1. Muawiyah bin Abu Sufyan
Muawiyah bin Abu Sufyan (602 – 680; umur 77–78 tahun; bahasa Arab: معاوية بن أبي سفيان) bergelar Muawiyah I adalah khalifah pertama dari Bani Umayyah.
Muawiyah diakui oleh kalangan Sunni sebagai salah seorang Sahabat Nabi, walaupun keislamannya baru dilakukan setelah Mekkah ditaklukkan. Kalangan Syi'ah sampai saat ini tidak mengakui Muawiyah sebagai khalifah dan Sahabat Nabi, karena dianggap telah menyimpang setelah meninggalnya Rasulullah SAW. Ia diakui sebagai khalifah sejak Hasan bin Ali,
yang selama beberapa bulan menggantikan ayahnya sebagai khalifah,
berbai'at padanya. Dia menjabat sebagai khalifah mulai tahun 661 (umur 58–59 tahun) sampai dengan 680.
Terjadinya Perang Shiffin makin memperkokoh posisi Muawiyah dan melemahkan kekhalifahan Ali bin Abu Thalib, walaupun secara militer ia dapat dikalahkan. Hal ini adalah karena keunggulan saat berdiplomasi antara Amru bin Ash (kubu Muawiyah) dengan Abu Musa Al Asy'ari
(kubu Ali) yang terjadi di akhir peperangan tersebut. Seperti halnya
Amru bin Ash, Muawiyah adalah seorang administrator dan negarawan ulung.
Referensi
- (Indonesia) Mursi, Muhammad Sa'id. Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. Penerjemah: Khoirul Amru Harahap, Lc, MHI dan Achmad Faozan, Lc, M.Ag. Editor: Muhammad Ihsan, Lc. Cet. 1, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007. ISBN 979-592-387-0.
2. Yazid bin Muawiyah
Yazid bin Muawiyah bergelar Yazid I (± 645 - 683) ialah khalifah kedua Bani Umayyah dan pengganti ayahandanya Muawiyah.
Insiden khusus dari masa pemerintahannya terjadi dalam Pertempuran Karbala di mana cucu Nabi Muhammad, Husain bin Ali beserta pengikutnya terbunuh. Tidak hanya Husain tokoh terkemuka yang menentang kenaikan Yazid ke kursi kekhalifahan; ia juga ditentang Abdullah bin Zubair
yang menyatakan menjadi khalifah sesungguhnya. Saat orang-orang Hejaz
mulai memberikan kesetiaan pada Abdullah, Yazid mengirim pasukan untuk
mengamankan daerah itu, dan Makkah diserbu. Selama penyerbuan, Ka’bah
rusak, namun pengepungan berakhir dengan kematian mendadak Yazid pada
683.
Sebagai lelaki muda Yazid mengkomando pasukan Arab yang ayahandanya
Muawiyah mengirim untuk mengepung Konstantinopel. Segera setelah itu ia
menjadi khalifah, namun banyak dari yang ayahandanya telah menjaga di
bawah pengawasan memberontak terhadapnya.
Walau disajikan dalam banyak sumber sebagai penguasa yang risau,
dengan penuh semangat Yazid mencoba melanjutkan kebijakan ayahandanya
dan menggaji banyak orang yang membantunya. Ia memperkuat struktur
administrasi khilafah dan memperbaiki pertahanan militer Suriah, basis
kekuatan Bani Umayyah. Sistem keuangan diperbaiki. Ia mengurangi pajak
beberapa kelompok Kristen dan menghapuskan konsesi pajak yang ditanggung
orang-orang Samara sebagai hadiah untuk pertolongan yang telah
disumbangkan di hari-hari awal penaklukan Arab. Ia juga membayar
perhatian berarti pada pertanian dan memperbaiki sistem irigasi di oasis
Damsyik. Ia digantikan putranya Muawiyah II.
3. Muawiyah bin Yazid
Muawiyah bin Yazid bergelar Muawiyah II (661 - 684) ialah Khalifah Bani Umayyah selama hampir 6 bulan setelah kematian ayahandanya Yazid I. Khilafah yang diwarisinya dalam keadaan kacau sebab pernyataan Ibnu Zubair sebagai khalifah sebenarnya dan memegang daerah Hejaz seperti daerah lain.
Muawiyah II dianggap sebagai orang yang ramah yang yang tidak giat
melibatkan diri dalam politik. Umumnya dipercaya bahwa ia turun tahta
dan meninggal segera setelah itu, meski beberapa sumber menyebutkan ia
diracun. Ia digantikan oleh keluarga Bani Umayyah dari cabang lainnya,
yaitu Marwan bin al-Hakam (Marwan I).
4. Marwan bin al-Hakam
Marwan bin al-Hakam bergelar Marwan I (623 - 685) ialah Khalifah Bani Umayyah yang mengambil alih tampuk kekuasaan setelah Muawiyah II
menyerahkan jabatannya pada 684. Naiknya Marwan menunjukkan pada
perubahan silsilah Bani Umayyah dari keturunan Abu Sufyan ke Hakam,
mereka ialah cucu Umayyah (darinya nama Bani Umayyah diambil). Hakam
ialah saudara sepupu Utsman bin Affan.
Selama masa pemerintahan Utsman, Marwan mengambil keuntungan dari hubungannya pada khalifah dan diangkat sebagai Gubernur Madinah. Bagaimanapun, ia diberhentikan dari posisi ini oleh Ali, hanya diangkat kembali oleh Muawiyah I. Akhirnya Marwan dipindahkan dari kota ini saat Abdullah bin Zubair memberontak terhadap Yazid I. Dari sini, Marwan pergi ke Damsaskus, di mana ia menjadi khalifah setelah Muawiyah II turun tahta.
Masa pemerintahan singkat Marwan diwarnai perang saudara di antara keluarga Umayyah, seperti perang terhadap Ibnu Zubair yang melanjutkan pemerintahan atas Hejaz, Irak, Mesir
dan sebagian Suriah. Marwan sanggup memenangkan perang saudara Bani
Umayyah, yang berakibat naiknya keturunan Marwan sebagai jalur penguasa
baru dari Khalifah Umayyah. Ia juga sanggup merebut kembali Mesir dan Suriah dari Ibnu Zubair, namun tak sanggup sepenuhnya mengalahkannya.
Marwan bin al-Hakam digantikan sebagai khalifah oleh anaknya Abdul Malik bin Marwan.
5. Abdul Malik bin Marwan
Abdul Malik bin Marwan adalah khalifah kelima dari Bani Umayyah, menggantikan khalifah Marwan bin al-Hakam pada 692 Masehi. Selama masa pemerintahannya ia membebaskan banyak kota seperti kota-kota Romawi (696-705 M), Afrika Utara (698-703 M), dan Turkistan (705 M). Tahun 705 M ia digantikan oleh anaknya, Al-Walid bin Abdul-Malik.
Pada masa pemerintahannya lahir Imam Syi'ah keenam yaitu Ja'far ash-Shadiq.
6. Al-Walid bin Abdul-Malik
Al-Walid bin Abdul-Malik bergelar Al-Walid I (lahir pada tahun 668 – meninggal di Damaskus (kini wilayah Suriah) pada 23 Februari 715 pada umur 46/47 tahun) ialah Khalifah Bani Umayyah
yang memerintah antara 705 - 715. Ia melanjutkan ekspansi Khilafah
Islam yang dicetuskan ayahnya, dan merupakan penguasa yang efektif.
Al-Walid I ialah putra sulung Abdul-Malik dan menggantikannya ke kursi kekhilafahan setelah kematiannya. Seperti ayahnya, ia melanjutkan untuk memberikan kebebasan pada Al-Hajjaj bin Yusuf, dan kepercayaannya Al-Hajjaj dilunasi dengan penaklukan sukses Transoxiana (706), Sindh (712), sebagian Perancis (711), Punjab (712), Khawarizm (712), Samarkand (712), Kabul (kini di Afganistan, pada 713), Tus (715), Spanyol
(711), dan tempat-tempat lain. Hajjaj bertanggung jawab memilih
jenderal yang menunjukkan kampanye sukses, dan banyak dikenal dari
kampanye suksesnya terhadap Ibn Zubair selama masa pemerintahan ayah
Al-Walid.
Al-Walid sendiri melanjutkan pemerintahan yang efektif yang merupakan
ciri-ciri ayahnya, ia mengembangkan sistem kesejahteraan, membangun
rumah sakit, institusi pendidikan dan langkah-langkah untuk apresiasi
seni. Al-Walid sendiri merupakan penggemar berat arsitektur lalu
memperbaiki, memperluas dan memperbaharui kembali Masjid Nabawi di Madinah
tahun 706. Di samping itu, ia mengubah Basilika Kristen St. Yohanes
Pembaptis menjadi mesjid besar, kini dikenal sebagai Masjid Agung Damaskus
atau secara singkat Masjid Umayyah. Al-Walid juga secara besar-besaran
mengembangkan militer, membangun angkatan laut yang kuat.
Ia juga dikenal karena kesalehan pribadinya dan banyak cerita
menyebutkan bahwa ia terus-menerus mengutip al-Qur'an dan selalu menjadi
tuan rumah yang menyajikan jamuan besar untuk orang-orang yang berpuasa
selama bulan Ramadhan
7. Sulaiman bin Abdul-Malik
Sulaiman bin Abdul-Malik (± 674 - 717) ialah Khalifah Bani Umayyah yang memerintah dari 715 sampai 717. Ayahandanya ialah Abdul-Malik, dan merupakan adik khalifah sebelumnya al-Walid I.
Sulaiman mengambil kekuasaan, dalam, pada lawan politiknya Al-Hajjaj bin Yusuf. Bagaimanapun, al-Hajjaj meninggal pada 714, maka Sulaiman menyiksa sekutu politiknya. Di antaranya ada 3 jenderal terkenal Qutaibah bin Muslim, Musa bin Nusair, dan Muhammad bin Qasim. Seluruhnya ditahan dan kemudian dibunuh.
Di bawah pemerintahannya, ekspansi berlanjut ke bagian pegunungan di Iran seperti Tabiristan. Sulaiman juga memerintahkan serangan ke Konstantinopel,
namun gagal. Di kancah domestik, dengan baik ia telah membangun di
Makkah untuk ziarah, dan mengorganisasi pelaksanaan ibadah. Sulaiman
dikenal untuk kemampuan pidatonya yang luar biasa, namun hukuman matinya
pada ke-3 jenderalnya menyuramkan reputasinya.
Ia hanya memerintah selama 2 tahun. Ia mengabaikan saudara dan putranya, dan mengangkat Umar bin Abdul-Aziz
sebagai penggantinya sebab reputasi Umar sebagai salah satu dari yang
bijaksana, cakap dan pribadi alim pada masa itu. Pengangkatan seperti
jarang terjadi pada masa itu, walau secara teknis memenuhi cara Islam
untuk mengangkat pengganti, mengingat pengangkatan berkelanjutan tidak.
8. Umar bin Abdul-Aziz
Umar bin Abdul-Aziz (bahasa Arab: عمر بن عبد العزيز, bergelar Umar II, lahir pada tahun 63 H / 682 – Februari 720; umur 37–38 tahun)[1] adalah khalifah Bani Umayyah yang berkuasa dari tahun 717 (umur 34–35 tahun) sampai 720 (selama 2–3 tahun). Tidak seperti khalifah Bani Umayyah sebelumnya, ia bukan merupakan keturunan dari khalifah sebelumnya, tetapi ditunjuk langsung, dimana ia merupakan sepupu dari khalifah sebelumnya, Sulaiman.
8.1. Biografi
8.1.1. Keluarga
Ayahnya adalah Abdul-Aziz bin Marwan, gubernur Mesir dan adik dari Khalifah Abdul-Malik. Ibunya adalah Ummu Asim binti Asim. Umar adalah cicit dari Khulafaur Rasyidin kedua Umar bin Khattab, dimana umat Muslim menghormatinya sebagai salah seorang Sahabat Nabi yang paling dekat.
8.1.1.1. Silsilah
Umar dilahirkan sekitar tahun 682. Beberapa tradisi menyatakan ia dilahirkan di Madinah, sedangkan lainnya mengklaim ia lahir di Mesir. Umar dibesarkan di Madinah, di bawah bimbingan Ibnu Umar, salah seorang periwayat hadis terbanyak.
8.1.1.2. Kisah Umar bin Khattab berkaitan dengan kelahiran Umar II
Menurut tradisi Muslim Sunni, silsilah keturunan Umar dengan Umar bin Khattab terkait dengan sebuah peristiwa terkenal yang terjadi pada masa kekuasaan Umar bin Khattab.
- "Khalifah Umar
sangat terkenal dengan kegiatannya beronda pada malam hari di sekitar
daerah kekuasaannya. Pada suatu malam beliau mendengar dialog seorang
anak perempuan dan ibunya, seorang penjual susu yang miskin.
- Kata ibu “Wahai anakku, segeralah kita tambah air dalam susu ini supaya terlihat banyak sebelum terbit matahari”
- Anaknya menjawab “Kita tidak boleh berbuat seperti itu ibu, Amirul Mukminin melarang kita berbuat begini”
- Si ibu masih mendesak “Tidak mengapa, Amirul Mukminin tidak akan tahu”.
- Balas si anak “Jika Amirul Mukminin tidak tahu, tapi Tuhan Amirul Mukminin tahu”.
- Umar yang mendengar kemudian menangis. Betapa mulianya hati anak gadis itu.
- Ketika pulang ke rumah, Umar bin Khattab menyuruh anak lelakinya, Asim menikahi gadis itu.
- Kata Umar, "Semoga lahir dari keturunan gadis ini bakal pemimpin Islam yang hebat kelak yang akan memimpin orang-orang Arab dan Ajam”.
- Asim yang taat tanpa banyak tanya segera menikahi gadis miskin tersebut. Pernikahan ini melahirkan anak perempuan bernama Laila yang lebih dikenal dengan sebutan Ummu Asim. Ketika dewasa Ummu Asim menikah dengan Abdul-Aziz bin Marwan yang melahirkan Umar bin Abdul-Aziz.
8.1.2. Kehidupan awal
682 – 715
Umar dibesarkan di Madinah, di bawah bimbingan Ibnu Umar, salah seorang periwayat hadis terbanyak. Ia tinggal di sana sampai kematiannya ayahnya, dimana kemudian ia dipanggil ke Damaskus oleh Abdul-Malik dan menikah dengan anak perempuannya Fatimah. Ayah mertuanya kemudian segera meninggal dan ia diangkat pada tahun 706 sebagai gubernur Madinah oleh khalifah Al-Walid I
715 – 715: era Al-Walid I
Tidak seperti sebagaian besar penguasa pada saat itu, Umar membentuk
sebuah dewan yang kemudian bersama-sama dengannya menjalankan
pemerintahan provinsi. Masa di Madinah itu menjadi masa yang jauh
berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, dimana keluhan-keluhan resmi ke Damaskus berkurang dan dapat diselesaikan di Madinah, sebagai tambahan banyak orang yang berimigrasi ke Madinah dari Iraq, mencari perlindungan dari gubernur mereka yang kejam, Al-Hajjaj bin Yusuf.
Hal tersebut menyebabkan kemarahan Al-Hajjaj, dan ia menekan al-Walid I
untuk memberhentikan Umar. al-Walid I tunduk kepada tekanan Al-Hajjaj
dan memberhentikan Umar dari jabatannya. Tetapi sejak itu, Umar sudah
memiliki reputasi yang tinggi di Kekhalifahan Islam pada masa itu.
Pada era Al-Walid I ini juga tercatat tentang keputusan khalifah yang
kontroversial untuk memperluas area di sekitar masjid Nabawi sehingga
rumah Rasulullah ikut direnovasi. Umar membacakan keputusan ini di depan
penduduk Madinah termasuk ulama mereka, Said Al Musayyib sehingga banyak dari mereka yang mencucurkan air mata. Berkata Said Al Musayyib: "Sungguh
aku berharap agar rumah Rasulullah tetap dibiarkan seperti apa adanya
sehingga generasi Islam yang akan datang dapat mengetahui bagaimana
sesungguhnya tata cara hidup beliau yang sederhana"[2]
715 – 717: era Sulaiman
Umar tetap tinggal di Madinah selama masa sisa pemerintahan al-Walid I dan kemudian dilanjutkan oleh saudara al-Walid, Sulaiman.
Sulaiman, yang juga merupakan sepupu Umar selalu mengagumi Umar, dan
menolak untuk menunjuk saudara kandung dan anaknya sendiri pada saat
pemilihan khalifah dan menunjuk Umar.
Kedekatan Umar dengan Sulaiman
Sulaiman bin Abdul-Malik merupakan sepupu langsung dengan Umar. Mereka berdua sangat erat dan selalu bersama. Pada masa pemerintahan Sulaiman bin Abdul-Malik, dunia dinaungi pemerintahan Islam. Kekuasaan Bani Umayyah sangat kukuh dan stabil.
Suatu hari, Sulaiman mengajak Umar ke markas pasukan Bani Umayyah.
- Sulaiman bertanya kepada Umar "Apakah yang kau lihat wahai Umar bin Abdul-Aziz?" dengan niat agar dapat membakar semangat Umar ketika melihat kekuatan pasukan yang telah dilatih.
- Namun jawab Umar, "Aku sedang lihat dunia itu sedang makan antara satu dengan yang lain, dan engkau adalah orang yang paling bertanggung jawab dan akan ditanyakan oleh Allah mengenainya".
- Khalifah Sulaiman berkata lagi "Engkau tidak kagumkah dengan kehebatan pemerintahan kita ini?"
- Balas Umar lagi, "Bahkan yang paling hebat dan mengagumkan adalah orang yang mengenali Allah kemudian mendurhakai-Nya, mengenali setan kemudian mengikutinya, mengenali dunia kemudian condong kepada dunia".
Jika Khalifah Sulaiman adalah pemimpin biasa, sudah barang tentu akan
marah dengan kata-kata Umar bin Abdul-Aziz, namun beliau menerima
dengan hati terbuka bahkan kagum dengan kata-kata itu.
8.2. Menjadi khalifah
Umar menjadi khalifah menggantikan Sulaiman yang wafat pada tahun 716. Ia di bai'at
sebagai khalifah pada hari Jumat setelah salat Jumat. Hari itu juga
setelah ashar, rakyat dapat langsung merasakan perubahan kebijakan
khalifah baru ini. Khalifah Umar, masih satu nasab dengan Khalifah
kedua, Umar bin Khattab dari garis ibu.
Zaman pemerintahannya berhasil memulihkan keadaan negaranya dan mengkondisikan negaranya seperti saat 4 khalifah pertama (Khulafaur Rasyidin)
memerintah. Kebijakannya dan kesederhanaan hidupnya pun tak kalah
dengan 4 khalifah pertama itu. Gajinya selama menjadi khalifah hanya 2
dirham perhari[3]
atau 60 dirham perbulan. Karena itu banyak ahli sejarah menjuluki
beliau dengan Khulafaur Rasyidin ke-5. Khalifah Umar ini hanya
memerintah selama tiga tahun kurang sedikit. Menurut riwayat, beliau
meninggal karena dibunuh (diracun) oleh pembantunya.
8.2.1. Sebelum menjabat
Menjelang wafatnya Sulaiman, penasihat kerajaan bernama Raja’ bin Haiwah menasihati beliau, "Wahai
Amirul Mukminin, antara perkara yang menyebabkan engkau dijaga di dalam
kubur dan menerima syafaat dari Allah di akhirat kelak adalah apabila
engkau tinggalkan untuk orang Islam khalifah yang adil, maka siapakah
pilihanmu?". Jawab Khalifah Sulaiman, "Aku melihat Umar Ibn Abdul Aziz".
Surat wasiat diarahkan supaya ditulis nama Umar bin Abdul-Aziz
sebagai penerus kekhalifahan, tetapi dirahasiakan darai kalangan menteri
dan keluarga. Sebelum wafatnya Sulaiman, beliau memerintahkan agar para
menteri dan para gubernur berbai’ah dengan nama bakal khalifah yang
tercantum dalam surat wasiat tersebut.
8.2.2. Naiknya Umar sebagai Amirul Mukminin
Seluruh umat Islam berkumpul di dalam masjid dalam keadaan
bertanya-tanya, siapa khalifah mereka yang baru. Raja’ Ibn Haiwah
mengumumkan, "Bangunlah wahai Umar bin Abdul-Aziz, sesungguhnya nama engkaulah yang tertulis dalam surat ini".
Umar bin Abdul-Aziz bangkit seraya berkata, "Wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan kepadaku tanpa bermusyawarah dahulu denganku dan tanpa pernah aku memintanya, sesungguhnya aku mencabut bai’ah yang ada dileher kamu dan pilihlah siapa yang kalian kehendaki".
Umat tetap menghendaki Umar sebagai khalifah dan Umar menerima dengan hati yang berat, hati yang takut kepada Allah dan tangisan. Segala keistimewaan sebagai khalifah ditolak dan Umar pulang ke rumah.
Ketika pulang ke rumah, Umar berfikir tentang tugas baru untuk memerintah seluruh daerah Islam yang luas dalam kelelahan setelah mengurus jenazah Khalifah Sulaiman bin Abdul-Malik. Ia berniat untuk tidur.
Pada saat itulah anaknya yang berusia 15 tahun, Abdul-Malik masuk melihat ayahnya dan berkata, "Apakah yang sedang engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?".
Umar bin Abdul-Aziz bangkit seraya berkata, "Wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan kepadaku tanpa bermusyawarah dahulu denganku dan tanpa pernah aku memintanya, sesungguhnya aku mencabut bai’ah yang ada dileher kamu dan pilihlah siapa yang kalian kehendaki".
Umat tetap menghendaki Umar sebagai khalifah dan Umar menerima dengan hati yang berat, hati yang takut kepada Allah dan tangisan. Segala keistimewaan sebagai khalifah ditolak dan Umar pulang ke rumah.
Ketika pulang ke rumah, Umar berfikir tentang tugas baru untuk memerintah seluruh daerah Islam yang luas dalam kelelahan setelah mengurus jenazah Khalifah Sulaiman bin Abdul-Malik. Ia berniat untuk tidur.
Pada saat itulah anaknya yang berusia 15 tahun, Abdul-Malik masuk melihat ayahnya dan berkata, "Apakah yang sedang engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?".
- Umar menjawab, "Wahai anakku, ayahmu letih mengurusi jenazah bapak saudaramu dan ayahmu tidak pernah merasakan keletihan seperti ini".
- "Jadi apa engkau akan buat wahai ayah?", Tanya anaknya ingin tahu.
- Umar membalas, "Ayah akan tidur sebentar hingga masuk waktu zuhur, kemudian ayah akan keluar untuk salat bersama rakyat".
Apa pula kata anaknya apabila mengetahui ayahnya Amirul Mukminin yang
baru “Ayah, siapa pula yang menjamin ayah masih hidup sehingga waktu
zuhur nanti sedangkan sekarang adalah tanggungjawab Amirul Mukminin
mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi” Umar ibn Abdul Aziz terus
terbangun dan membatalkan niat untuk tidur, beliau memanggil anaknya
mendekati beliau, mengucup kedua belah mata anaknya sambil berkata
“Segala puji bagi Allah yang mengeluarkan dari keturunanku, orang yang
menolong aku di atas agamaku”
8.2.3. Pemerintahan Umar bin Abdul-Aziz
Hari kedua dilantik menjadi khalifah, beliau menyampaikan khutbah
umum. Dihujung khutbahnya, beliau berkata “Wahai manusia, tiada nabi
selepas Muhammad saw dan tiada kitab selepas alQuran, aku bukan penentu
hukum malah aku pelaksana hukum Allah, aku bukan ahli bid’ah malah aku
seorang yang mengikut sunnah, aku bukan orang yang paling baik
dikalangan kamu sedangkan aku cuma orang yang paling berat tanggungannya
dikalangan kamu, aku mengucapkan ucapan ini sedangkan aku tahu aku
adalah orang yang paling banyak dosa di sisi Allah” Beliau kemudian
duduk dan menangis "Alangkah besarnya ujian Allah kepadaku" sambung Umar
Ibn Abdul Aziz.
Beliau pulang ke rumah dan menangis sehingga ditegur isteri “Apa yang Amirul Mukminin tangiskan?” Beliau mejawab “Wahai isteriku, aku telah diuji oleh Allah dengan jawatan ini dan aku sedang teringat kepada orang-orang yang miskin, ibu-ibu yang janda, anaknya ramai, rezekinya sedikit, aku teringat orang-orang dalam tawanan, para fuqara’ kaum muslimin. Aku tahu mereka semua ini akan mendakwaku di akhirat kelak dan aku bimbang aku tidak dapat jawab hujah-hujah mereka sebagai khalifah kerana aku tahu, yang menjadi pembela di pihak mereka adalah Rasulullah saw’’ Isterinya juga turut mengalir air mata.
Umar Ibn Abdul Aziz mula memeritah pada usia 36 tahun sepanjang tempoh 2 tahun 5 bulan 5 hari. Pemerintahan beliau sangat menakjubkan. Pada waktu inilah dikatakan tiada siapa pun umat Islam yang layak menerima zakat sehingga harta zakat yang menggunung itu terpaksa diiklankan kepada sesiapa yang tiada pembiayaan untuk bernikah dan juga hal-hal lain.
8.2.4. Surat dari Raja Sriwijaya
Tercatat Raja Sriwijaya pernah dua kali mengirimkan surat kepada khalifah Bani Umayyah. Yang pertama dikirim kepada Muawiyah I, dan yang ke-2 kepada Umar bin Abdul-Aziz. Surat kedua didokumentasikan oleh Abd Rabbih (860-940) dalam karyanya Al-Iqdul Farid. Potongan surat tersebut berbunyi:[4]
Dari Rajadiraja...; yang adalah keturunan seribu raja ... kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan yang lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan; dan saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya, dan menjelaskan kepada saya hukum-hukumnya.
8.2.5. Hari-hari terakhir Umar bin Abdul-Aziz
Umar bin Abdul-Aziz wafat disebabkan oleh sakit akibat diracun oleh
pembantunya. Umat Islam datang berziarah melihat kedhaifan hidup
khalifah sehingga ditegur oleh menteri kepada isterinya, "Gantilah baju khalifah itu", dibalas isterinya, "Itu saja pakaian yang khalifah miliki".
Apabila beliau ditanya “Wahai Amirul Mukminin, tidakkah engkau mau mewasiatkan sesuatu kepada anak-anakmu?”
Umar Abdul Aziz menjawab: "Apa yang ingin kuwasiatkan? Aku tidak memiliki apa-apa"
"Mengapa engkau tinggalkan anak-anakmu dalam keadaan tidak memiliki?"
"Jika anak-anakku orang soleh, Allah lah yang menguruskan orang-orang
soleh. Jika mereka orang-orang yang tidak soleh, aku tidak mau
meninggalkan hartaku di tangan orang yang mendurhakai Allah lalu
menggunakan hartaku untuk mendurhakai Allah"
Pada waktu lain, Umar bin Abdul-Aziz memanggil semua anaknya dan
berkata: "Wahai anak-anakku, sesungguhnya ayahmu telah diberi dua
pilihan, pertama : menjadikan kamu semua kaya dan ayah masuk ke dalam
neraka, kedua: kamu miskin seperti sekarang dan ayah masuk ke dalam
surga (kerana tidak menggunakan uang rakyat). Sesungguhnya wahai
anak-anakku, aku telah memilih surga." (beliau tidak berkata : aku telah
memilih kamu susah)
Anak-anaknya ditinggalkan tidak berharta dibandingkan anak-anak gubernur lain yang kaya. Setelah kejatuhan Bani Umayyah dan masa-masa setelahnya, keturunan Umar bin Abdul-Aziz adalah golongan yang kaya berkat doa dan tawakkal Umar bin Abdul-Aziz.
8.3. Referensi
- (Inggris) Umar II (Umayyad caliph). Britannica Online Encyclopedia.
- Abdurrahman, Jamal (26 Maret 2007) (dalam bahasa Indonesia). Keagungan Generasi Salaf (disertai kisah-kisahnya). Darus Sunnah.
- (Arab) Jalaluddin Suyuthi (w. 911 H). Tarikh al-Khulafa (Sejarah Para Khalifah).
- Azra, Azyumardi (26 Maret 2004) (dalam bahasa Indonesia). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Prenada Media. hlm. 27-28.
9. Yazid bin Abdul-Malik
Yazid bin Abdul-Malik atau Yazid II (687 - 724) ialah Khalifah Bani Umayyah yang berkuasa antara 720 sampai kematiannya pada 724.
Pengangkatan Yazid dihantam oleh konflik internal dan eksternal di
sana-sini. Sejumlah perang saudara mulai pecah di bagian yang berbeda
dari kekhilafahan seperti Spanyol, Afrika dan di timur. Reaksi keras oleh penguasa Bani Umayyah
tak membantu persoalan, dan kelompok anti-Umayyah mulai memperoleh
kekuasaan di antara mereka yang tak puas. Ini menyebabkan kelompok
seperti Bani Abbasiyah mulai membangun dasar kekuatan yang akan digunakannya untuk merobohkan Khilafah Bani Umayyah. Namun Khilafah Bani Umayyah belum benar-benar surut.
Yazid II meninggal pada 724 karena tuberkulosis. Ia digantikan saudaranya Hisyam.
10. Hisyam bin Abdul-Malik
Hisyam bin Abdul-Malik (691 – 743; umur 51–52 tahun) (bahasa Arab: هشام بن عبد الملك) adalah seorang Khalifah Bani Umayyah yang berkuasa sejak 724 (umur 32–33 tahun) sampai kematiannya pada 743 (selama 18–19 tahun).
Hisyam mewarisi kekhalifahan dari saudaranya Yazid II
dengan menghadapi banyak permasalahan. Ia berhasil menanganinya, dan
menyebabkan kekhalifahan Umayyah berlanjut sebagai sebuah negara. Masa
pemerintahannya yang panjang merupakan pemerintahan yang berhasil, dan
memperlihatkan lahirnya kembali berbagai perbaikan yang pernah dirintis
oleh pendahulunya Umar bin Abdul-Aziz.
10.1. Peranan
Seperti saudaranya Al-Walid I,
Hisyam merupakan pelindung seni yang besar, dan ia kembali mendorong
berkembangnya seni di negaranya. Ia juga mendorong pengembangan
pendidikan dengan membangun banyak sekolah, dan barangkali kontribusi
terpentingnya ialah mengawasi penerjemahan sejumlah karya besar sastra
dan ilmiah ke dalam bahasa Arab.
Ia mengembalikan penafsiran syariah sebagaimana pemahaman Umar II,
dan menjalankannya pula terhadap anggota keluarganya sendiri.
Kemampuannya menyatukan garis keturunan Umayyah diperkirakan merupakan
faktor penting dalam keberhasilannya, dan mungkin menjelaskan mengapa
saudaranya Yazid tidak efektif.
10.2. Militer
Di bidang militer, Hisyam mengirimkan pasukan untuk mengakhiri pemberontakan Hindu di bawah pimpinan Jai Singh di Sind. Ini membuat Bani Umayyah dapat menegaskan kembali kekuasannya atas provinsi di India.
Di Spanyol, perseteruan dalam negeri selama bertahun-tahun diakhiri, dan Hisyam mengirimkan pasukan besar yang berangkat ke Perancis. Walau pada awalnya sukses, pasukan Islam kemudian dikalahkan dalam Pertempuran Tours (bahasa Arab: balat asy-syuhada) oleh Charles Martel. Meskipun demikian, kekhalifahan Islam tetap melanjutkan kekuasaannya atas Spanyol.
Di Afrika Utara, pemberontakan besar suku Berber
berhasil ditumpas dengan tewasnya ratusan ribu pemberontak. Kemenangan
ini selamanya mengakhiri pemberontakan di sana. Hisyam juga menghadapi
pemberontakan oleh Zaid bin Ali, cucu Husain bin Ali, namun pasukan Zaid berhasil dikalahkannya.
Walaupun Hisyam sukses, kaum pendukung Bani Abbasiyah terus memperoleh tambahan kekuatan dan membangun basis mereka di Khurasan dan Irak. Namun demikian, mereka belum cukup kuat untuk membuat gerakan terbuka terhadap Bani Umayyah pada masa pemerintahan Hisyam.
10.3. Wafat
Hisyam bin Abdul-Malik meninggal karena difteri pada tahun 743. Ia digantikan keponakannya Al-Walid II.
10.4. Referensi
- (Inggris) Bacharach, Jere L., Khalid Y. Blankinship, The End of Expansion: The Caliphate of Hisham A.D. 724-738/A.H. 105-120, Albany, SUNY Press, 1989.
11. Al-Walid bin Yazid
Al-Walid bin Yazid atau al-Walid II (meninggal 16 April 744) ialah Khalifah Bani Umayyah yang berkuasa antara 743 sampai 744. Ia menggantikan pamannya, Hisyam bin Abdul-Malik.
Naiknya Walid ke tampuk kekuasaan secara keras ditantang banyak orang
dalam istana karena reputasi Walid yang gaya hidupnya tak bermoral.
Walau begitu, ia telah dijadikan khalifah. Ia hampir secara cepat mulai
menargetkan yang menentangnya, menimbulkan kebencian luas terhadap Walid
yang menyebar menjadi kebencian pada Bani Umayyah. Walid terbunuh pada 16 April 744 saat memerangi beberapa musuhnya. Ia digantikan sepupunya Yazid III.
12. Yazid bin Walid
Yazid bin Walid bin Abdulmalik atau Yazid III (701 - 744) ialah Khalifah Bani Umayyah. Ia naik tahta hanya selama 6 bulan sebelum meninggal.
Pengangkatannya ditandai tindakannya yang tak sempurna, membuatnya
digelari "Tak Sempurna". Di antara yang terkemuka ialah penolakannya
untuk membayar kenaikan gaji pada pasukan oleh al-Walid II. Yazid digantikan saudaranya Ibrahim bin Walid.
13. Ibrahim bin Walid
Ibrahim bin Al-Walid ialah Khalifah Bani Umayyah. Ia hanya memerintah dalam waktu singkat pada tahun 744 sebelum ia turun tahta, dan bersembunyi dari ketakutan terhadap lawan-lawan politiknya.
Pada masa pemerintahan Khalifah Ibrahim bin al-Walid, telah dilakukan penerjemahan buku-buku filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Hal ini mengakibatkan lahirnya golongan Mutakalimin, seperti Mu'tazilah, Jabariah, Ahlus Sunnah, dsb.
14. Marwan bin Muhammad
Marwan bin Muhammad bin Marwan, bergelar Marwan II (688 - 750), merupakan Khalifah Bani Umayyah yang berkuasa dari 744 sampai 750 saat ia terbunuh. Ia merupakan khalifah terakhir Bani Umayyah yang berkuasa dari Damaskus.
Sebelum menjadi khalifah, Marwan telah menjabat sebagai Gubernur Azerbaijan. Dalam kapasitas ini beberapa kali ia mengadakan perang terhadap Khaganat Khazar, memenangkan kejayaan Phirrik namun tak sanggup mengokohkan penaklukannya.
Marwan kemudian berkuasa setelah sepupunya Ibrahim bin Walid
mengundurkan diri dan pergi ke tempat persembunyian. Marwan mewarisi
kekhalifahan yang sedang pecah. Perasaan anti-Umayyah telah sangat
merata khususnya di Iran dan Irak, dan Bani Abbasiyah
telah memperoleh banyak pengikut. Masa jabatan Marwan sebagai khalifah
hampir secara penuh dicurahkan untuk upaya menjaga kekuasaan Bani Umayyah.
Marwan ternyata tidak sanggup melakukannya. Walaupun memperoleh
kemenangan pada awalnya, ia akhirnya dikalahkan secara meyakinkan oleh Abul Abbas As-Saffah dari Bani Abbasiyah dalam pertempuran di bantaran Sungai Zab. Hanya dalam pertempuran itu, lebih dari 300 anggota keluarga Umayyah terbunuh.
Marwan kemudian pergi mencari perlindungan menyusul kekalahannya. Berharap menemukan perlindungan di barat, ia lalu pergi ke Mesir. Namun ia tertangkap saat melintasi Sungai Nil dan terbunuh. Kematiannya menandai berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah di timur, dan hampir saja mengakhiri keberadaan Bani Umayyah.
Pembunuhan massal Bani Umayyah segera saja dilakukan oleh Bani
Abbasiyah. Hampir seluruh keturunan Bani Umayyah terbunuh, kecuali Abdurrahman bin Muawiyah yang melarikan diri ke Spanyol dan mendirikan pemerintahan Islam di Al-Andalus.
Terkait:
Pasukan Kekhalifahan Rasyidin
Bani Hasyim
Bani Umayyah
Bani Abbasiyah
Terkait:
Pasukan Kekhalifahan Rasyidin
Bani Hasyim
Bani Umayyah
Bani Abbasiyah
Arief
Tidak ada komentar:
Posting Komentar