pekerjaan. Tidak pernah puas dengan hasil yang didapatkan, dan selalu berpikir keras untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik lagi.
Menurut para ahli hikmah, pemimpin yang amanah selalu menjunjung tinggi etika sehingga tidak suka mempermalukan orang. Membangun kepercayaan diri melalui kualitas dan kapasitas diri. Berani mengakui kesalahan diri dan tidak pernah segan mengingatkan orang lain atas kesalahannya. Bertanggung jawab sendiri untuk memperjuangkan tujuan serta cermat dalam bekerja. Teguh memegang prinsip dengan segala risiko dan konsekuensi yang harus dihadapi.
Di samping itu, pemimpin amanah adalah yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Tidak membuat rakyat kerepotan mengurusi masalahnya. Selalu meninggalkan kenangan positif bagi orang di sekitarnya dan masyarakat luas. Tidak mengalihkan tanggung jawab kesalahannya kepada pihak lain, dan juga tidak mewariskan tumpukan masalah yang menyulitkan generasi setelahnya.
3. Tabligh (komunikatif)
Karakter ini harus dimiliki karena dalam menjalankan tugas, pemimpin selalu berhadapan dengan manusia yang punya perasaan dan pikiran. Bukan berhadapan dengan benda mati yang mudah direkayasa. Oleh sebab itu, pemimpin dituntut terampil berkomuniksi agar pesannya bisa dipahami dan dilaksanakan dengan baik. Ia harus bersikap terbuka sehingga rakyat tidak segan atau takut menyampaikan keinginannya. Seperti inilah yang dicontohkan Rasulullah Saw. dalam menjalin komunikasi dengan para sahabatnya.
Keterampilan berkomunikasi ini mustahil diperoleh secara instan tanpa proses yang panjang. Pengalaman akan menumbuhkan empati yang membuat pemimpin bisa merasakan keluh-kesah rakyatnya, bukan hanya menjadi pendengar setia. Itulah sebabnya mengapa para pemimpin yang berhasil, selalu sosok yang bersahaja. Sosok yang rela berlumpur dan berkeringat bersama rakyat, bukan sosok yang pura-pura memperhatikan penderitaan rakyat dari balik tirai kemewahan. Rasulullah Saw. selalu berhasil mencerna masalah yang dikeluhkan sahabat, karena beliau memang pernah mengalami masalah yang dikeluhkan tersebut. Kepribadian sederhana yang berpadu dengan tutur kata santun, membuat siapa pun merasa nyaman berdialog dengan Rasulullah Saw. Termasuk orang yang baru kenal sekalipun.
4. Fathanah (Visioner)
Seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Visioner dan memiliki program yang jelas dalam memajukan masyarakat. Memiliki analisa yang tajam, strategi yang jitu, serta cermat mengidentifikasi skala prioritas dalam menyelesaikan masalah.
Pemimpin yang tidak visioner pasti tidak memiliki pendirian yang teguh, sehingga mudah dipengaruhi orang lain. Gampang terombang-ambing di antara serbuan argumen yang beragam. Karena itu keputusan yang diambil rentan kesalahan dan berpotensi merugikan rakyat.
Rasulullah Saw. adalah pemimpin yang sangat visioner. Ketajamannya dalam menganalisa masalah benar-benar tak tertandingi oleh siapa pun. Kisah tentang Perjanjian Hudaibiyah adalah contoh nyata yang pasti membuat semua orang terpana. Betapa tidak, dengan kecerdasannya, Rasulullah Saw. mampu membalikkan perjanjian yang pasal-pasalnya terkesan merugikan, menjadi sangat menguntungkan bagi kaum Muslimin. Sebagai bukti, pihak Qurasiy yang sempat girang setelah menandatangi perjanjian tersebut, akhirnya tidak kuat lalu khianat dan melanggarnya.
Doa dan Harapan
Sebelum mengakhiri khutbah ini, khatib al-faqir ingin mengingatkan bahwa saat ini kita berada di tengah kepungan entertaimen dan gejolak politik. Bukan saja karena kita akan menghadapi pemilukada DKI putaran kedua pada September mendatang, tapi juga karena hingar-hingar suksesi kepemimpinan 2014 sudah ramai dibicarakan sekarang.
Sebagai insan yang beriman dan berpendidikan, mari kita sikapi semua rayuan politik tersebut dengan arif agar tidak salah memilih pemimpin. Sebab, kesalahan memilih pemimpin berpengaruh besar terhadap nasib kita untuk satu periode politik ke depan. Semoga Allah memberi kita kekuatan untuk menapaki jalan yang benar dan memilih pemimpin yang amanah.
Kita juga berdoa semoga Allah Swt segera menyadarkan para pemimpin di negeri ini untuk menjalankan amanatnya secara jujur, transparan, dan penuh keikhlasan sehingga negeri ini betul-betul menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Negeri yang jauh dari bencana karena pemimpinnya semakin dekat pada penciptanya, yaitu Allah Swt. Amien ya robbal ‘alamin.
اَللهُ اَكْبَرْ اَللهُ اَكْبَرْ اَللهُ اَكْبَرْ
اَللهُ اَكْبَرْكَبِيْرًا، وَالْحَمْدُلله ِكَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَاَصِيْلاَ
لآاِلَهَ اِلاَّ الله وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهْ، وَنَصَرَعَبْدَهْ، وَاَعَزَّجُنْدَهُ وَهَزَمَ اْلاَحْزَابَ وَحْدَهْ
لآاِلَهَ اِلاَّ الله وَلاَ نَعْبُدُ اِلاَّ اِيَّاهْ، مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الْكَافِرُوْن
لآاِلَهَ اِلاَّ الله ُوَالله ُاَكْبَرْ. اَلله ُاَكْبَرْ وَلله ِالْحَمْد
نَحْمَدُالله حَقَّ حَمْدَهْ، وَنَشْكُرُهُ حَقَّ شُكْرَهْ
اَشْهَدُاَنْ لآ اِلَهَ اِلاَّالله ُوَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهْ
وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهْ
فَيَاعِبَادَالله، اُصِيْكُمْ وَاِيَّايَ نَفْسِيْ بِتَقْوَالله وَطَاعَتِهْ
بِتَقْوَالله وَطَاعَتِهْ
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd.
Saudara-saudara kaum Muslimin yang dimuliakan Allah.
Di hari yang fitri ini, tak ada yang lebih indah untuk kita lafadzkan selain untaian puja dan puji syukur kehadirat Allah Swt. Tuhan Maha Bijaksana yang menganugerahi kita nikmat iman, Islam, dan ihsan. Dengan ketiga nikmat itulah, kita memiliki kekuatan untuk menunaikan ibadah puasa sebulan penuh. Ibadah yang berfungsi sebagai sarana pendidikan untuk mengasah spritualitas kita menjadi pribadi bertakwa. Pribadi yang menyadari hakikat dirinya sebagai hamba Tuhan, sekaligus menginsyafi tujuan penciptaannya di muka bumi sebagai khalifah.
إِنَّا
جَعَلْنَاكَ خَلِيْفَةً فِي اْلأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ
بِالْحَقِّ وَلاَ تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيْلِ اللهِ.
“Sungguh, Kami menjadikanmu khalifah di muka bumi. Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil. Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (QS Shaad [38]: 26)Indikasi Keberhasilan Puasa
Kesadaran ini merupakan tanda keberhasilan kita menjalankan rangkaian ibadah di bulan Ramadhan. Puasa, tarawih, tadarus, zakat, dan sedekah hakikatnya adalah media metamorfosa yang disediakan Allah untuk kita. Jika semuanya dijalankan dengan baik dan penuh penghayatan, maka pada hari ini kita akan menjadi sosok baru yang berbeda dari sebelumnya. Kita akan menjadi muslim sejati yang bersih dari noda dosa sebagaimana dilukiskan Rasulullah melalui sabdanya:
فَمَنْ صَامَهُ وَقَامَهُ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا خَرَجَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ.
“Orang yang berpuasa dan mendirikan shalat malam dengan dasar iman dan mengharapkan pahala dari Allah, niscaya akan terbebas dari dosa-dosanya seperti ketika dilahirkan oleh ibunya.” (HR Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah)Namun sebaliknya, jika ibadah puasa dilaksanakan sekadar untuk menggugurkan kewajiban, maka kita takkan mendapatkan keistimewaan Ramadhan. Ibadah Ramadhan hanya akan menjadi rutinitas tahunan yang tak membawa perubahan apa-apa. Ibadah puasa takkan memperbarui diri dan kepribadian kita menjadi lebih baik. Janganlah sampai kita termasuk orang-orang yang rugi seperti disabdakan Rasulullah Saw. dalam hadistnya:
رُبَّ صَائِمٌ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوْعْ وَالْعَطَشْ.
”Berapa banyak orang yang puasa tidak mendapat dari puasanya kecuali lapar dan dahaga.” (HR Nasai dan Ibnu Majah) Kesuksesan menjalankan ibadah puasa bukan terletak pada kekuatan menjauhi faktor yang membatalkannya sejak fajar menyingsing hingga matahari terbenam. Tapi harus tercermin dari sikap dan perilaku kita sebelas bulan berikutnya. Sejak hari ini sampai Ramadhan yang akan datang. Oleh sebab itu, mari jadikan hari kemenangan ini sebagai momentum perubahan. Patrikan niat untuk mengisi hari-hari di masa depan, dengan aktivitas multiguna yang bernilai ibadah. Kuatkan tekad untuk menjadi pembaharu, lalu hadirkan perubahan positif bagi keluarga, lingkungan dan masyarakat. Amien ya rabbal ‘alamien.
Shalawat dan Salam
Selanjutnya mari kita haturkan shalawat beriring salam kepada Nabi Muhammad Saw. Nabi terakhir yang istikamah menyadarkan manusia bahwa kedudukan mereka setara di depan Tuhan. Nabi, pemimpin, sekaligus kepala negara yang disayangi kawan dan disegani lawan. Teladan ideal dalam berdemokrasi dengan menyelesaikan semua masalah duniawi melalui musyawarah. Dialah kekasih Tuhan yang sukses mengubah bangsa Arab yang jahiliah menjadi madaniah, yang barbar menjadi penyabar, dan yang sektarian menjadi egalitarian.
Prestasi Rasulullah ini telah menginspirasi jutaan tokoh lain di dunia dalam melakukan perubahan dan menggerakkan pembaruan. Jadi, adalah sebuah keharusan bagi kita sebagai umatnya, untuk menjadikan beliau sebagai rujukan utama dalam seluruh aspek kehidupan. Sifat, sikap, tindakan, dan ucapan kita sebisa mungkin selaras dengan yang dicontohkan Rasulullah Saw. Karena hanya dengan begitu kita akan diakui sebagai umatnya, sehingga berhak mendapatkan syafaatnya pada hari Kiamat.
Realitas Pemimpin Masa Kini
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd.
Saudara-saudara kaum Muslimin yang dimuliakan Allah.
Sambil terus mengumandangkan kalimah-kalimah thayyibah rasa syukur kita kepada Tuhan, khatib al-faqir ingin mengajak kita semua untuk merenung sejenak. Merefleksikan situasi bangsa dan kondisi negara setelah 67 tahun merdeka. Refleksi ini menjadi penting mengingat Idul Fitri tahun ini, kita rayakan selang dua hari setelah hari proklamasi kemerdekaan RI. Terlebih lagi kita merayakannya di pelataran Masjid Panglima Besar Jenderal Soedirman. Salah seorang putra terbaik bangsa yang mengabdikan jiwa dan raganya untuk kepentingan negara. Pemimpin sejati yang tak pernah lelah berjuang, meskipun paru-parunya tinggal sebelah. Pribadi luhur yang benar-benar memahami amanah kepemimpinan sebagaimana diinginkan Allah melalui firman-Nya ;
وَلْيَخْشَ
الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوْا
عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا.
“Dan hendaklah
takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang
mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatirkan
(kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan mengucapkan perkataan yang benar.” (QS An-Nisa’ [4]: 9)Figur seperti beliaulah yang dibutuhkan bangsa ini untuk mengawal reformasi agar tidak salah arah. Aura ketulusan yang berpadu dengan semangat juang dalam dirinya, terbukti ampuh menularkan energi positif kepada seluruh pejuang kemerdekaan. Hasilnya, ia mampu menyatukan segenap komponen bangsa, baik sipil maupun militer, untuk menggapai satu cita-cita mulia. Mewujudkan Indonesia merdeka agar rakyatnya sejahtera.
Akhlak dan Perilaku Politik Pemimpin
Ketulusan, semangat juang, serta militansi panglima besar Soedirman bersama tokoh pendiri bangsa lainnya inilah yang sulit ditemui dalam diri para pemimpin bangsa sekarang. Jadi wajar jika bangsa kita di usia kemerdekaannya yang sudah mencapai 67 tahun ini, masih belum mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sampai saat ini, masih banyak rakyat yang hidup bagaikan masih di zaman penjajahan. Terlilit kemiskinan, terbelit kebodohan, dan terjebak keterbelakangan. Kalah jauh dengan negara-negara tetangga yang baru belakangan mengecap nikmat kemerdekaan.
Ironi ini tidak perlu terjadi kalau para pemimpin negeri ini meniti jalan yang lurus. Memandang kepemimpinan sebagai media ibadah sekaligus amanah suci yang harus ditunaikan dengan sepenuh hati.
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ. اَْلاِ مَامُ رَاعٍ وَمَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.
“Kalian adalah pemimpin, dan akan diminta bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang penguasa adalah pemimpin, dan akan diminta bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR Muslim)Nilai-nilai luhur inilah yang mulai tercerabut dari dalam jiwa para pemimpin negeri, sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara tidak pernah harmonis dan serasi. Kekacauan politik, ketidakadilan hukum, dan ketimpangan ekonomi, adalah akibat dari perilaku politik para pemimpin pada umumnya. Pemimpin yang lahir dari iklim politik yang tidak sehat atau tidak kondusif.
Dampak Kepemimpinan Transaksional
Adalah fakta yang tak bisa dipungkiri bahwa banyak pemimpin yang memperoleh jabatan strategis dari hasil transaksi politik, bukan dari visi yang dimiliki, talenta yang mumpuni, atau jasa nyata yang dirasakan rakyat biasa. Akibatnya, kepemimpinan berjalan statis tanpa kreasi inovatif bagi perubahan dan pembaruan masyarakat. Kepemimpinan lebih terlihat sebagai asesoris kekuasaan yang harus ada dalam suatu negara, dibanding wadah menyalurkan ide positif dan gagasan konstruktif.
Banyak pemimpin yang mandul karena memang miskin visi, sehingga tidak bisa berbuat banyak untuk meningkatkan taraf hidup rakyat. Pemimpin seperti ini, cenderung sibuk membangun citra positif agar terus mendapat kepercayaan masyarakat, ketimbang meningkatkan etos kerja membangun bangsa. Menyimpang jauh dari teladan Rasulullah Saw. kala memimpin umat Islam generasi pertama.
Yang lebih miris lagi, tidak sedikit pemimpin yang terbelenggu dengan transaksi politiknya sendiri. Utang budi politik semacam inilah yang menjadi pangkal merebaknya fenomena korupsi. Perhatian pemimpin tak lagi fokus pada rakyat, tapi para kroni politiknya. Yang diperjuangkan bukan lagi kepentingan masyarakat, tapi kepentingan diri dan kelompoknya. Pada titik inilah, akhlak, etika dan moralitas politik hanya menjadi slogan yang sering diucapkan, tanpa dipraktikkan. Padahal Allah Swt. berfirman dalam surah Shaff ayat 2-3:
يَآ
أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَالاَ تَفْعَلُوْنَ.
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللهِ أَنْ تَقُوْلُوْا مَالاَ تَفْعَلُوْنَ.
“Wahai
orang-orang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah jika kamu mengatakan
apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS Shaff [61]: 2-3)Revitalisasi Lembaga Kepemimpinan
Allahu Akbar, Allahhu Akabar, Allahu Akabar walillahilhamd
Saudara-saudara kaum Muslimin yang dimuliakan Allah.
Agar kondisi bangsa kita tidak semakin terpuruk akibat tingkah laku pemimpin yang tidak memiliki integritas, mari kita tandai peringatan proklamasi kemerdekaan dan hari raya Idul Fitri ini sebagai momentum perubahan. Perubahan pada pola pikir yang tercermin dalam pola hidup. Memang langkah ini tidaklah mudah dilakukan. Perlu perjuangan kita semua secara istikamah dan penuh kesungguhan. Terlebih karena kondisi kepemimpinan di negeri ini banyak dilahirkan dari partai politik yang belum sepenuhnya berfungsi sebagai mesin kepemimpinan. Partai politik kita sebagian besar dikendalikan oleh orang-orang yang lebih mengedepankan uang dan modal daripada akhlak, integritas dan moral. Akibatnya banyak calon pemimpin ditentukan oleh kekuatan modal bukan kualitas moral. Pemimpin yang dimunculkan bukan karena kualitas visi dan misinya, tapi karena kekuatan modal yang dimiliki. Kiranya kita masih ingat mundurnya alm. Nurcholish Madjid yang terpaksa mundur dari bursa pencalonan Presiden 2004 silam karena kekurangan dana dan modal yang biasa dikiaskan dengan istilah ’kekurangan gizi’ padahal sejatinya dia memiliki visi dan kompetensi yang cukup memadai.
Partai Politik dan Ironi Demokrasi
Sungguh ironi apabila demokrasi yang kita kembangkan selama ini telah melahirkan pemimpin-pemimpin yang justru melawan kodrat demokrasi yang menempatkan kedaulatan di tangan rakyat. Rakyat hanya menjadi tumbal demokrasi untuk melanggengkan kekuasaan pemimpin yang tak amanah dan korup. Sungguh hal ini merupakan penyimpangan demokrasi yang harus kita luruskan bersama, agar rakyat tidak hanya menjadi sapi perah calon pemimpin yang ingin berkuasa atau mempertahankan kekuasaannya.
Proses lahirnya kepemimpinan di negeri ini tidak bisa dilepaskan dari keberadaan lembaga-lembaga yang menyeleksi maupun mendukung calon pemimpin. Salah satu lembaga penting dalam melahirkan pemimpin adalah partai politik. Selain sebagai pilar demokrasi, partai politik juga memiliki tanggung jawab untuk mendidik dan mendistribusikan calon pemimpin baik pada tingkat lokal maupun nasional. Baik di lembaga legislatif, eksekutif, maupun yudikatif serta berbagai institusi negara lainnya. Karena itu, partai politik mempunyai tanggung jawab besar untuk melahirkan kepemimpinan yang berkualitas dan memiliki integritas. Partai politik harus bertanggung jawab atas lahirnya pemimpin-pemimpin yang korup dan menyimpang.
Hilangnya Ideologi Partai Politik
Tugas ini memang tidak mudah dilaksanakan, mengingat saat ini banyak partai politik yang justru terjebak dalam lingkaran setan. Kehilangan ideologi dan orientasi. Bahkan menjadi tempat berlindung yang aman dan nyaman bagi para koruptor.
Fenomena ini tidak boleh terus berlangsung agar kepemimpinan di Republik ini tidak semakin jauh melenceng dari cita-cita demokrasi dan konstitusi kita. Terlebih agar kita tidak terus menjadi korban akibat ulah pemimpin yang tidak amanah. Karena itu, partai politik harus membuang semua penyakit yang berpotensi merusak sistem kepartaian, seperti kekuasaan oleh sekelompok orang (oligarki) atau kekuasaan sentralistik figur (patronase), maupun berdasarkan trah keluarga (nepotis). Para petinggi partai harus sadar, penyakit oligarki hanya akan membuat partai menjelma layaknya perusahaan yang hanya dikuasai oleh segelintir orang. Sedangkan proses kaderisasinya hanya akan melahirkan orang-orang yang taat pada elit partai. Hal yang sama akan terjadi pada partai yang tidak bisa melepaskan diri dari politik patronase. Figur patron yang menempati hierarki tertinggi dalam piramida partai, akan memiliki kekuasaan mutlak laksana seorang raja. Ruh partai bukan lagi berada di balik ideologi, tapi beralih ke tangan seorang tokoh atau figur karena trah keluarga.
Gejala ini pernah dialami oleh umat Islam generasi awal yang lazim disebut assabiqunal awwalun. Ketika Rasulullah Saw. wafat, banyak kaum Muslimin yang merasa kehilangan pegangan. Mereka tidak percaya, bahkan tidak menerima kematian sang Nabi, sampai Abu Bakar menyadarkan mereka:
أَيُّهَا
النَّاسْ، إِنَّ مَنْ كَانَ يَعْبُدُ مُحَمَّدًا فَإِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ
مَاتَ. وَمَنْ كَانَ يَعْبُدُ اللهَ فَإِنَّ اللهَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ.
“Saudara-sadara,
barangsiapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah meninggal, tetapi
siapa yang menyembah Allah, Allah Mahakekal dan tak pernah mati.”Rekruitmen dan Kaderisasi Pemimpin
Hikmah dari perkataan Abu Bakar dalam konteks kepemimpinan adalah pertama, perlunya melihat kepemimpinan sebagai sebuah proses yang tidak abadi. Siapapun dia, sekuat apapun dia, bahkan seotoriter apapun dia, seorang pemimpin pasti akan sampai pada kejatuhannya. Karena itu, pemimpin harus betul-betul berusaha maksimal untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakatnya.
Kedua, kepemimpinan janganlah didasarkan pada faktor keturunan, karena kepemimpinan bukanlah warisan. Kepemimpinan harus didasarkan pada kualitas dan integritas sang pemimpin siapapun dan dari suku apapun dia.
Ketiga, pemimpin tidak hanya punya tanggung jawab secara sosial, tapi juga secara spiritual, yaitu kepada Allah Swt. Karena itu, pemimpin dituntut tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual, tapi juga spiritual yang dapat menuntunnya pada amanah kepemimpinannya.
Empat Karakter Pemimpin Ideal
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd.
Saudara-saudara kaum Muslimin yang dimuliakan Allah.
Karakter pemimpin ideal sebenarnya sudah tercermin secara sempurna pada diri Rasulullah Saw. Sejarah sudah memberikan paparan yang jelas tentang segala hal yang berkaitan dengan seni kepemimpinan beliau. Jadi, yang perlu kita lakukan saat ini adalah memahami esensi dari setiap karakter tersebut, sehingga bisa diaplikasikan dalam seni kepemimpinan Indonesia modern. Secara ringkas, empat karakter Rasulullah Saw. adalah sebagai berikut
1. Sidiq (Jujur)
Karakter utama yang menjadi ciri khas pemimpin ideal adalah kejujuran. Jangan pernah remehkan sifat ini, karena fakta sejarah membuktikan bahwa kejujuran memiliki energi dahsyat untuk melegitimasi kepemimpinan. Nabi Muhammad Saw. dan Abu Bakar secara berurutan sudah membuktikan dahsyatnya energi kejujuran bagi kepemimpinan agama dan politik mereka. Rasulullah mendapatkan gelar Al-Amien (yang dapat dipercaya) jauh sebelum mendapatkan beragam gelar positif lainnya. Karena rekam jejak kejujuran beliaulah, dakwah Islam cepat tersebar. Semua perkataan beliau langsung dipercaya dan diyakini kebenarannya oleh semua orang yang mendengar. Termasuk hal-hal yang tidak bisa dinalar akal sehat sekalipun, seperti persitiwa Isra’ dan Mi’raj. Abu Bakar juga demikian. Ia dijuluki ash-Shiddiq (orang jujur dan bisa dipercaya). Kejujuran inilah yang membuat semua kabilah Arab bersatu dan membaiatnya secara aklamatif sebagai khalifah ketika Rasulullah wafat.
Fakta ini seharusnya bisa membuka mata semua pemimpin, bahwa kejujuran merupakan modal utama untuk menjadi pemimpin. Pribadi yang jujur relatif lebih mudah diterima oleh masyarakat, meskipun mungkin dia tidak memiliki kecakapan yang hebat dalam mengorganisir kekuasaan. Sebab, masyarakat pasti lebih tenang dan lebih senang dipimpin oleh orang jujur. Mereka tidak akan khawatir aset-aset bangsa hasil jerih payah rakyat akan diselewengkan untuk kepentingan pribadi. Mereka juga tidak akan was-was akan diperlakukan seperti binatang ternak, yang diperas keringatnya dan diperah saripatinya untuk membiayai kebutuhan hedonisme ala pemimpin pendusta.
Pemimpin yang jujur pasti berpikir seribu kali untuk melakukan tindakan tidak terpuji, atau memutuskan kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat. Oleh sebab itu, Allah Swt. dengan tegas memerintahkan kita untuk bersama atau mengikuti orang-orang yang jujur.
يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا للهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصَّادِقِيْنَ.
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur.” (QS At-Taubah [9]: 119)2. Amanah (Tepercaya dan Bertanggung Jawab)
Jika kejujuran berfungsi melejitkan potensi internal untuk melegitimasi pemimpin, maka amanah merupakan karakter eksternal yang berfungsi meningkatkan etos kerja. Karakter inilah yang bisa memacu dan memicu pemimpin untuk menjaga kepercayaan masyarakat. Karena berkaitan dengan kerja-kerja praktis, maka karakter amanah memiliki kaitan yang erat dengan tanggung jawab. Jadi, pemimpin yang amanah adalah pemimpin yang bertanggung jawab.
Sejauh ini, kita cenderung memaknai amanah sebatas menunaikan tugas dan kewajiban. Padahal, penyempitan makna amanah seperti inilah yang menjadi pangkal rendahnya kinerja para pemimpin. Oleh sebab itu, pada kesempatan yang amat langka ini, khatib al-faqir ingin mengingatkan kembali bahwa amanah memiliki arti yang agung. Amanah berarti berusaha memberikan kemampuan terbaik dan berorientasi kesempurnaan dalam setiap tugas yang dijalankan. Pemimpin amanah adalah pemimpin yang selalu berusaha perfeksionis dalam melakukan pekerjaan. Tidak pernah puas dengan hasil yang didapatkan, dan selalu berpikir keras untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik lagi.
Menurut para ahli hikmah, pemimpin yang amanah selalu menjunjung tinggi etika sehingga tidak suka mempermalukan orang. Membangun kepercayaan diri melalui kualitas dan kapasitas diri. Berani mengakui kesalahan diri dan tidak pernah segan mengingatkan orang lain atas kesalahannya. Bertanggung jawab sendiri untuk memperjuangkan tujuan serta cermat dalam bekerja. Teguh memegang prinsip dengan segala risiko dan konsekuensi yang harus dihadapi.
Di samping itu, pemimpin amanah adalah yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Tidak membuat rakyat kerepotan mengurusi masalahnya. Selalu meninggalkan kenangan positif bagi orang di sekitarnya dan masyarakat luas. Tidak mengalihkan tanggung jawab kesalahannya kepada pihak lain, dan juga tidak mewariskan tumpukan masalah yang menyulitkan generasi setelahnya.
3. Tabligh (komunikatif)
Karakter ini harus dimiliki karena dalam menjalankan tugas, pemimpin selalu berhadapan dengan manusia yang punya perasaan dan pikiran. Bukan berhadapan dengan benda mati yang mudah direkayasa. Oleh sebab itu, pemimpin dituntut terampil berkomuniksi agar pesannya bisa dipahami dan dilaksanakan dengan baik. Ia harus bersikap terbuka sehingga rakyat tidak segan atau takut menyampaikan keinginannya. Seperti inilah yang dicontohkan Rasulullah Saw. dalam menjalin komunikasi dengan para sahabatnya.
Keterampilan berkomunikasi ini mustahil diperoleh secara instan tanpa proses yang panjang. Pengalaman akan menumbuhkan empati yang membuat pemimpin bisa merasakan keluh-kesah rakyatnya, bukan hanya menjadi pendengar setia. Itulah sebabnya mengapa para pemimpin yang berhasil, selalu sosok yang bersahaja. Sosok yang rela berlumpur dan berkeringat bersama rakyat, bukan sosok yang pura-pura memperhatikan penderitaan rakyat dari balik tirai kemewahan. Rasulullah Saw. selalu berhasil mencerna masalah yang dikeluhkan sahabat, karena beliau memang pernah mengalami masalah yang dikeluhkan tersebut. Kepribadian sederhana yang berpadu dengan tutur kata santun, membuat siapa pun merasa nyaman berdialog dengan Rasulullah Saw. Termasuk orang yang baru kenal sekalipun.
4. Fathanah (Visioner)
Seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Visioner dan memiliki program yang jelas dalam memajukan masyarakat. Memiliki analisa yang tajam, strategi yang jitu, serta cermat mengidentifikasi skala prioritas dalam menyelesaikan masalah.
Pemimpin yang tidak visioner pasti tidak memiliki pendirian yang teguh, sehingga mudah dipengaruhi orang lain. Gampang terombang-ambing di antara serbuan argumen yang beragam. Karena itu keputusan yang diambil rentan kesalahan dan berpotensi merugikan rakyat.
Rasulullah Saw. adalah pemimpin yang sangat visioner. Ketajamannya dalam menganalisa masalah benar-benar tak tertandingi oleh siapa pun. Kisah tentang Perjanjian Hudaibiyah adalah contoh nyata yang pasti membuat semua orang terpana. Betapa tidak, dengan kecerdasannya, Rasulullah Saw. mampu membalikkan perjanjian yang pasal-pasalnya terkesan merugikan, menjadi sangat menguntungkan bagi kaum Muslimin. Sebagai bukti, pihak Qurasiy yang sempat girang setelah menandatangi perjanjian tersebut, akhirnya tidak kuat lalu khianat dan melanggarnya.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ،
وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ
الْعَلِيْمُ.
Doa dan Harapan
Sebelum mengakhiri khutbah ini, khatib al-faqir ingin mengingatkan bahwa saat ini kita berada di tengah kepungan entertaimen dan gejolak politik. Bukan saja karena kita akan menghadapi pemilukada DKI putaran kedua pada September mendatang, tapi juga karena hingar-hingar suksesi kepemimpinan 2014 sudah ramai dibicarakan sekarang.
Sebagai insan yang beriman dan berpendidikan, mari kita sikapi semua rayuan politik tersebut dengan arif agar tidak salah memilih pemimpin. Sebab, kesalahan memilih pemimpin berpengaruh besar terhadap nasib kita untuk satu periode politik ke depan. Semoga Allah memberi kita kekuatan untuk menapaki jalan yang benar dan memilih pemimpin yang amanah.
Kita juga berdoa semoga Allah Swt segera menyadarkan para pemimpin di negeri ini untuk menjalankan amanatnya secara jujur, transparan, dan penuh keikhlasan sehingga negeri ini betul-betul menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Negeri yang jauh dari bencana karena pemimpinnya semakin dekat pada penciptanya, yaitu Allah Swt. Amien ya robbal ‘alamin.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا.
اللَّهُمَّ
مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ
مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ
الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْر.
Wahai Tuhan Yang mempunyai kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.
اَللّهُمَّ
أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ
وَالْمُلْحِدِيْنَ، وَأَعْلِ كَلِمَتَكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ،
بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
Ya Allah, muliakanlah agama Islam dan tinggikanlah derajat kaum muslimin. Hapuskan segala bentuk kekufuran dan enyahkan
segala bentuk kejahatan. Tegakkan panji-panji kebesaran-Mu hingga akhir
nanti, dengan Rahmat-Mu wahai Dzat Yang Maha Pengasih.
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
Ya Allah kami, berikanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.
اَللّهُمَّ
انْصُرْ سُلْطَانَنَا سُلْطَانَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَانْصُرْ عُلَمَاءَهُ
وُزَرَاءَهُ وَوُكَلاَءَهُ وَعَسَاكِرَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ،
وَاكْتُبْ السَّلاَمَةَ وَالْعَافِيَةَ عَلَيْنَا وَالْغُزَّاةِ
وَالْمُسَافِرِيْنَ وَالْمُقِيْمِيْنَ، فِيْ بَرِّكَ وَبَحْرِكَ مِنْ
أُمَّةِ مُحَمَّدٍ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ.
Ya
Allah, tolonglah penguasa kami, pemimpin kaum yang beriman, tolonglah
para ulama kami, tolonglah para menteri, pejabat, serta tentaranya
hingga hari Akhir. Tetapkan keselamatan dan kesehatan bagi kami, yang sedang
berjihad, para musafir, serta yang tidak bepergian, baik
yang ada di darat atau di laut-Mu—umat Muhammad dan seluruh umat manusia
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ. وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
Mahasuci Tuhanmu Yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan Penguasa alam semesta.
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar