arifuddinali.blogspot.com - Lebih parah dari semua korupsi adalah korupsi yang derajat
permasalahannya mendasar, yakni korupsi yang menyangkut kedaulatan dan
keutuhan suatu negara. Dalam urutan permasalahan publik secara umum
dikenal masalah sederhana, masalah strategis dan masalah mendasar.
Masalah sederhana adalah masalah yang resikonya sedang atau biasa, informasinya tersedia dan terdapat beberapa alternatif pemecahannya. Dalam hal ini yang diperlukan adalah kemampuan menyusun sejumlah kriteria yang diperlukan agar strategi kebijakan yang akan dipilih dari sekian alternatif itu mendatangkan manfaat optimum atau mampu menekan kerugian serendah mungkin.
Masalah strategis adalah masalah yang mengandung tiga unsur yang perlu diperhatikan benar. Yaitu risikonya besar, menyangkut banyak orang atau meliputi wawasan/wilayah yang luas dan menjangkau waktu yang panjang ke depan. Karena itu dalam pemecahan masalah yang strategis diperlukan ketelitian dalam mengidentifikasi (akar) masalah secara cermat, menyusun alternatif strategi secara luas dan relevan serta menetapkan kriteria secara benar.
Masalah terbesar dan terparah dalam kehidupan bernegara adalah masalah mendasar (fundamental problem). Yakni masalah yang menyangkut keutuhan dan kedaulatan suatu negara. Dalam konteks korupsi, kondisinya sudah luar biasa. Derajatnya lebih tinggi dari korupsi pengaruh (influence corruption) dan dari semua jenis korupsi yang ada.
Korupsi itu disebut korupsi kekuasaan atau korupsi dengan mengendalikan jalannya pemerintahan atau penguasaan proses pembuatan kebijakan public. Baik pada tingkat proses identifikasi masalah, proses perumusan kebijakan, proses pelaksanaan dan proses evaluasi kebijakan. Korupsi ini disebut sebagai “state captured corruption”.
Korupsi jenis ini tidak lagi berbicara tentang jumlah kerugian negara berupa bilangan uang/nilai materi, tetapi berbicara tentang kekuasaan atau kedaulatan negara. Yang dikorup bukan lagi berbentuk uang atau kekayaan, tapi dalam bentuk kebijakan publik berupa UU, Peraturan Pemerintah, dan berbagai keputusan resmi lainnya. Karena itu yang dipertaruhkan adalah seluruh kekayaan dan kedaulatan negara.
Kita tahu bahwa suatu negara memiliki wewenang legislatif, eksekutif dan yudikatif, yang masing-masing lembaga mempunyai wewenang dalam proses pembuatan kebijakan itu. Lembaga legislatif berwenang dalam proses identifikasi masalah termasuk agenda setting dan perumusan kebijakan, lembaga eksekutif dalam proses pelaksanaan dan lembaga yudikatif dalam proses evaluasi kebijakan.
Baik dalam bentuk evaluasi rumusan kebijakan itu sendiri ataupun dalam bentuk evaluasi proses
Masalah sederhana adalah masalah yang resikonya sedang atau biasa, informasinya tersedia dan terdapat beberapa alternatif pemecahannya. Dalam hal ini yang diperlukan adalah kemampuan menyusun sejumlah kriteria yang diperlukan agar strategi kebijakan yang akan dipilih dari sekian alternatif itu mendatangkan manfaat optimum atau mampu menekan kerugian serendah mungkin.
Masalah strategis adalah masalah yang mengandung tiga unsur yang perlu diperhatikan benar. Yaitu risikonya besar, menyangkut banyak orang atau meliputi wawasan/wilayah yang luas dan menjangkau waktu yang panjang ke depan. Karena itu dalam pemecahan masalah yang strategis diperlukan ketelitian dalam mengidentifikasi (akar) masalah secara cermat, menyusun alternatif strategi secara luas dan relevan serta menetapkan kriteria secara benar.
Masalah terbesar dan terparah dalam kehidupan bernegara adalah masalah mendasar (fundamental problem). Yakni masalah yang menyangkut keutuhan dan kedaulatan suatu negara. Dalam konteks korupsi, kondisinya sudah luar biasa. Derajatnya lebih tinggi dari korupsi pengaruh (influence corruption) dan dari semua jenis korupsi yang ada.
Korupsi itu disebut korupsi kekuasaan atau korupsi dengan mengendalikan jalannya pemerintahan atau penguasaan proses pembuatan kebijakan public. Baik pada tingkat proses identifikasi masalah, proses perumusan kebijakan, proses pelaksanaan dan proses evaluasi kebijakan. Korupsi ini disebut sebagai “state captured corruption”.
Korupsi jenis ini tidak lagi berbicara tentang jumlah kerugian negara berupa bilangan uang/nilai materi, tetapi berbicara tentang kekuasaan atau kedaulatan negara. Yang dikorup bukan lagi berbentuk uang atau kekayaan, tapi dalam bentuk kebijakan publik berupa UU, Peraturan Pemerintah, dan berbagai keputusan resmi lainnya. Karena itu yang dipertaruhkan adalah seluruh kekayaan dan kedaulatan negara.
Kita tahu bahwa suatu negara memiliki wewenang legislatif, eksekutif dan yudikatif, yang masing-masing lembaga mempunyai wewenang dalam proses pembuatan kebijakan itu. Lembaga legislatif berwenang dalam proses identifikasi masalah termasuk agenda setting dan perumusan kebijakan, lembaga eksekutif dalam proses pelaksanaan dan lembaga yudikatif dalam proses evaluasi kebijakan.
Baik dalam bentuk evaluasi rumusan kebijakan itu sendiri ataupun dalam bentuk evaluasi proses
Secara spesifik ada juga lembaga yang sekaligus mempunyai lebih dari
satu wewenang. Misalnya DPR. Di samping memiliki wewenang dalam proses
perumusan kebijakan juga mempunyai wewenang dalam proses evaluasi.
Presiden sebagai Kepala lembaga eksekutif yang berwenang dalam proses
pelaksanaan kebijkan, juga berwenang dalam proses penetapan kebijakan
pelaksanaan.
Dalam hal di mana wewenang legislatif dikuasai atau dipengaruhi oleh kalangan yang bersimpati pada korupsi atau oleh koruptor itu sendiri, maka kebijakan-kebijakan negara yang dituangkan dalam bentuk undang-undang dan peraturan negara lain yang memerlukan pengesahan legislatif, akan menjadi sarana untuk korupsi. Dalam hal yang demikian, semua peraturan yang menghukum koruptor akan berubah menjadi sebaliknya. Begitu juga kalau lembaga-lembaga lain dikuasai oleh koruptor akan melahirkan penyimpangan pelaksanaan dan penilaian yang korup.
Hari ini kita dikejutkan lagi dengan berita penangkapan-tangan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar. Ketua Lembaga yang mempunyai wewenang dalam pengambilan keputusan evaluasi tertinggi. Keputusan yang bersifat “final dan mengikat”. Kejadian atau kasus ini menambah kelengkapan persyaratan untuk menjadikan negara mencapai derajat sebagai “negara yang terkendali oleh korupsi”.
Ini berarti ancaman untuk secara menyeluruh negara dikuasai oleh koruptor tinggal sejengkal lagi. Persoalannya, apakah dengan segala kebobrokan yang makin mengerogoti sekarang ini, masih dapatkah Presiden SBY mengantarkan negara ini sampai selesai Pemilihan Umum yang akan datang ?
Sebab itu, kepada semua pihak yang masih bersih dan masih mencintai negara ini perlu sangat berhati-hati dalam menghadapi Pemilihan Umum yang akan datang untuk tidak memberi peluang dan kekuasaan kepada orang-orang yang korup atau yang bersimpati kepada koruptor. Jangan lagi berpikir hanya untuk kepentingan sendiri atau golongan sendiri, tapi untuk kepentingan bangsa dan negara secara menyeluruh yang kita cintai !
Untuk membela Ibu Pertiwi yang makin terbelenggu para perampok.
*) Said Zainal Abidin, Guru Besar STIA LAN dan mantan penasihat KPK
Dalam hal di mana wewenang legislatif dikuasai atau dipengaruhi oleh kalangan yang bersimpati pada korupsi atau oleh koruptor itu sendiri, maka kebijakan-kebijakan negara yang dituangkan dalam bentuk undang-undang dan peraturan negara lain yang memerlukan pengesahan legislatif, akan menjadi sarana untuk korupsi. Dalam hal yang demikian, semua peraturan yang menghukum koruptor akan berubah menjadi sebaliknya. Begitu juga kalau lembaga-lembaga lain dikuasai oleh koruptor akan melahirkan penyimpangan pelaksanaan dan penilaian yang korup.
Hari ini kita dikejutkan lagi dengan berita penangkapan-tangan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar. Ketua Lembaga yang mempunyai wewenang dalam pengambilan keputusan evaluasi tertinggi. Keputusan yang bersifat “final dan mengikat”. Kejadian atau kasus ini menambah kelengkapan persyaratan untuk menjadikan negara mencapai derajat sebagai “negara yang terkendali oleh korupsi”.
Ini berarti ancaman untuk secara menyeluruh negara dikuasai oleh koruptor tinggal sejengkal lagi. Persoalannya, apakah dengan segala kebobrokan yang makin mengerogoti sekarang ini, masih dapatkah Presiden SBY mengantarkan negara ini sampai selesai Pemilihan Umum yang akan datang ?
Sebab itu, kepada semua pihak yang masih bersih dan masih mencintai negara ini perlu sangat berhati-hati dalam menghadapi Pemilihan Umum yang akan datang untuk tidak memberi peluang dan kekuasaan kepada orang-orang yang korup atau yang bersimpati kepada koruptor. Jangan lagi berpikir hanya untuk kepentingan sendiri atau golongan sendiri, tapi untuk kepentingan bangsa dan negara secara menyeluruh yang kita cintai !
Untuk membela Ibu Pertiwi yang makin terbelenggu para perampok.
*) Said Zainal Abidin, Guru Besar STIA LAN dan mantan penasihat KPK
Sumber: news.detik.com Kamis, 3 Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar