arifuddinali.blogspot.com - Beberapa kali baik saat bertemu langsung mahasiswa atau mendapatkan mention
di twitter, banyak orang mengusulkan kalau korupsi itu dimasukkan ke
gangguan jiwa. Alasannya, karena pelaku korupsi sepertinya sudah tidak
tahu malu, tidak sadar dirinya salah dan tidak merasa perbuatannya
merugikan orang lain.
Semua alasan itu yang membuat banyak orang yang mengatakan bahwa koruptor itu mengalami sakit jiwa. Tapi tunggu dulu!!! Memasukkan sindroma berbagai gejala dan tanda dari suatu gangguan jiwa ke kategori gangguan jiwa itu tidak semudah itu. Apalagi untuk Korupsi yang sebenarnya lebih ke penyakit moral masyarakat. Penyakit masyarakat yang sebenarnya bisa sembuh jika penegakkan hukum di masyarakat bisa lebih diutamakan bukan sekedarnya seperti sekarang ini.
Saya pernah beberapa kali menulis tentang koruptor dan perilaku korupsi mereka. Masalah-masalah terkait dengan koruptor dan perilakunya ini sering kali memang mirip dengan gejala-gejala sakit jiwa. Tapi sebelum mencap para koruptor itu sakit jiwa dan malah ada yang memanfaatkan untuk lepas dari jeratan hukum (Banyak orang yang salah mengartikan KUHP pasal 44 tentang Orang yang sakit jiwanya tidak dapat dihukum), mari kita lihat gejala dan tanda yang mirip gangguan jiwa pada diri seorang koruptor.
a. Tidak Ada Tilikan
Tidak ada tilikan atau insight adalah salah satu gejala gangguan jiwa yang banyak ditemukan pada pasien gangguan jiwa berat seperti skizofrenia. Pasien skizofrenia yang berat kebanyakan merasa dirinya tidak sakit sehingga tidak memerlukan obat. Pasien juga sering menolak pengobatan karena merasa dirinya baik-baik saja. Pikiran pasien skizofrenia biasanya diwarnai kepercayaan yang salah yang membuatnya menjadi mempunyai keyakinan yang salah juga terhadap sesuatu. Keyakinan yang salah ini yang membuatnya mengalami waham atau delusi.
Koruptor memang sering tidak mempunyai tilikan. Tertangkap basah membawa uang hasil korupsi atau sogokan pun mereka tetap berkelit. Pada banyak kesempatan walaupun bukti kuat telah dikemukakan, koruptor tetap menampik melakukan perbuatan itu. Saya pikir hal ini mungkin dikarenakan konsep apa itu Korupsi masih belum jelas di mata para koruptor. Entah konsep apa yang ada di pikiran mereka tentang korupsi itu. Apakah mengambil uang dan barang yang bukan miliknya itu dibenarkan menurut mereka? Atau mereka beranggapan bahwa korupsi itu tidak salah karena merupakan keuntungan dari posisinya saat ini. Jadi mereka mungkin berpikir kalau mendapatkan keuntungan karena posisinya itu, bukanlah yang termasuk korupsi. Mungkin di pikiran mereka, korupsi atau mengambil uang rakyat itu kalau mereka terang-terangan mengambil uang rakyat di dompet rakyat pada saat kunjungan kerja misalnya.
b. Tidak Merasa Bersalah
Pasien yang mengalami gangguan kepribadian tipe ambang atau dikenal dengan Borderline Personality Disorder sering merasa tidak bersalah jika melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. Bagi kebanyakan pasien gangguan kepribadian, masalah bukan pada diri mereka tetapi pada orang lain. Sehingga bagi mereka jika ada masalah antara dia dan orang lain, artinya yang salah ya orang lain. Orang yang melakukan korupsi juga sering sekali merasa tidak bersalah. Mereka merasa apa yang dilakukannya adalah bagian dari pekerjaan mereka. Pendeknya, bukan masalah bagi mereka melakukan korupsi karena memang ada kesempatan itu. Wajar jika sudah tertangkap tanganpun perilaku para koruptor tetap santai dan percaya diri tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Perlu Hukuman Berat
Dalam ilmu kedokteran jiwa salah satu terapi yang bisa dilakukan untuk mengubah perilaku manusia adalah terapi kognitif (pikiran) dan terapi perilaku. Salah satu dasar dari terapi perilaku untuk kasus yang tilikannya kurang adalah menggunakan reward and punishment. Ini artinya memang perlu ada suatu hukuman yang berat yang bisa menjerakan untuk para pelaku korupsi dan calon-calon koruptor agar menjadi jera dan tidak mengulangi perbuatannya. Bagi yang mempunyai kejujuran yang tinggi perlu diberikan penghargaan yang tinggi. Walaupun sebenarnya kejujuran adalah bagian dari amanah untuk melakukan tugas yang dibebankan oleh masyarakat kepada para orang-orang terpercaya ini. Jadi bagi saya memang korupsi itu mirip gangguan jiwa tetapi bukan termasuk gangguan jiwa. Semoga kita semua tidak ada yang menjadi koruptor.
Salam Sehat Jiwa
Semua alasan itu yang membuat banyak orang yang mengatakan bahwa koruptor itu mengalami sakit jiwa. Tapi tunggu dulu!!! Memasukkan sindroma berbagai gejala dan tanda dari suatu gangguan jiwa ke kategori gangguan jiwa itu tidak semudah itu. Apalagi untuk Korupsi yang sebenarnya lebih ke penyakit moral masyarakat. Penyakit masyarakat yang sebenarnya bisa sembuh jika penegakkan hukum di masyarakat bisa lebih diutamakan bukan sekedarnya seperti sekarang ini.
Saya pernah beberapa kali menulis tentang koruptor dan perilaku korupsi mereka. Masalah-masalah terkait dengan koruptor dan perilakunya ini sering kali memang mirip dengan gejala-gejala sakit jiwa. Tapi sebelum mencap para koruptor itu sakit jiwa dan malah ada yang memanfaatkan untuk lepas dari jeratan hukum (Banyak orang yang salah mengartikan KUHP pasal 44 tentang Orang yang sakit jiwanya tidak dapat dihukum), mari kita lihat gejala dan tanda yang mirip gangguan jiwa pada diri seorang koruptor.
a. Tidak Ada Tilikan
Tidak ada tilikan atau insight adalah salah satu gejala gangguan jiwa yang banyak ditemukan pada pasien gangguan jiwa berat seperti skizofrenia. Pasien skizofrenia yang berat kebanyakan merasa dirinya tidak sakit sehingga tidak memerlukan obat. Pasien juga sering menolak pengobatan karena merasa dirinya baik-baik saja. Pikiran pasien skizofrenia biasanya diwarnai kepercayaan yang salah yang membuatnya menjadi mempunyai keyakinan yang salah juga terhadap sesuatu. Keyakinan yang salah ini yang membuatnya mengalami waham atau delusi.
Koruptor memang sering tidak mempunyai tilikan. Tertangkap basah membawa uang hasil korupsi atau sogokan pun mereka tetap berkelit. Pada banyak kesempatan walaupun bukti kuat telah dikemukakan, koruptor tetap menampik melakukan perbuatan itu. Saya pikir hal ini mungkin dikarenakan konsep apa itu Korupsi masih belum jelas di mata para koruptor. Entah konsep apa yang ada di pikiran mereka tentang korupsi itu. Apakah mengambil uang dan barang yang bukan miliknya itu dibenarkan menurut mereka? Atau mereka beranggapan bahwa korupsi itu tidak salah karena merupakan keuntungan dari posisinya saat ini. Jadi mereka mungkin berpikir kalau mendapatkan keuntungan karena posisinya itu, bukanlah yang termasuk korupsi. Mungkin di pikiran mereka, korupsi atau mengambil uang rakyat itu kalau mereka terang-terangan mengambil uang rakyat di dompet rakyat pada saat kunjungan kerja misalnya.
b. Tidak Merasa Bersalah
Pasien yang mengalami gangguan kepribadian tipe ambang atau dikenal dengan Borderline Personality Disorder sering merasa tidak bersalah jika melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. Bagi kebanyakan pasien gangguan kepribadian, masalah bukan pada diri mereka tetapi pada orang lain. Sehingga bagi mereka jika ada masalah antara dia dan orang lain, artinya yang salah ya orang lain. Orang yang melakukan korupsi juga sering sekali merasa tidak bersalah. Mereka merasa apa yang dilakukannya adalah bagian dari pekerjaan mereka. Pendeknya, bukan masalah bagi mereka melakukan korupsi karena memang ada kesempatan itu. Wajar jika sudah tertangkap tanganpun perilaku para koruptor tetap santai dan percaya diri tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Perlu Hukuman Berat
Dalam ilmu kedokteran jiwa salah satu terapi yang bisa dilakukan untuk mengubah perilaku manusia adalah terapi kognitif (pikiran) dan terapi perilaku. Salah satu dasar dari terapi perilaku untuk kasus yang tilikannya kurang adalah menggunakan reward and punishment. Ini artinya memang perlu ada suatu hukuman yang berat yang bisa menjerakan untuk para pelaku korupsi dan calon-calon koruptor agar menjadi jera dan tidak mengulangi perbuatannya. Bagi yang mempunyai kejujuran yang tinggi perlu diberikan penghargaan yang tinggi. Walaupun sebenarnya kejujuran adalah bagian dari amanah untuk melakukan tugas yang dibebankan oleh masyarakat kepada para orang-orang terpercaya ini. Jadi bagi saya memang korupsi itu mirip gangguan jiwa tetapi bukan termasuk gangguan jiwa. Semoga kita semua tidak ada yang menjadi koruptor.
Salam Sehat Jiwa
Penulis : Dr. Andri, Sp.KJ |
Jumat, 1 Februari 2013
Seorang psikiater dengan kekhususan di
bidang Psikosomatik dan Psikiatri Liaison. Lulus Dokter dan Psikiater
dari FKUI. Mendapatkan pelatihan di bidang Psikosomatik dan
Biopsikososial dari American Psychosomatic Society. Anggota dari
American Psychosomatic Society dan The Academy of Psychosomatic
Medicine. Sehari-hari mengajar di FK UKRIDA dan dokter penanggung jawab
Klinik Psikosomatik RS Omni, Alam Sutera, Tangerang
Sumber: health.kompas.com - Jumat 1 Februari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar