Lambang |
Sejarah
Asal Muasal Nama Sidenreng Rappang
Menurut sejarah, Sidenreng Rappang awalnya terdiri dari dua kerajaan,
masing-masing Kerajan Sidenreng dan Kerajaan Rappang. Kedua kerajaan ini sangat
akrab. Begitu akrabnya, sehingga sulit ditemukan batas pemisah. Bahkan dalam
urusan pergantian kursi kerajaan, keduanya dapat saling mengisi. Seringkali
pemangku adat Sidenreng justru mengisi kursi kerajaan dengan memilih dari
komunitas orang Rappang. Pegitu pula sebaliknya, bila kursi kerajan Rappang
kosong, mereka dapat memilih dari kerajaan Sidenreng . Itu pula sebabnya, sulit
untuk mencari garis pembeda dari dua kerajaan tersebut. Dialek bahasanya sama,
bentuk fisiknya tidak beda, bahasa sehari-harinya juga mirip. Kalaupun ada
perbedaan yang menonjol, hanya dari posisi geografisnya saja. Wilayah Rappang
menempati posisi sebelah Utara, sedangkan kerajaan Sidenreng berada di bagian
Selatan. Kedua kerajaan tersebut masing-masing memiliki sistem pemerintahan
sendiri. Di kerajaan Sidenreng kepala pemerintahannya bergelar Addatuang. Pada
pemerintahan Addatuang, keputusan berasal dari tiga sumber yaitu, raja,
pemangku adab dan rakyat. Sedangkan di Kerajaan Rappang rajanya bergelar Arung
Rappang dan menyandarkan sendi pemerintahanya pada aspirasi rakyat. Demokrasi
sudah terlaksana pada setiap pengambilan kebijakan.
Monumen Ganggawa di Pangkajene.Demokrasi bagi kerajaan Rappang adalah sesuatu yang sangat penting, salah satu bentuk demokrasinya adalah penolakan diskriminasi gender. Perbedaan gender tidak menjadi masalah, khususnya bagi kaum wanita untuk meniti karir sebagaimana layaknya kaum pria. Buktinya, adalah emansipasi wanita sudah ditunjukkan dengan seorang perempuan yang menjadi rajanya, yaitu raja Dangku, raja kesembilan yang terkenal cerdas, jujur, dan pemberani. Wanita yang kemudian dikenal sukses menjalankan roda pemerintahan di zamannya. Pada saat pengakuan kedaulatan republik Indonesia oleh Belanda tanggal 27 Desember 1949, berakhirlah dinasti Kerajaan Sidenreng dan Kerajaan Rappang. Ketika bumi Indonesia kemudian melepaskan diri dari belenggu penjajah, ketika pekik kemerdekaan menggema di seantero nusantara, kerajaan Sidenreng lebih awal menunjukkan watak nasionalismenya dengan bersedia melepaskan sistem kerajaan mereka. Padahal sistem itu sudah berlangsung lama, sampai 21 kali pergantian pemimpin. Mereka memilih berubah dan menyatu dengan pola ketatanegaraan Indonesia. Kerajaan akhirnya melebur menjadi kabupaten Sidenreng Rappang, dengan bupati pertamanya H. Andi Sapada Mapangile
Di daerah ini pernah hidup seorang Tokoh Cendikiawan Bugis yang cukup
terkenal pada masa Addatuang Sidenreng dan Addatuang Rappang (Addatuang
adalah semacam pemerintahan distrik di masa lalu) yang bernama 'Nenek Mallomo'.
Dia bukan berasal dari kalangan keluarga istana, akan tetapi
kepandaiannya dalam tata hukum negara dan pemerintahan membuat namanya
cukup tersohor. Sebuah tatanan hukum yang sampai saat ini masih
diabadikan di Sidenreng, yaitu: Naiya Ade'e De'nakkeambo, de'to nakkeana, artinya: Sesungguhnya ADAT itu tidak mengenal Bapak dan tidak mengenal Anak.
Kata bijaksana itu dikeluarkan Nenek Mallomo' ketika dipanggil oleh
Raja untuk memutuskan hukuman kepada putera Nenek Mallomo' yang mencuri
peralatan bajak tetangga sawahnya. Dalam Lontara' La Toa, Nenek Mallomo'
disepadankan dengan tokoh-tokoh Bugis-Makassar lainnya, seperti I
Lagaligo, Puang Rimaggalatung, Kajao Laliddo dan sebagainya.
Keberhasilan panen padi di Sidenreng karena ketegasan Nenek Mallomo'
dalam menjalankan hukum, hal ini terlihat dalam budaya masyarakat
setempat dalam menentukan masa tanam melalui musyawarah yang disebut
TUDANG SIPULUNG (Tudang = Duduk, Sipulung = Berkumpul atau dapat
diterjemahkan sebagai suatu Musyawarah Besar) yang dihadiri oleh para
Pallontara' ahli mengenai buku Lontara') dan tokoh-tokoh masyarakat
adat.
Melihat keberhasilan TUDANG SIPULUNG yang pada mulanya diprakarsai
oleh Bupati kedua, Bapak Kolonel Arifin Nu'mang sebelum tahun 1980,
daerah-daerah lain pun sudah menerapkannya.
Topografi
Kabupaten Sidenreng Rappang terletak pada ketinggian antara 10 m – 1500 m dari permukaan laut. Keadaan Topografi wilayah di daerah ini sangat bervariasi berupa wilayah datar seluas 879.85 km² (46.72%), berbukit seluas 290.17 km² (15.43%) dan bergunung seluas 712.81 km2 (37.85%).Perekonomian
Kabupaten Sidenreng Rappang merupakan salah satu sentra penghasil beras di Sulawesi Selatan. Hal ini terutama didukung oleh jaringan irigasi teknis yang mampu mengairi sawah sepanjang tahun. Beberapa jaringan irigasi yang ada di Sidenreng Rappang antara lain:- Jaringan Irigasi Bulu Cenrana, mengairi 6000 hektar sawah
- Jaringan Irigasi Bila, mengairi 5400 hektar sawah
- Jaringan Irigasi Bulu Timoreng, mengairi 5400 hektar sawah
Irigasi Sungai Bila mengairi 9600 hektar sawah di Kabupaten Sidenreng Rappang |
Irigasi Sungai Bulu Cenrana mengairi 6000 hektar sawah di Kabupaten Sidenreng Rappang |
Pariwisata
Sidrap memiliki beberapa tempat wisata antara lain:- Taman Wisata Puncak - Bila Riase. Taman wisata air dengan wahana sepeda air, kano, flying fox dan ATV.
- Danau Sidenreng
- Bila Ranch. Merupakan area penggembalaan sapi milik PT. Berdikari United Livestock
Taman wisata Puncak Bila Riase |
Nama-Nama Bupati Sidrap
Kantor Bupati Sidrap |
Arief
Tidak ada komentar:
Posting Komentar