Lambang Polri |
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia. Polri dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri). Sejak 22 Oktober 2010 Kapolri dijabat oleh Jenderal Polisi Timur Pradopo.
1. Sejarah
1.1. Zaman Hindia Belanda[r]
Veldpolitie di Malang (sekitar 1930) |
Kedudukan, tugas, fungsi, organisasi, hubungan dan tata cara kerja
kepolisian pada zaman Hindia Belanda tentu diabdikan untuk kepentingan
pemerintah kolonial. Sampai jatuhnya Hindia Belanda, kepolisian tidak pernah sepenuhnya di bawah Departemen Dalam Negeri. Di Departemen Dalam Negeri memang berkantor "Hoofd van de Dienst der Algemene Politie"
yang hanya bertugas di bidang administrasi/pembinaan, seperti
kepegawaian, pendidikan SPN (Sekolah Polisi Negeri di Sukabumi), dan
perlengkapan kepolisian.
Wewenang operasional kepolisian ada pada residen yang dibantu asisten
residen. Rechts politie dipertanggungjawabkan pada procureur generaal (jaksa agung).
Pada masa Hindia Belanda terdapat bermacam-macam bentuk kepolisian,
seperti veld politie (polisi lapangan) , stands politie (polisi kota),
cultur politie (polisi pertanian), bestuurs politie (polisi pamong
praja), dan lain-lain.
Sejalan dengan administrasi negara waktu itu, pada kepolisian juga
diterapkan pembedaan jabatan bagi bangsa Belanda dan pribumi. Pada
dasarnya pribumi tidak diperkenankan menjabat hood agent (bintara),
inspekteur van politie, dan commisaris van politie. Untuk pribumi selama
menjadi agen polisi diciptakan jabatan seperti mantri polisi, asisten
wedana, dan wedana polisi. Demikian pula dalam praktik peradilan pidana
terdapat perbedaan kandgerecht dan raad van justitie.[r]
1.2. Zaman pendudukan Jepang[r]
Pada masa pendudukan Jepang 1942-1945, pemerintahan kepolisan Jepang membagi Indonesia dalam dua lingkungan kekuasaan, yaitu:
- Sumatera, Jawa, dan Madura dikuasai oleh Angkatan Darat Jepang.
- Indonesia bagian timur dan Kalimantan dikuasai Angkatan Laut Jepang.
Dalam masa ini banyak anggota kepolisian bangsa Indonesia
menggantikan kedudukan dan kepangkatan bagi bangsa Belanda sebelumnya.
Pusat kepolisian di Jakarta dinamakan keisatsu bu dan kepalanya disebut
keisatsu elucho. Kepolisian untuk Jawa dan Madura juga berkedudukan di
Jakarta, untuk Sumatera berkedudukan di Bukittinggi, Indonesia bagian
timur berkedudukan di Makassar, dan Kalimantan berkedudukan di
Banjarmasin.
Tiap-tiap kantor polisi di daerah meskipun dikepalai oleh seorang
pejabat kepolisian bangsa Indonesia, tapi selalu didampingi oleh pejabat
Jepang yang disebut sidookaan yang dalam praktik lebih berkuasa dari
kepala polisi.
Beda dengan zaman Hindia Belanda yang menganut HIR, pada akhir masa
pendudukan Jepang yang berwenang menyidik hanya polisi dan polisi juga
memimpin organisasi yang disebut keibodan (semacam hansip).[r]
1.3. Zaman revolusi fisik[r]
Tidak lama setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, pemerintah militer Jepang membubarkan Peta dan Gyu-Gun, sedangkan polisi tetap bertugas, termasuk waktu Soekarno-Hatta
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Secara resmi kepolisian menjadi kepolisian Indonesia yang merdeka.
Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin,
Komandan Polisi di Surabaya, pada tanggal 21 Agustus 1945
memproklamasikan kedudukan polisi sebagai Polisi Republik Indonesia
menyusul dibentuknya Badan Kepolisian Negara (BKN) oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 19 Agustus 1945. Pada 29
September 1945 Presiden RI melantik Kepala Kepolisian RI (Kapolri)
pertama Jenderal Polisi R.S. Soekanto. Adapun ikrar Polisi Istimewa tersebut berbunyi:
“Oentoek bersatoe dengan rakjat dalam perdjoeangan mempertahankan
Proklamasi 17 Agoestoes 1945, dengan ini menyatakan Poelisi Istimewa
sebagai Poelisi Repoeblik Indonesia.”[r]
1.4. Kepolisian pasca proklamasi[r]
Setelah proklamasi, tentunya tidak mungkin mengganti peraturan
perundang-undangan, karena masih diberlakukan peraturan
perundang-undangan Hindia Belanda, termasuk mengenai kepolisian, seperti
tercantum dalam peraturan peralihan UUD 1945.
Tanggal 1 Juli 1946 dengan Ketetapan Pemerintah No. 11/SD/1946
dibentuk Djawatan Kepolisian Negara yang bertanggung jawab langsung
kepada perdana menteri (pada saat itu Pusat/Mabes Kepolisian Negara
berkedudukan di Purwokerto Jawa Tengah). Semua fungsi kepolisian
disatukan dalam Jawatan Kepolisian Negara yang memimpin kepolisian di
seluruh tanah air. Dengan demikian lahirlah Kepolisian Nasional
Indonesia yang sampai hari ini diperingati sebagai Hari Bhayangkara.
Hal yang menarik, saat pembentukan Kepolisian Negara tahun 1946
adalah jumlah anggota Polri sudah mencapai 31.620 personel, sedang
jumlah penduduk saat itu belum mencapai 60 juta jiwa. Dengan demikian
“police population ratio” waktu itu sudah 1:500. (Pada 2001, dengan
jumlah penduduk 210 juta jiwa, jumlah polisi hanya 170 ribu personel,
atau 1:1.300)[r]
Sebagai bangsa dan negara yang berjuang mempertahankan kemerdekaan
maka Polri di samping bertugas sebagai penegak hukum juga ikut bertempur
di seluruh wilayah RI. Polri menyatakan dirinya “combatant” yang tidak
tunduk pada Konvensi Jenewa. Polisi Istimewa diganti menjadi Mobile
Brigade, sebagai kesatuan khusus untuk perjuangan bersenjata, seperti
dikenal dalam pertempuran 10 November di Surabaya, di front Sumatera
Utara, Sumatera Barat, penumpasan pemberontakan PKI di Madiun, dan
lain-lain.
Pada masa kabinet presidential, pada tanggal 4 Februari 1948 dikeluarkan Tap Pemerintah No. 1/1948
yang menetapkan bahwa Polri dipimpin langsung oleh presiden/wakil
presiden dalam kedudukan sebagai perdana menteri/wakil perdana menteri.
Pada masa revolusi fisik, Kapolri Jenderal Polisi R.S. Soekanto telah mulai menata organisasi kepolisian di seluruh wilayah RI. Pada Pemerintahan Darurat RI (PDRI) yang diketuai Mr. Sjafrudin Prawiranegara berkedudukan di Sumatera Tengah, Jawatan Kepolisian dipimpin KBP Umar Said (tanggal 22 Desember 148).[r]
1.5. Zaman Republik indonesia Serikat (RIS)[r]
Hasil Konferensi Meja Bundar
antara Indonesia dan Belanda dibentuk Republik Indonesia Serikat (RIS),
maka R.S. Sukanto diangkat sebagai Kepala Jawatan Kepolisian Negara RIS
dan R. Sumanto diangkat sebagai Kepala Kepolisian Negara RI
berkedudukan di Yogyakarta.
Dengan Keppres RIS No. 22 tahun 1950 dinyatakan bahwa Jawatan
Kepolisian RIS dalam kebijaksanaan politik polisional berada di bawah
perdana menteri dengan perantaraan jaksa agung, sedangkan dalam hal
administrasi pembinaan, dipertanggungjawabkan pada menteri dalam negeri.
Umur RIS hanya beberapa bulan. Sebelum dibentuk Negara Kesatuan RI
pada tanggal 17 Agustus 1950, pada tanggal 7 Juni 1950 dengan Tap Presiden RIS No. 150,
organisasi-organisasi kepolisian negara-negara bagian disatukan dalam
Jawatan Kepolisian Indonesia. Dalam peleburan tersebut disadari adanya
kepolisian negara yang dipimpin secara sentral, baik di bidang
kebijaksanaan siasat kepolisian maupun administratif, organisatoris.
1.6. Zaman Demokrasi Parlementer[r]
Dengan dibentuknya negara kesatuan pada 17 Agustus 1950 dan
diberlakukannya UUDS 1950 yang menganut sistem parlementer, Kepala
Kepolisian Negara tetap dijabat R.S. Soekanto yang bertanggung jawab
kepada perdana menteri/presiden.
Waktu kedudukan Polri kembali ke Jakarta, karena belum ada kantor digunakan bekas kantor Hoofd van de Dienst der Algemene Politie di Gedung Departemen Dalam Negeri.
Kemudian R.S. Soekanto merencanakan kantor sendiri di Jalan Trunojoyo
3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dengan sebutan Markas Besar Djawatan
Kepolisian Negara RI (DKN) yang menjadi Markas Besar Kepolisian sampai
sekarang. Ketika itu menjadi gedung perkantoran termegah setelah Istana
Negara.
Sampai periode ini kepolisian berstatus tersendiri antara sipil dan
militer yang memiliki organisasi dan peraturan gaji tersendiri. Anggota
Polri terorganisir dalam Persatuan Pegawai Polisi Republik Indonesia (P3RI) tidak ikut dalam Korpri, sedangkan bagi istri polisi semenjak zaman revolusi sudah membentuk organisasi yang sampai sekarang dikenal dengan nama Bhayangkari tidak ikut dalam Dharma Wanita ataupun Dharma Pertiwi.
Organisasi P3RI dan Bhayangkari ini memiliki ketua dan pengurus secara
demokratis dan pernah ikut Pemilu 1955 yang memenangkan kursi di
Konstituante dan Parlemen. Waktu itu semua gaji pegawai negeri berada di
bawah gaji angkatan perang, namun P3RI memperjuangkan perbaikan gaji
dan berhasil melahirkan Peraturan Gaji Polisi (PGPOL) di mana gaji Polri
relatif lebih baik dibanding dengan gaji pegawai negeri lainnya
(mengacu standar PBB).
Dalam periode demokrasi parlementer ini perdana menteri dan kabinet
berganti rata-rata kurang satu tahun. Polri yang otonom di bawah perdana
menteri membenahi organisasi dan administrasi serta membangun
laboratorium forensik, membangun Polisi Perairan (memiliki kapal polisi
berukuran 500 ton) dan juga membangun Polisi Udara serta mengirim
ratusan perwira Polri belajar ke luar negeri, terutama ke Amerika
Serikat.[r]
1.7. Zaman Demokrasi Terpimpin[r]
Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, setelah kegagalan Konstituante, Indonesia kembali ke UUD 1945, namun dalam pelaksanaannya kemudian banyak menyimpang dari UUD 1945. Jabatan Perdana Menteri (Alm. Ir. Juanda) diganti dengan sebutan Menteri Pertama, Polri masih tetap di bawah pada Menteri Pertama sampai keluarnya Keppres No. 153/1959, tertanggal 10 Juli di mana Kepala Kepolisian Negara diberi kedudukan Menteri Negara ex-officio.
Pada tanggal 13 Juli 1959 dengan Keppres No. 154/1959
Kapolri juga menjabat sebagai Menteri Muda Kepolisian dan Menteri Muda
Veteran. Pada tanggal 26 Agustus 1959 dengan Surat Edaran Menteri
Pertama No. 1/MP/RI1959, ditetapkan sebutan Kepala Kepolisian Negara
diubah menjadi Menteri Muda Kepolisian yang memimpin Departemen
Kepolisian (sebagai ganti dari Djawatan Kepolisian Negara).
Waktu Presiden Soekarno menyatakan akan membentuk ABRI yang terdiri
dari Angkatan Perang dan Angkatan Kepolisian, R.S. Soekanto menyampaikan
keberatannya dengan alasan untuk menjaga profesionalisme kepolisian.
Pada tanggal 15 Desember 1959 R.S. Soekanto mengundurkan diri setelah
menjabat Kapolri/Menteri Muda Kepolisian, sehingga berakhirlah karier
Bapak Kepolisian RI tersebut sejak 29 September 1945 hingga 15 Desember
1959.
Dengan Tap MPRS No. II dan III tahun 1960 dinyatakan bahwa ABRI
terdiri atas Angkatan Perang dan Polisi Negara. Berdasarkan Keppres No.
21/1960 sebutan Menteri Muda Kepolisian ditiadakan dan selanjutnya
disebut Menteri Kepolisian Negara bersama Angkatan Perang lainnya dan
dimasukkan dalam bidang keamanan nasional.
Tanggal 19 Juni 1961, DPR-GR mengesahkan UU Pokok kepolisian No.
13/1961. Dalam UU ini dinyatakan bahwa kedudukan Polri sebagai salah
satu unsur ABRI yang sama sederajat dengan TNI AD, AL, dan AU.
Dengan Keppres No. 94/1962, Menteri Kapolri, Menteri/KASAD,
Menteri/KASAL, Menteri/KSAU, Menteri/Jaksa Agung, Menteri Urusan Veteran
dikoordinasikan oleh Wakil Menteri Pertama bidang pertahanan keamanan.
Dengan Keppres No. 134/1962 menteri diganti menjadi Menteri/Kepala Staf
Angkatan Kepolisian (Menkasak).
Kemudian Sebutan Menkasak diganti lagi menjadi Menteri/Panglima
Angkatan Kepolisian (Menpangak) dan langsung bertanggung jawab kepada
presiden sebagai kepala pemerintahan negara. Dengan Keppres No. 290/1964
kedudukan, tugas, dan tanggung jawab Polri ditentukan sebagai berikut:
- Alat Negara Penegak Hukum.
- Koordinator Polsus.
- Ikut serta dalam pertahanan.
- Pembinaan Kamtibmas.
- Kekaryaan.
- Sebagai alat revolusi.
Berdasarkan Keppres No. 155/1965 tanggal 6 Juli 1965, pendidikan
AKABRI disamakan bagi Angkatan Perang dan Polri selama satu tahun di
Magelang. Sementara di tahun 1964 dan 1965, pengaruh PKI bertambah besar
karena politik NASAKOM Presiden Soekarno, dan PKI mulai menyusupi
memengaruhi sebagian anggota ABRI dari keempat angkatan.
1.8. Zaman Orde Baru[r]
Karena pengalaman yang pahit dari peristiwa G30S/PKI yang
mencerminkan tidak adanya integrasi antar unsur-unsur ABRI, maka untuk
meningkatkan integrasi ABRI, tahun 1967 dengan SK Presiden No. 132/1967
tanggal 24 Agustus 1967 ditetapkan Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur
Bindang Pertahanan dan Keamanan yang menyatakan ABRI merupakan bagian
dari organisasi Departemen Hankam meliputi AD, AL, AU , dan AK yang
masing-masing dipimpin oleh Panglima Angkatan dan bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugas dan kewajibannya kepada Menhankam/Pangab. Jenderal
Soeharto sebagai Menhankam/Pangab yang pertama.
Setelah Soeharto dipilih sebagai presiden pada tahun 1968, jabatan
Menhankam/Pangab berpindah kepada Jenderal M. Panggabean. Kemudian
ternyata betapa ketatnya integrasi ini yang dampaknya sangat menyulitkan
perkembangan Polri yang secara universal memang bukan angkatan perang.
Pada tahun 1969 dengan Keppres No. 52/1969 sebutan Panglima Angkatan
Kepolisian diganti kembali sesuai UU No. 13/1961 menjadi Kepala
Kepolisian Negara RI, namun singkatannya tidak lagi KKN tetapi Kapolri.
Pergantian sebutan ini diresmikan pada tanggal 1 Juli 1969.
Pada HUT ABRI tanggal 5 Oktober 1969 sebutan Panglima AD, AL, dan AU
diganti menjadi Kepala Staf Angkatan. Pada kesempatan tersebut anggota
AL danAU memakai tanda TNI di kerah leher, sedangkan Polri memakai tanda
Pol. Maksudnya untuk menegaskan perbedaan antara Angkatan Perang dan
Polisi.[r]
1.9. Pasukan Polisi Republik Indonesia[r]
Tumbuh dan berkembangnya Polri tidak lepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia
sejak Proklamasi. Kemerdekaan Indonesia, Polri telah dihadapkan pada
tugas-tugas yang unik dan kompleks. Selain menata keamanan dan
ketertiban masyarakat di masa perang, Polri juga terlibat langsung dalam
pertempuran melawan penjajah dan berbagai operasi militer bersama-sama
kesatuan bersenjata yang lain. Keadaan seperti ini dilakukan oleh Polri
karena Polri lahir sebagai satu-satunya kesatuan bersenjata yang relatif
lebih lengkap.
Hanya empat hari setelah kemerdekaan, tanggal 21 Agustus 1945,
secara tegas pasukan polisi ini segera mengganti nama menjadi Pasukan
Polisi Republik Indonesia yang sewaktu itu dipimpin oleh Inspektur Kelas
I Polisi Mochammad Jassin di Surabaya, langkah awal yang dilakukan
selain mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara
Jepang yang kalah perang, juga membangkitkan semangat moral dan patriotisme seluruh rakyat maupun persatuan bersenjata lain yang patah semangat akibat kekalahan perang yang panjang.
Tanggal 29 September 1945 tentara Sekutu yang di dalamnya juga terdapat ribuan tentara Belanda
menyerbu Indonesia dengan alasan ingin menghalau tentara Jepang dari
negara tersebut. Pada kenyataannya pasukan Sekutu tersebut justru ingin
membantu Belanda menjajah kembali Indonesia. Oleh karena itu perang
antara sekutu dengan pasukan Indonesia terjadi di mana-mana. Klimaksnya
terjadi pada tanggal 10 November 1945, yang dikenal sebagai "Pertempuran Surabaya". Tanggal itu kemudian dijadikan sebagai Hari Pahlawan secara Nasional yang setiap tahun diperingati oleh rakyat Indonesia.
Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya menjadi sangat penting dalam sejarah Indonesia,
bukan hanya karena ribuan rakyat Indonesia gugur, tetapi lebih dari itu
karena semangat perwiranya mampu menggetarkan dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) masih melihat eksisnya bangsa dan negara Indonesia di mata dunia.
Kini tugas Polri yang utama ialah menjaga keamanan dan ketertiban di
dalam negeri, Polri juga semakin sibuk dengan berbagai operasi, seperti
Operasi Ketupat menjelang Idul Fitri, Operasi Lilin menjelang Natal, dan
lain-lain.
2. Organisasi
Organisasi Polri disusun secara berjenjang dari tingkat pusat sampai
ke kewilayahan. Organisasi Polri Tingkat Pusat disebut Markas Besar
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri); sedang organisasi Polri Tingkat Kewilayahan disebut Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda).
2.1. Mabes
2.1.1. Unsur Pimpinan
Unsur pimpinan Mabes Polri adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri). Kapolri adalah Pimpinan Polri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kapolri dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Wakil Kapolri (Wakapolri)
Unsur Pengawas dan Pembantu Pimpinan/Pelayanan
Unsur Unsur Pengawas dan Pembantu Pimpinan/Pelayanan terdiri dari:
- Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan pengawasan dan pemeriksaan umum dan perbendaharaan dalam lingkungan Polri termasuk satuan-satuan organsiasi non struktural yang berada di bawah pengendalian Kapolri.
- Asisten Kapolri Bidang Operasi (As Ops), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi manajemen bidang operasional dalam lingkungan Polri termasuk koordinasi dan kerjasama eksternal serta pemberdayaan masyarakat dan unsur-unsur pembantu Polri lainnya.
- Asisten Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Pengembangan (Asrena), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi perencanaan umum dan pengembangan, termasuk pengembangan sistem organisasi dan manajemen serta penelitian dan pengembangan dalam lingkungan Polri.
- Asisten Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia (AS SDM), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi manajemen bidang sumber daya manusia termasuk upaya perawatan dan peningkatan kesejahteraan personel dalam lingkungan Polri.
- Asisten Kapolri Sarana dan Prasarana (Assarpras), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi sarana dan prasarana dalam lingkungan Polri.
- Divisi Pertanggungjawaban Profesi dan Pengamanan Internal (Div Propam), adalah unsur pelaksana staf khusus bidang pertanggungjawaban profesi dan pengamanan internal.
- Divisi Hukum (Div Kum).
- Divisi Hubungan Masyarakat (Div Humas)
- Divisi Hubungan Internasional (Div Hubinter), adalah unsur pembantu pimpinan bidang hubungan internasional yang ada dibawah Kapolri. Bagian ini membawahi National Crime Bureau Interpol (NCB Interpol), untuk menangani kejahatan internasional.
- Divisi Teknologi Informasi Kepolisian (Div TI Pol), adalah unsur pembantu pimpinan di bidang informatika yang meliputi teknologi informasi dan komunikasi elektronika.
- Staf Pribadi Pimpinan (Spripim)
- Sekretariat Umum (Kasetum)
- Pelayanan Markas (Kayanma)
- Staf Ahli Kapolri, bertugas memberikan telaahan mengenai masalah tertentu sesuai bidang keahliannya
2.1.2. Unsur Pelaksana Tugas Pokok
Unsur Pelaksana Tugas Pokok terdiri dari:
- Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi intelijen dalam bidang keamanan bagi kepentingan pelaksanaan tugas operasional dan manajemen Polri maupun guna mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri.
- Badan Reserse Kriminal (Bareskrim), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik, dalam rangka penegakan hukum.
- Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi pembinaan keamanan yang mencakup pemeliharaan dan upaya peningkatan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri.
- Korps Brigade Mobil (Korbrimob), bertugas menyelenggarakan fungsi pembinaan keamanan khususnya yang berkenaan dengan penanganan gangguan keamanan yang berintensitas tinggi, dalam rangka penegakan keamanan dalam negeri.
- Korps Lalu Lintas (Korlantas), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi lalu lintas yang meliputi pendidikan masyarakat, penegakan hukum, pengkajian masalah lalu lintas, registrasi, dan identifikasi pengemudi dan kendaraan bermotor, serta mengadakan patroli jalan raya.
- Biro Operasi Polri, bertugas untuk mengirimkan pasukan Brimob, Sabhara, Samapta, Satlantas, (Jihandak/Penjinak Bahan Peledak, bila diperlukan) serta sebuah tim intelijen jika ada demonstrasi, sidang pengadilan, pertemuan tingkat tinggi, perayaan hari besar oleh kelompok masyarakat, atau peresmian oleh kepala pemerintahan, kepala negara, ketua MPR, atau ketua DPR dengan mengirimkan surat tugas kepada Biro Operasi Polda setempat, Biro Operasi Polres setempat, dan Polsek setempat.
- Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri (Densus 88 AT), bertugas menyelenggarakan fungsi intelijen, pencegahan, investigasi, penindakan, dan bantuan operasional dalam rangka penyelidikan dan penyidikan tindak pidana terorisme.
2.1.3. Unsur Pendukung
Unsur Pendukung, terdiri dari:
Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol), bertugas merencanakan,
mengembangkan, dan menyelenggarakan fungsi pendidikan pembentukan dan
pengembangan berdasarkan jenis pendidikan Polri meliputi pendidikan
profesi, manajerial, akademis, dan vokasi. Kalemdikpol saat ini adalah
Komjen Pol Oegroseno. Lemdikpol membawahi:
- Sekolah Staf dan Pimpinan Kepolisian (Sespimpol), adalah
unsur pelaksana pendidikan dan staf khusus yang berkenaan dengan
pengembangan manajemen Polri. Terdiri dari Sespinma (dahulu Selapa),
Sespimmen (dahulu Sespim) dan Sespimti (dahulu Sespati).
- Akademi Kepolisian (Akpol), adalah unsur pelaksana pendidikan
pembentukan Perwira Polri.
- Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), adalah unsur pelaksana
pendidikan dan staf khusus yang berkenaan dengan pendidikan tinggi dan
pengembangan ilmu dan teknologi kepolisian
- Sekolah Pembentukan Perwira (SETUKPA)
- Pendidikan dan Pelatihan Khusus Kejahatan Transnasional (Diklatsusjatrans)
- Pusdik Intelijen (Pusdikintel)
- Pusdik Reserse Kriminal (Pusdikreskrim)
- Pusdik Lalulintas (Pusdiklantas)
- Pusdik Tugas Umum (Pusdikgasum)
- Pusdik Brigade Mobil (Pusdikbrimob)
- Pusdik Kepolisian Perairan (Pusdikpolair)
- Pusdik Administrasi (Pusdikmin)
- Sekolah Bahasa (Sebasa)
- Sekolah Polisi Wanita (Sepolwan)
Pusat Logistik dan Perbekalan Polri dipimpin oleh seorang Brigadir Jenderal (Brigjen).
Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes Polri) yang dipimpin oleh seorang Brigadir Jenderal (Brigjen), termasuk didalamnya adalah Rumah Sakit Pusat Polri (Rumkit Puspol) yang juga dipimpin oleh seorang Brigadir Jenderal (Brigjen).
Pusat Keuangan (Puskeu Polri) yang dipimpin oleh seorang Brigadir Jenderal (Brigjen).
Pusat penelitian dan pengembangan (Puslitbang Polri) yang akan dipimpin oleh Brigadir Jenderal (Brigjen).
Pusat sejarah (Pusjarah Polri) yang akan dipimpin oleh Brigadir Jenderal (Brigjen).
2.2. Polda
Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) merupakan
satuan pelaksana utama Kewilayahan yang berada di bawah Kapolri. Polda
bertugas menyelenggarakan tugas Polri pada tingkat kewilayahan. Polda
dipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Kapolda), yang bertanggung jawab kepada Kapolri. Kapolda dibantu oleh Wakil Kapolda (Wakapolda).
- Polda membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Resor (Polres).
Ada tiga tipe Polda, yakni Tipe A dan Tipe B. Tipe A dipimpin seorang
perwira tinggi berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen), sedangkan Tipe B
dipimpin perwira tinggi berpangkat Brigadir Jenderal (Brigjen).
- Setiap Polda menjaga keamanan sebuah Provinsi.
- Polres, membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Sektor. Untuk
kota - kota besar, Polres dinamai Kepolisian Resor Kota Besar. Polres
memiliki satuan tugas kepolisian yang lengkap, layaknya Polda, dan
dipimpin oleh seorang Komisaris Besar Polisi (untuk Polrestabes) atau
Ajun Komisaris Besar Polisi (untuk Polres)
- Setiap Polres menjaga keamanan sebuah Kotamadya atau Kabupaten.
- Polsek maupun Polsekta dipimpin oleh seorang Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) (khusus untuk Polda Metro Jaya) atau Komisaris Polisi (Kompol)
(untuk tipe urban), sedangkan di Polda lainnya, Polsek atau Polsekta
dipimpin oleh perwira berpangkat Ajun Komisaris Polisi (tipe rural). Di
sejumlah daerah di Papua sebuah Polsek dapat dipimpin oleh Inspektur Dua
Polisi.
- Setiap Polsek menjaga keamanan sebuah Kecamatan.
Setiap Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) memiliki sejumlah Direktorat dalam menangani tugas melayani dan melindungi, yaitu:
- Direktorat Reserse Kriminal
- Subdit Kriminal Umum
- Subdit Kejahatan dengan Kekerasan (Jatanras)
- Subdit Remaja Anak dan Wanita
- Unit Inafis (Indonesia Automatic Finger Print Identification System) / Identifikasi TKP (Tempat Kejadian Perkara)
- Direktorat Reserse Kriminal Khusus
- Subdit Tindak Pidana Korupsi
- Subdit Harta Benda Bangunan Tanah (Hardabangtah)
- Subdit Cyber Crime
- Direktorat Reserse Narkoba
- Subdit Narkotika
- Subdit Psikotropika
- Direktorat Intelijen dan Keamanan
- Direktorat Lalu Lintas
- Subdit Pendidikan dan Rekayasa (Dikyasa)
- Subdit Registrasi dan Identifikasi (Regident)
- Subdit Penegakan Hukum (Gakkum)
- Subdit Keamanan dan Keselamatan (Kamsel)
- Subdit Patroli Pengawalan (Patwal)
- Subdit Patroli Jalan Raya (PJR)
- Direktorat Bimbingan Masyarakat (Bimmas, dulu Bina Mitra)
- Direktorat Sabhara
- Direktorat Pengamanan Objek Vital (Pamobvit)
- Direktorat Polisi Air (Polair)
- Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Tahti)
- Biro Operasi
- Biro SDM
- Biro Sarana Prasarana (Sarpras, dulu Logistik)
- Bidang Keuangan
- Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam)
- Bidang Hukum
- Bidang Hubungan Masyarakat
- Bidang Kedokteran Kesehatan
2.3. Polda Metro Jaya
Untuk melaksanakan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)
di wilayah provinsi DKI Jakarta, maka dibentuk Kepolisian Negara
Republik Indonesia Daerah Metropolitan Jakarta Raya atau disingkat Polda
Metro Jaya. Penggunaan kata Metropolitan didasarkan atas kota Jakarta
sebagai kota metropolitan dan ibukota Negara Republik Indonesia.
Sehingga penamaan kepolisian di wilayah DKI Jakarta mulai dari tingkat
Polda, Polres sampai Polsek menggunakan kata Metro.
3. Polri kini
Dalam perkembangan paling akhir dalam kepolisian yang semakin modern
dan global, Polri bukan hanya mengurusi keamanan dan ketertiban di dalam
negeri, akan tetapi juga terlibat dalam masalah-masalah keamanan dan
ketertiban regional maupun antarabangsa, sebagaimana yang ditempuh oleh
kebijakan PBB yang telah meminta pasukan-pasukan polisi, termasuk
Indonesia, untuk ikut aktif dalam berbagai operasi kepolisian, misalnya
di Namibia (Afrika Selatan) dan di Kamboja (Asia).
4. Polisi dan Lalu Lintas
Untuk mengurangi angka kecelakaan, di sejumlah Polda telah
diberlakukan aturan agar para pengendara sepeda motor menyalakan lampu
sewaktu berkendara. Pada tanggal 29 November 2006, rapat yang diadakan di Gedung Cakra Ditlantas Polda Metro Jaya memutuskan bahwa mulai tanggal 4 Desember 2006 hingga 1 Januari 2007
sosialisasi menyalakan lampu kepada para pengendara sepeda motor. Rapat
tersebut dihadiri oleh Kepala Seksi SIM (Ka Si SIM) Polda Metro Jaya
Komisaris Polisi (Kompol) Teddy Minahasa dan Direktur Lalu Lintas Polda
Metro Jaya (Dirlantas) Komisaris Besar (Kombes) Djoko Susilo. Aturan
mulai berlaku pada tanggal 2 Januari 2007.
5. Daftar Kapolda se-Indonesia
5.1. Wilayah Sumatera
Kapolda Sumatera Utara
Kapolda Sumatera Barat
Kapolda Sumatera Selatan
Kapolda Jambi
Kapolda Bengkulu
Kapolda Riau
Kapolda Kep. Bangka Belitung
Kapolda Kep. Riau
Kapolda Lampung
5.2. Wilayah Jawa
- Kapolda Banten
- Kapolda Metro Jaya
- Kapolda Jawa Barat
- Kapolda Jawa Tengah
- Kapolda DIY
- Kapolda Jawa Timur
5.3. Wilayah Bali dan Nusa Tenggara
- Kapolda Bali
- Kapolda NTB
- Kapolda NTT
5.4. Wilayah Kalimantan
- Kapolda Kalimantan Timur
- Kapolda Kalimantan Selatan
- Kapolda Kalimantan Barat
- Kapolda Kalimantan Tengah
5.5. Wilayah Sulawesi dan Maluku
- Kapolda Sulawesi Utara
- Kapolda Sulawesi Selatan dan Barat
- Kapolda Sulawesi Tengah
- Kapolda Sulawesi Tenggara
- Kapolda Gorontalo
- Kapolda Maluku
- Kapolda Maluku Utara
5.6. Wilayah Papua
- Kapolda Papua
6. Lihat
- Tanda Kepangkatan Polri
- Gaji anggota Polri
7. Pranala luar
- (Indonesia) Situs web resmi Kepolisian Negara Republik Indonesia
- (Indonesia) IPW Lembaga nirlaba Pengawas kinerja Polri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar