arifuddinali.blogspot.com - Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap (ejaan baru: Amir Syarifuddin Harahap) (lahir di Medan, Sumatera Utara, 27 April 1907 – meninggal di Surakarta, Jawa Tengah, 19 Desember 1948 pada umur 41 tahun) adalah seorang tokoh Indonesia, mantan menteri dan perdana menteri pada awal berdirinya negara Indonesia.
Keluarga
Ayahnya, Djamin gelar Baginda Soripada (1885-1949), seorang jaksa di
Medan. Ibunya, Basunu Siregar (1890-1931), dari keluarga Batak yang
telah membaur dengan masyarakat Melayu-Islam di Deli. Ayahnya keturunan keluarga kepala adat dari Pasar Matanggor di Padang Lawas Tapanuli.
Pendidikan
Amir menikmati pendidikan di ELS atau sekolah dasar Belanda di Medan pada tahun 1914 hingga selesai Agustus 1921. Atas undangan saudara sepupunya, T.S.G. Mulia yang baru saja diangkat sebagai anggota Volksraad dan belajar di kota Leiden
sejak 1911, Amir pun berangkat ke Leiden. Tak lama setelah
kedatangannya dalam kurun waktu 1926-1927 dia menjadi anggota pengurus
perhimpunan siswa Gymnasium di Haarlem,
selama masa itu pula Amir aktif terlibat dalam diskusi-diskusi kelompok
kristen misalnya dalam CSV-op Java yang menjadi cikal bakal GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia). Ia tinggal di rumah guru pemeluk Kristen Calvinis, Dirk Smink, dan di sini juga Mulia menumpang.
Namun pada September 1927, sesudah lulus ujian tingkat kedua, Amir
kembali ke kampung halaman karena masalah keluarga, walaupun teman-teman
dekatnya mendesak agar menyelesaikan pendidikannya di Leiden. Kemudian
Amir masuk Sekolah Hukum di Batavia, menumpang di rumah Mulia
(sepupunya) yang telah menjabat sebagai direktur sekolah pendidikan guru
di Jatinegara. Kemudian Amir pindah ke asrama pelajar Indonesisch Clubgebouw, Kramat 106, ia ditampung oleh senior satu sekolahnya, Mr. Muhammad Yamin.
Perjuangan
Menjelang invasi Jepang ke Hindia Belanda, Amir berusaha—menyetujui dan menjalankan garis Komunis Internasional agar kaum kiri menggalang aliansi dengan kekuatan kapitalis untuk menghancurkan Fasisme. Barangkali ini mempunyai hubungan dengan pekerjaan politik Musso dengan kedatangannya ke Hindia Belanda dalam tahun 1936.
Ia kemudian dihubungi oleh anggota-anggota kabinet Gubernur Jenderal,
menggalang semua kekuatan anti-fasis untuk bekerja bersama dinas
rahasia Belanda dalam menghadapi serbuan Jepang. Rencana itu tidak
banyak mendapat sambutan. Rekan-rekannya sesama aktivis masih belum
pulih kepercayaan terhadapnya akibat polemik pada awal tahun 1940-an,
serta tidak paham akan strateginya melawan Jepang. Mereka ingin menempuh
taktik lain yaitu, berkolaborasi dengan Jepang dengan harapan Jepang
akan memberi kemerdekaan kepada Hindia Belanda setelah kolonialis
Belanda dikalahkan. Dalam hal ini garis Amir yang terbukti benar.
Pada bulan Januari 1943 ia tertangkap oleh fasis Jepang, di tengah gelombang-gelombang penangkapan yang berpusat di Surabaya.
Kejadian ini dapat ditafsirkan sebagai terbongkarnya jaringan suatu
organisasi anti fasisme Jepang yang sedikit banyak mempunyai hubungan
dengan Amir. Terutama dari sisa-sisa kelompok inilah Amir, kelak ketika
menjadi Menteri Pertahanan, mengangkat para pembantunya yang terdekat.
Namun demikian identifikasi penting kejadian Surabaya itu, dari sedikit
yang kita ketahui melalui sidang-sidang pengadilan mereka tahun 1944,
hukuman terberat dijatuhkan pada bekas para pemimpin Gerindo dan Partindo Surabaya.
Sebuah dokumen NEFIS (Netherlands Expeditionary Forces Intelligence Service), instansi rahasia yang dipimpin Van Mook, tertanggal 9 Juni 1947
menulis tentang Amir; "ia mempunyai pengaruh besar di kalangan massa
dan orang yang tak mengenal kata takut". Belanda mungkin tahu bahwa
penghargaan berbau mitos terhadapnya di kalangan Pesindo berasal dari
cerita para tahanan sesamanya. Bagaimana ia menghadapi siksaan fisik dan
moral yang dijatuhkan Jepang. Diceritakan, misalnya, bagaimana ia
tertawa ketika para penyiksa menggantungnya dengan kaki di atas.
Dalam Persetujuan Renville
tanggungjawab yang berat ini terletak dipundak kaum Komunis, khususnya
Amir sebagai negosiator utama dari Republik Indonesia. Kabinet Amir
Sjarifuddin mengundurkan diri dengan sukarela dan tanpa perlawanan
samasekali, ketika disalahkan atas persetujuan Renville oleh golongan Masyumi dan Nasionalis.
Jabatan
- Menteri pada Kabinet Presidensial, Kabinet Sjahrir I, Kabinet Sjahrir II, Kabinet Sjahrir III
- Perdana Menteri: 3 Juli 1947 – 29 Januari 1948, membentuk Kabinet Amir Sjarifuddin I dan Kabinet Amir Sjarifuddin II
Peristiwa Madiun
Setelah Peristiwa Madiun 1948, pemerintahan Hatta
menuduh PKI berupaya membentuk negara komunis di Madiun dan menyatakan
perang terhadap mereka. Amir Sjarifuddin, sebagai salah seorang tokoh
PKI, yang pada saat peristiwa Madiun meletus sedang berada di Yogyakarta
dalam rangka kongres Serikat Buruh Kereta Api (SBKA) turut ditangkap beserta beberapa kawannya.
19 Desember 1948,
sekitar tengah malam, di kompleks makam desa Ngalihan, kepala Amir
Sjarifuddin ditembak dengan pistol oleh seorang letnan Polisi Militer,
sebuah satuan khusus dalam Angkatan Bersenjata Indonesia. Sebelum itu
beberapa orang penduduk desa setempat diperintahkan menggali sebuah
lubang kubur besar. Dari rombongan sebelas orang yang diangkut dengan
truk dari penjara di Solo, Amir orang pertama yang ditembak mati malam
itu. Beberapa hari sebelumnya, ia dan beberapa orang lainnya, secara
diam-diam telah dipindahkan ke rumah penjara ini dari tempat penahanan
mereka di Benteng Yogyakarta
Perdana Menteri Indonesia ke-2 | |
---|---|
Masa jabatan 3 Juli 1947 – 29 Januari 1948 |
|
Presiden | Soekarno |
Didahului oleh | Sutan Syahrir |
Digantikan oleh | Mohammad Hatta |
Menteri Pertahanan Republik Indonesia ke-3 | |
Masa jabatan 14 November 1945 – 29 Januari 1948 |
|
Presiden | Soekarno |
Didahului oleh | Imam Muhammad Suliyoadikusumo |
Digantikan oleh | Mohammad Hatta |
Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia ke-1 | |
Masa jabatan 2 September 1945 – 12 Maret 1946 |
|
Presiden | Soekarno |
Didahului oleh | Tidak ada,Jabatan baru |
Digantikan oleh | Mohammad Natsir |
Informasi pribadi | |
Lahir | 27 April 1907 Medan, Sumatera Utara, Hindia Belanda |
Meninggal | 19 Desember 1948 (umur 41) Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia |
Kebangsaan | Indonesia |
Partai politik | PSI PKI |
Profesi | Politikus |
Agama | Kristen |
Sumber : wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar