arifuddinali.blogspot.com - FATANAH adalah kaki-tangan orang parpol. Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis 14 tahun penjara dan denda Rp1 miliar terkait praktek suap bersama LHI yang kala itu sebagai Presiden PKS dan anggota DPR.
Hidayat Nur Wahid, politisi DPR asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS), kemarin, kepada pers berani mengatakan, keputusan hakim beraroma keditak-adilan. Dirinya membandingkan dengan hukuman dalam kasus mega korupsi lain, lebih ringan daripada yang diterima Fatanah.
Reaksinya membuat kita terperangah untuk ketiga kali. Kejutan pertama, terjadi saat KPK berupaya menangkap Lutfhi Hasan Ishaaq (LHI) di kantornya. Sejumlah kolega yang juga berstatus anggota DPR menghalang-halangi KPK.
Kaget yang kedua, sewaktu menyaksikan adegan politisi papan atas PKS, menghadang penyitaan mobil mewah yang diduga hasil pratek culas LHI.
Maklumlah kita wog cilik terkaget-kaget karena PKS adalah partai yang menyatakan diri berbasis Islam. Dideklarasikan di Jakarta pada 20 Juli 1998 atau awal era anti-korupsi, kolusi dan nepotisme.
Agama mengajarkan nilai-nilai sakral. Siapapun penganutnya tidak ikhlas jika secara terangan-terangan atau tersembunyi dijadikan topeng politisi untuk meraih kekuasaan sekaligus mengeruk uang di jalan haram.
Menarik untuk dijadikan bahan kajian tentang masih layakah agama dipakai untuk membungkus parpol di negara kita? Prahara korupsi melilit elit PKS adalah kasus yang termasuk mendorong kita bertanya seperti itu.
Parpol di luar asas keagamaan yang juga dipakai sebagai kendaraan oleh elite penggeraknya untuk merampok uang negara, 100 persen kita tidak kesengsem. Seharusnya, parpol berfungsi sebagai agen perubahan menuju kehidupan rakyat yang sejahteran, adil dan makmur.
Elite parpol pengkhianat terkuak dalam kasus pembangunan fasilitas olahraga di Hambalang, pembangunan gedung kampus sejumlah perguruan tinggi negeri, perbanyakan Kitab Suci Alquran, pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia dan banyak lagi lainya.
Hidayat Nur Wahid, politisi DPR asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS), kemarin, kepada pers berani mengatakan, keputusan hakim beraroma keditak-adilan. Dirinya membandingkan dengan hukuman dalam kasus mega korupsi lain, lebih ringan daripada yang diterima Fatanah.
Reaksinya membuat kita terperangah untuk ketiga kali. Kejutan pertama, terjadi saat KPK berupaya menangkap Lutfhi Hasan Ishaaq (LHI) di kantornya. Sejumlah kolega yang juga berstatus anggota DPR menghalang-halangi KPK.
Kaget yang kedua, sewaktu menyaksikan adegan politisi papan atas PKS, menghadang penyitaan mobil mewah yang diduga hasil pratek culas LHI.
Maklumlah kita wog cilik terkaget-kaget karena PKS adalah partai yang menyatakan diri berbasis Islam. Dideklarasikan di Jakarta pada 20 Juli 1998 atau awal era anti-korupsi, kolusi dan nepotisme.
Agama mengajarkan nilai-nilai sakral. Siapapun penganutnya tidak ikhlas jika secara terangan-terangan atau tersembunyi dijadikan topeng politisi untuk meraih kekuasaan sekaligus mengeruk uang di jalan haram.
Menarik untuk dijadikan bahan kajian tentang masih layakah agama dipakai untuk membungkus parpol di negara kita? Prahara korupsi melilit elit PKS adalah kasus yang termasuk mendorong kita bertanya seperti itu.
Parpol di luar asas keagamaan yang juga dipakai sebagai kendaraan oleh elite penggeraknya untuk merampok uang negara, 100 persen kita tidak kesengsem. Seharusnya, parpol berfungsi sebagai agen perubahan menuju kehidupan rakyat yang sejahteran, adil dan makmur.
Elite parpol pengkhianat terkuak dalam kasus pembangunan fasilitas olahraga di Hambalang, pembangunan gedung kampus sejumlah perguruan tinggi negeri, perbanyakan Kitab Suci Alquran, pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia dan banyak lagi lainya.
Sekretaris Kabinet Dipo Alam pada tahun 2012 membeberkan daftar parpol paling banyak kadernya yang korupsi. Urutan pertama, Partai Golkar ada 64 politisi atau 36 %. Kedua, PDIP ada 32 politisi atau 18% . Ketiga, Partai Demokrat ada 20 politisi atau 11%.
Parpol berasaskan Islam menyusul pada urutan keempat yaitu PPP sebanyak 17 politisi atau 9,65 % . Kelima, PKB ada 9 politisi atau 5 %. Keenam, PKS ada 4 politikus atau 2,27 % .
Memasuki tahun 2013, jumlahnya bertambah banyak dan pelakunya dari beragam parpol. Harapan besar tercurah kepada KPK agar tanpa pandang bulu penjarakan semua politisi korup bersama antek
Khusus kepada politisi parpol berbasis Islam, hendaknya menyadari bahwa keyakinan kita sama yaitu setelah kematian masih ada kehidupan abadi didasari perbuatan selama di alam fana ini.*** (poskotanews.com 07112013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar