WELCOME TO THE BLOG SERBA SERBI.

Jumat, 04 November 2011

Riau

Lambang
Riau adalah sebuah provinsi di Indonesia, dengan kawasan terletak pada bagian tengah pulau Sumatera dengan ibu kota Pekanbaru. Provinsi ini termasuk salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan mengandalkan hasil dari minyak bumi dan gas.[5]

Provinsi Riau


1. Sejarah

Secara etimologi, asal kata Riau terdapat bermacam pendapat, Rio dalam bahasa Portugis dapat bermaksud sungai,[6] dan tercatat pada tahun 1514, ada sebuah ekspedisi militer Portugis dikirim menelusuri sungai Siak dengan tujuan mencari lokasi dari sebuah kerajaan yang diyakini mereka ada pada kawasan sungai tersebut.[7] Pada masa kolonial Belanda, kawasan ini disebut dengan Riouw, sementara masyarakat setempat mengejanya menjadi Riau.

Pada awal kemerdekaan Indonesia, wilayah Riau tergabung dalam Provinsi Sumatera yang berpusat di Kota Bukittinggi. Kemudian Provinsi Sumatera dimekarkan menjadi tiga provinsi, yakni Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan. Selanjutnya pada tahun 1957, berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 19 tahun 1957, Provinsi Sumatera Tengah kembali dimekarkan atas 3 provinsi yaitu Riau, Jambi dan Sumatera Barat. Kemudian berdasarkan Kepmendagri nomor Desember 52/I/44-25, pada tanggal 20 Januari 1959, Kota Pekanbaru resmi menjadi ibu kota provinsi Riau mengantikan Kota Tanjung Pinang.

Pada tahun 2002, berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2002, Provinsi Riau juga dimekarkan lagi atas 2 provinsi yaitu Riau dan Kepulauan Riau. Sehingga wilayah administrasi Provinsi Riau selanjutnya adalah dikurangi dengan wilayah Provinsi Kepulauan Riau sekarang.[8]

 

2. Kondisi dan sumber daya alam

2.1 Geografi

Luas wilayah provinsi Riau adalah 87.023,66 km². Keberadaannya membentang dari lereng Bukit Barisan sampai Selat Malaka, dengan iklim tropis basah dan rata-rata curah hujan berkisar antara 2000-3000 milimeter per tahun yang dipengaruhi oleh musim kemarau serta musim hujan. Rata-rata hujan per tahun sekitar 160 hari.

 

2.2 Sumber daya alam

Provinsi ini memiliki sumber daya alam, baik kekayaan yang terkandung di perut bumi, berupa minyak bumi dan gas, serta emas, maupun kekayaan hasil hutan dan perkebunannya, belum lagi kekayaan sungai dan lautnya. Seiring otonomi daerah, secara bertahap mulai diterapkan sistem bagi hasil atau perimbangan keuangan. Aturan baru dari pemerintahan reformasi, memberi batasan dan aturan tegas mengenai kewajiban penanam modal, pemanfaatan sumber daya dan bagi hasil dengan lingkungan sekitar.

 

3. Kependudukan

Jumlah penduduk provinsi Riau berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Riau tahun 2010 sebesar 5.543.031 jiwa. Kabupaten/Kota yang memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah Kota Pekanbaru dengan jumlah penduduk 903.902 jiwa, sedangkan Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar 176.371 jiwa.

 

3.1 Suku Bangsa

Penduduk provinsi Riau terdiri dari bermacam-macam suku bangsanya. Mereka bermukim di wilayah perkotaan dan di pedesaan di seluruh pelosok provinsi Riau. Adapun etnis-etnis yang terdapat di provinsi Riau antara lain Melayu, Jawa, Minangkabau, Tionghoa, Banjar, Mandailing, Batak, Bugis, Aceh, Sunda, dan Flores.

Suku Melayu merupakan suku mayoritas di provinsi ini dan terdapat pada setiap kabupaten dan kota, suku Jawa dan Sunda pada umumnya banyak berada pada kawasan transmigran. Sementara etnis Minangkabau umumnya menjadi pedagang dan banyak bermukim pada kawasan perkotaan seperti Pekanbaru, Dumai, serta terdapat juga di Kampar, Kuantan Singingi, dan Rokan Hulu. Begitu juga orang Tionghoa pada umumnya sama dengan etnis Minangkabau yaitu menjadi pedagang dan bermukim pada kawasan perkotaan serta banyak juga terdapat pada kawasan pesisir timur seperti di Bagansiapiapi, Selatpanjang, Pulau Rupat dan Bengkalis. Suku Banjar dan Suku Bugis umumnya banyak terdapat di kabupaten Indragiri Hilir, terutama di Tembilahan.

Selain itu di provinsi ini masih terdapat sekumpulan masyarakat terasing di kawasan pedalaman dan bantaran sungai seperti Orang Sakai, Suku Akit, Suku Talang Mamak, dan Suku Laut.

 

3.2 Bahasa

Bahasa pengantar masyarakat provinsi Riau pada umumnya menggunakan Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia. Penggunaan Bahasa Minang secara luas juga digunakan oleh penduduk di provinsi ini. Selain itu Bahasa Hokkien juga masih banyak digunakan di kalangan masyarakat Tionghoa, terutama yang bermukim di daerah seperti Selatpanjang, Bengkalis, dan Bagansiapiapi.

 

3.3 Agama

Dilihat dari komposisi penduduk provinsi Riau yang penuh kemajemukan dengan latar belakang sosial budaya, bahasa dan agama yang berbeda, pada dasarnya merupakan aset bagi daerah Riau sendiri. Agama-agama yang dianut penduduk provinsi ini sangat beragam, diantaranya Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

Berbagai sarana dan prasarana peribadatan bagi masyarakat Riau sudah terdapat di provinsi ini, seperti Mesjid Agung An-nur, Mesjid Raya di Pekanbaru, dan Masjid Raya Rengat bagi umat muslim. Bagi umat Katolik/Protestan diantaranya terdapat Gereja Santa Maria A Fatima, Gereja HKBP di Pekanbaru, GBI Dumai, Gereja Kalam Kudus di Selatpanjang. Bagi umat Buddha/Tridarma adalah Vihara Dharma Loka dan Vihara Cetia Tri Ratna di Pekanbaru, Vihara Sejahtera Sakti di Selatpanjang, Kelenteng Ing Hok Kiong di Bagansiapiapi. Bagi Umat Hindu adalah Pura Agung Jagatnatha di Pekanbaru.

4. Pemerintahan 


Berdasarkan surat keputusan Presiden tertanggal 27 Februari 1958 nomor 258/M/1958 diangkat Mr. S.M. Amin, sebagai Gubernur pertama provinsi Riau yang dilantik pada tanggal 5 Maret 1958 di Tanjung Pinang yang sebelum menjadi ibukota dari provinsi Riau.

 

5. Pendidikan

Riau mempunyai beberapa perguruan tinggi, di antaranya Universitas Riau, Universitas Islam Riau, Universitas Islam Negri SUSKA (Sultan Syarif Kasim), Universitas Lancang Kuning, Universitas Abdurrab, Universitas Muhammadiyah Riau, Universitas Pasir Pengaraian. Selain itu juga terdapat Politeknik Caltex Riau dan Lembaga pendidikan dan pelatihan.

 

6. Perekonomian

6.1 Pertanian & perkebunan

Perkebunan yang berkembang adalah perkebunan karet dan perkebunan kelapa sawit, baik itu yang dikelola oleh negara ataupun oleh rakyat. Selain itu juga terdapat perkebunan jeruk dan kelapa. Untuk luas lahan perkebunan kelapa sawit saat ini propinsi Riau telah memiliki lahan seluas 1.34 juta hektar. Selain itu telah terdapat sekitar 116 pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) yang beroperasi dengan produksi coconut palm oil (CPO) 3.386.800 ton per tahun.

 

6.2 Hutan & ikan


Deforestasi di Indragiri Hulu

Pembangunan kehutanan pada hakekatnya mencakup semua upaya memanfaatkan dan memantapkan fungsi sumber daya alam hutan dan sumber daya alam hayati lain serta ekosistemnya, baik sebagai pelindung dan penyangga kehidupan dan pelestarian keanekaragaman hayati maupun sebagai sumber daya pembangunan. Namun dalam realitanya tiga fungsi utamanya sudah hilang, yaitu fungsi ekonomi jangka panjang, fungsi lindung dan estetika sebagai dampak kebijakan pemerintah yang lalu.

Hilangnya ketiga fungsi diatas mengakibatkan semakin luasnya lahan kritis yang diakibatkan oleh pengusahaan hutan yang mengabaikan aspek kelestarian. Efek selanjutnya adalah semakin menurunnya produksi kayu hutan non HPH, sementara upaya reboisasi dan penghijauan belum optimal dilaksanakan. Masalah lain yang sangat merugikan tidak saja provinsi Riau pada khususnya tapi Indonesia pada umumnya, adalah masalah ilegal logging yang menyebabkan berkurangnya kawasan hutan serta masalah pengerukan pasir secara liar.

 

6.3 Industri

Pada provinsi ini terdapat beberapa perusahaan berskala internasional yang bergerak di bidang minyak bumi dan gas serta pengolahan hasil hutan dan sawit. Selain itu terdapat juga industri pengolahan kopra dan karet.
Beberapa perusahaan besar tersebut diantaranya Chevron Pacific Indonesia anak perusahaan Chevron Corporation, PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk di Perawang, dan PT. Riau Andalan Pulp & Paper di Pangkalan Kerinci

 

6.4 Pertambangan

Hasil pertambangan provinsi Riau adalah Minyak bumi, Gas, dan Batu Bara.

 

6.5 Transportasi

Provinsi Riau merupakan satu-satunya propinsi yang mempunyai BUMD di bidang transportasi udara yakni PT. Riau Air, yang bertujuan untuk melayani daerah-daerah yang sulit dijangkau melalui jalan darat maupun laut. Riau Air mengoperasikan Fokker-50 buatan Belanda sebanyak 5 armada, dan tahun 2008 perusahaan ini menambah 2 armada lagi dengan jenis Avro-RJ 100.

 

6.7 Keuangan & Perbankan

Untuk bidang perbankkan di propinsi sangat berkembang pesat, ini ditandai banyaknya bank swasta dan BPR, selain bank milik pemerintah daerah seperti Bank Riau Kepri.

 

7. Pariwisata, Seni dan Budaya

7.1 Wisata Alam

Provinsi Riau sebenarnya memiliki bermacam-macam kawasan pariwisata alam diantaranya yaitu :

 

7.1.1  Pulau Jemur

Terletak lebih kurang 45 mil dari ibukota Kabupaten Rokan Hilir, Bagansiapiapi, dan 45 mil dari negara tetangga yakni Malaysia, sedangkan provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi yang terdekat dari Pulau Jemur. Pulau Jemur sebenarnya merupakan gugusan pulau-pulau yang terdiri dari beberapa buah pulau antara lain, pulau Tekong Emas, pulau Tekong Simbang, pulau Labuhan Bilik serta pulau-pulau kecil lainnya. Pulau-pulau yang terdapat di pulau Jemur ini berbentuk lingkaran sehingga bagian tengahnya merupakan laut yang tenang. Pada musim angin barat laut tiba, gelombang laut di Selat Malaka sangat besar, dan biasanya nelayan-nelayan setempat berlindung di bagian tengah pulau Jemur, karena air laut pada kawasan tersebut tenang. Setelah gelombang laut mengecil atau badai berkurang barulah para nelayan keluar untuk memulai aktivitas menangkap ikan kembali. Pulau Jemur memiliki pemandangan dan panorama alam yang indah, selain itu Pulau Jemur ini amat kaya dengan hasil lautnya, serta pulau ini dimanfaatkan oleh penyu untuk menyimpan telurnya di bawah lapisan pasir-pasir pantai. Selain itu pada pulau Jemur juga terdapat beberapa potensi wisata lain diantaranya adalah Goa Jepang, Mercusuar, sisa-sisa pertahanan Jepang, batu Panglima Layar, taman laut dan pantai berpasir kuning emas.

 

7.1.2  Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT)

TNBT memiliki luas 144.223 Ha, dengan ekosistem hutan hujan tropika dataran rendah (lowland tropical rain forest), kawasan ini merupakan peralihan antara hutan rawa dan hutan pegunungan dengan ekosistem yang unik dan berbeda dibandingkan dengan kawasan taman nasional lainnya yang ada di Indonesia. Bukit Tiga Puluh merupakan hamparan perbukitan yang terpisah dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan dan berbatasan dengan provinsi Jambi, daerah ini merupakan daerah tangkapan air (catchment area) sehingga membentuk sungai-sungai kecil dan merupakan hulu dari sungai-sungai besar di daerah sekitarnya. Beberapa jenis fauna yang dapat dijumpai di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh antara lain : Harimau Sumatera, Beruang Madu, Tapir, Siamang, Kancil, Babi Hutan, Burung Rangkong, Kuaw, dan berbagai jenis satwa lainnya. Sedangkan jenis flora langka yang diduga endemik di kawasan tersebut adalah Cendawan Muka Rimau (Rafflesia haseltii). Selain merupakan habitat dari berbagai jenis flora dan fauna langka dan dilindungi, kawasan TNBT juga merupakan tempat hidup dan bermukim beberapa komunitas masyarakat terasing seperti Talang Mamak, Anak Rimba dan Melayu Tua.

 

7.1.3 Pantai Rupat Utara Tanjung Medang

Berlokasi di Kecamatan Rupat, Pulau Rupat. Kawasan Pantai Pasir Panjang terdiri atas Tanjung Medang, Teluk Rhu dan Tanjung Punak di Kecamatan Rupat dan berhadapan langsung dengan Kota Dumai, dengan mudah dapat dicapai karena dari Dumai tersedia transportasi laut untuk penumpang umum. Pasir di pantai ini berwarna putih dan bersih yang memungkinkan pengunjung untuk mandi, berjemur, berolahraga air, rekreasi keluarga dan bersantai menikmati kejernihan air lautnya dengan ombak yang sedang.

 

7.1.4 Air Terjun Aek Martua

Terletak di kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Rokan Hulu merupakan air terjun bertingkat-tingkat, sehingga sering pula disebut air terjun tangga seribu, dapat ditempuh melalui jalan darat, kira-kira 2/3 dari bawah terdapat kuburan pertapa Cipogas dengan air terjun yang bertingkat-tingkat dan sungguh mengagumkan untuk dinikmati.

 

7.1.5 Objek Wisata Bono

Terletak di Desa Teluk Meranti, sepanjang Sungai Kampar dan Sungai Rokan. Bono adalah fenomena alam yang datang sebelum pasang. Air laut mengalir masuk dan bertemu dengan air sungai Kampar sehingga terjadi gelombang dengan kecepatan yang cukup tinggi, dan menghasilkan suara seperti suara guntur dan suara angin kencang. Pada musim pasang tinggi, gelombang sungai Kampar bisa mencapai 4-6 meter, membentang dari tepi ke tepi menutupi keseluruhan badan sungai. Peristiwa ini terjadi setiap hari, siang maupun malam hari. Hal yang menarik turis ke objek wisata ini adalah kegiatan berenang, memancing, naik sampan, dan kegiatan lainnya.

 

7.1.6 Wisata Bahari di Kabupaten Siak

yaitu Danau Pulau Besar terletak di Desa Zamrud, Kecamatan Siak Sri Indrapura, dengan luas sekitar 28.000 Ha, dan Danau Naga di Sungai Apit. Danau Bawah dan Danau Pulau Besar terletak dekat lapangan minyak Zamrud, Kecamatan Siak, memiliki panorama indah yang mengagumkan dan menarik. Di sekitar danau masih ditemukan hutan yang masih asli. Kondisi danau maupun hutan di sekitar danau berstatus Suaka Marga Satwa yang luasnya mencapai 2.500 hektar, dimana masih terdapat berbagai aneka jenis satwa dan tumbuhan langka. Sumber daya hayati yang terdapat di danau ini seperti pinang merah, ikan arwana dan ikan Balido yang termasuk dilindungi. Keanekaragaman jenis satwa liar di Suaka Marga Satwa danau Pulau Besar dan danau Bawah merupakan kekayaan tersendiri sebagai objek wisata tirta di Riau Daratan.

 

7.2 Wisata Budaya

Provinsi Riau memiliki berbagai wisata budaya maupun keagamaan. Beberapa contoh wisata budaya yang terkenal dari daerah ini yaitu :

 

7.2.1  Upacara Bakar Tongkang

Upacara Bakar Tongkang adalah wisata budaya unggulan Provinsi Riau dari Kabupaten Rokan Hilir (Rohil). Upacara Bakar Tongkang telah menjadi wisata nasional bahkan internasional. Upacara Bakar Tongkang adalah upacara tradisional masyarakat Tionghoa di Ibu Kota kabupaten Rokan Hilir yakni Bagansiapiapi.

Ritual Bakar Tongkang merupakan kisah pelayaran masyarakat keturunan Tionghoa yang melarikan diri dari si penguasa Siam di daratan Indo China pada abad ke-19. Didalam kapal yang di pimpin Ang Mie Kui, terdapat patung Dewa Kie Ong Ya dan lima dewa, dimana panglimanya disebut Taisun Ong Ya. Patung -patung dewa ini mereka bawa dari tanah Tiongkok, dan menurut keyakinan mereka bahwa dewa tersebut akan memberikan keselamatan dalam pelayaran, hingga akhirnya mereka menetap di Bagansiapiapi.

Untuk menghormati dan mensyukuri kemakmuran dan keselamatan yang mereka peroleh dari hasil laut sebagai mata pencaharian utama masyarakat Tionghoa Bagansiapiapi, maka mereka membakar wangkang (tongkang) yang dilakukan setiap tahun. Sedangkan prosesi sembahyang dilaksanakan pada tanggal 15 dan 16 bulan 5 tahun Imlek / penanggalan China.

 

7.3 Perayaan Imlek di Selatpanjang Kabupaten Kepulauan Meranti

Perayaan Hari Raya Imlek adalah tradisi pergantian tahun baru,Imlek tak ubahnya seperti tahun baru masehi atau tahun baru Hijriah bagi umat islam. Imlek adalah Tahun Baru Cina. Namun bagi umat lain yang beraliran sama juga bisa merayakan Hari Raya Imlek.Acara Perayaan Imlek memang sudah menjadi bagian dari tradisi di Kota Selatpanjang. Hampir setiap tahun perayaan Imlek di kota ini dirayakan sangat meriah bahkan juga termasuk Perayaan Imlek yang paling meriah di kawasan Provinsi Riau. Apalagi pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Meranti juga sudah menjadikan ivent perayaan Imlek sebagai salah satu asset wisata tahunan yang masuk kedalam Kalender Wisata Riau.Puluhan ribu orang baik dari dalam maupun luar Selatpanjang bahkan wisatawan dari luar negeri seperti Singapore,Malaysia,Hongkong,China,Taiwan,Australia akan membanjiri Kota Selatpanjang untuk turut serta memeriahkan perayaan Imlek.Imlek bagi sejumlah warga Tionghoa Selatpanjang yang berada di luar daerah maupun diluar negeri dijadikan ajang Tradisi Mudik, ini sudah berlangsung lama bahkan mereka anggap sebagai momentum penting untuk mudik ke tanah kelahiran. Walaupun puncak acara Perayaan Tahun Baru Imlek di Selatpanjang berlangsung pada hari ke-6 bulan pertama Tahun Baru Imlek yang biasanya disebut Cue Lak (Bahasa Hokkian),tetapi kemeriahannya mulai terasa dihari H-7 yaitu seminggu sebelum jatuhnya perayaan Imlek.

Mengawali penyambutan tahun baru imlek di selatpanjang di pusatkan di Vihara Sejahtera Sakti, Selain mengelarkan sembahyang,yang paling unik didaerah ini adalah warga yang merayakan juga berkeliling kota pada waktu sore hari dengan mengunakan Bentor ( Becak Motor ) biasanya berlansung selama 6 hari. Sebelum puncak acara imlek biasa diawali Festival Kembang Api pada hari Ke 5, durasi kembang api biasa berlangsung cukup lama,kurang lebih (±)sampai 3 jam lamanya,hal itu yang membuat ketertarikan wisatawan dari dalam maupun luar negeri untuk menyaksikan,karena itu imlek secara tidak langsung menjadi ajang promosi spektakuler wisata budaya unggulan yang ada di Kabupaten Kepulauan Meranti

Pada puncak perayaan imlek merupakan hari dimana bertepatan dilangsungkan perayaan untuk ulang tahun Dewa 清水祖師 Qing Shui Zu Shi[9].(Bahasa Mandarin)/Ching Cui Co Su (Bahasa Hokkian)(nama dewa).Pada moment ini warga Tionghoa menyakinkan bahwa sang Dewa tersebut sedang turun ke bumi dengan maksud untuk mengusir unsur unsur kejahatan dan memberikan kemakmuran dan ketentraman bagi warga kota Selatpanjang. Untuk itu diadakan penyambutan khusus dengan menggotong tandu patung Dewa dan dipawai berkeliling kota melewati beberapa kelenteng lain disertai menggelar atraksi tarian liong(naga),dan atraksi barongsai(singa) dan diiringi seni budaya jawa reog ponorogo yang berasal dari Jawa Timur.Perayaan pada Cue Lak tersebut juga diiringi oleh para tetua atau orang yang terpilih dan dirasuki oleh roh para dewa yang biasa disebut Thangkie yaitu dimana raga atau tubuh orang tersebut dijadikan alat komunikasi atau perantara roh dewa tersebut, hal itu ada kesamaan di kota singkawang ( kalimantan Barat ) yang biasa dikenal Tatung.

Konon, perayaan Imlek di Selatpanjang dapat juga diartikan sebagai sebuah rezeki bagi seluruh masyarakat yang tinggal di daerah ini. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila masyarakat yang non etnis Tionghoa biasanya juga turut ikut meramaikan perayaan Imlek dengan iring-iringan reog ponorogo (bagi masyarakat Jawa) dan atraksi-atraksi kesenian lain yang merupakan tradisi dari daerah setempat. Kota ini juga merupakan salah satu kota di kawasan riau yang mempunyai jumlah Kelenteng yang cukup banyak yakni sekitar 20-an.

 

7.3.1 Mesjid Raya Pekanbaru

Mesjid Raya dan Makan Marhum Bukit serta Makam Marhum Pekan. Mesjid Raya Pekanbaru terletak di Kecamatan Senapelan memiliki arsitektur tradisional yang amat menarik dan merupakan mesjid tertua di Kota Pekanbaru. Mesjid ini dibangun pada abad 18 dan sebagai bukti Kerajaan Siak pernah berdiri di kota ini pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Muazzam Syah dan Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah sebagai sultan keempat dan kelima dari Kerajaan Siak Sri Indrapura. Di areal Mesjid terdapat sumur mempunyai nilai magis untuk membayar zakat atau nazar yang dihajatkan sebelumnya. Masih dalam areal kompleks mesjid kita dapat mengunjungi makam Sultan Marhum Bukit dan Marhum Pekan sebagai pendiri kota Pekanbaru. Marhum Bukit adalah Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah (Sultan Siak ke-4) memerintah tahun 1766 – 1780, sedangkan Marhum Bukit sekitar tahun 1775 memindahkan ibukota kerajaan dari Mempura Siak ke Senapelan dan beliau mangkat tahun 1780.

 

7.3.2 Istana Siak Sri Indrapura

Istana Kerajaan Siak adalah sebuah kerajaan Melayu Islam yang terbesar di Daerah Riau, mencapai masa jayanya pada abad ke 16 sampai abad ke 20. Dalam silsilah Sultan-sultan Kerajaan Siak Sri Indrapura dimulai pada tahun 1725 dengan 12 sultan yang pernah bertahta. Kini, sebagai bukti sejarah atas kebesaran kerajaan Melayu Islam di Daerah Riau, dapat kita lihat peninggalan kerajaan berupa kompleks Istana Kerajaan Siak yang dibangun oleh Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1889 dengan nama ASSIRAYATUL HASYIMIAH lengkap dengan peralatan kerajaan. Sekarang Istana Kerajaan Siak Sri Indrapura dijadikan tempat penyimpanan benda-benda koleksi kerajaan antara lain : Kursi Singgasana kerajaan yang berbalut (sepuh) emas, Duplikat Mahkota Kerajaan, Brankas Kerajaan, Payung Kerajaan, Tombak Kerajaan, Komet sebagai barang langka dan menurut cerita hanya ada dua di dunia dan lain-lain. Di samping Istana kerajaan terdapat pula istana peraduan.

 

7.3.3 Candi Muara Takus


Candi Muara Taku



Vihara Sejahtera Sakti Selatpanjang

Terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar atau jaraknya kurang lebih 135 kilometer dari Kota Pekanbaru. Jarak antara kompleks candi ini dengan pusat desa Muara Takus sekitar 2,5 kilometer dan tak jauh dari pinggir sungai Kampar Kanan. Kompleks candi ini dikelilingi tembok berukuran 74 x 74 meter, diluar arealnya terdapat pula tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini sampai ke pinggir sungai Kampar Kanan. Di dalam kompleks ini terdapat pula bangunan candi Tua, candi Bungsu dan Mahligai Stupa serta Palangka. Bahan bangunan candi terdiri dari batu pasir, batu sungai dan batu bata. Menurut sumber tempatan, batu bata untuk bangunan ini dibuat di desa Pongkai, sebuah desa yang terletak di sebelah hilir kompleks candi. Bekas galian tanah untuk batu bata itu sampai saat ini dianggap sebagai tempat yang sangat dihormati penduduk. Untuk membawa batu bata ke tempat candi, dilakukan secara beranting dari tangan ke tangan. Cerita ini walaupun belum pasti kebenarannya memberikan gambaran bahwa pembangunan candi itu secara bergotong royong dan dilakukan oleh orang ramai.Selain dari candi Tua, candi Bungsu, Mahligai Stupa dan Palangka, di dalam kompleks candi ini ditemukan pula gundukan yang diperkirakan sebagai tempat pembakaran tulang manusia. Diluar kompleks ini terdapat pula bangunan-bangunan (bekas) yang terbuat dari batu bata, yang belum dapat dipastikan jenis bangunannya. Kompleks candi Muara Takus, satu-satunya peninggalan sejarah yang berbentuk candi di Riau. Candi yang bersifat budhistis ini merupakan bukti pernahnya agama Budha berkembang di kawasan ini beberapa abad yang silam. Kendatipun demikian, para pakar purbakala belum dapat menentukan secara pasti kapan candi ini didirikan. Ada yang mengatakan abad kesebelas, ada yang mengatakan abad keempat, abad ketujuh, abad kesembilan dan sebagainya. Tapi jelas kompleks candi ini merupakan peninggalan sejarah masa silam.

 

7.4 Kelenteng Hoo Ann Kiong/Vihara Sejahtera Sakti Selatpanjang

Kelenteng Hoo Ann Kiong (lebih dikenal luas sebagai Vihara Sejahtera Sakti/Tua Pek Kong Bio (Bahasa Hokkian)) adalah kelenteng tertua yang ada di kota Selatpanjang juga merupakan Kelenteng Tertua di Provinsi Riau. Kelenteng ini didirikan masa kolonial Belanda dan sampai hari ini belum diketahui dengan pasti tahun kapan berdirinya.Sejarawan memprediksi kelenteng ini berumur lebih dari 150 tahun setelah dilihat dari Relief Arsitektur bangunannya.Bangunannya kian megah dan indah serta berbagai perubahan terus dilakukan setelah direnovasi total kecuali bagian depan pintu gerbang utama.Kelenteng ini sangat dikenal luas oleh masyarakat Selatpanjang maupun masyarakat luar negeri terutama bagi wisatawan Singapore dan Malaysia sebagai tempat ibadah umat Buddha, maupun Konghucu.

 

7.4.1 Benteng Tujuh Lapis

Terletak di daerah Dalu-dalu, Kecamatan Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu. Benteng tanah yang dibuat masyarakat dalu-dalu pada zaman penjajahan Belanda atas petuah Tuanku Tambusai di atas bumbun tanah ditanam bambu atau aur berduri. Bekas benteng tersebut ditinggalkan Tuanku Tambusai pada tanggal 28 Desember 1839. Disekitar daerah dalu-dalu ini juga terdapat beberapa benteng-benteng yang disebut Kubu.

 

Terkait

  1.  Aceh
  2.  Sumatera Utara
  3.  Bengkulu
  4.  Jambi
  5. Riau
  6. Sumatera Barat
  7. Sumatera Selatan
  8. Lampung
  9. Kepulauan Bangka Belitung
  10. Kepulauan Riau

back to Sumatera

 

8. Rujukan

  1.  "Perpres No. 6 Tahun 2011". 17 Februari 2011. Diakses pada 23 Mei 2011.
  2.  www.depdagri.go.id Permendagri Nomor 6 Tahun 2008
  3.  Badan Pusat Statistik Riau
  4.  Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape. Institute of Southeast Asian Studies. 1 November 2003.
  5. Riau: the various investment opportunities in Indonesia. Regional Investment Coordinating Board. 1 November 1985.
  6.  Samin, S.W. (1991). Budaya Melayu dalam perjalanannya menuju masa depan. Yayasan Penerbit MSI-Riau.
  7.  Schnitger, F.M. (1964). Forgotten Kingdoms in Sumatra. E. J. Brill.
  8.  www.setneg.go.id UU Nomor 25 Tahun 2002
  9.  http://jindeyuan.org [1]


9. Galeri

10. Pranala luar


Arief

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bebas Bayar

bebas bayar, pembayaran mudah dan cepat, transaksi online, pembayaran tagihan dan tiket, transfer dana online

gif maker

Arifuddin Ali