arifuddinali.blogspot.com - Pernah menyaksikan film-film investigasi seperti "Lie To Me" atau "Crime
Scene Investigation (CSI)"? Penggunaan metode-metode ilmiah, seperti
analisis tulisan tangan, untuk mengungkap kebenaran di balik sebuah
kasus kejahatan dalam film-film itu juga diterapkan dalam kehidupan
nyata, termasuk di Indonesia.
Analisis tulisan tangan yang dipelajari dari grafologi, cabang ilmu psikologi, sering digunakan sebagai alat untuk mendeteksi kebohongan dalam kasus-kasus kejahatan.
Menurut seorang kriminolog dan grafolog Indonesia, Putro Perdana, penggunaan metode analisis tulisan tangan sudah lazim dipakai oleh polisi Indonesia untuk mencari fakta dalam sebuah kasus hukum.
"Saya sering terlibat dan menggunakan metode ini dalam kasus pemalsuan dokumen, seperti pemalsuan tanda tangan, surat bunuh diri, bahkan surat pengunduran diri," kata Putro di Jakarta, Rabu (6/8).
Namun, ia mengatakan, dari sekian banyak kasus yang ditanganinya, hanya sekitar 10 persen kasus yang menggunakan analisis tulisan tangan sebagai alat untuk mendeteksi kebohongan.
"Memang penerapannya masih kecil, tapi perlu diketahui bahwa handwriting analysis ini juga akurat karena setiap gejolak kecil dalam pemikiran maupun perasaan penulis dapat direkam dengan metode ini," kata peraih gelar master dari International School of Handwriting Analysis itu.
Putro menjelaskan, indikasi kebohongan dalam analisis tulisan tangan, salah satunya bisa ditelisik dari kecepatan penulisan.
"Apabila dalam beberapa kalimat tertentu terlihat adanya perubahan kecepatan tulisan, menunjukan penulis berhati-hati dan memperhitungkan respons dari apa yang akan dituliskannya," katanya.
Tulisan yang berantakan dan tidak terbaca, katanya, juga menandakan penulisnya tidak berusaha mengkomunikasikan pikirannya secara jelas, ataupun sedang memikirkan banyak hal dalam satu waktu.
"Perbaikan huruf atau coretan yang cukup sering terjadi menunjukan penulis dalam keadaan gelisah dan mencoba untuk memberi kesan baik dengan memperbaiki setiap kesalahan yang terjadi akibat kegelisahannya," katanya.
Di samping itu, ia mengatakan garis dasar tulisan yang bervariasi, kesalahan yang berlangsung terus menerus, ukuran dan bentuk huruf yang berubah-ubah, penggunaan tanda baca yang tidak wajar, serta jarak antar kata yang tidak stabil, juga memberi arti tersendiri.
"Yang paling utama juga kemiringan tulisan. Awalnya penulis menulis condong ke kanan tapi di kata berikutnya menjadi lurus atau miring ke kiri, hal ini mengindikasikan konflik pikiran sadar dan bawah sadar penulis sehigga kemungkinan terjadi manipulasi," katanya.
Putro memberikan contoh analisis tulisan tangan dalam kasus Afriyani Susanti, pengendara mobil yang menabrak sembilan pejalan kaki hingga tewas di daerah Tugu Tani, Jakarta, pada 22 Januari 2012.
Ia menganalisis tulisan tangan Afriyani dalam surat pemintaan maaf dia. Berdasarkan analisis tulisan tangannya, menurut Putro, Afriyani memiliki hambatan untuk mengungkapkan ekspresi emosi.
"Ada kesulitan dari Afriyani untuk mengekspresikan apa yang sedang ia rasakan. Dari bentuk garis dasar serta bentuk huruf kapitalnya juga menunjukan bahwa Afriyani tidak mempunyai emosi yang stabil serta masih belum dewasa," katanya.
Namun Putro mengatakan bahwa pada tulisan tersebut tidak ada "clubbed stroke" yang merupakan karakteristik dari seorang pengguna berat atau pecandu narkoba, sehingga ia berasumsi bahwa Afriyani hanya pengguna baru, belum menjadi pecandu.
Walaupun begitu, ia menambahkan, tidak dapat dipungkiri bahwa Afriyani memang terbukti berada dalam pengaruh alkohol dan narkoba ketika mengemudikan kendaraannya.
Grafologi dan Karakter
Putro mengatakan perkembangan teknologi digital yang membuat sebagian besar orang tidak lagi menulis dengan tangan, tidaklah menghalangi grafologi untuk mengembangkan metode analisis tulisan tangan.
"Memang orang akan jadi tidak terbiasa menulis, tapi kegiatan menulis itu sudah terekam dalam pikiran bawah sadar manusia sehingga meskipun sudah lama tidak menulis, setiap manusia tetap tahu cara menulis," kata sarjana kriminologi lulusan Universitas Indonesia ini.
Ia mengatakan, kekakuan menulis memang akan dirasakan seseorang apabila ia sudah lama tidak menulis, tapi biasanya hanya saat menulis beberapa kalimat pertama saja, berikutnya kekakuan akan hilang, sehingga tidak akan menjadi hambatan untuk melakukan analisis.
Bahkan, kata Putro, metode analisis tulisan tangan juga bisa digunakan pada orang yang mengalami disleksia--kelainan yang ditandai dengan kesulitan mengenali kata secara tepat dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengode simbol-- atau buta huruf sekalipun.
"Pada dasarnya, coretan apapun yang dibuat oleh manusia itu memiliki pola yang dapat dipelajari sehingga grafologi tidak hanya berbicara mengenai huruf dan angka melainkan juga coretan atau gambar," katanya.
Selain bisa memberikan jawaban bagi berbagai permasalahan terkait tindak kejahatan, Putro mengatakan, grafologi dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan lain dalam kehidupan, seperti untuk menggambarkan karakter manusia.
"Karenanya saya merasa grafologi wajib diketahui oleh semua orang atau sekurang-kurangnya setiap orang tahu betul bentuk dan jenis tulisan tangannya sendiri," kata Putro.
Ia mengatakan bahwa kemampuan seseorang mengenali tulisannya sendiri dapat menghindarkan orang dari berbagai tindak kejahatan serta dapat membantu orang semakin mengenal dan juga meningkatkan kualitas diri pribadinya.
Hal ini dibenarkan oleh Fauzia Amatul, pelajar kursus analisis tulisan tangan. Ia mengatakan, mempelajari grafologi membuat dia semakin yakin mengenai pribadinya sendiri dan melancarkan hubungannya dengan orang-orang sekitar.
"Saya jadi tahu apa yang sedang saya alami atau rasakan sehingga tahu apa yang harus saya lakukan untuk membantu diri saya," kata perempuan yang kerap disapa Ifa itu ketika ditemui di Jakarta, Kamis (7/8).
Meski grafologi bisa dimanfaatkan untuk menjawab berbagai persoalan, menurut Putro, jumlah kriminolog dengan spesifikasi grafologi yang menggunakan analisis tulisan tangan untuk memecahkan kasus-kasus kejahatan masih sangat minim di Indonesia.
"Yang menerapkan ilmu kriminologi bersamaan dengan grafologi di Indonesia itu masih sedikit sekali, sekitar lima orang dan semuanya terpusat di Jakarta," katanya.
Menurut dia, profesi grafolog, khususnya yang menangani kasus kejahatan, sangat prospektif karena permintaannya semakin meningkat dari tahun ke tahun. (antaranews.com 11082014)
Analisis tulisan tangan yang dipelajari dari grafologi, cabang ilmu psikologi, sering digunakan sebagai alat untuk mendeteksi kebohongan dalam kasus-kasus kejahatan.
Menurut seorang kriminolog dan grafolog Indonesia, Putro Perdana, penggunaan metode analisis tulisan tangan sudah lazim dipakai oleh polisi Indonesia untuk mencari fakta dalam sebuah kasus hukum.
"Saya sering terlibat dan menggunakan metode ini dalam kasus pemalsuan dokumen, seperti pemalsuan tanda tangan, surat bunuh diri, bahkan surat pengunduran diri," kata Putro di Jakarta, Rabu (6/8).
Namun, ia mengatakan, dari sekian banyak kasus yang ditanganinya, hanya sekitar 10 persen kasus yang menggunakan analisis tulisan tangan sebagai alat untuk mendeteksi kebohongan.
"Memang penerapannya masih kecil, tapi perlu diketahui bahwa handwriting analysis ini juga akurat karena setiap gejolak kecil dalam pemikiran maupun perasaan penulis dapat direkam dengan metode ini," kata peraih gelar master dari International School of Handwriting Analysis itu.
Putro menjelaskan, indikasi kebohongan dalam analisis tulisan tangan, salah satunya bisa ditelisik dari kecepatan penulisan.
"Apabila dalam beberapa kalimat tertentu terlihat adanya perubahan kecepatan tulisan, menunjukan penulis berhati-hati dan memperhitungkan respons dari apa yang akan dituliskannya," katanya.
Tulisan yang berantakan dan tidak terbaca, katanya, juga menandakan penulisnya tidak berusaha mengkomunikasikan pikirannya secara jelas, ataupun sedang memikirkan banyak hal dalam satu waktu.
"Perbaikan huruf atau coretan yang cukup sering terjadi menunjukan penulis dalam keadaan gelisah dan mencoba untuk memberi kesan baik dengan memperbaiki setiap kesalahan yang terjadi akibat kegelisahannya," katanya.
Di samping itu, ia mengatakan garis dasar tulisan yang bervariasi, kesalahan yang berlangsung terus menerus, ukuran dan bentuk huruf yang berubah-ubah, penggunaan tanda baca yang tidak wajar, serta jarak antar kata yang tidak stabil, juga memberi arti tersendiri.
"Yang paling utama juga kemiringan tulisan. Awalnya penulis menulis condong ke kanan tapi di kata berikutnya menjadi lurus atau miring ke kiri, hal ini mengindikasikan konflik pikiran sadar dan bawah sadar penulis sehigga kemungkinan terjadi manipulasi," katanya.
Putro memberikan contoh analisis tulisan tangan dalam kasus Afriyani Susanti, pengendara mobil yang menabrak sembilan pejalan kaki hingga tewas di daerah Tugu Tani, Jakarta, pada 22 Januari 2012.
Ia menganalisis tulisan tangan Afriyani dalam surat pemintaan maaf dia. Berdasarkan analisis tulisan tangannya, menurut Putro, Afriyani memiliki hambatan untuk mengungkapkan ekspresi emosi.
"Ada kesulitan dari Afriyani untuk mengekspresikan apa yang sedang ia rasakan. Dari bentuk garis dasar serta bentuk huruf kapitalnya juga menunjukan bahwa Afriyani tidak mempunyai emosi yang stabil serta masih belum dewasa," katanya.
Namun Putro mengatakan bahwa pada tulisan tersebut tidak ada "clubbed stroke" yang merupakan karakteristik dari seorang pengguna berat atau pecandu narkoba, sehingga ia berasumsi bahwa Afriyani hanya pengguna baru, belum menjadi pecandu.
Walaupun begitu, ia menambahkan, tidak dapat dipungkiri bahwa Afriyani memang terbukti berada dalam pengaruh alkohol dan narkoba ketika mengemudikan kendaraannya.
Grafologi dan Karakter
Putro mengatakan perkembangan teknologi digital yang membuat sebagian besar orang tidak lagi menulis dengan tangan, tidaklah menghalangi grafologi untuk mengembangkan metode analisis tulisan tangan.
"Memang orang akan jadi tidak terbiasa menulis, tapi kegiatan menulis itu sudah terekam dalam pikiran bawah sadar manusia sehingga meskipun sudah lama tidak menulis, setiap manusia tetap tahu cara menulis," kata sarjana kriminologi lulusan Universitas Indonesia ini.
Ia mengatakan, kekakuan menulis memang akan dirasakan seseorang apabila ia sudah lama tidak menulis, tapi biasanya hanya saat menulis beberapa kalimat pertama saja, berikutnya kekakuan akan hilang, sehingga tidak akan menjadi hambatan untuk melakukan analisis.
Bahkan, kata Putro, metode analisis tulisan tangan juga bisa digunakan pada orang yang mengalami disleksia--kelainan yang ditandai dengan kesulitan mengenali kata secara tepat dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengode simbol-- atau buta huruf sekalipun.
"Pada dasarnya, coretan apapun yang dibuat oleh manusia itu memiliki pola yang dapat dipelajari sehingga grafologi tidak hanya berbicara mengenai huruf dan angka melainkan juga coretan atau gambar," katanya.
Selain bisa memberikan jawaban bagi berbagai permasalahan terkait tindak kejahatan, Putro mengatakan, grafologi dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan lain dalam kehidupan, seperti untuk menggambarkan karakter manusia.
"Karenanya saya merasa grafologi wajib diketahui oleh semua orang atau sekurang-kurangnya setiap orang tahu betul bentuk dan jenis tulisan tangannya sendiri," kata Putro.
Ia mengatakan bahwa kemampuan seseorang mengenali tulisannya sendiri dapat menghindarkan orang dari berbagai tindak kejahatan serta dapat membantu orang semakin mengenal dan juga meningkatkan kualitas diri pribadinya.
Hal ini dibenarkan oleh Fauzia Amatul, pelajar kursus analisis tulisan tangan. Ia mengatakan, mempelajari grafologi membuat dia semakin yakin mengenai pribadinya sendiri dan melancarkan hubungannya dengan orang-orang sekitar.
"Saya jadi tahu apa yang sedang saya alami atau rasakan sehingga tahu apa yang harus saya lakukan untuk membantu diri saya," kata perempuan yang kerap disapa Ifa itu ketika ditemui di Jakarta, Kamis (7/8).
Meski grafologi bisa dimanfaatkan untuk menjawab berbagai persoalan, menurut Putro, jumlah kriminolog dengan spesifikasi grafologi yang menggunakan analisis tulisan tangan untuk memecahkan kasus-kasus kejahatan masih sangat minim di Indonesia.
"Yang menerapkan ilmu kriminologi bersamaan dengan grafologi di Indonesia itu masih sedikit sekali, sekitar lima orang dan semuanya terpusat di Jakarta," katanya.
Menurut dia, profesi grafolog, khususnya yang menangani kasus kejahatan, sangat prospektif karena permintaannya semakin meningkat dari tahun ke tahun. (antaranews.com 11082014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar